M A S J I D

sibin

New member
M A S J I D >:D<

Rangkaian peristiwa Isra' dan Mi'raj dimulai dari masjid ke masjid. Memperingati peristiwa ini seharusnya mendorong kaum muslimin mengorientasikan dirinya ke masjid, ikut memakmurkan tempat ibadah itu dengan menjadi jamaah yang aktif. Dalam risalah Islam, 'masjid' memang mempunyai fungsi dan peranan tertentu yang melambangkan masyarakat Islam bukan perseorangan yang tanpa ikatan. Masjid melambangkan Islam sebagai Agama 'jamaah'. Idealnya bukan hanya dalam shalat, tetapi di luar shalat juga berlangsung hidup berjamaah.

Artinya, masjid bukan sekadar untuk shalat berjamaah, fungsi masjid lebih luas dari itu. Hal ini dapat dimengerti dari tindakan Rasulullah sesampainya di Masjidil Haram sepulang Mi'raj untuk mengajak masyarakat meyakini kebenaran perjalanannya. Atau ketika Nabi sampai di Yatsrib sewaktu hijrah.

Pertama kali yang beliau bangun adalah mendirikan masjid. Dari masjid itulah masyarakat Islam disusun, nilai-nilai Islam dihidupkan dan dilembagakan dalam kehidupan bersama. Fungsi masjid yang demikian itu lebih ditegaskan di masa Khalifah Abu Bakar, bahkan disertai pesan, ''Jika sekiranya datang cengkeraman dari pihak yang batil dan timbul perlawanan dari pihak yang hak (perlawanan yang tidak akan sia-sia lantaran kebajikannya), maka di kala itu, di masjidlah tempat kamu menetap dan dari Alquranlah kamu mencari petunjuk.'' (Pidato Khalifah Abu Bakar). Bagi Khalifah Abu Bakar, masjid harus difungsikan sebagai pusat 'reintegrasi umat'.

Di negeri kita ini, citra kemajuan umat baru ditandai oleh banyaknya bangunan fisik masjid. Itu saja tentu belum cukup. Masjid yang benar-benar makmur (difungsikan sebagaimana seharusnya) masih bisa dihitung dengan jari. Banyak masjid baru berfungsi pada saat shalat Jumat berlangsung. :-O Kadang-kadang keberadaan masjid malah tidak bersambung dengan kehidupan riel masyarakat tetangga masjid, sehingga ia ibarat Kuburan Cina yang pakai marmer berukir tapi tak bernyawa di dalamnya. :-O

Untuk itu sudah saatnya dimunculkan gerakan cinta masjid yang diprogram secara nasional. Kalau perlu melalui Keppres agar lebih efektif. Dan ini bukan tidak mungkin, mengingat kepeloporan Presiden Soeharto dalam membangun ribuan masjid menghendaki tindak lanjut usaha pemakmurannya. Secara tradisi pun pernah berlangsung dalam tata kota kekuasaan di Jawa dalam lambang menyatunya Masjid, Keraton, dan Alun-alun. Firman Allah: Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan tidak merasa takut melainkan kepada Allah; mudah-mudahan mereka itu makin terpimpin kepada kebenaran.'' (QS At-Taubah: 18).

Dengan gerakan yang bersifat nasional :), pemakmuran masjid akan mampu menyentuh bukan saja pada aktivitas ibadah shalat berjamaah, melainkan juga dapat kita harapkan masjid akan mampu menjadi sentra pembinaan umat baik keimanan dan ketaqwaannya maupun kehidupan sosial ekonominya. Gerakan koperasi, misalnya, dapat lebih dipercepat perkembangannya melalui masjid-masjid. Wallahu A'lam.

sumber: republika
http://www.republika.co.id/berita/60722/Masjid

Artikel - Dewan Masjid Indonesia (DMI)
http://www.republika.co.id/halaman/195/232

