syarat meminta adzab

mbahsebul

New member
Ummat Islam di abad kelima belas Hijriah ini sedang menyaksikan berbagai malapetaka di dunia yang menimpa dan mengepung Dunia Islam. Abad ini dimulai dengan tontonan petaka atas Ummat Islam Iran dengan kemunculan tokoh spiritual Iran Ayatullah Khumaini dengan gerakan revolusinya. Khumaini memberangus segala kegiatan keagamaan Ummat Islam di Iran dengan alasan bahwa negara berdasarkan madzhab Syiah Imamiyah, karena itu segala madzhab yang lainnya harus dimusnahkan dari bumi Iran. Kemudian setahun setelah itu, tepatnya th. 1979, Uni Sovyet (sekarang Rusia) menyerbu Afghanistan sehingga terjadi petaka yang amat memilukan pada kaum Muslimin di sana . Allah Ta`ala menggerakkan kaum Muslimin di sana untuk melawan pasukan pendudukan Uni Sovyet. Perlawanan di sana dipelopori oleh As-Syaikh Jamilur Rahman rahimahullah dan kemudian diikuti oleh para pemimpin perlawanan yang lainnya. Sementara itu penderitaan rakyat Palestina semakin menjadi-jadi di bawah tekanan pemerintah penjajah Zionis Israel . Penderitaan tersebut melahirkan perlawanan frontal rakyat Palestina yang terkenal dengan istilah Intifada . Di Filipina selatan dan Thailan selatan juga menyala api peperangan terhadap Ummat Islam di sana . Kemudian terjadi pula pembantaian besar-besaran Umat Islam di wilayah Balkan yang meliputi Bosnia , Kroasia dan Chechya. Ummat Islam di sana juga melakukan perlawanan yang dahsyat. Kemudian di Indonesia yang Ummat Islamnya mayoritas, ternyata tidak juga luput dari perang salib yang mengakibatkan jatuhnya korban besar pada Ummat Islam dalam beberapa peristiwa pembantaian di Jawa Timur (Banyuwangi dan sekitarnya) dengan isu pembantaian dukun santet oleh orang yang tidak dikenal yang diistilahkan pasukan ninja. Di Sambas (Kalimantan Barat), dan Sampit (Kalimantan Tengah), dengan isu pembantaian orang-orang Madura oleh orang-orang Dayak. Di Poso (Sulawesi Tengah) dengan alasan kerusuhan Sara (Suku, Ras, dan Agama). Di Maluku dan Maluku Utara terjadi juga peristiwa pembantaian kaum Muslimin di sana , juga dengan isu sebagai kerusuhan SARA. Dan sejak tanggal 11 September 2002, Amerika Serikat mengumumkan perang salib yang lebih dahsyat dengan kamuflase sebagai perang melawan teroris, sampai hari ini. Deretan peristiwa petaka yang menimpa kaum Muslimin di dunia ini menyiratkan bahwa abad ke lima belas Hijriyah adalah abad petaka yang mengepung dunia Islam.


BEBERAPA AMALAN YANG MENDATANGKAN KEMURKAAN ALLAH TA` ALA

Untuk mengenal sifat-sifat Allah Ta`ala tidak lain haruslah dikembalikan kepada berita yang pasti, yaitu berita Al-Qur'an dan Al-Hadits. Demikian pula tentunya dalam perkara pengenalan kita tentang kemurkaan Allah Ta`ala yang sedang kita bincangkan tentangnya. Allah Ta`ala telah memperkenalkan diri-Nya kepada Bani Israil dalam firman-Nya di Al-Qur'an sebagai berikut:

“Wahai Bani Israil, sungguh Kami telah menyelamatkan kalian dari musuh-musuh kalian, dan Kami telah berjanji kepada kalian di sisi sebelah kanan gunung Thursina dan Kami telah menurunkan kepada kalian madu manna dan burung salwa . Makanlah oleh kalian yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian dan janganlah kalian berbuat durhaka pada-Nya. Niscaya akan menimpa kalian kemurkaan-Ku. Maka barang siapa yang menimpanya kemurkaan-Ku, niscaya dia akan binasa. Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar.” ( Thaha : 80 – 82)

Al-`Allamah Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya terhadap ayat-ayat ini menerangkan sebagai berikut: “ Makanlah dari rizki yang Aku anugerahkan kepada kalian dan janganlah kalian melampaui batas dalam perkara rizki-Ku itu, dengan cara menggunakannya untuk sesuatu yang tidak jelas keperluannya dan kalian melanggar apa yang Aku perintahkan kepada kalian dalam penggunaannya, sehingga akibatnya Aku-pun murka terhadap kalian .” ( Tafsir Al-Qur'anil Adhim , Al-Imam Al-Jalil Al-Hafidh Isma'il bin Katsir Al Qurasyi Ad-Dimasyqi, jilid 3 hal. 161, Al-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra – Mesir, cet. Th. 1356 H / 1937 M).

