Mendidik Anak Dengan Sunnah

andy_baex

New member
Penanya: Jhono
Dijawab oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri

Pertanyaan:

Assalammualaikum Wr. Wb.
Pa ustad saya ada sedikit problem utk mendidik anak,

1. Saya sudah coba mendidik anak saya agar tidak mengamalkan hadist dhaif dgn cara saya terangkan ttg keshahihan dan kedhaifan satu hadist, pernah satu kali dia berdebat dgn temannya pada saat diajak makan bersama dan kawannya ini mengajak doa sebelum makan ?Allohuma bariklana fii ma Rajaqtana wqina azabanar? lalu anak saya tak mau mengikuti dan terjadi perdebatan jawab anak saya : Nabi muhammad tdk mengajari ini (dan ini tdk sah) jadi hanya bismilah saja. Tapi pak anak saya ini baru berumur 6 thn jadi dia hanya mejelaskan yang saya katakan, sementara maksud saya itu hanya utk anak saya saja sendiri dulu jgn dilingkungan sosial/kawan mainya karena namanya juga masih kecil blm bisa menjelaskan lebih. Salahkah cara saya mendidik?
2. Saat saya bekerja saya selalu mengingatkan anak saya utk sholat kemasjid berjamaah, biasanya setiap sholat magrib & isya selalu berjamah bersama saya. Kemarin pada saat saya blm pulang mereka tak mau disurh kemasjid sholat berjamaah, tapi mereka melakukan sholat di rumah dan mereka berjamah berdua kakak (6 thn) dan adiknya (4 thn).


Pertanyaannya:

1. Kapan mereka mulai dianjurkan sholat di masjid?
2. Pada saat mereka sholat berjamah berdua sebelumnya mereka qomat dan ada yg salah lalu kakaknya bilang nggak? pa-pa masih kecil lalu mereka sholat berjamaah di rumah.

Terimakasih atas penjelasannya dan saya minta doanya semoga anak saya menjadi generasi salafiyun yg toat, dan mereka diberikan kemudahan mempelajari ilmu-ilmu Alloh. Jazakalloh Khairan Khatshiran.

Jawaban Ustadz:

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ?alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan seluruh orang yang mengikuti jejaknya hingga hari kiamat. Amiin.

Mohon maaf sebelumnya, karena sangat telat menjawab pertanyaan Bapak Jhono. Apa yang bapak lakukan dalam mendidik anak bapak, adalah sudah benar adanya, yaitu mengajari dan membiasakan anak-anak bapak dengan amalan sunnah dan adab-adab yang diajarkan Nabi Muhammad shollallohu ?alaihi wa sallam dalam berbagai kesempatan dan keadaan. Karena dengan membiasakan mereka adab-adab islami, amalan islami dan juga akidah islami semenjak dini, akan menjadikan apa yang kita ajarkan benar-benar tertanam kokoh dalam jiwa mereka. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad shollallohu ?alaihi wa sallam dalam banyak hadits, di antaranya:

عن بن عباس قال كنت خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فقال ثم يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك ولو اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف. رواه أحمد والترمذي

?Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata: Suatu hari aku membonceng Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam, maka beliau bersabda kepadaku: ?Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syariat) Alloh, niscaya Alloh akan menjagamu, jagalah (syariat) Alloh, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Alloh senantiasa di hadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Alloh, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Alloh. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Alloh tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Alloh tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat takdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.?? (Riwayat Ahmad, dan At Tirmizy)

Betapa besar dan betapa dalam pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah shollallohu ?alaihi wa sallam kepada anak pamannya Abdullah bin ?Abbas, berbagai wasiat yang berupa aqidah islam beliau sampaikan padanya. Dan perlu diketahui, bahwa Abdullah bin ?Abbas rodhiallohu ?anhuma dilahirkan 3 tahun sebelum Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam berhijrah, dengan demikian ketika Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam meninggal dunia, umur beliau kira-kira 13 tahun.

