Al-Ghaslu (Mandi Wajib )

T-Rex

New member
Tanya:
Apa yang dimaksud dengan al-ghaslu? Apa dalil disyariatkannya? Hal-hal apa saja yang menjadikan seseorang wajib mandi?

Jawab:

Pada asalnya makna al-ghaslu adalah meratakan (air) ke badan dengan cara mandi. Adapun menurut syariat adalah meratakan air yang suci ke seluruh badan dengan tata cara yang khusus. Dalil yang mendasari pensyariatannya adalah firman Allah, ?Dan jika kamu junub, maka mandilah.? (QS. al-Maidah: 6)

Ada beberapa hal yang menjadikan al-ghaslu wajib dikerjakan:

Pertama, apabila keluar mani disertai rasa nikmat dan tidak dalam keadaan tidur. Hal ini berdasarkan riwayat yang berasal dari Ali, ?Dulu aku adalah adalah laki-laki yang biasa mengeluarkan madzi Lendir/cairan lengket yang keluar dari kemaluan karena dorongan syahwat, maka aku menanyakannya kepada Rasulullah. Beliau bersabda,
?Jika mengeluarkan madzi, cukup berwudhu, jika mengeluarkan mani, wajib mandi.? (Ahmad no. 871, 895,980, Ibnu Majah no. 504, dan Tirmidzi no. 114 dan menshahihkannya)

Dalam riwayat Ahmad,
?Jika cairan (itu keluarnya) terpancarkan, maka mandilah karena junub, jika tidak terpancar, maka tidak perlu mandi.? (Ahmad no. 849)

Selain itu, riwayat dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim bertanya, ?Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menjelaskan kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi jika dia ihtilam (mimpi basah)?? Nabi menjawab, ?Ya, jika dia melihat air mani (basah pada farjinya).? Ummu Salamah bertanya, ?Apakah wanita juga mimpi basah? [Hal ini karena dia mengingkari adanya mani pada wanita sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary (I/229)].? Nabi menjawab, ?Berdebu kedua tanganmu [Ungkapan yang digunakan orang Arab untuk memarahi atau menghardik seseorang, tetapi bukan makna zahir yang diinginkan pengucapnya]. (Jika dia tidak mengeluarkan mani,) maka bagaimana anaknya bisa mirip dengannya.? (Muttafaq ?Alaihi Bukhari no. 130 dan Muslim no. 313)

Kedua, bertemunya dua kemaluan (senggama), berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah, beliau bersabda, ?Jika dia (laki-laki) telah duduk ?di antara empat cabangnya (perempuan)? Kinayah dari farji wanita. kemudian bersungguh-sungguh (memasuki)nya [Kinayah dari berjimak], maka telah wajib mandi.? (Muttafaq ?Alaihi Bukhari no. 287 dan Muslim no. 348) Dalam riwayat Muslim dan Ahmad Ahmad (no. 8369) terdapat tambahan, ?Sekalipun dia tidak ejakulasi (keluar mani).?

Di samping itu, berdasarkan hadits dari ?Aisyah, dia berkata, ?Rasulullah bersabda, ?Jika khitan (zakar) telah menyentuh khitan (farji), maka telah wajib mandi.?? (Malik no. 104 ?dan ini lafaznya-, Tirmidzi no. 109)

Begitu pula riwayat dari ?Aisyah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang laki-laki yang menyetubuhi isterinya kemudian timbul rasa malas, sementara ?Aisyah sedang duduk (di situ), maka Rasulullah bersabda, ?Sungguh aku dan dia ini (Aisyah) melakukan hal itu pula, kemudian kami mandi.? (Riwayat Muslim Muslim no. 350)

Ketiga, ketika orang yang kafir masuk Islam, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Qais bin Ashim bahwa dia datang kepada Rasulullah untuk berislam, maka Nabi memerintahkannya mandi dengan air dan daun bidara. (Diriwayatkan oleh al-Khamsah kecuali Ibnu Majah. Tirmidzi no. 605, Abu Dawud no. 355, Nasa?i no. 188, Ahmad no. 20088)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Tsumamah bin Utsal masuk Islam, maka Nabi berkata, ?Bawalah dia ke tembok (tempat) Bani Fulan dan suruh dia mandi.? (Ahmad no. 7977)