Maka yang menjadi sebab datangnya kemurkaan Allah itu diantaranya adalah tidak mensyukuri nikmat-Nya. Kemudian juga telah diberitakan oleh Allah Ta`ala kepada Bani Isra'il tentang sebab lain yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Sebagaimana hal ini telah diberitakan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung anak sapi sebagai sesembahannya selain Allah, maka akan menimpa mereka kemurkaan Tuhan dan kehinaan dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami membalas perbuatan orang-orang yang membikin kepalsuan. Dan adapun orang-orang yang berbuat kejelekan, kemudian dia bertaubat setelah berbuat dan beriman, maka sesungguhnya Tuhanmu sungguh Maha pengampun dan penyayang.” ( Al-A'raf : 152 – 153)

Demikianlah Allah tegaskan bahwa perbuatan syirik (yakni menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya) adalah perbuatan yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Dan kemurkaan-Nya itu akan berujud kehinaan dalam kehidupan di dunia.

Kemudian Allah Ta`ala selanjutnya menjelaskan tentang orang-orang yang dimurkai oleh-Nya dan sebab-sebab datangnya kemurkaan-Nya sebagai berikut:

(artinya) “Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (yakni Al Qur'an), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, dan hatinya senang dengan kekafiran itu, maka atas mereka kemurkaan Allah dan adzab-Nya yang besar. Kecuali mereka yang dipaksa untuk kufur dan hatinya tetap mantap dengan keimanan (maka yang demikian ini tidaklah berdosa). Kemurkaan dan adzab Allah atas orang kafir itu disebabkan karena mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akherat, dan bahwasanya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang telah ditutup oleh Allah pada hati, penglihatan dan pendengarannya dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Maka tidak ada keraguan lagi bahwa mereka di akherat nanti adalah orang-orang yang merugi.” ( An-Nahl : 104 – 109).

Demikianlah Allah Ta`ala menjelaskan lebih rinci bahwa sebab datangnya kemurkaan-Nya adalah sikap kufur kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah dan membuat kedustaan. Kemurkaan Allah terhadap orang-orang yang demikian itu dalam bentuk ditutupnya hati, akal dan pikirannya serta pendengaran dan penglihatannya dari petunjuk Allah dan adzab Allah atas mereka di dunia dan di akherat.

Selanjutnya kita dapati kepastian dari Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an tentang sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah sebagai berikut:

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” ( An-Nisa' : 93)

Membunuh seorang Muslim yang telah diharamkan oleh syariah Allah adalah dosa besar yang mendatangkan kemurkaan Allah dan adzabnya di dunia dan akhirat.

Juga telah diberitakan oleh Allah Ta`ala kutukan kemurkaan-Nya kepada sekelompok Bani Israil sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an sebagai berikut ini:

(artinya) “Katakanlah: Maukah aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih jelek balasannya di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah. Di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi, dan orang yang menyembah thaghut (yakni syaithan). Mereka itu adalah orang-orang yang paling jelek kedudukannya dan paling sesat jalannya. Dan apabila mereka mendatangi kalian, merekapun mengatakan: “Kami telah beriman.” Padahal mereka datang kepadamu dengan kekafirannya dan mereka pergi darimu dengan kekafirannya pula. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. Dan kamu akan melihat, kebanyakan dari mereka bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. Mengapa orang-orang pendeta (pimpinan agama kalangan Nasrani) dan rahib (pimpinan agama kalangan Yahudi) tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka kerjakan itu.” ( Al-Maidah: 60 – 63).

Demikianlah penjelasan Allah Ta`ala, bahwa kutukan-Nya terhadap Bani Isra'il telah menjadikan sekelompok mereka berubah bentuk menjadi babi dan monyet, dan sebagian lagi menjadi orang-orang yang menghamba kepada syaithan. Kehidupan mereka yang dikutuk oleh Allah itu didominasi oleh berbagai kemungkaran dan permusuhan di antara sesama mereka dan meninggalkan kewajiban amar ma'ruf (yakni menyeru manusia kepada kebaikan) dan meninggalkan kewajiban nahi munkar (yakni kewajiban mencegah manusia dari perbuatan mungkar).