Prinsip-prinsip aqidah dan keyakinan seorang muslim telah beliau tanamkan pada diri Abdullah bin Abbas semenjak ia belum baligh, bukan hanya adab-adab yang berkenaan dengan amaliyah sehari-hari, shalat berjamaah dll.

Begitu juga halnya dengan cucu beliau Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ?anhu, beliau dilahirkan pada tahun 3 hijriah, sehingga ketika Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam wafat, ia berumur 7 tahun. Walau demikian hal-hal prinsip telah beliau ajarkan kepadanya, di antaranya adalah haramnya memakan harta shadaqah bagi keluarga Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam:

أخذ الحسن بن علي رضي الله عنهما تمرة من تمر الصدقة فجعلها في فيه فقال النبي صلى الله عليه وسلم: كخ كخ ليطرحها ثم قال أما شعرت أنا لا نأكل الصدقة. متفق عليه

?Al Hasan bin Ali rodhiallohu ?anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma shadaqah (zakat), kemudian ia memasukkannya ke dalam mulut (hendak memakannya) maka Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ?Kakh, kakh,? agar ia mencampakkannya, kemudian beliau bersabda kepadanya, ?Tidakkah engkau sadar bahwa kita tidak (halal) memakan shadaqah??? (Muttafaqun ?alaih)

Hadits ini menjadi dasar kuat bagi prinsip pendidikan anak, yaitu semenjak dini kita ajarkan anak-anak kita untuk tidak memakan harta haram, dan menjauhi segala makanan yang tidak boleh dimakan. Dan juga menjauhi segala perbuatan yang tidak dibenarkan dalam agama. Di antara yang menunjukkan bahwa pendidikan anak harus dilakukan semenjak dini ialah hadits berikut:

عن عمر بن أبي سلمة رضي الله عنه يقول :كنت غلاما في حجر رسول الله صلى الله عليه وسلم وكانت يدي تطيش في الصحفة، فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا غلام سم الله وكل بيمينك وكل مما يليك فما زالت تلك طعمتي بعد. متفق عليه

?Dari sahabat Umar bin Abi Salamah rodhiallohu ?anhu, ia mengisahkan: Dahulu ketika aku masih kecil dan menjadi anak tiri Rasulullah shollallohu ?alaihi wa sallam, dan (bila sedang makan) tanganku (aku) julurkan ke segala sisi piring, maka Rasulullah shollallohu ?alaihi wa sallam bersabda, ?Hai nak, bacalah bismillah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari sisi yang terdekat darimu.? Maka semenjak itu, itulah etikaku ketika aku makan.? (Muttafaqun ?alaih)

Perlu diketahui, bahwa Umar bin Abi Salamah ini lahir pada tahun kedua hijriah, dan ketika Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam meninggal dunia, ia baru berumur 7 tahun, sehingga ia belum baligh, ketika diajari oleh Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam adab-adab makan di atas. Dan secara khusus yang berkenaan dengan sholat, maka Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam telah bersabda:

مروا أولادكم بالصلاة و هم أبناء سبع سنين و اضربوهم عليها و هم أبناء عشر. رواه أحمد وأبو داود والحاكم

?Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah karenanya tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.?

Pada hadits ini Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam dengan tegas mensyariatkan agar pendidikan sholat dimulai semenjak dini, yaitu sebelum baligh, bahkan ketika ia baru berumur tujuh tahun ia sudah diperintahkan untuk sholat. Tentu syariat ini memerlukan persiapan, yaitu dengan mengajarkan tata cara sholat, dimulai dari cara berwudhu, rukun-rukun sholat, wajib-wajibnya, sunnah-sunnahnya, hingga yang membatalkannya. Dan persiapan ini bisa dilakukan semenjak dini walau ia belum diperintahkan, dan tidak perlu dimarahi kalau tidak mau sholat. Akan tetapi bila sudah berumur tujuh tahun, maka disyariatkan untuk memerintahkannya sholat, dengan pengertian: kita mewajibkan atasnya, dan bila ia tidak mau maka kita memarahinya, walau tidak sampai menghukuminya dengan memukul, tapi cukup dengan ucapan. Dan bila sudah berumur sepuluh tahun, maka kita disyariatkan memukulnya bila ia tidak mau sholat.