Keempat, keluarnya darah haidh dan nifas sebagaimana firman Allah, ?Apabila mereka (istri-istri kalian) telah suci, maka campurilah mereka.? (QS. al-Baqarah: 222)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ?Aisyah bahwa Fatimah binti Hubaisy mengalami istihadhah, lalu bertanya kepada Nabi. Beliau bersabda, ?Itu adalah urat (adzil yang pecah), bukan haidh. Jika datang haidhmu, maka tinggalkan shalat, dan jika telah selesai, maka mandilah dan shalatlah.? (Riwayat Bukhari. Bukhari no. 314, Muslim no. 333, Tirmidzi no. 125)

Dan dari Ummu Salamah, dia berkata, ?Aku berkata kepada Nabi, ?Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang berambut lebat. Haruskah aku menggerainya ketika mandi karena junub?? -Dalam riwayat yang lain ada tambahan: ?dan karena haidh?-. Nabi bersabda, ?Tidak, cukup bagimu menuangi kepalamu dengan air sebanyak tiga cidukan tangan.? (Riwayat Muslim no. 330, Tirmidzi no. 105, Nasa?i no. 241, Abu Dawud no. 251)

Adapun dalil tentang darah nifas yaitu hadits dari Abu Hurairah dan Abu Darda? dari Rasulullah, beliau bersabda, ?Wanita yang nifas (waktu sucinya) menunggu 40 hari, kecuali jika telah betul-betul bersih sebelum masa itu. Jika lebih dari 40 hari belum bersih, hendaknya dia mandi.? (Riwayat Ibnu Adi)

Tirmidzi berkata dalam sunannya Sunan Tirmidzi Kitab ath-Thaharah Bab: Ma Ja?a fi Kam Tamkutsu an-Nufasa? hadits no. 139, ?Para sahabat Nabi, Tabi?in, dan yang orang-orang setelahnya telah bersepakat bahwa wanita yang nifas tidak melaksanakan shalat selama 40 hari, kecuali jika dia telah suci sebelum waktu tersebut maka hendaknya dia mandi dan mengerjakan shalat.?

Kelima, meninggal dunia bukan karena syahid di medan perang. Ini berdasarkan hadits yang berasal dari Ummu Athiyah, dia berkata, ?Rasulullah datang kepada kami sementara kami sedang memandikan (jenazah) putrinya Yaitu Zaenab munurut jumhur ulama. Qadhi Iyadh mengatakan bahwa sebagai ahli sirah menyatakan Ummu Kultsum, tetapi yang benar adalah Zaenab berdasarkan hadits Muslim no. 939. Lihat Syarah Nawawi (VII/3), maka beliau bersabda, ?Mandikan dia tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu!?? (Bukhari no. 1196, Muslim no. 939)

Demikian pula hadits Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang meninggal karena terjatuh dari tunggangannya, Rasulullah bersabda, ?Mandikan dia dengan air dan daun bidara, dan kafankan dia dengan dua pakaian (kafan).? (Muttafaq ?Alaihi Bukhari no. 1206, Muslim no. 1206)

Tanya:
Apakah orang yang ihtilam (mimpi basah/berjima?) tetapi tidak mengeluarkan cairan juga wajib mandi? Sebutkan hukum dan dalilnya!

Jawab:

Dia tidak wajib mandi berdasarkan hadits dari ?Aisyah. Dia berkata, ?Nabi pernah ditanya tentang laki-laki yang mendapatkan cairan (pada pakaian/kemaluannya) tetapi tidak ingat sama sekali kalau telah ihtilam, maka beliau bersabda, ?Laki-laki itu (wajib) mandi.? Dan ditanya pula tentang laki-laki yang (ingat bahwa dia) ihtilam tetapi tidak mendapatkan cairan, maka Nabi bersabda, ?Dia tidak (wajib) mandi.? Ummu Sulaim berkata, ?Apakah wanita yang yakin melihat (mimpi basah) juga harus mandi?? Nabi menjawab, ?Ya, wajib karena sesungguhnya wanita adalah saudara kandung laki-laki.?? (Riwayat Khamsah kecuali Nasa?i. Tirmidzi no. 105, Abu Dawud no. 205, Ibnu Majah no. 604, Ahmad no. 24999)

Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan oleh Khaulah binti Hakim, bahwa dia bertanya kepada Nabi tentang wanita yang bermimpi (basah) sebagaimana yang dimimpikan pria, maka Nabi bersabda, ?Dia tidak wajib mandi sampai keluar air (maninya) sebagaimana laki-laki tidak wajib mandi sampai keluar air (maninya).? (Riwayat Ahmad no. 26049, Nasa?i no. 198, Ibnu Majah no. 594)

Nasa?i meriwayatkannya secara ringkas dengan lafal, ?Dia bertanya kepada Nabi tentang wanita yang ber-ihtilam (mimpi basah) ketika tidur, maka Nabi bersabda, ?Jika wanita itu melihat air (mani), maka hendaknya dia mandi.?? (Nasa?i no. 198)

Tata Cara Mandi Yang Sempurna

Tanya:
Bagaimana tata cara mandi (wajib) yang sempurna? Bagaimana pula tata cara mandi yang cukup?

