Proses..Amnesia Politik Bangsa Indonesia...

alanlejac

New member
Besok kita akan memasuki bulan Mei, dan tanpa terasa dua minggu kemudian kita akan mengingat salah satu peristiwa terburuk dalam sejarah bangsa dan negara kita...kerusuhan bulan Mei 1998. Sudah lebih dari satu dasawarsa, kerusuhan Mei 1998 yang berubah menjadi malapateka bagi banyak orang yang menjadi korban kerusuhan dan mengalami kondisi traumatis yang terus menerus dan merusak seluruh sendi-sendi kehidupan, menghancurkan sumber-sumber penghasilan, mengganggu kehidupan sosialisasi dengan lingkungan dan keluarga dari para korban dan keluarga korban.

Kerusuhan Mei 1998 tidak hanya menghancurkan kehidupan sekelompok etnis tertentu dari bangsa Indonesia yang multikultural tetapi seluruh bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan, karena selain golongan etnis cina yang menjadi korban..golongan etnis pribumi pun banyak yang menjadi korban...

Tahun 1998 merupakan tahun yang terburuk bagi bangsa dan negara, dengan terjadinya berbagai kekacauan dan huru-hara yang berujung pada jatuhnya rezim Suharto. Berbagai chaos dan kekacauan terjadi dalam usaha untuk lepas dari cengkraman dan belenggu Rezim Soeharto yang sudah sangat mengakar kuat melalui mesin-mesin kekuasaan, mulai dari pusat sampai ke pelosok-pelosok desa.

Tahun 1998 selain kerusuhan atau malapetaka Mei, terjadi juga berbagai kekacauan dalam berbagai demonstrasi mahasiswa yang menuntut mundurnya presiden Suharto berikut kroni-kroni order baru yang berujung pada peristiwa-peristiwa gugurnya para mahasiswa di ujung laras para prajurit yang seharusnya membela dan melindungi mereka.

Kalau kita boleh merasakan kehidupan yang demokratis dalam berbangsa dan bernegara seperti sekarang ini, yang sedang mengalami euphoria pemilu, seharusnya kita semua.. anda..saya.. seluruh rakyat.. pemerintah.. anggota lembaga-lembaga tinggi negara... harus berterima kasih kepada para mahasiswa sebagai motor penggerak reformasi tahun 1998 yang menjatuhkan rezim orde baru dibawa Suharto. Siapun kita.. siapapun anda.. siapapun kalian.. berterima kasihlah kepada para mahasiswa.

11 tahun telah berlalu dari tahun 1998... dan ditengah pesta domokrasi dan ephoria menjelang pemilu pilpres.. terlihat bahwa bangsa dan negara kita, entah sebagai rakyat..sebagai pejabat..sebagai mahasiswa..sebagai ibu-ibu rumah tangga..sebagai eksekutif..sebagai sopir bajaj..sebagai tukang ojek..dan apapun kita atau anda disebut... sepertinya telah mengalami suatu proses "amnesia" dalam kehidupan berpolitik. "Amnesia" seperti yang kita ketahui bersama adalah suatu kondisi seseorang yang kehilangan ingatan atas indentitas diri pribadi, keluarga dan juga lingkungan sekitarnya. Dengan kondisi amnesia, seseorang bahkan lupa siapa namanya ? Berapa umurnya ? Tinggal dimana ? Siapa istri, suami, ayah, ibu, atau anak-anaknya ?

Kondisi ini yang terjadi dalam kehidupan berpolitik bangsa dan negara kita saat ini, ...kita lupa bahwa...

Ditengah euphoria menjelang pilpres bulan Juli nanti...kita kehilangan memory mengenai....

Ditengah berbagai kasak-kusuk para elit partai dalam menciptakan berbagai koalisi yang paling menguntungkan bagi mereka... mereka kehilangan kenangan pahit....

Ditengah berbagai kegembiraan dari partai-partai politik yang memenangi pemilu caleg.. mereka lupa..

Ditengah kekecewaan dan ketidak-puasan kepada KPU atas DPT... kita lupa...

Ditengah banyaknya tuduhan atas kecurangan hasil pemilu .. kita lupa...

Kita semua telah lupa.. kehilangan ingatan.. kehilangan memory.. kehilangan kenangan pahit atas.. berbagai peristiwa di tahun 2008, entah kerusuhan 13-15 Mei..., peristiwa penembakan yang berujung pada gugurnya para mahasiswa dalam memperjuangkan demokrasi di republik ini..

Kita semua telah lupa.. bagaimana beberapa mahasiswa yang merupakan generasi muda dan harapan penerus bangsa ini telah gugur mengorbankan jiwa mereka ..demi demokrasi dan kebebasan yang sekarang kita rasakan...

