cerita tentang ibu

cew_aneh

New member
Aku sang benih yang terlempar dari paruh pipit kecil dan tertanam dalam rahim bumi ibuku. Merengek dalam hangat liat perutnya, tumbuh mengembang dalam kasih saying tak terbendung bumi ibuku.

Aku sang janin, dan kini bumilah ibu ku, tempat ku menumpang hidup, tempat ku mendapatkan makan dari sari pati manis rahim ibu ku, menghisapnya untuk ku tumbuh, menghisapnya untuk ku hidup.

Bumi ibu ku, dan aku hidup dari bagian dirinya, bagian yang ku hisap dan ku biarkan mengering, kisut, mengeriput. Kadang ibu ku terlihat lelah, mengganjal perutnya yang penuh oleh diri ku, tapi bumi ibu ku tersenyum dalam sayang, bumi ibu ku terlalu menginginkan benihnya tumbuh jadi tunas-tunas muda yang segar.

Ibu ku sayang membelai perutnya dalam cinta, menyadari janin dalam rahimnya bergejolak, tumbuh mendesak meminta ruang yang lebih luas dari perutnya, memprotes waktu yang terlalu lama menahannya keluar, dan ibu ku sayang masih membelai ku dengan sabar, mengatakan lewat cintanya bahwa waktu itu tak kan lama, hanya setitik detik untuk membuat tunasku tumbuh dan menghisap dunia yang lebih hitam dari rahim ibu.

Dan saat kelahiran ku tiba, bumi ibu ku mengerang menahan sobek yang kubuat, merelakan kerak tanahnya yang buncit tersobek tunas kecil ku yang belum sempurna mengembang. Bumi ibu ku sakit menyemangati ku untuk berusaha menghisap atmosfer yang lebih lapang tapi tak seluas rahim ibu ku sayang.

Kini aku tunas muda, dan bumi masih ibu ku. Pada bumi lah aku hidup, pada bumilah aku tumbuh besar merentangkan dahan-dahan ku yang tidak cukup melindungi bumi dari panas sang dewa matahari. lewat akar-akar ku yang masih menancap dalam perutnyalah ku makan, menghisap saripati bumi hingga dia kering mengeriput.

Dan aku masih terus menancap pada kerak tanah bumi ibu ku, hingga tiba saatnya kepak bebas pipit muda membuat ku iri, monyet-monyet yang bergantungan pada dahan ku membuat ku murung, dan ikan-ikan yang menari dikolam membuat ku kehilangan cerianya.

Aku kian sadar hanya diri ku yang terus hidup dalam banyang-banyang bumi ibu ku, dan ibu ku sadar bahwa melepas akar ku bukan lah kebahagiaan untuknya. Aku mulai menentang bumi ibu ku, merengek meimnta ibu melepas kan tiap serabut akar ku dari tubuhnya, memohon-mohon pada ibu ku agar ku tak lagi menghisap sari-sarinya yang kian membuatnya tua. Aku menentang ibu ku dan ibu menentang ku.

Aku menangis dan menjerit ibu jahat, ibu berteriak dan membuat ku terhenti menangis, dan ku berteriak aku benci ibu, aku benci ibu, AKU BENCI IBU, dan bumi ibu ku mulai menangis.

Aku terus berteriak memaki ibu, dan ibu mulai lumpuh dengar teriakku, aku meminta ibu berhenti mengeluh, aku minta ibu melepas ku, aku meminta ibu tak usah menyayangiku, dan ibu memohon agar ku berhenti melakukan itu.

Aku maki ibu ku, aku acuhkan ibu ku, aku benci ibu ku. Aku akan pergi meninggal kan ibuku, aku akan lepas dari dia, maka ku cabuti tiap helai akar ku satu demi satu dari tubuhnya sambil meneriakkan kebebasan dan saat itu bumi ibu ku menjerit kehilangan, ia menetes kan tiap titik air matanya lewat luka menganga yang ku buat diperutnya.

Aku tertawa lepas, aku hentakkan dahan-dahan besar ku dengan puas, aku tertawa gila merayakan kebebasan ku dari bumi ibu ku. Aku tertawa, aku puas, aku bebas kini.

Namun kekosongan itu melandaku dengan tiba-tiba, kehausan ku menjerat dengan sangad, aku raih apapun dengan dahan ku, aku jerat semua yang terjerat akar kuat ku, namun kehausan itu makin menjadi, aku kian haus dan ngeri akan kehausan ini, aku sekarat dalam haus yang menjerat, aku lumpuh dalam haus dan menyengat, aku limbung dan jatuh, aku takut dan kini ku berteriak minta ibu.

Dimana ibu? Tolong aku ibu, aku mau ibu, aku mohon ibu ada, aku hanya ingin bumiiiiiiiii….

Semua gelap, aku lolos dalam kebebasan yang ku buat, aku hilang dalam semua yang serba hitam, dan samara-samar ku dengar ratap bumi ibu ku yang terasa hangat, ku rasakan kembali buaiannya yang senyaman rahim liat tempat muasal ku dulu, dan aku tenang didalamnya, melapuk, dan benar-benar mati.

Dan bumi mengubur ku kembali dalam kasih sayang nya, mencoba membuat tunas baru yang kelak akan kembali mencabut tiap-tiap akar dari perutnya
 
Bls: cerita tentang ibu

Astaga, nggak sadar kalau saya sering menyakiti perasaan ibu..

pulang langsung sujud syukur ah udah dikasih kesempatan baca tulisan Cew_aneh dan tersadar. :terimakasih: untuk tulisannya, saya kasih bintnag ya :)
 
Back
Top