Jawab:

Caranya adalah berniat, kemudian membaca basmalah, kemudian mencuci tangan sebanyak tiga kali dan bagian tubuh yang terkena mani, kemudian berwudhu secara sempurna, kemudian menggosok-gosok kulit kepala, kemudian membasuh bagian tubuh yang tersisa dengan memulainya dari sebelah kanan serta menggosoknya, kemudian mencuci kedua kakinya di tempat yang lain. Inilah tata cara mandi secara sempurna yang mencakup bagian-bagian yang wajib dan yang sunnah.

Adapun tata cara mandi yang (telah dianggap) mencukupi (sah) adalah, berniat, kemudian membaca basmalah, lalu meratakan air ke seluruh tubuh dengan mandi sekaligus.

Tanya:
Sebutkan dalil tata cara mandi yang sempurna dan yang cukup?

Jawab:

Dari Aisyah, dia berkata, ?Adalah Rasulullah jika mandi junub membasuh tangannya tiga kali, kemudian berwudu seperti wudhu shalat, kemudian menyela-menyela kulit rambutnya dengan kedua tangannya hingga jika telah merasa telah mengenai kulit kepalanya, beliau lalu mengguyur kepalanya dengan air sebanyak tiga kali, kemudian membasuh bagian tubuh yang tersisa.? (Muttafaq ?Alaihi. Bukhari no. 269, Muslim no. 316)

Dan dari Maimunah binti al-Harits, istri Nabi, dia berkata, ?Aku menyiapkan air untuk mandi janabah Rasulullah, lalu beliau membasuh tangan kirinya menggunakan tangan kanannya dua kali atau tiga kali, kemudian membasuh kemaluannya, kemudian menepukkan tangan (kiri)nya ke tanah atau dinding sebanyak dua atau tiga kali, kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung (lalu mengeluarkannya kembali), kemudian membasuh wajahnya dan tangannya sampai siku, kemudian mengguyurkan air ke kepalanya, kemudian membasuh tubuhnya, kemudian beliau pindah tempat dan membasuh dua kakinya. Setelah itu, aku menyodorkan handuk kepada beliau, tetapi beliau tidak menginginkannya. Beliau memilih mengeringkan tubuhnya dengan tangannya.? (Muttafaq ?Alaih. Bukhari no. 270, Muslim no. 317)

Adapun dalil tata cara mandi yang cukup adalah firman Allah, ?Dan jika kamu junub, maka mandilah.? (QS. al-Maidah: 6)

Dan firman Allah,
?(Jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi.? (QS. an-Nisa?: 43)

Syarat-syarat dan Fardhu Mandi

Tanya:
Sebutkan syarat-syarat dan fardhu yang harus dilaksanakan dalam mandi wajib?

Jawab:

Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut. Pertama, berniat, sebagaimana hadits: ?Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya.? Kedua, Islam. Ketiga, berakal. Keempat, mumayyiz (telah mampu membedakan yang baik dan yang buruk). Kelima, (mengunakan) air suci lagi mubah, Keenam, tidak ada faktor-faktor penghalang yang menghalangi sampainya air ke permukaan kulit.

Adapun yang wajib ketika mandi wajib adalah mengucapkan basmalah -yang kewajiban ini gugur jika lupa atau tidak tahu sebagaimana halnya ketika berwudhu-. Sedang yang fardhu ketika mandi wajib adalah meratakan air ke seluruh badan.

Tanya:
Apa hukum membasahi permukaan kulit kepala ketika mandi wajib?