AYO..BACK TO MASJID >:D<
http://c.1asphost.com/sibin/detail.asp?Id=157

Manajemen Masjid sebagai Pusat Dakwah dan Aktivitas Umat
http://myquran.org/forum/index.php/topic,11068.0/all.html
 
Bls: M A S J I D

Muslimah Mesir Berlomba Aktif di Masjid
By Republika

KAIRO-- Aktivitas keislaman di masjid-masjid yang tersebar di Mesir tak lagi didominasi kaum Adam. Muslimah di negeri Piramida itu kini mulai ambil bagian dalam berbagai aktivitas keumatan yang diselenggarakan di masjid, mulai ibadah hingga kegiatan sosial. Fenomena itu dinilai sebagai bangkitnya kesadaran keagamaan.

''Ketika saya masih muda, kami tak pernah pergi ke masjid, meski untuk shalat sekalipun,'' papar Amira Khairy, seorang guru. Menurut dia, selama ini masjid bagi kaum Muslimah Mesir hanya sebagai tempat untuk wisata di hari libur. ''Ibaratnya seperti pengunjung,'' imbuh Khairy.

Kini, seiring meningkatnya ketaatan beribadah, kaum Muslimah Mesir mulai berlomba untuk terlibat dalam berbagai aktivitas di masjid. Muslimah Mesir mengisi waktu mereka dengan menambah pengetahuan Islam dan menjadi relawan berbagai kegiatan sosial serta keagamaan di masjid.

Kalangan Muslimah Mesir sudah mampu menyeimbangkan perannya di rumah dan luar rumah. Muslimah Mesir yang aktif dalam berbagai kegiatan masjid bukanlah para feminis bergaya Barat. Mereka adalah Muslimah yang ingin mewujudkan masjid sebagai tempat yang ramah terhadap kaum Hawa.

Hingga kini, belum ada statistik yang menunjukkan kenaikan jumlah Muslimah Mesir yang menunaikan ibadah shalat di masjid. Namun, sejumlah ulama Mesir mengakui adanya kenaikan kehadiran Muslimah Mesir dalam berbagai aktivitas di masjid. ''Muslimah tengah memainkan peranan keagamaan yang sangat besar,'' ungkap seorang ulama seperti dikutip kantor berita AP.

Salah satu masjid yang ramai dikunjungi kaum Muslimah adalah Masjid Al-Sedeeq yang terletak di dekat bandara internasional Kairo. Setiap dua pekan sekali, di masjid itu tak kurang dari seribu Muslimah mempelajari Alquran. Yang mengajarnya pun Muslimah. Di saat-saat tertentu, para Muslimah juga mengorganisasi pengumpulan pakaian, memasak makanan untuk orang miskin, serta mengajar kaum wanita lainnya membaca.

Sekitar 10 tahun lalu, kaum Muslimah melakukan pengajian di rumah-rumah. Sekarang, mereka menggunakan masjid sebagai tempat belajar dan beribadah. Mesir kini menjadi salah satu negara di Timur Tengah yang sangat progresif dalam isu kehadiran wanita di Masjid.

Prof Abdel-Moeti Bayoumi, seorang guru besar ilmu agama di Universitas Al-Azhar, menyatakan, kaum Adam harus mulai menyadari bahwa zaman telah berubah. ''Tak diperbolehkan dalam Islam mencegah seorang wanita untuk shalat di masjid,'' katanya menegaskan.

http://www.republika.co.id/berita/29919/Muslimah_Mesir_Berlomba_Aktif_di_Masjid
 
Bls: M A S J I D

Ketua MUI: Hampir Semua Masjid Mubadzir
By Republika

MALANG – Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) KH Kholil Ridwan menilai hampir semua masjid yang ada di Indonesia mubadzir. Penilaian tersebut disampaikan KH Kholil Ridwan ketika Peresmian Masjid Baitur Rohman dan Silaturahmi dengan Para Mualaf Bromo, Muslim Lereng Gunung Semeru, Kawi-Bromo serta minuritas Muslim Pinewen, Kabupaten Malang, yang digelar Yayasan Mujahidin di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malangm, Jawa Timur Ahad (16/11).