Telah diterangkan pula oleh Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an, ancaman-Nya untuk memurkai kaum Mu'minin bila mereka hanya pandai berkata apa-apa yang semestinya diamalkan. Hal ini dinyatakan oleh-Nya dalam firman-Nya berikut ini:

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan? Amat besar kemurkaan Allah bila kalian hanya berkata apa-apa yang kalian tidak perbuat.” ( Ash-Shaf : 2 – 3).


Proses Turunnya Adzab Allah Ta`ala

Selanjutnya Allah Ta`ala mengingatkan kepada kita bagaimana Ia menurunkan adzab-Nya kepada suatu kaum. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini:

(artinya) “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus para Rasul kepada ummat-ummat sebelum kamu. Kemudian Kami siksa mereka dengan menimpakan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon kepada Allah dengan tunduk dan merendah diri. Maka mengapa mereka tidak memohon kepada-Nya dengan tunduk merendah diri ketika datang siksaan Kami pada mereka. Akan tetapi hati mereka menjadi keras dan syaithanpun menampakkan kepada mereka seakan apa yang mereka kerjakan sebagai sesuatu yang indah. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami datangkan siksaan Kami atas mereka dengan sekonyong-konyong. Maka ketika itu mereka terdiam putus asa. Sehingga orang-orang dhalim itu dimusnahkan sampai keakar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Katakanlah: Terangkanlah kepadaku, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu? Perhatikanlah, bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami, kemudian mereka tetap berpaling juga. Katakanlah: Terangkanlah kepadaku, jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan Allah selain dari orang-orang yang dhalim? Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” . ( Al-An'am: 42 – 49)

Demikianlah proses diturunkannya adzab Allah Ta`ala yang dimulai dengan datangnya utusan Allah kepada suatu kaum, tetapi seruan, nasehat dan peringatan utusan Allah itu diabaikan oleh kaum itu sehingga Allah melimpahkan kemakmuran materi atas kaum itu. Akibatnya mereka semakin besar kesombongannya dan semakin besar pula semangat penolakannya terhadap agama Allah Ta`ala. Di saat yang demikian itulah Allah Ta`ala menurunkan adzab-Nya dengan sekonyong-konyong dan membinasan segala-galanya. Diterangkan pula di ayat lain, bagaimana proses datangnya adzab Allah pada suatu kaum, sebagaimana firman Allah Ta`ala berikut ini:

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mereka mentaati Allah). Tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, sehingga sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” ( Al-Isra' : 16)

Demikianlah memang kenyataannya, para pembesar negeri selalu mempelopori tindak kejahatan dan kedurhakaan terhadap agama Allah Ta`ala. Sehingga akibat dari berbagai kemaksiatan yang mereka lakukan, maka kedurhakaan kepada agama Allah merajalela di negeri itu. Akibatnya tidak ada lagi yang menjadi penahan kemurkaan Allah, sehingga adzab-Nya pun turun pada negeri itu.

Demikianlah perkenalan kita dengan salah satu dari sunnatullah yang berkenaan dengan adzab-Nya. Dan tidak akan ada perubahan pada sunnatullah dimana saja dan kapan saja serta pada siapa saja. Oleh karena itu berhati-hatilah kita dari bahaya ancaman berlakunya sunnatullah ini bila pada diri kita atau masyarakat, bangsa dan negara kita terdapat sebab-sebab datangnya adzab Allah Ta`ala. Jangan sampai kita merasa aman dari kemungkinan datangnya adzab-Nya. Karena yang merasa aman dari kemungkinan tersebut, hanyalah orang-orang munafiq yang hatinya tidak dihinggapi cahaya keimanan kepada Allah Ta`ala.


ANTARA ADZAB ALLAH TA` ALA DAN COBAANNYA

Telah kita pahami bersama makna dan seluk-beluk berkenaan dengan adzab Allah Ta`ala. Tetapi dalam hal ini ada sedikit kerancuan dalam perkara perbedaan antara adzab Allah dengan cobaan-Nya. Kerancuan tersebut bisa menjadi sebab timbulnya anggapan yang keliru terhadap adzab Allah Ta`ala dan cobaan-Nya sehingga melemahkan semangat untuk mengambil pelajaran dari kedua peristiwa tersebut (yakni peristiwa datangnya adzab dan peristiwa datangnya cobaan dari Allah). Atau bahkan menimbulkan kesalahpahaman terhadap kedua peristiwa tersebut. Karena itu wajib kita mengerti, apa itu cobaan Allah dan apa perbedaannya dengan adzab-Nya.