Kesimpulan:

Pertama, untuk pendidikan, maka tidak ada batas waktu kapan dimulainya, bahkan berbagai dalil di atas, menunjukkan bahwa seyogyanya pendidikan baik yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai aqidah islamiah, adab-adab islami, atau amaliah islamiah dimulai sedini mungkin. Bahkan para ulama menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya dimulai hanya setelah sang anak terlahirkan ke dunia, akan tetapi dimulai jauh-jauh hari, yaitu dengan cara memilih pasangan yang saleh, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

تخيروا لنطفكم وانكحوا الأكفاء وأنكحوا إليهم رواه ابن ماجة والحاكم

?Pilihlah tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu, dan nikahilah wanita-wanita yang sekufu (sederajat), dan nikahkanlah mereka (dengan wanita-wanita yang berada di bawah perwalianmu).? (Riwayat Ibnu Majah, dan Al Hakim)

Kedua, Pendidikan bukan hanya dengan cara mengajari mereka, akan tetapi lebih dari itu, karena mencakup banyak hal, diantaranya adalah menjaga mereka dari makanan yang tidak halal, dan segala yang tidak halal untuk mereka, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam bersama cucunya Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ?anhuma. Dengan demikian ini adalah tanggung jawab besar yang dipikul oleh setiap orang tua, yaitu hendaknya mereka mencari nafkah untuk keluarga, istri dan anaknya dari jalan-jalan yang halal, dan benar-benar ia ketahui akan kehalalannya, agar anaknya benar-benar tumbuh menjadi anak yang saleh, dan akan lebih mudah dididik dengan pendidikan yang benar. Oleh karena itu bila suatu saat kita merasa mendapatkan kesulitan dalam mendidik anak kita, maka hendaknya permasalahan ini dikoreksi ulang, yaitu: Apakah seluruh nafkah yang saya berikan kepada anak saya benar-benar halal? Pada kesempatan ini, betapa perlunya kita semua untuk merenungkan kisah yang disebutkan oleh Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam berikut,

?Ada seseorang yang safar jauh, keadaannya kusut dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit, sambil berkata: Ya Rab, Ya Rab, akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka mana mungkin akan dikabulkan do?anya.? (HRS Muslim)

Para ulama menjelaskan bahwa alasan keempat ditolaknya doa orang tersebut ialah karena semasa ia masih kecil ia diberi nafkah dari harta yang haram, sebagaimana dijelaskan oleh Al Mubarakfury dan Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin. Maka sadar dan pikirkanlah semenjak sekarang wahai saudara-saudaraku tentang nasib anak kita, dan masa depan anak keturunan kita, jangan sampai karena dosa kita, yaitu mencari harta dari jalan-jalan yang haram, dan kemudian kita nafkahkan kepada mereka, doa-doa yang kelak mereka panjatkan tidak diterima Alloh ta?ala.

Ketiga, pendidikan anak akan lebih menghasilkan buahnya bila disertai dengan adanya uswah hasanah, yaitu dengan cara mencontohkan setiap yang kita ajarkan pada mereka dalam bentuk praktek nyata dari orang tua. Cermatilah sabda Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam di atas kepada cucunya Al Hasan, yaitu tatkala beliau bersabda kepadanya ?Tidakkah engkau sadar bahwa kita tidak (halal) memakan shadaqah?? Pada hadits ini Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam menyebutkan kepada Al Hasan, bahwa syariat ini, yaitu haramnya shadaqah, bukan hanya berlaku pada dirinya saja, akan tetapi berlaku bagi seluruh keluarga Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam, sehingga beliau menyebutkan alasan larangan ini dengan kata-kata ?kita?. Dan pembahasan masalah uswah hasanah dan perannya amat panjang, dan bukan ini saatnya untuk saya sebutkan.