''Kita harus menyadari bahwa banyak masjid di Indonesia yang mubadzir. Padahal, orang yang senang terhadap barang-barang mubadzir itu berarti temannya setan,'' jelas KH Kholil Ridwan kepada Republika. Lantas dia menjelaskan indikator masjid-masjid yang dinilai mubadzir. Menurut dia, masjid yang mubadzir itu sepi kegiatan. Terutama, ketika melaksanakan sholat lima waktu. Selama ini, kata dia, masjid yang dipakai untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu itu ratarata hanya berisi dua shof saja.

Sementara pada waktu-waktu selain pelaksanaan ibadah sholat lima waktu sepi. Hanya pada saat hari Jum'at, ketika orang muslim menunaikan ibadah sholat jum'at saja masjid terisi penuh. ''Selebihnya, kan tidak. Itu berarti mubadzir,'' jelasnya. Kondisi masjid yang semacam itu, kata dia, dialami hampir seluruh masjid yang ada di Indonesia. Menurut dia, tidak hanya di desa, tapi kota juga banyak yang sepi kegiatan. Bahkan, saat pelaksanaan ibadah sholat lima waktu, hanya terisi rata-rata dua shof.

Menurut dia, ketika jaman Nabi Muhammad SAW, jika ada masjid yang mubadzir karena tidak termanfaatkan secara optimal, langsung dibakar. Bahkan, Nabi Muhammad sendiri yang memimpin untuk melakukan pembakaran terhadap masjid yang dinilai mubadzir itu. Makanya, kata dia menceritakan ketika jaman Nabi Muhammad, tidak ada masjid yang mubadzir. Hampir semua masjid terisi penuh, terutama ketika masuk waktu sholat. Selain it, masjid juga dijadikan sebagai pusat dakwah, pusat kegiatan termasuk ekonomi. Sehingga, masjid itu juga dijadikan sebagai pusat bisnis atau pasar.

Agar masjid di Indonesia yang jumlahnya jutaan tidak mubadzir, terang dia, harus diisi dengan berbagai kegiatan. Dia contohan, seperti mernjadikan masjid sebagai pusat kegiatan islam (Islamic Center). Sehingga, tidak menjadi temannya iblis.

''Mari kita kembali ke masjid. Jadikan masjid sebagai islamic center. Tinggalkan itu Senayan. Sebab, kalau tidak kembali ke Masjid, tunggulah kehancurannya. Kalau perlu, bangun pasar, rumah sakit dan lain sebagainya di dekat masjid. Sehingga, masjid benar-benar menjadi pusat kegiatan umat Islam,'' jelasnya sembari menambahkan bila MUI akan menggalakkan sosialisa untuk kembali ke masjid.

Hal senada juga diungkapkan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ustad Ir Andri Kurniawan Mag. Menurut Ketua Yayasan Mujahidin ini, selama ini memang banyak masjid yang mubadzir. Alasannya, masjid tidak lagi dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah.

Makanya, dia berjanji akan memakmurkan masjid Baitur Rohman yang dibangun di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang itu. ''Masjid ini nantinya akan menjadi markas dakwah meskipun lokasinya tidak dekat dengan pemukiman warga,'' katanya. Dia optimistis, masjid yang dibangun di atas lahan seluas 650 meter per segi untuk membentengi umat dari program agama lain ini bakal makmur. Alasannya, setelah dijadikan markas dakwah, banyak agenda kerja yang bakal digarap melalui masjid tersebut.

