RA Kartini

Status
Not open for further replies.

suhu

New member
Kontroversi Kartini
Hari ini, 130 tahun lalu... lahir Kartini...

Ibarat adagium yang diciptakan oleh para penyanyi Seurieus, Pahlawan juga Manusia.
Sosok Kartini tak luput dari sisi kontroversial yang dimunculkan oleh pihak2 yang mempertanyakan keotentikan surat-surat Kartini vis a vis orisinalitas pemikirannya.

Apakah betul RA Kartini itu mampu mengucurkan pikiran2 avant garde (melampaui zaman nya) saat feodalisme masih mencengkeram kuat dalam struktur sosial Jawa, sementara pendidikan bagi kaum perempuan saat itu sangat langka dan kalaupun ada, terbatas pada pelajaran keterampilan untuk menopang karir rumahtangga nya.

Walaupun pada kenyataannya bahwa RA Kartini yang hidup dalam lingkungan ningrat Jawa, mampu memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan Belanda dan melahap literatur-literatur penting hingga umur 12 tahun.

Dengan kemampuan bahasa Belanda yang bagus, Kartini belajar banyak hal dari “Barat”: buku-buku sastra dan majalah dibacanya untuk memberikan diskursus mengenai arti modernisme, feminisme dan kebebasan berpikir.

Kesempatan untuk belajar di negeri Belanda diperolehnya ketika itu dengan adanya tawaran beasiswa dari pemerintah Kerajaan Belanda, namun budaya aristokrat Jawa juga yang membuatnya tak kuasa melawan arus.

Beliau kemudian menjalani ritual perempuan Jawa, dipingit dan dinikahkan.
Beasiswa itu kemudian, atas permintaan Kartini, dialihkan ke seorang pemuda cerdas asal Bukittinggi, kelak dikenal sebagai KH Agus Salim.

Berikut ini adalah beberapa kontroversi yang menjadi pertanyaan banyak kalangan akan sosok RA Kartini;

Kontroversi-1. Keaslian pemikiran RA Kartini dalam surat-suratnya diragukan.
Ada dugaan bahwa J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda saat itu, melakukan editing atau merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya.

Kita hanya disuguhi tulisan-tulisan yang bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Abendanon semata.

Kontroversi-2. RA Kartini dianggap tidak konsiten dalam memperjuangkan pemikiran akan nasib perempuan Jawa.
Dalam banyak tulisannya beliau selalu mempertanyakan tradisi Jawa (dan agama Islam) yang dianggap menghambat kemajuan perempuan seperti tak dibolehkan bersekolah, dipingit ketika mulai baligh, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal, menjadi korban poligami.

Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk dimadu pula. Namun demikian, bertolak belakang dengan pemikirannya, RA Kartini rupanya menerima untuk dinikahkan (bahkan dipoligami) dengan bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903, pada usia 24 tahun.

Pada saat menjelang pernikahan, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu.

Kontroversi-3. RA Kartini dianggap hanya berbicara untuk ruang lingkup Jawa saja, tak pernah menyinggung suku atau bangsa lain di Indonesia/Hindia Belanda. Pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam rangka memperjuangan nasib perempuan Jawa, bukan nasib perempuan secara keseluruhan. Walaupun demikian ide-idenya dianggap menyeluruh secara nasional karena mengandung sesuatu yang universal.

Kontroversi-4. Tidak jelas persinggungan RA Kartini dengan perlawanan melawan penjajahan Belanda seperti umumnya pahlawan yang kita kenal. Tak pernah terlihat dalam tulisan dan pemikirannya adanya keinginan RA Kartini untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda saat itu, apalagi membopong senjata sebagaimana Pahlawan Wanita lainnya seperti; Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Emmy Saelan atau Christina Martha Tiahahu.

Kontroversi-5. Dari sudut pandang sejarah, pemikiran RA Kartini dalam emansipasi wanita lebih bergaung daripada tokoh wanita lainnya asal Sunda, Raden Dewi Sartika, walaupun langkah gerak Dewi Sartika justru lebih progressif. RA Kartini lebih terkenal dengan pemikiran-pemikiran nya, sedang Dewi Sartika tak hanya giat berpikir, tapi juga mengimplementasikan pemikirannya ke gerak nyata dalam masyarakat dengan mendirikan sekolah khusus putri, Sekolah Kaoetamaan Istri pada tahun 1902. So, siapa sebenarnya yang lebih patut untuk dihargai, RA Kartini atau Dewi Sartika? Hanya terbatas pemikiran atau gerak nyata?