Kita semua telah kehilangan ingatan atas kenangan pahit dari para korban kerusuhan bulan Mei tahun 1998 yang menjadi tumbal dari perjuangan untuk bebas dari cengkeraman mesin kekuasaan orde baru yang represif dan menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara republik ini....

Mari..mari.. kita semua, anda dan saya.. mendengarkan.. jeritan, kepahitan.. tangisan dan duka yang mendalam dari mereka, yaitu para korban sendiri, orang tua atau keluarga mereka, yang mengalami peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan juga penembakan mahasiswa, entah peristiwa semanggi I dan II ..

[ dikutip dari buku "Kesucian Politik - Agama dan politik di Tengah Krisis Kemanusiaan. " Karangan P. Mutiara Andalas, S.J, diterbitkan oleh Penerbit Libri, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, Mei 2008. ]...

Kisah I

" 14 Mei, Bapak Iwan Firman memandang kalender dengan mata gemetar. Pandangannya menatap jauh ke tanggal yang sama pada tahun 1998. Sebagai karyawan elektronik di Glodok, ia memulai harinya dengan menarik tagihan di Bekasi. Saat perjalanan pulang, Jakarta telah berserakan. Ia melihat mobil-mobil yang dijungkirbalikkan dan dibakar massa. Ruko-ruko di pinggir jalan berada dalam lautan api. Tubuhnya menggigil ketakutan. Saat melintasi STM Poncol Cempaka Putih, segerombolan massa menghadang jalannya dan ia buru-buru membanting setang motor. Namun, sekelompok massa lain telah menghadang dari arah belakang. Sebagian gerombolan itu mengejarnya dan salah seorang berhasil menarik bajunya. Mereka menghajar tubuhnya disertai umpatan, " Yang namanya cina di Jakarta akan dihabisi." Mereka menginjak-injak tubuhnya.
Perendahan kemanusiaan terus berlanjut ketika mereka menyeret tubuhnya ke arah sepeda motornya. Darah keluar dari mulutnya, hidung, dan telinga pak Iwan. Mereka membuka saluran bensin sepeda motornya, mengguyur, lalu menyulut tubuhnya. Ia masih mengenali para pelaku kekerasan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Mereka berambut cepak serta berpakaian preman dan jin. Tubuhnya rusak karena aksi pembakaran oleh sekelompok orang yang tak bertanggung jawab.
Harun, seorang haji lansia dari gang Kranjang Poncol, menyelamatkan hidupnya dari ancaman kematian dini. Sahabat baru yang kini sudah meninggal itu membawanya ke Rumah sakit Islam Cempaka Putih...( Dikutip dari hal 74-75 – Hidupku Direngkuh Sahabat ) "


