K A M M A

singthung

New member
K A M M A

"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".​


Hukum Kamma adalah hukum universal mengenai sebab akibat. Hukum ini menerangkan bahwa segala sesuatu yang timbul, baik fisik maupun non-fisik, pasti mempunyai sebab- sebab atau dengan kata lain tiada sesuatu yang timbul tanpa sebab sebelumnya. Hukum ini terdoktrin di dalam agama Buddha dan telah ada di India yang kemudian dijelaskan dengan baik dan rinci oleh Sang Buddha.

Apakah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lainnya?

Mengapa ada yang hidup dengan kemewahan sedangkan yang lainnya hidup dengan kesengsaraan?
Mengapa ada seseorang yang cerdas sedangkan yang lainnya bodoh?
Mengapa seseorang lahir dengan suatu karakteristik dan bebeda dengan yang lainnya?
Mengapa ada seseorang yang buta, cacat ataupun tuli sedangkan yang lainnya tidak?

Sebagian ketidaksamaan diatas mempunyai alasan sedangkan hal lainnya ketidaksengajaan. Tidak ada seorang yang bijaksana yang akan mengatakan ketidaksamaan diatas sebagai suatu hal yang benar-benar murni ketidaksengajaan.

Dalam agama Buddha, ketidaksamaan ini tidak hanya terjadi karena faktor lingkungan, alam ataupun keturunan tetapi juga karena faktor Kamma. Dengan kata lain, keanekaragaman ini terjadi karena hasil perbuatan kita pada masa lampau atau pada masa kini. Kita bertanggung jawab pada kebahagiaan dan kesedihan kita sendiri. Kita menciptakan surga ataupun neraka kita sendiri. Kita adalah perancang takdir kita sendiri.

Dibingungkan oleh perbedaan ini, seorang pencari kebenaran mendekati dan bertanya kepada Sang Buddha sebagai berikut :
“Wahai Gotama, mengapa ada manusia yang berusia pendek, dan ada yang berusia panjang, berpenyakit dan sehat, buruk dan rupawan, tak berkuasa dan berkuasa, miskin dan kaya, lahir dari keluarga rendah dan lahir dalam keluarga bangsawan, bodoh dan pandai. Wahai Gotama, apa alasannya, apa sebabnya maka diantara manusa ada yang terlahir hina dan ada yang terlahir mulia?”
(Culakammavibhanga Sutta,Majjhima Nikaya)

Sang Buddha kemudian menjawab : “Semua makhluk adalah pemilik perbuatannya (kamma) sendiri, pewaris dari perbuatannya sendiri, lahir dari perbuatannya sendiri, berhubungan dengan perbuatannya sendiri, terlindung dari perbuatannya sendiri.

Perbuatan yang menentukan makhluk menjadi hina dan mulia.

”Pastinya kita dilahirkan dengan ciri-ciri sesuai dengan orang tua kita dikarenakan faktor keturunan. Pada saat yang sama, kita memiliki kemampuan bawaan yang oleh ilmu pengetahuan tidak dapat menjelaskan. Sang Buddha, sebagai contohnya, reproduksi sel berasal dari orang tua-Nya, tetapi secara fisik, moral dan intelektual tidak dapat ditemukan pada garis keturunan Beliau. Beliau adalah seorang manusia yang luar biasa. Suatu ciptaan luar biasa dari Kamma-Nya sendiri. Jelas terlihat bahwa terdapat kasus unik di dalam hukum Kamma yang tidak hanya memengaruhi fisik seseorang, tetapi juga menghapuskan kemampuan yang diturunkan dari orang tua.

Demikianlah berdasarkan sudut pandang Sang Buddha, yang mengatakan bahwa moral dan watak seseorang sebagian besar berkaitan dengan perbuatan kita sendiri, entah perbuatan masa sekarang ataupun masa lampau. Walaupun di dalam agama Buddha ditunjukkan kevariasian dari Kamma, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa segalanya berkaitan dengan Kamma kita dikarenakan Kamma merupakan salah satu hukum alam yang mengatur segala fenomena di dunia ini.