Keempat, di antara metode pendidikan yang diajarkan oleh Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam ialah dengan menggunakan metode ?perintah dan larangan?. Metode ini dengan jelas dapat kita amati pada hadits-hadits yang saya sebutkan di atas. Dan hal ini ?larangan dan perintah? merupakan salah satu pokok ajaran islam, yang lebih dikenal dengan sebutan ?amar ma?ruf dan nahi mungkar?. Dan sudah barang tentu metode ini menyelisihi metode pendidikan yang sedang dikembangkan di dunia kafir dan diikuti oleh banyak sekolah-sekolah islam terpadu, yaitu mengajarkan dengan cara menyampaikan tanpa memerintah atau melarang. Metode yang sedang digandrungi oleh banyak ormas islam dan sekolah-sekolah islam ini amat berbahaya bagi kelangsungan agama mereka, sebab ini akan mengikis habis prinsip amar ma?ruf & nahi mungkar dari jiwa mereka. Maka hendaknya umat Islam sadar dan mengkaji kembali berbagai metode pendidikan yang selama ini mereka terapkan, dan meningkatkan daya dan upaya mereka guna mengkaji metode pendidikan yang diajarkan dalam syariat.

Kelima, di antara metode pendidikan yang dapat kita simpulkan dari hadits-hadits di atas ialah dibenarkannya hukuman fisik, yaitu berbentuk pukulan, bahkan Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam dengan jelas memerintahkan kita untuk memukul anak-anak kita bila mereka telah berumur 10 tahun dan berani meninggalkan sholat atau bermalas-malasan untuk sholat. Bukan hanya dalam mendidik anak saja kita disyariatkan untuk memukul, bahkan dalam mendidik istri (yang tentu sudah baligh dan dewasa, dan mungkin sudah berumur 60 tahun) kita juga disyariatkan untuk menggunakan metode memukul, sebagaimana ditegaskan dalam firman Alloh berikut:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ

?Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (sikap tidak taat pada suami), maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka.? (QS. An Nisa?: 34)

Dan dalam hadits Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam bersabda:

عن معاوية بن حيدة رضي الله عنه قال قلت يا رسول الله ما حق زوجة أحدنا عليه قال أن تطعمها إذا طعمت وتكسوها إذا اكتسيت ولا تضرب الوجه?. رواه أبو داود وابن حبان

?Dari Mu?awiyyah bin Haidah radhiallohu ?anhu ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah, ?Ya Rasulullah! Apakah hak-hak istri kami atas kami?? Beliau menjawab, ?Engkau beri makan mereka bila engkau makanan, engkau beri mereka pakaian bila engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajah??? (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Dan dalam hadits lain Nabi bersabda:

فاضربوهن ضربا غير مبرح رواه مسلم

?Pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras (tidak membikin patah tulang, atau luka, atau mengeluarkan darah, atau meninggalkan bekas).? (HR. Muslim)

Tentunya metode ini tidak dilakukan dengan sembarangan dan semena-mena, atau bahkan dengan cara-cara yang menjadikan anak cidera atau terluka, atau memukul di muka dll, sebagaimana yang dijelaskan dalam dua hadits di atas. Dan tentunya tidak dilakukan setiap saat, sebagaimana hal ini jelas dari teks ayat di atas, yaitu bila nasihat dan peringatan yang berbentuk kata-kata tidak berguna atau tidak dihiraukan lagi.