Di antara proyek dakwah itu dia sebutkan seperti pembinaan panti asuhan dan pembinaan muslim minoritas di Pinewen, pembinaan mini islamic snter di Kalipare, lereng gunung Semeru, Kawi dan Bromo. Selain itu, menjadi pusat pemibinaan Ponpes Mahasiswa sebagai pembina di Jalan Sigura-gura Malang, selain panti asuhan Arrohmah. Menurut dia, kalau markas dakwah itu sukses, ''Insyaa Allah Taman umat islam akan terbentengi dari berbagai upaya pemurtadan. Cita-cita kami umat islam menjadi umat yang madani, mawaddah wa rahmah lewat masjid. Amin,'' jelasnya.

http://www.republika.co.id/berita/29924/Ketua_MUI_Hampir_Semua_Masjid_Mubadzir

Peran Masjid dalam Peradaban Islam

"Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas," ungkap J Pedersen dalam bukunya berjudul Arabic Book. Sejak awal perkembangannya, masjid terbukti memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan pendidikan di dunia Islam.

Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya, masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan. "Sejak pertama kali berdiri, masjid telah menjadi pusat kegiatan keislaman, tempat menunaikan shalat, berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah," cetus Jacques Wardenburg.

Di manapun ajaran Islam berkembang, di situlah bangunan masjid menjulang. Peran masjid kemudian berkembang sebagai tempat menimba ilmu. Sekolah-masjid di era kejayaan Islam mampu menampung murid dalam jumlah ratusan hingga ribuan siswa. Sebagai pusat intelektualitas, masjid-masjid di era kekhalifahan telah dilengkapi dengan perpustakaan. Koleksi bukunya begitu melimpah, karena banyak ilmuwan dan ulama yang mewakafkan bukunya di perpustakaan masjid.

Sejarah peradaban Islam mencatat, aktivitas pendidikan berupa sekolah pertama kali hadir di masjid pada tahun 653 M di kota Madinah. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah, sekolah di Masjid pun mulai muncul di Damaskus pada tahun 744 M. Sejak tahun 900 M, hampir setiap masjid memiliki sekolah dasar yang berfungsi untuk mendidik anak-anak Muslim yang tersebar di dunia Islam.

Pada zaman keemasan Islam, anak-anak mulai disarankan untuk menimba ilmu sejak menginjak usia lima tahun. Pada tahap awal, mereka diajarkan cara untuk menulis 99 nama Allah yang indah atau asmaul husna. Selain itu, anak-anak Muslim di masa kekhalifahan pun mulai diperkenalkan dengan tulisan ayat-ayat Alquran yang sederhana.

Setelah mahir membaca dan lincah menulis, anak-anak yang belajar di masjid dijarkan Alquran ditambah pelajaran berhitung atau aritmatika. Para siswa juga bisa mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Masjid-masjid besar, biasanya juga menawarkan pendidikan ilmu yang lebih luas lagi. Di masjid-masjid besar itu, para pelajar di zaman kekhalifahan pun bisa mempelajari beragam ilmu seperti tata bahasa Arab, logika, aljabar, biologi, sejarah, hukum, dan teologi.

Pada perkembangannya, para pelajar juga tak hanya menimba ilmu di masjid saja. Untuk mempraktikan kemampuannya dalam bidang kedokteran, para siswa juga belajar di rumah sakit. Yang tertarik astronomi juga belajar langsung di observatorium. Tempat belajar juga bisa dilakukan di madrasah - umumnya tempatnya berdampingan dengan masjid. Selain itu bisa juga di rumah-rumah para guru.

Di wilayah Spanyol Muslim, aktivitas pendidikan pada umumnya bertempat di masjid. Masjid menjadi pusat aktivitas belajar-mengajar di mulai di daerah kekuasaan Dinasti Umayyah itu sejak berdirnya Masjid Cordoba pada abad ke-8 M. Kegiatan belajar-mengajar di masjid memang terbilang unik dan sangat khas.

Format dasar pendidikan di masjid adalah belajar dengan melingkar. Format seperti ini dikenal sebagai Halaqat al-ilm atau halaqah. Dalam ensiklopedia Islam, Halaqah berari "kumpulan orang-orang yang duduk melingkar" atau "kumpulan para pelajar di sekitar seorang guru". Kerap kali, masjid-masjid yang menyelenggarakan halaqah kedatangan ilmuwan tamu.