Terdapat empat hukum alam (niyama) selain Hukum Kamma yang mengatur semua fenomena di dunia ini. Hukum-hukum ini adalah hukum universal yang berlaku di 31 alam kehidupan. Keempat hukum tersebut adalah :

1. Utu Niyama
Hukum universal yang mengatur mengenai energi yang mengatur seperti musim-musim di tiap daerah, karakteristik di tiap-tiap daerah, perubahan musim, penyebab angin, sifat benda seperti gas, cair dan padat, terbentuk dan hancurnya tata surya dan lain-lain.

2. Bija Niyama
Hukum universal yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan(botani) seperti perkembangbiakan tumbuhan, karakteristik tumbuhan, rasa gula dan tebu, beras berasal dari benih padi dan lain-lain.

3. Citta Niyama
Hukum universal mengenai pikiran dan batin seperti: proses kesadaran, kekuatan pikiran (abhinna), kesucian batin, timbul dan tenggelamnya kesadaran dan lain-lain.

4. Dhamma Niyama
Hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat lainnya seperti kejadian yang terjadi pada saat Pangeran Siddharta lahir yaitu: pohon-pohon bermekaran bukan pada musimnya, dan juga gempa bumi yang terjadi ketika Sang Buddha menentukan kapan Beliau akan parinibanna.

Demikianlah kelima hukum alam yang mengatur alam semesta. Oleh karena itu, segala sesuatu tidak selalu terjadi dikarenakan oleh Hukum Kamma semata tetapi juga diatur oleh keempat hukum lainnya.

Apabila seluruh kehidupan ini dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan lampau dan kehidupan mendatang dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan ini, maka tidak akan ada yang dapat diubah karena semua telah digariskan. Jika hal ini benar adanya maka keinginan untuk mencapai pembebasan adalah suatu hal yang mustahil. Hidup akan berjalan layaknya suatu mesin.

Menurut sudut pandang agama Buddha, Hukum Kamma tidaklah memutuskan 100% apa yang akan terjadi pada kita. Perbuatan yang dilakukan pada kehidupan lampau turut menentukan kehidupan sekarang, dan perbuatan pada kehidupan sekarang juga turut menentukan kehidupan mendatang, sehingga masih ada kesempatan untuk melatih diri dan berubah untuk mencapai pembebasan.

Hukum Kamma dianggap sebagai sebuah kecenderungan, bukan suatu konsekuensi yang harus ditanggung yang tidak dapat diubah dan dielakkan.

Apakah Kamma itu?


Kata kamma (Pali) atau karma (Sansekerta) secara harfiah diartikan sebagai tindakan. Tindakan ini meliputi tindakan yang dilakukan seseorang melalui jasmani (kaya kamma), ucapan (vaci kamma) dan pikiran (mano kamma). Semua perbuatan yang didasari oleh kehendak (cetana) adalah kamma. Secara umum, tindakan terdiri dari tindakan baik (kusala kamma) dan tindakan buruk (akusala kamma). Tetapi apabila tindakan tersebut tidak disengaja atau tanpa diikuti oleh kehendak (pikiran yang sekedar pikiran), maka tindakan tersebut tidak termasuk dalam kamma, dikarenakan faktor terpenting dalam kamma adalah kehendak.
Contohnya, ketika anda masih sekolah dasar, anda akan merasa sekolah itu tidak enak dan akan dibujuk untuk pergi ke sekolah. Sedangkan, ketika anda telah SMA dan mengetahui bahwa dengan sekolah menambah pengetahuan maka anda akan giat untuk pergi ke sekolah. Pola pikir ketika anda SMA yang didasari pengertian tersebut adalah gambaran 'perbuatan tanpa kehendak'.