Kisah II

"
Aku Kus, ibu kandung Mis, anak sulungku yang tiba-tiba direnggut paksa dari kehidupanku dalam tragedi Mei 1998. Aku sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci demi pendidikan anak-anakku. Sebelum kematian Mis, kehidupanku bergulir sederhana dari rumah, tempat cuci, dan mesjid.
Aku kagum dengan Mis karena ia tahu kesulitan ibunya. Di rumah ia biasa mengasuh adik kecilnya saat aku berangkat kerja sebagai buruh cuci dari pukul satu siang hingga pukul lima sore.
Pukul tiga kurang seperempat, anakku pamit mau pergi mancing dan main catur. Ia tak kinjung pluang hingga magrib. Kecemasanku bertambah saat mengetahui anakku belum juga kembali setelah aku selesai pengajian di masjid. Setelah meletakkan kerudung dan surat Yassin, aku mengajak Is, anak perempuanku, untuk mencari kakaknya.
Seorang temannya memberitahu kami, " Mis naik mobil Hiba di muara bersama teman-temannya dan turun ramai-ramai di Al fallah. Setelah itu saya tidak tahu arah kepergian mereka. " . Saat sampai di depan Yogya Plaza Klender, aku tak kuasa menahan tangis, aku berseru, " Ya Allah, anakku ke mana, anakku kemana, ke mana perginya anakku ? "
Suasana mencekam. Aku melihat beberapa orang mengangkut beras. Aku mendengar suara ledakan seperti tabung gas. Aku memegang erat-erat tangan anak perempuanku. Aku tak ingin anak perempuanku terlepas dari pegangan tanganku dalam situasi kacau ini. Aku duduk di depan teras Yogya Plaza. Seorang memberiku minum sambil menghiburku, " Ibu, istiqfar. Siapa tahu anak ibu ada di rumah sakit. Soalnya di rumah sakit identitasnya belum dikenali. "
Aku berkeliling dari Rumah Sakit Harum, Pondok Kopi, Harapan, dan Persahabatan dengan harapan menemukan anakku. Namun, aku tak menemukannya di beberapa rumah sakit itu. Seorang tetangga dengan anaknya yang baik hati mengantarku ke Yogya Plaza serta menemani aku dan Is mencari Mis. Aku mendapat pinjaman petromaks dan senter. Aku naik ke lantai satu dan hampir tak dapat menahan panas di dalam. Di lantai dua, aku melihat mayat-mayat yang sudah gosong seperti ayam panggang.
" Aku sampai pagi nggak bakalan pulang kalau aku belum menemukan anakku. " Akhirnya aku hanya menangis di depan Yogya Plaza. Sabtu pagi ada tali kuning kepolisian sehingga kami tidak bisa mencari lagi Yogya Plaza. Aku diminta ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Sabtu sore pukul pukul setengah enam saya menemukan jenazah anakku.
" Ya Allah, anakku ditemukan udah kayak ayam panggang. " Aku mengenali anakku dari celana dalam dan baju yang tersisa dari tubuhnya. Aku memangkunya saat kami memandikan jenazahnya lalu mendoakannya di RS Cipto Mangunkusumo. Aku tak sempat membawa kain pembungkus jenasah. Anak-anakku yang lain menjerit dalam tangis saat mengetahui aku membawa jebazah kakak mereka, " A'a pulang, A'a pulang. A'a pulang jadi mayit, A'a pulang jadi mayit. "
Aku, Bu Kus, orang tua korban Mis. Aku bertemu terakhir kali dengan Mis pada tanggal 14 Mei 1998. " Aku punya permohonan kepada pemerintah sekarang. Aku minta pemerintah mengungkap provokator Mei 1998. Mis masih tinggal bersama keluarga kami seandainya, para provokator tidak membakar Yogya Plaza. " ( Dikutip dari hal 78-81 – A'a Pulang jadi Mayit )


Kisah III

" Sebenarnya, mengulas kembali masalah almarhum Teddy Mardani sangatlah tidak menye- nangkan bagi kami sekeluarga, apalagi orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan almarhum. Teddy yang lahir pada tanggak 24 Februari 1977, adalah adik terkecil saya. Selama kuliah, ia tinggal di di Serpong dekat kampus ITI [ Institut Teknologi Indonesia ] serpong tempat ia kuliah, tetapi setiap Jumat malam atau Sabtu ia selalu pulang. Ia aktif di kampusnya, dan bahkan ia sering menjadi ketua dalam berbagai acara di kampus maupun menjadi utusan kampus. Hari Jumat, 13 November 1998, dari berita di Indosiar pukul 16.00 WIB, papa menyaksikan adanya demonstrasi mahasiswa yang akhirnya dihadapi oleh perlawanan aparat yang bertugas saat itu. Tiba-tiba saja papa kesakitan pada bagian pinggang. Ia seketika langsung ingat Teddy. Setelah saya dan kedua adik sampai di rumah, papa langsung bersiap untuk pergi ke tempat Teddy berada berdasarkan info dari teman-temannya. Akhirnya, kami minta bantuan teman bernama Ekki untuk mengantar papa dengan menggunakan motornya.
Menurut papa, mereka kesulitan untuk masuk Semanggi dan dihadang petugas, tetapi papa nekat dengan motor menerobos masuk ke Atma Jaya. Penerobosan dilakukan di tengah desingan peluru di mana-mana. Papa melihat peluru-peluru tersebut ditembakkan. Saat melihat Teddy, papa pasrah dengan keadaannya yang ternyata sudah tak bernyawa lagi. Papa kesulitan membawa almarhum ke rumah karena di luar masih banyak desingan peluru. Papa nekat membawa almarhum pulang ke rumah. Ia menyuruh mobil ambulans untuk menerobos demonstran. Akhirnya, malam pukul 23.00 Wib, almarhum tiba di rumah kami, Mama tak berdaya melihatnya. Ia menangis terus tana henti.
Esok harinya, Sabtu, 14 November 1998, sebelum di berangkatkan ke RSCM untuk diautopsi, almarhum dimandikan dan disholatkan di rumah kami di Bekasi. Tepat pukul 09.00 WIB, adik kami diautopsi di RSCM. Astagafirullah, almarhum ditembakkan dengan peluru beneran, bukan peluru karet. Peluru itu ditembakkan dari punggung bawah menembus mengenai rusuk, rusuk hancur, menembus paru-parunya dan hancur, menembus keluar melalui tulang belikatnya, dan peluru yang sama menembus kembali ke rahang bawah, yang akhirnya peluru tersebut bersarang di mulutnya. Sungguh perbuatan biadab....Ada bagian peluru yang pecah dan nyangkut di dadanya. Ternyata pelurunya memang terbelah di ujungnya. Peluru tersebut menurut informasi menjadi barang bukti yang kuta di pengadilan hak asasi manusia (HAM).
Papa tegar, tetapi tak jarang saya melihat papa termenung sendiri mengeluarkan air mata, bahkan hari Sabtu sering papa duduk di teras seperti kebiasaannya menanti putranya pulang. Saat duduk di teras, kadang mama bertanya, " Papa lagi ngapain ? "
" Mana Teddy ? Ia belum pulang juga, " tanya papa. Saat tersadar, papa mengucapkan istiqfar. Sehari, dua hari, seminggu, kami merasa almarhum masih di rumahnya di Serpong, tetapi lama-lama kami merasa kehilangan yang amat sangat. Kami berusaha untuk ikhlas...ikhlas.. ikhlas.. Dan itulah satu-satunya yang membuat orang tua kami tegar. ( Diringkas dari hal. 121- 125 – Isakku Tak Kunjung Usai )