Cobaan Allah itu hanya terhadap kaum Mu'minin

Bila kita membaca beberapa ayat dalam Al-Qur'an dan beberapa hadits Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang berkenaan dengan musibah yang ditimpakan oleh Allah Ta`ala terhadap kaum Mukminin, maka kita akan melihat kenyataan bahwa cobaan Allah itu adalah rahmat Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang Mu'minin untuk menaikkan derajat hamba-Nya ke tingkat yang lebih tinggi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya sebagai berikut:

“Tidaklah Allah akan biarkan kaum Mu'minin seperti yang kalian berada padanya sekarang, sehingga Allah pisahkan orang-orang yang jelek dari orang-orang yang baik. Dan tidaklah Allah menjadikan kalian mengetahui perkara ghaib. Akan tetapi Allah memilih dari Rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki untuk mengetahui perkara yang ghaib. Oleh karena itu, berimanlah kalian kepada Allah dan kepada para Rasul-rasul-Nya. Maka bila kalian beriman dan bertaqwa, maka bagi kalian akan mendapatkan pahala yang besar.” ( Ali Imran : 179)

Juga Allah Ta`ala menyatakan:

“Dan sungguh Kami akan menguji kalian, sehingga Kami melihat siapa dari kalian yang benar-benar sebagai mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan siapa pula dari kalian yang benar-benar sebagai orang-orang yang sabar, dan Kami sungguh-sungguh akan membeberkan isi hati kalian.” ( Muhammad : 31)

Bahkan Allah Ta`ala menegaskan bahwa cobaan-cobaan-Nya yang ditimpakan kepada kaum Mu'minin itu adalah untuk sebagai jalan dilimpahkannya rahmat dan maghfirah (ampunan Allah Ta`ala) serta hidayah-Nya (petunjuk-Nya):

“Dan sungguh-sungguh Kami akan uji kalian dengan ketakutan, dan kelaparan, serta kekurangan harta, kematian dan kekurangan hasil pertanian. Dan beri kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang bila mereka ditimpa suatu musibah, mereka akan menyatakan: Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah, dan kami semua akan kembali kepada-Nya. Mereka itu akan mendapatkan limpahan shalawat dari Tuhan mereka, dan mereka akan mendapatkan rahmat dari-Nya. Dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari-Nya.” ( Al-Baqarah : 155 –157)

Lebih jelas lagi Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam menerangkan dalam sabda beliau sebagai berikut:

“Sesungguhnya besarnya pahala itu beserta besarnya malapetaka, dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah timpakan kepada mereka berbagai malapetaka. Maka barang siapa yang ridla dengan ketentuan Allah itu maka dia akan diridlai oleh Allah. Dan barangsiapa murka dengan ketentuan-Nya itu, maka dia akan dapat murka-Nya.” (HR. At-Tirmidzi , Ibnu Majah dan lain-lainnya dari Anas bin Malik radliyallahu `anhu . Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah As-Syaikh Nashiruddin Al-Albani juz 1 hal. 276 no. 146).

Juga telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:

“Orang yang paling berat malapetakanya ialah para Nabi, kemudian yang semisalnya, kemudian yang semisalnya. Seseorang itu ditimpa oleh berbagai malapetaka sesuai dengan kadar agamanya. Maka bila dia adalah orang yang kuat dalam berpegang dengan agamanya, malapetakanya akan berat pula. Akan tetapi bila dia lemah dalam berpegang dengan agamanya, maka malapetakanya akan sesuai dengan kadar kelemahannya. Maka tidak akan henti-hentinya malapetaka pada hamba Allah itu sehingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak berdosa.” (HR. At-Tirmidzi , Ibnu Majah , Ad-Darimi , At-Thahawi , Ibnu Hibban , Al-Hakim dan lain-lainnya. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh As-Syaikh Al-Albani juz 1 hal. 273 no. 143).

Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahaditsus Shahihah jilid I al-qismul awwal halaman 275 menerangkan makna hadits di atas sebagai berikut: “Dan di dalam hadits-hadits tersebut di atas, kita dapati dalil yang jelas yang menunjukkan bahwa seorang Mu'min itu setiap bertambah kuat imannya, maka akan bertambah malapetakanya dan cobaannya. Dan bila sebaliknya, tentu keadaannya juga sebaliknya. Dan di dalam hadits-hadits tersebut terdapat bantahan terhadap orang-orang yang lemah akal dan pikirannya, yang menyangka bahwa seorang Mu'min bila ditimpa malapetaka; seperti dipenjara atau diusir dari negerinya atau dipecat dari kepegawaian dan yang semisalnya; dianggap yang demikian itu sebagai bukti bahwa orang Mu'min tersebut tidak diridlai oleh Allah Ta`ala! Dan sangkaan yang demikian itu adalah sangkaan yang batil. Kita lihat bagaimana Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang beliau adalah seutama-utama manusia, namun beliau mengalami malapetaka yang paling dahsyat dari kalangan manusia, bahkan kalangan para Nabi. Maka dari itu malapetaka itu pada umumnya sebagai pertanda kebaikan dan bukan sebagai peringatan adanya kejelekan sebagaimana ditunjukkan oleh hadits ini.”



Bedanya Adzab Allah dengan Cobaan-Nya

Dengan kita telah mengetahui adzab Allah Ta`ala itu ditimpakan kepada siapa dan cobaan-Nya ditimpakan kepada siapa pula, maka perlu disini kita merenung sejenak tentang hikmah yang Allah Ta`ala sediakan dibalik adzab dan cobaan-Nya. Antara lain kita dapat menyibak firman Allah Ta`ala berikut ini:

“Bila kalian ditimpa luka-luka dalam peperangan itu, maka sungguh-sungguh kaum musuhmu juga ditimpa luka semisalnya. Dan demikianlah, hari-hari menang dan kalah itu Kami gilirkan di antara sekalian manusia. Agar Allah melihat siapa dari kalian itu sebagai orang-orang yang beriman dan agar Allah memilih para syuhada' (orang-orang yang terbunuh dalam peperangan membela agama Allah) dari kalangan kalian. Dan Allah tidak suka dengan orang-orang yang berbuat dhalim. Dan juga agar Allah membersihkan barisan orang-orang yang beriman serta Allah binasakan dengannya orang-orang kafir.” ( Ali Imran : 140 –141)

Tegaslah dengan demikian bahwa malapetaka itu bila menimpa orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah cobaan-Nya untuk membersihkan mereka dari berbagai dosa yang menimpanya. Sedangkan malapetaka yang menimpa orang-orang kafir dan orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah adzab Allah untuk membinasakan dan menghancurkan mereka.


PINTU KELUAR DARI ADZAB ALLAH TA`ALA

Adzab Allah Ta`ala itu bisa juga berfungsi sebagai peringatan dari-Nya bagi hamba-hamba Allah yang masih mampu berfikir dengan benar dengan akal sehat. Demikianlah kehendak Allah Ta`ala dengan menimpakan berbagai adzab-Nya di muka bumi, agar menjadi peringatan bagi hamba-hamba Allah dari kalangan manusia dan jin. Allah berfirman:

“Telah nyata kerusakan di muka bumi di daratan atau di lautan sebagai akibat perbuatan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang mereka kerjakan, semoga dengan itu mereka kembali kepada kebenaran.” ( Ar-Rum : 41)

Al-Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan tafsir Ibnu Abbas terhadap ayat ini sebagai berikut: “Kerusakan itu ialah dengan berkurangnya barakah karena ulah para hamba Allah, agar dengan demikian mereka mau bertaubat.” ( Tafsir Ibnu Abi Hatim jilid 9 hal 3092 riwayat ke 17500).

Adapun pengertian bertaubat kepada Allah Ta`ala itu sebagai pintu keluar dari adzab-Nya ialah kembali beramal dan menegakkan pengamalan agama-Nya. Hal ini sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam sabdanya berikut ini:

“Apabila kalian berjual beli dengan cara Al-`Inah , dan kalian memegangi ekor-ekornya sapi, dan kalian senang dengan pertanian sehingga kalian meninggalkan jihad karenanya; maka Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan. Tidak akan bisa menghilangkan kehinaan itu, sehingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Sunan nya hadits ke 3462).

Maka meninggalkan kewajiban Jihad fi sabilillah itu menyebabkan datangnya adzab Allah Ta`ala dalam bentuk kehinaan dan jalan keluarnya untuk selamat dari adzab Allah itu adalah kembali menjalankan agama Allah.