Secara khusus, ilmuwan atau ulama tamu itu akan dipersilakan duduk di samping guru sebagai bentuk penghormatan. Terkadang, ulama atau ilmuwan tamu itu juga diberikan waktu untuk mengajar. Penjelajah Muslim terkemuka dari Maroko, Ibnu Batutta, dalah catatan perjalannya mengambarkan lebih dari 500 pelajar menghadiri halaqah di Masjid Agung Umayyah, Damaskus.

Geografer dan penjelajah Muslim lainnya, Al-Muqaddasi, juga menceritakan di Masjid Amr dekat Kairo, Mesir terdapat lebih dari 50 halaqah pada satu tempat. Sedangkan di masjid utama Kairo, tak kurang terdapat 120 halaqah. Menurut Ruth Stellhorn Mackensen dalam bukunya Background of The History of Moslem Libarries, mengajar dan belajar di masjid-masjid besar di era kekhalifahan menjadi profesi yang benar-benar membanggakan.

Aktivitas keilmuan di masjid bahkan bisa melahirkan sebuah pendidikan tinggi atau universitas. Sejarah mencatat, hingga kini terdapat universitas terkemuka di dunia Islam yang lahir dan berasal dari aktivitas intelektual di masjid antara lain; Universitas Al-Qayrawwan dan Al-Zaituna di Tunisia, Al-Azhar di Mesir, Al-Qarawiyyin di kota Fez Maroko, dan Sankore di Timbuktu.

Masjid-masjid besar yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan mampu menarik perhatian para ilmuwan dan pelajar dari berbagai belahan di dunia Islam. Pada abad ke-12 M, misalnya, aktivitas keilmuwan yang digelar di Masjid Sankore Timbuktu, Mali Afrika Barat mampu mendatangkan 25 ribu siswa dari berbagai negara. Pendidikan yang diselenggarakan di masjid pada masa kejayaan Islam mampu melahirkan sederet tokoh Muslim terkemuka.

Pendidikan Masjid Cordoba Spanyol mampu melahirkan seorang ilmuwa besar bernama Ibnu Rushdi dan Ibnu Bajja. Sebuah masjid di Basrah, Irak juga mampu melahirkan seorang ahli tata bahasa Arab terkemuka sepanjang masa bernama Sibawaih. Ia merupakan murid Al-Khalil Ibnu Ahmad yang mengajarnya di masjid.

Sekolah yang digelar di Masjid Al-Qarawiyyin Fez, Maroko pun mampu melahirkan ulama dan ilmuwan hebat seperti; Ibnu Khaldun, Ibnu Al-Khatib, Al-Bitruji, Ibnu Harazim, Ibnu Maimoun, serta Ibnu Wazzan (Leo Africanus). Bahkan di Masjid Al-Qarawiyyin pula Paus Sylvester II menimba ilmu matematika dan lalu menyebarkannya di gereja-gereja Eropa. Pamor Masjid Al-Azhar, Mesir pun mampu menarik perhatian ilmuwan seperti Ibnu Al-Haitham, Ibnu Khaldun, dan Al-Baghdadi.

Pendidikan yang digelar di masjid pada zaman kejayaan Islam ternyata mampu memberi pengaruh terhadap pendidikan di Eropa. Menurut George Makdisi, guru besar Studi Islam di Universitas Pennsylvania, pendidikan masjid yang diselenggarakan di era kekhalifahan telah memberi pengaruh kepada peradaban Eropa melalui sistem pendidikan, universalitas, metode pengajaran, dan gelar kesarjanaan yang diberikan.

"Islam juga memberi pengaruh kepada Barat dalam penyelenggaraan pendidikan universitas yakni dalam kebebasan akademik profesor dan mahasiswa, dalam tesis dokteral serta yang lainnya," cetus Makdisi. Begitulah peran masjid dalam mengembangkan pendidikan di dunia Islam pada era keemasan Islam. Lalu bagaimanakah peran masjid saat ini?

