Cara Menggunakan Kekayaan Sesuai Ajaran Sang Buddha

singthung

New member
Cara Menggunakan Kekayaan Sesuai Ajaran Sang Buddha


Mātāpitu upatthānaṁ, puttadārassa saṅgaho,
Anākulā ca kammantā, etammaṅgalamuttamaṁ

Membantu ayah dan ibu, menunjang anak dan istri, bekerja dengan sungguh-sungguh, itulah berkah utama

(Maṅgala Sutta, Sutta Nipāta)​


Tidak bisa dipungkiri, kita sebagai manusia masih memiliki keinginan untuk menjadi orang kaya, bahkan saat ini orang berlomba-lomba mencari materi sampai lupa waktu sehingga mudah terserang berbagai penyakit, baik penyakit fisik maupun batin. Ada orang yang mencari materi dengan cara yang tidak benar misalnya; melakukan penipuan (barang palsu dikatakan asli), menjadi perampok, pencuri, penjual narkoba, dan penjual racun. Selain itu, juga ada yang mempunyai mata pencaharian yang benar misalnya; tidak merampok, tidak mencuri, dan tidak menipu.

Sang Buddha mengajarkan dalam Aṅguttara Nikāya kelompok delapan bahwa ada empat cara untuk mendapatkan kekayaan materi yang sesuai ajaran Sang Buddha yang bermanfaat untuk kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Dikisahkan ada seorang saudagar bernama Dighajanu yang berasal dari suku Koliya bersama sekelompok orang Koliya yang bertemu dengan Sang Buddha di kota pasar suku Koliya yang bernama Kakkarapatta.

Ia memberikan hormat kepada Sang Buddha, dan kemudian duduk di salah satu sisi yang layak dan berkata, ”Bhante, kami umat awam yang masih mencintai kesenangan indera, berdiam di rumah yang dipenuhi anak-anak, masih menyukai kayu cendana dari kasia, mengenakan kalungan bunga, wangi-wangian, menyukai emas dan perak, biarlah Yang Terberkahi mengajarkan Dhamma yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang.” Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada Dighajanu tentang empat hal yang membawa kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang, yaitu:

1. Utthānasampadā: pencapaian usaha yang tidak kenal henti.

Di sini, apapun usaha yang dilakukan oleh perumah tangga, apakah ia menjadi pedagang, dokter, karyawan, pegawai sipil, anggota dewan, manteri, dan pekerjaan lainnya, dia terampil dan rajin, dia mencari cara untuk mengembangkan pekerjaannya dan mampu bertindak serta mengatur segalanya dengan tepat.

2. Ārakkhasampadā: pencapaian perlindungan.

Di sini seorang perumah tangga membuat perlindungan dan penjagaan terhadap kekayaannya yang diperoleh dengan perjuangan yang penuh dengan semangat, yang dikumpulkan dengan kekuatan tangan sendiri, dihasilkan dengan peluh di dahinya. Ia melindungi kekayaannya yang diperoleh dengan benar supaya tidak terbakar oleh api, tidak terbawa banjir, tidak dirampas oleh sanak saudara yang tidak baik.

3. Kalyāṇamittatā: persahabatan yang baik.

Di sini, di desa maupun, di kota manapun perumah tangga itu tinggal, dia berteman dengan para perumah tangga yang matang dalam moralitas, mantap dalam keyakinan, kedermawanan, dan kebijaksanaan.

4. Samajīvitā: kehidupan yang seimbang.

Seorang perumah tangga mengetahui pemasukan dan pengeluarannya, dan dia mengarahkan pada kehidupan yang seimbang. Dia tidak menghamburkan uang dan tidak kikir.

Kekayaan yang kita peroleh dengan kerja keras memiliki empat sumber pembuangan yaitu: main wanita, mabuk-mabukan, berjudi, dan persahabatan yang tidak baik. Sama seperti sebuah tangki yang memiliki empat saluran pembuangan dan saluran masuk, jika saluran masuk ditutup dan saluran pembuangan dibuka dan tidak ada curah hujan yang cukup mengisinya, maka jumlah air akan berkurang. Demikian juga ada empat sumber untuk bertambahnya kekayaan, yaitu tidak main wanita, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi, dan tidak memiliki persahabatan buruk. Seseorang yang telah kaya hendaknya menggunakan kekayaannya secara benar seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Aṅguttara Nikāya kelompok empat, di mana ada empat cara menggunakan kekayaan, yaitu:

1. Dengan kekayaan yang diperoleh, ia berusaha membahagiakan dirinya sendiri, membuat orangtuanya bahagia, dan secara benar ia mempertahankan kebahagiaan mereka, dia membuat anak dan istrinya, karyawannya, teman dan koleganya bahagia.

2. Selanjutnya perumah tangga, dengan kekayaan yang benar demikian, dijaga supaya tidak dirampok, dicuri, dan aman dari banjir.

3. Sedangkan yang ketiga, seorang perumah tangga yang telah memperoleh kekayaan melakukan lima jenis persembahan: persembahan kepada sanak keluarga, tamu, leluhur, raja, dan para dewa.

4. Kalau sudah menyalurkan harta kekayaan kita dengan benar, ada bentuk penyaluran yang lebih tinggi nilainya yaitu memberikan persembahan kepada petapa dan samana yang menjauhkan diri dari kecongkakan dan kesombongan, yang mantap dalam kesabaran dan kelembutan, yang berjuang untuk menjinakkan dirinya sendiri, yang batinnya telah tenang dan telah mencapai Nibbāna.

Lebih lanjut dalam Dīgha Nikāya, dijelaskan bagaimana cara pengaturan kekayaan yang benar, yaitu setengah bagian digunakan untuk menambah modal, seperempat bagian digunakan untuk kebutuhan sehari-hari (untuk membeli makanan, pakaian, rumah, mobil, dan kebutuhan lainnya), dan seperempat bagian terakhir digunakan untuk ditabung. Ditabung di sini memiliki dua pengertian, pengertian pertama; ditabung di Bank (seperti BCA, Lippo Bank, BRI). Pengertian yang kedua adalah berbuat kebajikan (berdana ke panti asuhan, panti jompo, korban bencana alam, peduli kepada orang lain, dan lain-lain).

Kalau kita sudah mendapat dan menggunakan kekayaan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha, apa yang kita dapatkan dari praktik tersebut? Kebahagiaan akan menjadi milik kita, dan apabila kita membutuhkan sesuatu akan cepat kita dapatkan karena kita memiliki uang, misalnya kita membutuhkan baju, makanan, mobil, ingin pergi keluar negeri, ingin keliling dunia, semua bisa kita dapatkan apabila kita memiliki kekayaan. Di samping itu, dengan memiliki kekayaan kita mampu melakukan kebajikan yang bermanfaat untuk banyak orang, tetapi sebaliknya kita akan mendapatkan kerugian apabila kita menggunakan kekayaan dengan cara yang salah.

Dalam Sigālovāda Sutta dijelaskan tentang kerugian-kerugian menggunakan kekayaan yang salah, yaitu: harta kekayaan seseorang akan habis jika seseorang menggunakan kekayaannya untuk mengkonsumsi minuman keras, sering mengunjungi tempat pelesiran, sering berkeliaran di jalan pada waktu yang tidak tepat, gemar berjudi, memiliki pergaulan yang tidak baik, dan memiliki kebiasaan bermalas-malasan.

 
Last edited:
Back
Top