Kontroversi-6. Penetapan tanggal kelahiran RA Kartini 21 April sebagai hari besar juga diperdebatkan karena terkesan terlalu melebih-lebihkan sosok beliau, sementara masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini.
Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah.
Mereka mengusulkan untuk merayakan Hari Perempuan secara umum pada tanggal 22 Desember.​
 
Bls: RA Kartini

Kartini Tentang Agamanya


_kartini2.jpg

Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun). Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa.

Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat.

Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Aspek spiritual keagamaan tokoh emansipasi ini mendapatkan berbagai ragam penilaian dan pandangan, dengan presfektif dan kepentingan yang beragam, bisa dilihat dari sisi kejawen, komunis, Islam, dan Kristiani. Sebagaimana terlihat dari tiga buku yang ditulis tentang Kartini.
  • Panggil Aku Kartini Saja, karya Pramoedya Ananta Toer (1962, cetak ulang tahun 2000);
  • Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara (1995); dan
  • Tuhan dan Agama dalam Pergulatan Batin Kartini oleh Th Sumartana (1993). Tulisan ini juga menyinggung artikel St Sunardi, Ginonjing: Emansipasi Kartini pada majalah Kalam (No 21, 2004).


Pikiran Kritis Kartini, terutama terkait tentang agamanya. Islam.
Dari "Letters of a Javanese Princess", dgn pendahuluan dr Eleanor Roosevelt dan di-edit oleh Hildred Geertz. Terbitan: the Norton Library, NY, 1964.
Diterjemahkan dari bahasa Inggris (aslinya bahasa Belanda):


hal 44, Surat kpd Stella Zeehandelaar, Nov 1899:

Saya tidak dpt menjelaskan apapun kpdmu ttg Hukum Islam, Stella. Pengikut agama ini dilarang utk membicarakannya dgn mereka yg beragama lain. Dan, jujurnya, saya menjadi Muslim hanya karena nenek moyang saya. Bagaimana saya dpt mencintai sebuah doktrin yg saya tidak tahu - dan tidak pernah akan tahu ?

Quran terlalu suci utk diterjemahkan dlm bahasa lain manapun. Disini tidak ada yg bicara bhs Arab. Memang adat disini adalah membaca Quran; tetapi apa yg dibaca tidak ada yg mengerti ! Bagi saya aneh (silly) memang kalau kita diwajibkan membaca sesuatu tanpa bisa mengertinya. Ini spt saya dipaksa membaca buku dlm bhs Inggris, dan seluruhnya melewati otak saya tanpa saya bisa mengerti satu patah kata pun. Jika saya ingin mengetahui dan mengertinya, saya harus ke Arabia dulu utk belajar bahasa. Namun demikian, orang bisa saja baik tanpa menjadi religius. Betulkah itu, Stella ?

...

Ya Tuhan ! Kadang saya merasa lebih baik kalau tidak ada agama, karena apa yg seharusnya menyatukan umat manusia kedalam satu persaudaraan akhirnya dari jaman ke jamanm hanyalah menjadi sumber pertempuran, ketidakcocokan dan pertumpahan darah.

...Kadang saya tanya pd diri sendiri: apakah agama memang rahmat bagi umat manusia ?


hal 81, Surat kpd Stella ttg perkawinan, Agustus 1900

Dlm dunia Islam, persetujuan, ya, bahkan kehadiran wanita itu tidak perlu dlm perkawinan. Ayah bisa saja suatu waktu pulang dan mengatakan kpd saya, "Kau sdh dikawinkan dgn si ini atau si itu." Saya kemudian harus mengikuti suami saya. Benar, saya bisa menolak, tetapi itu memberikannya hak utk mengekang saya kpdnya seumur hidup saya tanpa perlu mendekati saya. Saya isternya dan walau saya tidak mematuhinya, dan jika ia tidak menceraikan saya, saya tetap terikat padanya selama2nya, sementara ia bebas melakukan apa saja. Ia bisa menikahi wanita sebanyak yg ia inginkan tanpa perlu mengkhawatirkan saya. Jika Ayah akan mengawinkan saya dgn cara ini, maka saya harus mencari jalan keluar. Namun Ayah tidak pernah akan melakukan ini.