[br]
Tarmizi Taher, 'Masjid Pusat Pembinaan Ekonomi Umat'
By Republika Newsroom
Jumat, 26 Desember 2008

Selama tiga hari, Jumat-Ahad, 25-27 Agustus 2006, Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) menggelar Muktamar V di Hotel Grand Cempaka Cempaka Putih Jakarta Pusat. Selain merancang program baru serta melaporkan kegitan pengurus lama, Muktamar V DMI juga berhasil memilih ketua umum DMI yang baru untuk masa periode 206-2011. Mantan Menteri Agama di era Presiden HM Soeharto yang juga dikenal sebagai pendiri Center for Moderate Muslim (CMM), Dr Tarmizi Taher, akhirnya terpilih untuk memimpin DMI periode ini.

Kepada Damanhuri Zuhri dari Republika, Tarmizi melontarkan ide dan gagasan tentang kemana gerbong DMI akan dibawa. ''Di masjid itu kita jadikan sentral dari pembinaan agama, pembinaan iman, pembinaan ibadah, pembinaan ekonomi, dan pendidikan,'' ujarnya memberi bocoran program kerjanya. Berikut ini petikan wawancaranya:

Apa peran masjid ke depan menurut Anda?

Kita akan membawa masjid berfungsi sebagaimana seharusnya berfungsi. Masjid itu sentral dari pembinaan agama, pembinaan iman, pembenahan idadah, pembinaan ekonomi, dan pendidikan. Masjid bukan hanya untuk ibadah saja.
Masjid itu di dalam hadis adalah baitut taqwa (rumah untuk mencetak diri agar bertakwa). Banyak jaminan Tuhan kepada orang yang hatinya terpaut ke masjid. Tapi, untuk melaksanakan agar orang hatinya tergantung ke masjid, jelas tidak gampang pada zaman globalisasi ini. Makanya kita sebagai pengurus, pembimbing, dan pemimpin umat Islam mesti yakin bahwa ayat-ayat langit ini masih sangat kita gunakan. Kita masih cinta kepada agama, kita cinta kepada Nabi kita menyembah hanya kepada Allah.

Bentuk kongkrit kegiatan yang dilakukan agar masjid benar-benar menjadi sentral pembinaan ekonomi umat seperti apa?

Ya misalnya dengan membuka BMT (baitul maal wat tamwil) di masjid-masjid, sehingga peredaran uang termasuk dari dana infak dan shadaqah setiap Jumat maupun dana zakat lainnya bisa digerakkan di BMT. Dengan adanya kegiatan BMT yang lebih besar lagi, para pedagang kecil yang ada di sekitar masjid bisa digerakkan. Kalau semangat ini sudah berjalan, bukan tidak mungkin ekonomi masyarakat akan bergerak. Dan, dampaknya kepada masjid sendiri. Ekonomi masyarakat yang bergerak akan mendorong mereka untuk berinfak atau berzakat ke masjid. Yang tidak kalah pentingnya, dalam manajemen modern, pengurus masjid seharusnya tidak memegang uang cash melainkan menyimpannya di bank-bank maupun lembaga keuangan lainnya. Begitu memerlukan dana, mereka tinggal mengambilnya melalui cek. Jadi, manajemennya sangat teratur.

Dalam pengamatan Anda, apakah peran masjid selama ini sudah optimal terutama di bidang ekonomi?