Dalam pada itu, Allah Ta`ala dengan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu juga telah memberikan jalan keluar dari kepungan adzab-Nya. Hal ini sebagaimana yang Allah Ta`ala nyatakan dalam firman-Nya sebagai berikut:

“Dan tidak akan Allah menurunkan adzab atas mereka sedangkan engkau ada di tengah-tengah mereka. Juga Allah tidak akan mengadzab mereka sedangkan mereka meminta ampun kepada Allah.” ( Al-Anfal : 33)

Dalam ayat ini Allah Ta`ala menegaskan bahwa tertahannya adzab-Nya itu pada suatu kaum, bila kaum itu memohon ampun kepada Allah Ta`ala atas dosa-dosanya dan bertaubat atas kedurhakaannya terhadap Allah. Keberadaan Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam di tengah-tengah mereka, juga menjadi sebab tertahannya adzab Allah. Dan sepeninggal beliau, penahan adzab Allah itu hanyalah tinggal istighfar (permohonan ampunan-Nya) dan bertaubat dari segala kedurhakaan kepada-Nya. Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma menerangkan: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan di ummat ini dua jaminan keamanan sehingga mereka tetap saja terjaga dan diselamatkan dari kengerian adzab Allah selama kedua jaminan itu ada di tengah mereka. Maka dari kedua jaminan keamanan tersebut, salah satunya ada yang diambil (yakni diwafatkan) oleh Allah di sisi-Nya (yaitu wafatnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam ), dan jaminan keamanan yang kedua tetap ada di kalangan kalian (yaitu istighfar dan taubat).” Lebih tegas lagi telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanadnya dari Abi Musa Al-Asy'ari radliyallahu `anhu bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam telah bersabda:

“Allah telah menurunkan kepadaku dua jaminan keamanan bagi ummatku: Dan tidak akan Allah menyiksa mereka sedangkan engkau ada ditengah-tengah mereka, dan tidak akan Allah menyiksa mereka sedangkan mereka meminta ampun atas dosa-dosa mereka. Maka apabila aku meninggalkan dunia ini, aku tinggalkan di kalangan mereka jaminan keamanan yang lainnya, yaitu Al-Istighfar (yakni permohonan minta ampun kepada Allah) yang berlaku jaminan ini sampai hari kiamat.” (HR. At-Tirmidzi dari Abi Burdah bin Abi Musa dari bapaknya radliyallahu `anhu , lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal. 703)

Jadi dua jaminan keamanan dari ancaman adzab Allah itu ialah:

1. Keberadaan Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam sepanjang kehidupan beliau di dunia ini. Sehingga di manapun beliau berada, Allah tidak akan mengadzab kaum yang beliau tinggal bersama mereka.
2. Al-Istighfar dan Taubat , yang dengannya Allah Ta`ala akan menahan turunnya adzab terhadap suatu kaum.

Jaminan keamanan yang pertama telah tiada di tengah kita, karena beliau telah meninggalkan dunia ini dan telah sampai di alam kubur. Jadi yang masih ada di tengah kita adalah Al-Istighfar dan Taubat saja. Maka oleh karena itu, agar adzab Allah itu tidak membinasakan dan meluluhlantakkan ummat ini, maka harus diserukan kepada mereka terus menerus untuk mau beristighfar dan bertaubat kepada Allah Ta`ala dari segala kedurhakaan dan kemaksiatan. Sedangkan taubat kepada Allah Ta`ala itu hanyalah dengan kembali kepada Agama Allah sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah seperti yang telah dicontohkan dan dilangkahkan oleh para Salafus Shalih (yakni generasi para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam , dan generasi para murid Shabat Nabi yang dinamakan para Tabi'in, dan generasi para murid Tabi'in yang dinamakan Tabi'it Tabi'in). Dan memang hanya itulah jalan keluar dari segala adzab Allah yang sedang mengepung ummat ini. Wallahu a'lamu bis shawab .

1. Berjual beli dengan cara Al-`inah contohnya ialah bila seorang membeli barang dengan pembayaran tempo, kemudian menjualnya lagi kepada orang lain dengan cara kontan tapi dengan harga yang lebih murah, dengan alasan dia sedang membutuhkan dana segar. Yang demikian ini terlarang dalam Islam dan sama dengan riba hukumnya.




Al Ustadz Ja'far Umar Thalib
 
Back
Top