Muslim Uighur, Xianjiang...

nizhami

New member
large-uighur-men-2001.jpg


20090307114443.jpg


14 Abad yang lalu Islam datang ke tanah Cina, pada masa pemerintahan Kholifah Ustman ibn Affan (ra), beliau mengirimkan sebuah delegasi di bawah komando Sa’ad ibn Abi Waqqas (ra), paman Nabi (dari garis ibu) ke Cina. Jarak yang ditempuh sekitar 5000 mil mengemban tugas untuk menyebarkan pesan tauhid (agama Islam) ke daerah kekuasaan Cina dan masyarakat cina yang pada waktu itu menganut kepercayaan paganisme. Utusan tersebut berlayar menuju Cina melalui lautan India dan laut Cina sampai di daerah Portugal dari Guangzhou, mereka kemudian berjalan melewati Chang’an (saat ini dikenal dengan Xi’an), perjalanan mereka dikemudian hari dikenal dengan nama Jalur Sutra.

Negara-negara yang terlewati dengan jalur tersebut didakwahi dengan Islam, sehingga orang-orang Muslim tersebar ke setiap bagian Cina, akan tetapi kebanyakan dari mereka bertempat tinggal di Cina bagian barat. Jumlah tertinggi dari ummat Muslim baru-baru ini dapat ditemukan di Xinjiang, Gansu, Ningxia, Yunan dan propinsi Henan. Saat ini jumlah ummat Muslim yang hidup di Cina sekitar 150 juta orang, dengan jumlah masjid lebih dari 30 ribu masjid.

Hari ini, dengan sengaja dan sistematik rezim Cina menyembunyikan keadaan buruk ummat Muslim yang pada kenyataannya berada dalam kondisi disiksa, dianiaya, dan didzolimi. Secara historis rezim buatan manusia ini (Republik Rakyat Cina) secara dahsyat telah memiliki sistem jahat yang tersistematis untuk membersihkan negaranya dari orang-orang Muslim. Berikut rekam sejarah kekejaman rezim Cina kepada Muslim:

- Antara tahun 1949 dan 1965, di bawah rezim komunis Mao, ummat Muslim yang tinggal di Barat laut Cina sejumlah kurang lebih 26 juta Muslim dibunuh oleh tentara Cina atau mati kelaparan karena ulah dari rezim.

- Tahun 1964, peraturan Cina menggunakan orang-orang Muslim di propinsi Xiang untuk percobaan nuklir sebagai akibatnya, orang-orang di daerah tersebut ditemukan meninggal karena penyakit dan lebih dari 20.000 anak-anak dilahirkan cacat. 210.000 orang-orang Muslim kehilangan hidup mereka sebagai akibat dari percobaan nuklir tersebut dan ribuan lainnya mengidap kanker atau lumpuh.

- Sejak tahun 1966, 10.000 orang Muslim ditahan, ditawan di camp-camp selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun mendekam sebagai tahanan di penjara Cina, disiksa dengan kejam hanya kerena mereka ingin hidup dengan hukum agama mereka yaitu Islam.

- Antara tahun 1995-1997 lebih dari 500.000 orang muslim ditahan tanpa alasan oleh penguasa Cina. Selama periode yang sama lebih dari 5.000 orang meninggal akibat dari siksaan oleh rezim Cina atau dinyatakan hilang. 119 pemuda Muslim dieksekusi secara terbuka dan 5000 muslim ditelanjangi dan diletakkan dihadapan publik untuk dipertontonkan kepada 50 grup/kelompok.

- Kebijakan rasisme dan pembunuhan masal terus berlangsung sampai abad ke 21:

o Wanita Muslim yang hamil tua, diambil dari rumah-rumah mereka dan dipaksa untuk disterilkan/dimandulkan dibawah kondisi yang tidak higienis (tidak bersih) dan anak-anak yang dilahirkan di luar kuota pemerintah dibunuh.

o Disekolah-sekolah pemerintah guru-guru wanita Muslim dilarang memakai kerudung dan guru laki-laki Muslim harus memotong jenggot mereka.

o Masjid-masjid dihancurkan secara bertahap.

o Murid-murid Muslim dengan sengaja disediakan makan siang selama bulan Ramadan sebagai bujukan untuk membatalkan puasa di siang hari.

o Penduduk Muslim diminta untuk tinggal di rumah-rumah mereka pada jam-jam sholat dan dilarang membawa Al-Qur’an pada waktu kerja.

o Siaran radio yang berisi ceramah-ceramah Islam di Masjd dilarang.

o Hampir setiap Masjid di Cina dipasang tanda peringatan larangan untuk sholat rutin berjamaah bagi mereka yang berumur kurang dari 18 tahun.

o Petani-petani Muslim menjual hasil panen mereka kepada agen-agen pemerintah di bawah harga standar karena mereka dilarang menjual ke pasar secara bebas, adapun penduduk Han (penduduk asli Cina) diperbolehkan berdagang tanpa campur tangan pemerintah.