Sang Buddha mengatakan : “Para Bhikkhu, kehendak-lah yang kusebut kamma, setelah kehendak muncul, maka seseorang melakukan perbuatan melalui jasmani, ucapan dan pikiran.” (Anguttara Nikaya) Semua tindakan yang didasari kehendak dari makhluk(manusia, setan, dewa, binatang) disebut sebagai Kamma. Tetapi perbuatan yang dilakukan oleh Samma Sang Buddha, Pacceka Buddha dan Arahat(1 ) , yang telah menghancurkan kekotoran batin, tidak lagi disebut sebagai kamma. Artinya, perbuatan yang dilakukan para Arahat tidak akan memberikan akibat lagi bagi mereka. Perbuatan mereka merupakan perbuatan yang tanpa pamrih karena akar untuk menghasilkan suatu akibat telah dilenyapkan, yaitu: lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha
(kebodohan/kegelapan batin).

Kamma tidak selalu diartikan tindakan lampau. Kamma mencakup tindakan yang dilakukan sekarang dan pada masa lampau. Dalam pemahaman ini, kita adalah hasil dari apa yang telah kita lakukan dan kita akan menjadi dari apa yang kita lakukan. Dalam pemahaman lainnya, kita tidak sepenuhnya berasal dari yang kita lakukan dan kita tidak akan menjadi sepenuhnya dari yang kita lakukan. Kehidupan sekarang tidak selalu berasal dari kehidupan lampau, dan kehidupan sekarang bukanlah selalu menjadi patokan untuk kehidupan mendatang. Dapat kita lihat begitu kompleksnya cara kerja hukum Kamma.

Telah disebutkan bahwa terdapat dua jenis perbuatan yaitu perbuatan baik (kusala kamma) dan perbuatan jahat (akusala kamma). Akar dari kusala Kamma adalah alobha (tidak serakah) atau kasih sayang (karuna), adosa (tidak membenci) atau cinta kasih(metta) dan amoha (tidak bodoh) atau panna (kebijaksanaan). Alobha adalah akar untuk seseorang berbuat baik agar orang lain berkurang penderitaannya. Adosa adalah akar untuk seseorang membuat orang lain merasa aman dan tenteram serta penuh cinta kasih sehingga orang lain menjadi bahagia. Sedangkan Amoha adalah akar seseorang untuk mengetahui, mengerti dan merealisasikan kebenaran sehingga melenyapkan semua kekotoran batin.

Akar dari perbuatan buruk adalah lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kebodohan). Lobha adalah akar dari seseorang untuk memuaskan nafsu inderanya dan dikarenakan ia tidak dapat mengekang atau mengendalikan nafsunya sehingga terjadi perbuatan salah yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dosa adalah akar dari seseorang untung menimbulkan perasaan bosan, iri hati, cemburu, marah dan dikarenakan ia tidak dapat mengekang atau mengendalikan nafsunya sehingga terjadi perbuatan salah yang merugikan orang lain dengan melakukan fitnahan, pemukulan, penyiksaan maupun pembunuhan. Moha adalah akar seseorang untuk menganut pandangan salah dan pikiran salah.

Kamma yang disebabkan oleh salah satu dari ketiga hal ini dapat kita umpamakan sebagai benih tumbuhan yang tidak terluka, tidak rusak, tidak terganggu oleh angin atau panas, subur dan tersimpan baik, ditanam pada lahan subur yang telah disiapkan dengan baik, kemudian bila hujan turun tepat pada musimnya, maka benih tersebut pasti akan tumbuh subur dan berkembang dengan segala kemungkinan.

Oleh karena itu, perbuatan yang didasari alobha, adosa dan amoha merupakan kamma subur yang akan memberikan hasil sepadan kepada pelakunya. Begitu juga perbuatan yang didasari lobha, dosa dan moha.

Kamma dan Vipaka

Kamma adalah perbuatan yang didasari kehendak sedangkan vipaka adalah buah atau hasil yang akan dipetik apabila melakukan perbuatan tersebut. Dalam Samyutta Nikayat, 1.293 diterangkan bahwa :

“Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebaikan akan menerima kebaikan, Pembuat kejahatan akan menerima kejahatan. Begitu bibit kalian tanam, akan kalian rasakan hasil buah dari padanya.” Seperti bayang-bayang yang selalu mengikuti seorang manusia, tindakan yang didasari kehendak tidak boleh diremehkan karena tindakan ini dapat menyebabkan buah yang akan dipetik suatu saat.

