Ditolak, eksepsi terdakwa kasus korupsi Busway

andree_erlangga

New member
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak eksepsi Sylvira Ananda, terdakwa kasus korupsi pengadaan bus koridor I Busway pada 2003 dan 2004.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Selasa (23/1), ketua majelis hakim Masrurdin Chaniago menyatakan majelis menolak eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya dan memutuskan melanjutkan persidangan.
?Surat dakwaan JPU telah memenuhi persyaratan formil dan materiil, sehingga sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara,? kata Masrurdin saat membacakan putusan sela.
Keputusan majelis tersebut berdasarkan atas pertimbangan sejumlah hal yang menjadi materi eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya selain dinilai telah memasuki pokok perkara, juga tidak beralasan.
?Beberapa hal yang menjadi materi keberatan adalah kewenangan pengadilan Tipikor mengadili perkara ini dan juga mengenai dakwaan yang tidak cermat, lengkap dan kabur,? kata salah seorang anggota majelis hakim, Dudu Duswara.
Terkait kewenangan mengadili, majelis berpendapat berdasarkan judicial review Mahkamah Konstitusi, masa ada tenggang waktu tiga tahun untuk penyusunan UU tentang Pengadilan tipikor. ?Oleh karena itu Pengadilan Tipikor mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara ini,? tegas majelis.
5 Tahun penjara
Sedangkan untuk keberatan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak lengkap, tidak jelas dan kabur, majelis menilai dalam surat dakwaan itu JPU sudah mencantumkan identitas dan perbuatan terdakwa secara jelas.
Persidangan akan dilanjutkan pada Selasa (30/1) pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yaitu dari PT Armada Usaha Bersama (AUB) Budhi Susanto dan Yudi Priyambudi serta Sigit Nugroho dari PT Armindo.
Sylvira, yang menjabat Kepala Seksi Analisa, Evaluasi dan Penyusunan Biaya/Tarif Subdinas Pengembangan Analis Dinas Perhubungan DKI, didakwa telah melakukan korupsi pengadaan unit Busway koridor I dengan kerugian negara Rp 10,621 miliar.
JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam surat dakwaannya menyatakan perbuatan terdakwa yang dalam proyek tahun 2003 dan 2004 itu menjadi ketua panitia pengadaan, telah melakukan manipulasi proses tender dan melanggar Keppres 18 Tahun 2000 dan Keppres 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang.
Terdakwa juga diduga merekayasa pencairan dana dari dua tahun anggaran 2003 dan 2004, masing-masing senilai Rp 50 miliar untuk 54 unit bus dan Rp 37,7 miliar untuk 35 unit bus. Selain Sylvira, terdakwa lain dalam kasus korupsi yang sama yaitu mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendi Sidabutar dan mantan Direktur PT Armada Usaha Bersama (AUB) Budhi Susanto.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Rustam Effendi Sidabutar pidana lima tahun penjara. JPU menyatakan terdakwa terbukti menyalahgunakan kewenangan sehingga memberikan keuntungan pada orang lain atau korporasi.
?Terdakwa telah menguntungkan orang lain yaitu Direktur Utama PT Armada Usaha Bersama Budhi Susanto dengan mengusulkan perusahaan tersebut untuk mendapatkan penunjukan langsung,? kata salah satu anggota JPU, Yessi Esmiralda.
Meski demikian, JPU menyatakan dari fakta yang diperoleh selama persidangan, dakwaan primair yaitu memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi secara melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara tidak terbukti. Selain meminta majelis hakim memvonis terdakwa lima tahun penjara, JPU juga meminta agar Rustam Effendi membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.
 
Back
Top