Di bulan Agustus 2006, polisi masuk secara paksa ke rumah wanita Muslim Aminan Momixi ketika dia mengajar Al-Qur’an kepada 37 muridnya, dia ditahan dan murid-muridnya yang terdiri dari anak-anak yang berusia sangat muda sekitar 7 tahunan juga ikut ditahan. Beberapa anak tidak dibebaskan hingga orang tua mereka membayar denda yang berkisar 7000-10.000 yuan (renmibi), padahal gaji rata-rata setiap tahun untuk seorang Muslim berkisar antara 2400 yuan.

Pada minggu terakhir terjadi serangan yang mematikan di sebuah pos polisi disebabkan banyaknya problem atas pelayanan keamanan Cina khususnya berkaitan atas tindakan rezim terhadap Muslim minoritas. Kelompok Mujahidin (yang berada di Turkistan Timur) berada di belakang operasi tersebut melontarkan kasus-kasus Muslim agar menjadi pusat perhatian dunia dan berusaha mengungkap kejahatan rezim Cina, juga menuntut tegaknya negara Islam di Cina atau kekhilafahan di Cina.

Bukan hal yang mengherankan lagi jika seruan serupapun timbul untuk tegaknya sistem kekhilafahan secara internasional oleh ummat Muslim yang ada di Burma, Kasymir, Kazakhstan, Kyrgyztan, Mongolia, Nepal dan Tibet, semua negara tersebut berbatasan dengan Cina atau mereka dapat dikatakan bertetangga. Sistem kekhilafahan ini bukan isapan jempol belaka dari sebuah imajinasi atau hayalan akan tetapi sistem ini telah tegak selama 1302 tahun dimana orang-orang (Muslim maupun non muslim) hidup di bawah hukum-hukum Allah (SWT) dengan damai, keamanan mereka terjaga dan semua kebutuhan dasarnya tersedia dengan harga yang umum.

Seorang muslim di Cina mengatakan, “Jika kamu mengatakan atau bercerita sedikit tentang rezim Cina maka mereka akan memotong lenganmu dan jika kamu bercerita banyak maka mereka akan membunuhmu.”, Muslim yang lain mengatakan, “Jika kamu mengatakan kebenaran tentang mereka (rezim Cina) maka mereka akan memotong keluar lidah saya.” Semua penyiksaan ini yang terjadi di Cina atas orang-orang Muslim (laki-laki, wanita dan anak-anak) maka itu adalah tanggung jawab dan kewajiban orang-orang Muslim seluruhnya secara global untuk membantu satu sama lain dalam rangka membebaskan diri kita sendiri dari belenggu hukum dan kekuasaan manusia.

http://tegoeh.multiply.com/market/item/14
 
Bls: Muslim Uighur, Xianjiang...

Sejarah Muslim Uighur



Tindak kekerasan di Xinjiang tidak terjadi tiba-tiba. Akar penyebabnya adalah ketegangan etnis antara warga Uighur Muslim dan warga Cina etnis Han.

Masalah ini bisa dirunut balik hingga beberapa dekade, dan bahkan ke penaklukan wilayah yang kini disebut Xinjiang oleh Dinasti Qing Manchu pada abad ke-18.

Pada tahun 1940-an, muncul Republik Turkestan Timur di sebagian Xinjiang, dan banyak warga Uighur merasakan itu menjadi hak asasi mereka.

Namun, kenyataannya, mereka menjadi bagian Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, dan Xinjiang dinyatakan sebagai salah satu kawasan otonomi Cina dengan mengeyampingkan fakta bahwa mayoritas penduduk di sana pada saat itu orang Uighur.

Status otonomi tidak tulus, dan meski Xinjiang dewasa ini dipimpin oleh gubernur dari kalangan warga Uighur, orang yang memegang kekuasaan riil adalah sekretaris jenderal daerah Partai Komunis Cina , Wang Lequan, yang orang Cina etnis Han.

Perpindahan Warga

Di bawah pemerintahan Partai Komunis, terjadi pembangunan ekonomi yang sangat gencar, namun kehidupan warga Uighur semakin sulit dalam 20-30 tahun terakhir akibat masuknya banyak warga Cina muda dan memiliki kecakapan teknis dari provinsi-provinsi di bagian timur Cina.

Para migran ini jauh lebih mahir berbahasa Cina dan cenderung diberi lapangan pekerjaan terbaik. Hanya sedikit orang Uighur berbahasa Cina.