Keenam, dan yang tidak kalah penting dalam pendidikan anak adalah pembenahan terhadap diri sendiri, jadilah orang yang saleh, dan bertakwa, -dengan izin Alloh- bila hal ini telah tercapai, dan kita mendidik anak-anak kita dengan baik, anak-anak kita akan menjadi anak saleh pula. Pada kesempatan ini saya mengajak para pembaca untuk merenungkan kisah yang disebutkan dalam Al Quran, yaitu yang disebutkan dalam surat Al Kahfi ayat 74-82:

فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلاَمًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا {74} قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا {75} قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍ بَعْدَهَا فَلاَ تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّي عُذْرًا {76} فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا {77} قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَالَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا {78} أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا {79} وَأَمَّا الْغُلاَمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَآ أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا {80} فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا {81} وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِن رَّبِّكَ وَمَافَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَالَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا {82}

?Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidihr membunuhnya. Musa berkata: ?Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.? Khidhr berkata: ?Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku.? Musa berkata: ?Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.? Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: ?Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.? Khidihr berkata: ?Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu?min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya. Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.?? (QS. Al Kahfi: 74-82)

Betapa jelasnya kisah ini, pada kisah pertama, Alloh mengutus Khidir untuk membunuh seorang anak yang bila hidup hingga dewasa akan menjadikan kedua orang tuanya yang mereka adalah orang-orang saleh menjadi sesat dan kafir.

Dan pada kisah kedua Alloh memerintahkan Khidir untuk menegakkan pagar dinding yang hendak roboh, dan ternyata alasannya adalah karena di bawah dinding itu tersimpan harta peninggalan dua orang saleh untuk anak mereka berdua yang masih kecil. Jadi yang menjadi alasan adalah kesalehan orang tua, buka karena anaknya yang saleh.

Dari kisah ini dengan jelas kita mendapatkan banyak pelajaran penting dalam dunia pendidikan, yaitu bila orang tuanya saleh, maka ?atas izin Alloh- anak keturunannya akan dijaga Alloh, bukan hanya tentang kehidupannya di dunia, akan tetapi sampai yang berkenaan dengan kehidupan akhiratnya. Oleh karena itu, betapa perlunya kita untuk merenungkan kisah ini, sehingga timbul di jiwa kita keyakinan dan iman bahwa Alloh adalah benar-benar akan menjadi wali/pengurus orang-orang saleh.

Dan mungkin yang perlu kita perhatikan dalam mendidik anak kecil ialah, ajari mereka tata cara yang sopan lagi baik dalam menyampaikan alasan, baik alasan ketika meminta, atau menolak, atau mengajak, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman pada orang lain ketika mereka bermain dengan anak-anak mereka. Semoga apa yang saya uraikan di atas, bermanfaat bagi saya sendiri, dan bagi setiap orang yang membacanya, mohon maaf bila ada kesalahan, wallohu a?lam bisshawab.

Dari jawaban saya di atas, jelas bahwa pendidikan dapat dimulai semenjak dini, tanpa ada batasan umur, walaupun untuk sampai memerintahkan mereka sholat dan menegur dengan keras bila tidak sholat, ada batasannya, yaitu ketika telah berumur 7 tahun, atau yang sering disebut dengan umur tamyiiz (dapat membedakan antara baik dan buruk, sandal kanan dari sandal kiri). Dan sudah barang tentu selama masa pembelajaran dan pelatihan, anak-anak akan melakukan banyak kesalahan, baik yang berkaitan dengan ucapan atau perbuatan, maka kesalahan-kesalahan tersebut, sedikit demi sedikit dibenarkan dengan cara-cara yang selaras dengan pertumbuhan mereka.

Semoga Alloh melimpahkan rahmat, taufik, hidayah dan ?inayahnya kepada kita dan keluarga kita, serta kepada seluruh pembaca dan keluarga mereka sehingga termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat, amiin. Wallohu a?lam bisshawab.
 
tulisannya bagus, tapi hadist-hadist tentang shalatnya tolong lebih diperjelas dan diperbanyak. Makasih
 
Back
Top