Kamma adalah benih yang sangat baik dan vipaka adalah buah yang berasal dari pohon. Daun-daun, bunga, dan batang dari pohon diibaratkan sebagai kesehatan, penyakit, kaya, miskin disebut Anisamsa (hal-hal yang menguntungkan) dan Adinaya (hal-hal yang tidak menguntungkan).

Sejalan dengan kamma yang terdiri dari kamma baik dan kamma buruk, vipaka juga terdiri dari vipaka baik dan vipaka buruk. Vipaka direpresentasikan dalam bentuk kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, suatu sifat alami dari benih kamma yang kita tabur. Anisamsa adalah buah yang berupa keuntungan seperti kesehatan dan umur panjang. Adinaya adalah buah yang berupa keburukan seperti kemiskinan, penyakit, dan masa hidup pendek.

Kamma adalah hukum independen yang memerintah dirinya sendiri, tanpa bisa diganggu dari pihak luar. Hukum ini memiliki potensinya sendiri untuk mengeluarkan akibat dari setiap sebab (perbuatan). Sebab mengeluarkan akibat dan akibat menerangkan sebab. Bibit memproduksi buah, dan buah menerangkan bibit. Begitu pula dengan kamma dan vipaka. Bahagia dan sedih telah menjadi bagian umun dari manusia yang merupakan akibat-akibat dari sebab-sebab yang ada.

Dalam agama Buddha juga tidak dikenal adanya suatu makhluk adikuasa yang memberikan hukuman atau hadiah kepada seorang manusia. Semua yang diperoleh adalah hasil yang dia perbuat pada masa lampau atau masa kini. Juga tidak dikenalnya akibat yang disebabkan oleh para leluhur. Jika seorang ayah berbuat maka ia sendirilah yang menerima akibatnya, bukan keturunannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kamma dan vipaka tidak dapat dipisahkan.

Jenis – jenis kamma

Terdapat empat jenis Kamma berdasarkan waktu munculnya akibat (vipaka), yaitu:

1. Ditthadhamma vedaniya Kamma
Kamma yang memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini, termasuk yang sudah masak atau disebut dengan Paripakka dittha dhamma vedaniya kamma.

Contoh: Seorang miskin bernama Punna yang memberikan dana makanan kepada Y A Sariputta Maha Thera menjadi kaya raya dalam waktu tujuh hari setelah berdana.

Kamma yang memberikan hasil setelah lewat tujuh hari disebut dengan aparipakka ditha dhamma vedaniya kamma. Contoh: Jika berbuat kebajikan atau kejahatan dalam usia muda, akan dipetik hasil dalam usia muda atau usia tua dalam kehidupan sekarang.

2. Upajja vedaniya Kamma
Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya yaitu satu kehidupan setelah kehidupan sekarang.

3. Aparapariya vedaniya Kamma
Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya secara berturut-turut.

4. Ahosi Kamma
Kamma yang tidak lagi atau tidak akan memiliki kekuatan untuk menghasilkan akibat (kadaluwarsa). Ahosi Kamma terbentuk ketika kekuatan suatu perbuatan (kamma) terhalangi oleh kekuatan perbuatan lain yang sangat besar. Selain itu Ahosi Kamma terbentuk jika tidak adanya kondisi-kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk kamma itu berbuah, sehingga kamma tersebut tidak menghasilkan akibat (vipaka).