Tidak mengejutkan, ini menimbulkan penentangan mendalam di kalangan warga Uighur, yang memandang perpindahan orang-orang Han ke Xinjiang sebagai makar pemerintah untuk menggerogoti posisi mereka, merongrong budaya mereka dan mencegah perlawanan serius terhadap keuasaan Beijing.

Dalam perkembangan yang lebih baru, anak-anak muda Uighur terdorong untuk meninggalkan Xinjiang untuk mendapatkan pekerjaan di belahan lain Cina, dan proses ini sudah berlangsung secara informal dalam beberapa tahun.

Ada kekhawatiran khusus atas tekanan pemerintah Cina untuk mendoroang wanita muda Uighur pindah ke bagian lain Cina untuk mendapatkan pekerjaan. Dan, ini memperkuat kekhawatiran bahwa mereka akhirnya akan bekerja di bar atau klub malam atau bahkan pelacuran tanpa perlindungan keluarga atau masyarakat mereka.

Islam adalah bagian integral kehidupan dan identitas warga Uighur Xinjiang, dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah Cina adalah tingkat pembatasan yang diberlakukan oleh Beijing terhadap kegiatan keagamaan mereka.

Jumlah masjid di Xinjiang merosot jika dibandingkan dengan jumlah pada masa sebelum tahun 1949, dan institusi keagamaan itu menghadapi pembatasan yang sangat ketat.

Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diizinkan beribadah di masjid. Demikian juga pejabat Partai Komunis dan aparat pemerintah.

Pendidikan Agama Dibatasi

Sekolah keagamaan, madrasah, juga sangat dibatasi. Lembaga-lembaga Islam lain yang dulu menjadi bagian sangat penting kehidupan kegamaan di Xinjiang pun dilarang, termasuk persaudaraan Sufi, yang berpusat di makam pendirinya dan menyediakan jasa kesejahteraan dan semacamnya kepada anggotanya.

Semua agama di Cina dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis Hui yang juga Muslim, tapi penutur bahasa Cina.

Ketatnya pembatasan itu akibat pertautan antara kelompok-kelompok Muslim dan gerakan kemerdekaan di Xinjiang. Gerakan ini sangat bertentangan dengan posisi Beijing.

Ada kelompok-kelompok di dalam Xinjiang yang mendukung gagasan kemerdekaan, tapi mereka tidak diperkenakan mewujudkannya secara terbuka, sebab "memisahkan diri dari ibu pertiwi" dipandang sebagai pengkhianatan.

Pada dekade 1990-an, setelah ambruknya Uni Soviet dan munculnya negara-negara Muslim independen di Asia Tengah, terjadi peningkatan dukungan terbuka atas kelompok-kelompok "separatis", yang memuncak pada unjuk rasa massal di Ghulja pada tahun 1995 dan 1997.

Beijing menindas unjukrasa dengan penggunaan kekuataan luar biasa, dan para akitvis dipaksa keluar dari Xinjiang ke Asia Tengah dan Pakistan atau terpaksa bergerak di bawah tanah.

Iklim Ketakutan

Penindasan keras sejak digulirkannya kampanye "Strike Hard" (Gebuk Keras) pada 1996 mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspor dan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.

Ini menciptakan iklim ketakutan dan kebencian sangat kuat terhadap pemerintah Cina dan warga Cina etnis Han.

Mengejutkan bahwa kebencian ini tidak meledak menjadi kemarahan publik, dan unjukrasa sebelumnya, tapi itu dampak ketatnya kontrol yang diberlakukan Cina atas Xinjiang.

Ada banyak organisasi kaum pendatang Uighur di Eropa dan Amerika Serikat. Dalam banyak kasus mereka mendukung otonomi sejati bagi kawasan tanah asal mereka.

Di masa lalu, Beijing juga mempersalahkan Gerakan Islami Turkestan Timur memicu kerusuhan, meski tidak ada bukti bahwa gerakan ini pernah muncul di Xinjiang.

Aparat di Beijing tidak bisa menerima bahwa kebijakan mereka sendiri di Xinjiang mungkin penyebab konflik, dan berupaya mempersalahkan orang luar yang mereka tuding memicu tindak kekerasan. Itu juga terjadi dalam kasus Dalai Lama dan Tibet.

Kalau pun organisasi pelarian Uighur ingin menggerakan kerusuhan, tentu sangat sulit bagi mereka untuk melakukannya, dan ada banyak malasah lokal menjadi penyebab kerusuhan tanpa perlu ada campur tangan dari luar.bbc/taq

http://www.republika.co.id/berita/61486/Sejarah_Muslim_Uighur
 
Back
Top