... Memang untungnya tidak setiap Muslim memiliki 4 isteri atau lebih, tetapi setiap isteri tahu bahwa ia bukanlah satu2nya, dan setiap harinya suaminya bisa membawa pulang isteri baru, yg haknya sama dgn isteri pertama. Menurut Hukum Islam, wanita baru itu juga isterinya. Di wilayah2 yg diperintah langsung (oleh Belanda), nasib wanita2 tidak separah saudara2 mereka di daerah2 yg diperintah kesultanan, spt di Surakarta dan Jogjakarta. Disini wanita sudah untung kalau suaminya memiliki 1, 2 atau 3 atau 4 isteri. Didaerah2 kesultanan ini, wanita2 disitu akan menertawakannya. Sulit menemukan lelaki dgn 1 isteri. Diantara kaum aristokrat, khususnya dlm lingkungan sultan, para suami biiasanya memiliki 26 isteri.

Apakah kondisi ini akan berlanjut, Stella ?

Bangsa kami begitu terbiasa dgn adat ini dan menganggap cara dimadu lelaki ini sbg satu2nya cara bagi wanita utk memenuhi kebutuhannya. Tetapi saya tahu dr wanita2 yg saya kenal, dlm hati mereka, mereka mengutuk hak2 lelaki ini, Tetapi kutukan tidak ada gunanya; sesuatu harus dilakukan.

... Ya, Stella, saya juga tahu bahwa di Eropa keadaan moralitas lelaki juga tragis ... tetapi ibu2 muda disana bisa berbuat lebih banyak ...

Saya ingin sekali mendapatkan anak2, lelaki atau perempuan ... Tetapi yg paling penting saya tidak pernah akan melanjutakan adat menyedihkan dimana anak lelaki lebih diprioritaskan drpd anak perempuan... Bahkan sejak kecil, lelaki diajarkan utk merendahkan wanita. Sering saya mendengar ibu2 mengatakan kpd anak2 lelaki merkea kalau mereka jatuh dan menangis: "Jangan cengeng spt perempuan!"

... Dan lalu saya akan mencabut pagar pemisah antara kedua jenis kelamin ini... Saya tidak percaya bahwa lelaki2 terdidik dan beradab akan menghindari wanita yg sederajad pendidikannya, dan lebih menginginkan wanita tidak bersusila. Walaupun banyak lelaki mencari wanita2 terdidik, banyak juga lelaki yg tidak memiliki interes sedikitpun dlm perempuan selain alasan sex. Nah, segalanya ini akan hilang jika lelaki dan wanita dpt bercampur sejak anak2.



hal 138 Surat kpd Ny Abendanon-Mandiri, Nov 1901

Ide utk menerbitkan buku ttg segala pemikiran dan perasaan saya ttg kondisi wanita Muslim kami, sudah ada sejak lama. Saya ingin menuliskannya dlm buku, dlm bentuk 2 puteri regent-satu Sunda, satu Jawa. Saya sudah menulis sejumlah surat, tetapi saya akan menundanya dulu. ... Kesulitannya adalah bahwa Ayah tidak akan mengijinkan saya menerbitkan buku macam itu. "Bagus kalau kamu pandai menulis dlm bhs Belanda," kata Ayah, " tetapi itu bukan alasan utk membongkar pemikiranmu yg paling mendalam."

Jadi, kami perempuan tidak boleh memiliki pemikiran, kami harus berpikir bahwa semuanya baik, dan mengatakan "ya" dan "amin" kpd apapun.

... Kapan datang waktunya dimana wanita dan laki2 bisa memandang satu sama lain sbg manusia sederajad, sbg kameraad ? Sekarang ini-bah! betapa rendahnya derajat wanita !


hal 145, Surat kpd Ny Abendanon, Feb 1902

Saya punya permintaan kpd anda, permintaan sangat penting: jika anda melihat teman anda, Dr Snouck-Hurgronje, tanya dia apakah diantara Muslim, ada hukum mayoritas, spt yg berlaku diantara kalian (org Eropa) ? Saya ingin mengetahui ttg hak2 dan kewajiban isteri dan puteri Muslim. Memang aneh bagi saya utk bertanya ! Ini membuat saya MALU bahwa kami tidak mengetahuinya sendiri. Betapa pahitnya bahwa kami tidak mengetahui apa2.