Terdapat empat jenis Kamma berdasarkan fungsinya:

1. Janaka Kamma
Kamma yang menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu makhluk. Kamma ini menimbulkan batin (Nama) dan jasmani (Rupa). Seseorang dilahirkan ke dalam keluarga yang miskin dan dikeluarga yang kaya ditentukan oleh Janaka Kamma

2. Upatthambhaka Kamma
Kamma yang mendukung terpeliharanya satu akibat dari sebab yang telah timbul (kamma penguat). Kamma ini membantu Janaka Kamma, yaitu:
•Membantu Janaka Kamma yang belum mempunyai waktu menimbulkan hasil, memberikan waktu menimbulkan hasil/akibat.
•Membantu Janaka Kamma yang sedang mempunyai waktu menimbulkan hasil memberikan kekuatan untuk menimbulkan hasil secara sempurna.
•Membantu Rupa-Nama (Lahir-Bathin) yang dilahirkan Janaka Kamma menjadi maju dan bertahan lama.
Misalnya: Debby adalah seorang nenek yang ditetapkan oleh Janaka Kamma hanya hidup selama 70 tahun di dunia, tetapi di dalam kehidupannya sehari-hari, nenek Debby sering melakukan perbuatan baik seperti berdana, melaksanakan sila dan bermeditasi sehingga umur yang ditetapkan oleh Janaka Kamma selama 70 tahun bertambah 20 tahun.

3. Upapilaka Kamma
Kamma yang menekan, mengolah, menyelaraskan satu akibat dari satu sebab. Kamma ini memperlemah kekuatan Janaka Kamma (kamma pelemah), yaitu :
•Upapilaka Kamma yang menekan Janaka Kamma supaya tidak ada waktu menimbulkan hasil.
•Upapilaka Kamma yang menekan Janaka Kamma yang mempunyai waktu menimbulkan hasil supaya mempunyai kekuatan menurun.
•Upapilaka Kamma yang menekan Rupa-Nama (Lahir-Bathin) yang dilahirkan Janaka Kamma.
Misalnya: Budi seorang narapidana yang divonis 10 tahun hukuman penjara, namun dalam kesehariannya, ia sering menunjukan tabiat yang baik, rajin bekerja, maka Budi mendapatkan keringanan hukuman menjadi 7 tahun saja.

4. Upaghataka Kamma
Kamma yang memotong atau menghancurkan kekuatan akibat dari satu sebab yang telah terjadi. Misalnya: Taufik adalah seorang pemain bulutangkis. Ia sering menjadi juara dalam beberapa pertandingan dan bulutangkis adalah karirnya. Suatu hari, saat Taufik mengendarai mobil, tiba-tiba ia menabrak truk yang ada didepannya. Akibatnya tangan kiri Taufik menjadi patah dan cacat seumur hidup sehingga karirnya menjadi hancur.

Terdapat empat jenis Kamma berdasarkan sifat dari akibat yang dihasilkan, yaitu:

1. Garuka Kamma
Kamma berat yang memiliki kualitas kekuatan yang besar yang mampu menimbulkan hasil dalam kehidupan kedua, dan kekuatan kamma lain tidak mampu mencegahnya.

Garuka Kamma terdiri dari 2 jenis yaitu:
•Akusala Garuka Kamma adalah perbuatan buruk/jahat yang berat. Yang disebut Akusala Garuka Kamma (perbuatan jahat yang berat) adalah Niyatamicchaditthi-Kamma (perbuatan pandangan salah yang pasti) dan Pancanantariya-Kamma (lima perbuatan durhaka, yaitu membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh Arahat, melukai Sang Buddha dan memecah-belah Sangha).

Akibat dari melakukan Akusala Garuka Kamma adalah tumimbal-lahir ke alam Apaya (Alam yang menyedihkan, yaitu alam neraka, alam setan, alam binatang dan alam asura).

Akusala Garuka Kamma juga disebut dengan Anantariya Kamma karena dampaknya masih dapat di rasakan dikehidupan selanjutnya. Hal ini dijelaskan oleh Guru Buddha dalam Parikuppa Sutta; Anguttara Nikaya 5.129. Contoh: Devadatta yang telah melukai kaki Guru Buddha dan memecah-belah Sangha, dilahirkan kembali di alam neraka avici. Contoh lain adalah Raja Ajatasattu yang telah membunuh ayahnya (Raja Bimbisara) tidak dapat meraih kesucian Sotapana (tingkat kesucian pertama) karena kekuatan besar dari Akusala Garuka Kamma.