Masih banyak cerita dan kesaksian mengenai penderitaan baik dari korban sendiri maupun keluarga korban yang masih terus menyisakan duka lara dan kesedihan yang tiada terhingga.. Entah kematian, penyiksaan, pemerkosaan kepada para wanita, merupakan tumbal dan harga yang harus dibayar oleh rakyat, demi perjuangan reformasi untuk mencapai kemerdekaan demokrasi seperti yang hari ini kita rasakan...

Apakah kita akan melupakan mereka, para korban langsung, entah pria, wanita atau anak-anak atau pihak keluarga korban, entah ayah, ibu, adik atau kakak..? jumlah mereka tidak hanya satu, dua, sepuluh, seratus.. tetapi mungkin ratusan ribu atau bahkan jutaan, mengingat pemerintah kita yang selalu berusaha mengecilkan jumlah korban dan bahkan berusaha menolak fakta-fakta terjadinya banyak kasus perkosaan kepada para wanita dengan alasan tiadanya bukti !

Sungguh .. sekarang ini kita selaku bangsa dan rakyat Indonesia telah dan sedang mengalami amnesia politik ! Kalau kita melihat begitu riuhnya panggung politik nasional belakangan ini yang begitu bergemuruh dengan eforia koalisi para elit politik dalam mengajukan capres dan cawapres, dimana beberapa elit politik yang digadang-gadang sebagai capres atau cawapres merupakan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa penembakan mahasiswa yang merenggut banyak nyawa mahasiswa ! Ironis..sungguh ironis.. mereka yang seharusnya merasa bertanggung jawab dan sadar akan dosa-dosa masa lalu seakan-akan melupakan dosa-dosa mereka dan tampil bak seperti pahlawan bangsa dan negara...!!!! lebih tragis lagi..kita sebagai masyarakat, bahkan cenderung membela dan memaafkan mereka dengan merasa yakin bahwa mereka telah " bertobat ! ".

Apakah kita semua merasa yakin, seandainya mereka kembali meraih tampuk kekuasaan atau menjadi bagian dari kekuasaan, tidak akan terulang sejarah kelam tahun 1998 ? baiklah kita ingat akan pepatah yang saya lupa dikatakan oleh siapa, " Power tend corrupts ! " . Kekuasaan cenderung membuat orang menjadi korup ! Bukan dalam hal materi atau uang saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia termasuk hak-hak asasi manusia.

Apakah kita semua merasa yakin bahwa peristiwa kelam seperti tahun 1998, tidak akan terulang ? Hanya pribadi kita masing-masing yang bisa menjawabnya, dan kita mungkin tak akan bisa menjawabnya .. kalau memang kita semua selaku bangsa dan negara telah benar-benar mengidap penyakit amnesia politik.

Semoga catatan ringan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Salam sejahtera selalu !


Jakarta, 30 April 2009
 
Bls: Proses..Amnesia Politik Bangsa Indonesia...

gak usah diungkit2 lagi lah bos
yang udah.. ya udah aja
masa mau diulang lagi???
 
Bls: Proses..Amnesia Politik Bangsa Indonesia...

gak usah diungkit2 lagi lah bos
yang udah.. ya udah aja
masa mau diulang lagi???

bukan mau mengulangi,,namun harus di jadikan pelajaran,,,dan di jadikan referensi dalam mengenal orang yg berguna buat menentukan pilihan di pesta demokrasi rakyat nanti
 
Back
Top