hal 169, Surat kpd Stella, Mei 1902

Saya mendapat jawaban atas pertanyaan saya ttg kapan gadis Muslim dewasa/akil baliq. Jawabnya, "Gadis Muslim TIDAK PERNAH mencapai akil baliq. Jika ia ingin bebas, ia harus terlebih dahulu menikah dan setelah itu diceraikan." Nah, oleh karena itu kami harus menyatakan diri sendiri akil baliq, dan memaksa dunia utk mengakui kemerdekaan kita.


hal 199, Surat kpd Ny Abendanon, Oktober 12, 1906

Saya dikatakan harus secara sederhana (secara munafik) mengarahkan mata saya kebawah. Saya tidak akan melakukannya (!) Saya akan menatap lelaki, maupun perempuan, langsung kpd matanya, tidak menatap lantai.


hal 208, Surat kpd Nr Abendanon, Des 12, 1902

Bbrp waktu lalu, pekerja kami diselamatkan lewat mukjizat. 11 rumah sekelilingnya terbakar, tetapi rumahnya selamat. Seluruh desa mendatanginya utk melihat ilmu atau jimat apa yg digunakannya. Tidak, katanya, ia tidak memiliki Jimat atau ilmu apa2, hanya "Gusti Allah" yg menyelamatkannya utk tujuanNya. Sehari setelah itu, ia datang kpd kami dan, aneh!, ia mengucapkan terima kasih kpd kami karena rumahnya selamat. Ia bersikeras bahwa kekuatan sembahyang kami-laH yg menyelamatkan rumahnya dr malapetaka. Betapa mengharukan kepercayaan orang yg naif dan lugu itu.

Saya tanya pd diri sendiri, apa hak saya utk mencabut kepercayaannya yg sederhana ini yg membuatnya bahagia ?

... Kami sudah lama berpaling dari agama manapun karena kami melihat begitu banyak dosa yg dibuat atas nama agama...
 
Last edited:
Bls: RA Kartini

Yang dipahami selama ini, apa yang diperjuangkan Kartini adalah emansipasi, persamaan derajat antara pria dan wanita. Pendapat ibu?

Maria Ahdiati, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraski PKS,
Inilah yang kemudian orang dengan mudah membelokkan sejarah. Maka, kita harus benar-benar jeli mempelajari sejarah dan mensosialisasikannya kepada perempuan dan bangsa ini pada umumnya. Bahwa sesungguhnya, Kartini ketika belum begitu dalam mempelajari Islam, mungkin saja emansipasi yang sekarang ditafsirkan seperti itu. Tapi sesungguhnya ketika Kartini mempelajari Islam, dia katakan bahwa sesungguhnya agama Islam tidak memarjinalkan perempuan. Sehingga sesungguhnya semangat Kartini bukan semangat emansipasi, tetapi menuntut bahwa perempuan juga seharusnya diberikan hak untuk mendapatkan pendidikan, karena pendidikan adalah jendela dari seluruh kemajuan.
sumber: swaramuslim.net
 
Bls: RA Kartini

perempuan sekaran bukan memperjuangkan aspirasi yang diperjuangkan kartini, melainkan memperjuangkan ajaran barat agar membumi di negeri ini.
 
Bls: RA Kartini

R.A Kartini..
percaya...
enggak...
percaya,,,
bingung!!!

thx gan, nice info :))
 
Bls: RA Kartini

Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai pahlawannya ...sekarang ada pro dan kontra ..
yang kontra adalah orang yang tidak bisa berterima kasih...bagiku darahnya halal untuk dibunuh karena dia tidak bisa memberikan apapun pada negaranya melainkan penyebab kehancuran negara ini ..

ada yang tahu nama asli RA KARTINI ????
 
Bls: RA Kartini

Orang2 besar memang biasanya ada sisi kontroversialnya ...skap yg paling baik adlah tdak terlalu memuji2nya ato malah trlalu menghinanya ...tp memang pnetapan hari kartini sbenarnya agak janggal, apakah hanya krena ia org jawakah?


*jd inget status fbq pas hari kartini kmaren ...v^^
 
Bls: RA Kartini

jadi inget ucapan selamatku kemarin.!!

Gimana ea, aku jadi binggung,,
Tentang agama itu yang tidak enak ku baca, masa bilang "aku islam karena ikut agama nenek moyang"
Jadi bukan dari keyakinan hati,,,, (bener ga sich.?) tuing~tuing
 
Bls: RA Kartini

Kayaknya bener, denger2 jga sie kalu kartini dkat ma snouck hourgronje (tulisannya bner ga ya?:)) ...dulu pernah baca d voa-islam.com ...
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top