Jawab:

Hukumnya wajib dalam mandi-wajib karena hadats besar berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ali. Dia berkata, ?Aku mendengar Rasulullah bersabda, ?Barangsiapa yang membiarkan satu bagian dari kulit kepalanya ketika mandi janabah dengan tidak membasahinya dengan air, maka Allah akan berbuat atasnya (dengan azab) neraka begini dan begini.?? Ali berkata dari sebab itu, aku senantiasa membasahi kulit kepalaku.?? (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Ahmad no. 729, 796, 1124, Abu Dawud no. 249, Ibnu Majah no. 599)

Di dalam Shahihain terdapat riwayat dari Aisyah, ?Kemudian beliau menyela-menyela rambutnya dengan tangannya. Jika beliau yakin telah membasahi kulit kepalanya, beliau lantas mengguyur kepalanya tiga kali, kemudian menyiram bagian tubuhnya yang tersisa.? (Muttafaq ?Alaihi. Bukhari no. 269, Muslim no. 316, 319, 321)

Tanya:
Bagaimana hukum wudhu bagi mereka yang dalam kondisi junub jika hendak tidur, makan, atau minum? Bagaimana pula hukum wudhu bagi mereka jika ingin mengulang senggama?

Jawab:

Disunnahkan berwudhu bagi orang yang hendak melakukan hal-hal tersebut. Dalil disunnahkannya orang yang junub berwudhu jika hendak tidur adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Dia berkata, ?Adalah Rasulullah jika hendak tidur sementara beliau dalam keadaan junub, membasuh kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.? (Bukhari no. 284, Muslim no. 305, Tirmidzi no. 104, Nasa?i no. 255-258, Abu Dawud no. 222, 224, Ibnu Majah no. 584, 593, Ahmad no. 23563)

Begitu pula hadits dari Ibnu Umar bahwa Umar berkata, ?Wahai Rasulullah, Bolehkah salah seorang di antara kami tidur sementara dia dalam keadaan junub?? Nabi bersabda, ?Ya, jika dia telah berwudhu.? Keduanya diriwayatkan oleh Jamaah. (Bukhari no. 283, Muslim no. 306, Tirmidzi no. 120, Nasa?i no. 259-260, Abu Dawud no. 221, Ibnu Majah no. 585, Ahmad no. 166, 231, 265, 308)

Adapun dalil disunnahkannya orang yang junub berwudhu dahulu jika ingin makan atau minum yaitu hadits riwayat Ahmad dan Muslim dari Aisyah. Dia berkata, ?Adalah Nabi jika hendak makan sedang dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu (terlebih dahulu).? (Ahmad no. 24428, Muslim no. 305)

Begitu pula hadits dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi memberikan keringanan kepada orang yang dalam keadaan junub jika hendak makan dan minum atau tidur untuk berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya. Ahmad no. 18407, Tirmidzi no. 613, Abu Dawud no. 4176)

Adapun dalil disunnahkannya orang yang junub berwudhu jika ingin mengulang senggama, adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa?id dari Nabi. Beliau bersabda, ?Jika salah seorang di antara kalian telah menjimak istrinya kemudian ingin mengulanginya, maka hendaknya berwudhu!? (Riwayat Jamaah kecuali Bukhari. Muslim no. 308, Tirmidzi no. 141, Nasa?i no. 262, Abu Dawud no. 220, Ibnu Majah no. 587, Ahmad no. 10777, 10843)

Perihal Boros Ketika Mandi Besar

Tanya:
Terangkan hukum berlebihan-lebihan menggunakan air ketika mandi wajib dan berwudhu disertai dengan dalilnya?

Jawab:

Hukumnya makruh (dibenci), berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar bahwa ketika melintasi Sa?ad yang sedang berwudhu, Nabi bersabda, ?Bagaimana sebegitu boros!?? Sa?ad bertanya, ?Apakah dalam berwudhu ada pemborosan?? Nabi bersabda, ?Ya, sekalipun kamu berada pada sungai yang mengalir.? (Riwayat Ibnu Majah. Ibnu Majah no. 420, Ahmad no. 7020. Dinyatakan dhaif oleh Albani. Lihat: Dhaif Ibnu Majah 96/no. 35)

Dan dalam Musnad Ahmad dari hadits Salim bin Abu al-Ja?d dari Jabir bin Abdullah dari Nabi, beliau berkata, ?Telah mencukupi dalam berwudhu air dengan takaran satu mud, dan ketika mandi junub sebanyak satu sha?.? Lantas ada seorang laki-laki berkata, ?Itu tidak cukup bagiku.? Maka Jabir berkata, ?Sungguh itu telah dianggap cukup oleh orang yang lebih baik darimu dan lebih lebat rambutnya, yaitu Rasulullah.? (Ahmad no. 14558)

(Diambil dari majalah Fatawa)
 
Back
Top