•Kusala Garuka Kamma adalah perbuatan baik yang berat. Yang disebut Kusala Garuka Kamma adalah hasil dari melaksanakan Samatha-Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa-Jhana 4 dan Arupa-Jhana 4 atau disebut Jhana 8. Akibat dari melakukan Kusala Garuka Kamma adalah tumimbal-Iahir di alam Brahma.

Akusala Garuka Kamma, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, tetapi mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu). Sebaliknya, Kusala Garuka Kamma itu, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, akan menjadi Ahosi Kamma dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (kamma membantu).

2. Asanna Kamma adalah kusala kamma (perbuatan baik) dan akusala kamma (perbuatan buruk/jahat) yang dilakukan seseorang sebelum saat ajalnya, yang dapat dilakukan dengan lahir dan batin. Dengan batin misalnya; memikirkan, merasakan, mengingat-ingat semua perbuatan baik atau buruk yang telah dilakukan, atau memikirkan kebaikan atau kejahatan terhadap makhluk lain. Kamma inilah yang akan menentukan keadaan kelahiran seseorang yang akan datang jika tidak ada kekuatan kamma lain yang lebih besar lagi yang menentukan.

Contoh: Seorang algojo pada saat menjelang ajalnya, ia mengingat pernah memberi sedekah kepada Y.A. Sariputta. Dengan mengingat hal ini ia terlahir di alam yang bahagia. Namun, meskipun terlahir di alam bahagia, ia tetap memperoleh dampak buruk dari apa perbuatan buruk yang pernah ia lakukan.

3. Acinna Kamma atau Bahula Kamma adalah Karma Kebiasaan, yaitu perbuatan baik dan jahat yang merupakan kebiasaan bagi seseorang karena sering dilakukan. Bila seseorang belum saat ajalnya tidak berbuat sesuatu, dan dengan demikian tidak terdapat Asanna Kamma, maka yang menentukan keadaan kelahiran yang berikutnya ialah Kamma Kebiasaan (Acinna Kamma) yaitu perbuatan-perbuatan yang merupakan kebiasaan seseorang karena sering dilakukan sehingga seolah-olah merupakan watak baru.

Contoh: Cunda seorang penjagal babi, yang hidup disekitar vihara tempat Guru Buddha berdiam, ia meninggal dengan mendengking seperti babi karena kebiasaannya memotong babi.

4. Kattata Kamma adalah Kamma yang tidak terlalu berat dirasakan akibatnya. Karma ini yang paling lemah di antara semua karma. Kamma ini merupakan perbuatan baik (kusala kamma) dan perbuatan jahat (akusala kamma) yang pemah dibuat dalam kehidupan lampau dan kehidupan sekarang ini yang hampir tidak didorong oleh kehendak. Kamma ini berproses apabila ketiga kamma diatas tidak pernah dilakukan. Kattata kamma dimisanya tanpa sadar menggaruk kepala walau kepala tidak gatal.

sumber:
- The Theory of Kamma in Buddhism oleh Ven. Mahasi Sayadaw
- Buku pelajaran Agama Buddha SLTA Kelas III penerbit C.V. Felita Nursatama Lestari, Jkt
- Dasar Pandangan Agama Buddha oleh S. Dhammika
- http://members.tripod.com/~mitta/kamma.htm


NB
1. Samma Sambuddha (Samyak Sambodhi) adalah arahat yang mencapai kesucian dengan usahanya sendiri dan memiliki pengetahuan sempurna (dapat mengarjakan kepada makhluk lain. Pacceka (Pratyeka) Buddha adalah arahat yang mencapai kesucian dengan usahanya sendiri namun tidak memiliki pengetahuan sempurna seperti Samma Sambuddha. Savaka Buddha adalah arahat yang mencapai kesucian dengan bantuan dari seorang Samma Sambuddha. Semua hal tersebut hanya terjadi dalam tataran “samsara”. Setelah Parinibanna, tidak terdapat lagi perbedaan Nibbana Samma Sambuddha, ataupun Nibanna Pacceka/Savaka Buddha.




 
Back
Top