Masjid itu kan mestinya kita rencanakan programnya selama 52 minggu. Kalau kita bikin lima tahun, 260 kali. Kita mesti bagi-bagi. Di mana porsinya iman? Di mana porsinya ibadah? Selain itu, mana fungsinya shalat, mana fungsinya puasa, fungsinya zakat, fungsinya ibadah haji? Yang tidak boleh kita lupakan, doa kita kan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Apa yang dunia? kaadal faqru an-yakuuna kufran (kemiskinan itu hampir menyebabkan kekafiran).
Oleh karena itu, manajemen masjid juga harus membahas masalah ekonomi. Masjid harus membuat ketrampilan sehingga ekonomi umat Islam terutama yang berada di sekitar masjid akan meningkat. Menjaga umat agar tak menjadi kafir dengan menghindarkan mereka dari kemiskinan, merupakan peran penting yang harus diambil para pengurus masjid.
Rasulullah SAW tidak hanya melakukan ibadah shalat di dalam masjid bahkan menerima diplomat pun di dalam masjid. Nabi menerima diplomat di masjid. Nabi menasehati orang di masjid. Jadi segala macam hal yang kita anggap dunia katakanlah ekonomi, dilakukan di dalam masjid. Bagaimana kita mau naik haji, kalau kita tidak punya duit? Ekonomi terkait dengan ibadah, bagaimana kita akan berpakaian dengan baik, kalau ekonomi kita tidak baik? Sudah tidak jamannya lagi umat Islam terus meminta-minta. Duit masjid harus disimpan di bank. Kalau mau digunakan pakai cek. Ini soal manajemen.

Ke depan menurut Anda, apa problem yang paling besar yang harus dibereskan dari masjid?

Manajemennya. Manajemen masjid secara modern. Bahwa di negara Barat, manajemen gereja diatur oleh mereka secara modern dengan beralatkan komputer, punya website, e-mail. Kita gunakan itu sebagai alat dakwah. Sehingga orang-orang yang menjelek-jelekan Islam kita bisa hadapi dengan sarana modern ini.

Jadi, kita membuat network antara masjid ini akrab. Dukung-mendukung, kita sebarkan khotbah-khotbah melalui e-mail, web site, perkembangan Islam teratur melalui teknologi modern. Kita gunakan juga masjid untuk mempersiapkan anak-anak kita menghadapi ujian akhir.

Ada kemungkinan ke depan DMI dibawa ke tingkat internasional?

Tentu saja. Justru pro aktif kita yang mendatangi mereka. Paling tidak kita akan menjalin dengan negeri jiran seperti Malaysia, Singapura, bahkan dengan Australia, Selandia Baru, dengan mengirim dai.

Tidak repot mengelola 700 ribu masjid?

Kita akan mengadakan otonomi daerah kepada masjid-masjid itu.

Bentuk konkritnya?

Kita di Indonesia ini semuanya terlampau tersentral, semua ada di pusat. Kasihan presiden. Semua peserta demonstrasi minta ketemu presiden. Jadi, negara ini pemimpinnya hanya presiden. Berarti menteri-menteri yang lain kerja apa? Jadi, seharusnya di daerah-daerah kepala daerahnya yang bertanggung jawab. Pengelolaan masjid juga begitu. Kita akan galakkan back to mosque (mari kita kembali ke masjid). Kita akan membina umat menjadi manusia yang bertakwa di masjid. Kita akan membina umat menjadi manusia yang berdaya secara ekonomi juga di masjid.

http://www.republika.co.id/berita/22760/Tarmizi_Taher_Masjid_Pusat_Pembinaan_Ekonomi_Umat


Kreativitas Takmir Masjid Perlu Ditingkatkan

Responden sangat mendambakan masjid yang semarak oleh kegiatan-kegiatan non keagamaan.

Pada masa kenabian dulu, masjid menjalankan multi-fungsi. Masjid merupakan pusat kegiatan umat, termasuk sebagai pusat pemerintahan. Di masjid strategi perang dibicarakan, begitu juga simulasi ketangkasan prajurit sebelum maju ke medan perang.

Masjid menjadi tempat pelantikan para duta Islam. Masjid memiliki baitul maal , lembaga pengelola keuangan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kaum dhuafa.

Masjid juga merupakan pusat kajian keagamaan dan berbagai masalah non keagamaan. Pendek kata, segala urusan sosial kemasyarakatan dikendalikan dari masjid.

Pada konteks kekinian, masjid masih banyak didirikan. Di Indonesia, dari data Departemen Agama tahun 2004, jumlah masjid sebanyak 643.834 buah, meningkat dari data tahun 1977 yang sebanyak 392.044 buah. Diperkirakan, jumlah masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara 700 hingga 800 ribu buah.

Meski begitu, ada kecenderungan masjid masa kini justru jauh dari fungsi sejatinya. Melihat persoalan ini, survei yang diselenggarakan Litbang Republika secara khusus juga ingin mengetahui kegiatan apa saja yang ramai terselenggara di masjid, kesadaran umat terhadap fungsi masjid, dan penilaian atas arti penting peran takmir masjid.

Sebanyak 83,5 persen responden tidak sependapat jika masjid hanya digunakan sebagai tempat ibadah makhdhoh saja. Bahkan sebanyak 84,2 persen memandang perlu dan bahkan sangat perlu masjid digunakan sebagai tempat kegiatan non-keagamaan (yang tentu saja berdimensi keagamaan).

Data ini memperkuat kebutuhan masjid untuk digunakan sebagai pusat pembinaan umat yang selama ini tampaknya masih jauh dari optimal. Dengan kata lain, masjid masih belum banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan non keagaamaan.

Juga tersirat dari sini, bahwa masjid sangat kurang memerhatikan kondisi sosial masyarakat sekitarnya serta segala kebutuhan material-spiritual mereka.

Dalam survei ini tidak terbukti jika tidak optimalnya fungsi masjid disebabkan kurangnya sarana yang dimiliki masjid. Sarana masjid memadai diakui sebanyak 62,4 persen responden, hanya 18,5 persen responden berpendapat fasilitas masjid kurang layak.

Ini berarti fasilitas masjid masih banyak yang sia-sia. Kendati masjid memiliki sarana memadai, aktivitas masjid kurang menarik dinyatakan sebanyak 81,4 persen responden. Ini mengindikasikan lemahnya manajemen takmir masjid dalam mengelola kegiatan.

Mengenai kemampuan dan kreativitas takmir masjid, sebanyak 53,2 persen responden mengakui takmir masjid memilikinya, namun sebanyak 46,8 persen berpendapat sebaliknya. Artinya adalah masih cukup banyak takmir masjid yang belum memiliki kemampuan dan kreativitas dalam hal ketakmiran.

Boleh jadi ini yang menjadi sebab masjid kurang menarik di mata jamaahnya. Bahkan takmir yang punya kemampuan dan kreativitas pun masih belum optimal menunjukkan kinerja ketakmiran yang baik, sebagaimana ditunjukkan dalam perbandingan kemampuan dan kreativitas takmir yang tak berbanding lurus dengan kegiatan masjid yang menarik (53,2 persen : 81,4 persen).

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya masjid telah digunakan sebagai tempat ibadah mahdhoh (shalat fardhu berjamaah dan shalat Jumat). Ini jelas masih jauh dari fungsi masjid yang sesungguhnya. Dan responden mengidamkan masjid yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah belaka, melainkan juga pusat kegiatan non keagamaan.

Jadi, fungsi masjid perlu dioptimalkan utamanya dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Maka itu, takmir masjid perlu memiliki kemampuan manajemen ketakmiran, termasuk memiliki data jamaahnya dengan segala kebutuhan dan harapan mereka terhadap masjid.

Kurang optimumnya fungsi masjid dan rendahnya kinerja takmir masjid bukan disebabkan masjid tidak memiliki sarana/fasilitas yang layak dan memadai, melainkan lebih oleh rendahnya kemampuan dan kreativitas takmir dalam mengelola kegiatan.

Untuk itu, takmir masjid perlu memiliki kemampuan dan kreativitas yang mumpuni untuk diorientasikan bagi kemakmuan masjid dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Ini menjadi tantangan bagi para takmir masjid untuk unjuk kreativitas dalam menampilkan agenda dan program kerjanya.

sumber:
http://www.republika.co.id/berita/59972/Kreativitas_Takmir_Masjid_Perlu_Ditingkatkan
 
Last edited:
Back
Top