Hukum Bekerja Bagi Wanita dan Gaji Yang Diperolehnya

T-Rex

New member
Written by Naning Ariyanto
Saturday, 07 January 2006
Banyak persoalan yang dialami oleh kaum wanita di abad modern ini, oleh karena tidak lah mudah untuk mengaplikasikan konsep ?konsep yang kita ( kaum wanita) terima di majelis ilmu and be perfect sebagai seorang muslimah. Terutama bagi kaum wanita yang sudah sampai merambah perguruan tinggi kemudian lulus serta dihadapkan pada kenyataan harus bekerja atau mencari nafkah. Jangan lah berputus asa wahai ukhti, tidak semua wanita mulus jalannya, setelah kelar study-nya kemudian ada pria sholeh yang melamarnya dan siap menempatkannya dalam istana dan ketenangan rumah tangganya.

Tidak semua wanita setelah menikah tinggal di bawah perlindungan seorang suami yang kokoh bangunan rumah tangga dan ekonominya. Dan tidak semua wanita memiliki orang tua yang siap men-supportnya dalam kondisi apapun yang dialaminya. Bagi ikhwah yang mengalami banyak hal-hal sulit dan harus berjuang dalam hidupnya, jangan lah runtuh semangatnya, cobaan adalah ujian keimanan bagi kita umat islam, wujud cinta dari Rabb kita. Di bawah ini ada beberapa fatwa Syaikh Bin Baz tentang hukum bekerja bagi wanita juga kedudukan gaji yang diperolehnya. Semoga bermanfaat bagi ukhti sekaliyan, dan menjadikan kita selalu berjalan diatas koridor ilmu, menggigit erat-erat sunnah, dan berjalan semampu kita, se-idealis yang bisa kita kerjakan. Wallohu a?lam.





Syaikh Bin Baz ditanya tentang apa hukum bekerja bagi seorang wanita dan apa lapangan pekerjaan yang dibolehkan bagi seorang wanita. Beliau pun menjawab sebagai berikut:



?Tidak seorang pun ulama yang melarang kaum wanita untuk bekerja mencari uang. Perbedaan pendapat hanya terjadi mengenai lapangan pekerjaan apa yang boleh untuk dirambah oleh kaum wanita. Penjelasannya adalah bahwa seorang wanita memiliki tanggung jawab menyelesaikan beberapa tugas rumah tangga dalam keluarganya seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan semua jenis bantuan yang bisa ia lakukan untuk rumah tangga dan keluarganya.



Adapun untuk lapangan pekerjaan di luar rumah yang diperbolehkan bagi kaum wanita adalah seperti menjadi seorang guru dan pedagang. Sebagai contoh kerja di pabrik jahit atau lapangan pekerjaan lain yang tidak membawa terbukanya maksiyat yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta?ala, seperti berduaan di tempat kerja dengan laki-laki asing, atau bercampur di tempat kerja dengan laki-laki yang bukan mahram-nya (ikhtilat), karena besar kemungkinannya hal ini akan melahirkan fitnah bagi dirinya dan rumah tangganya. Pekerjaan lain yang membuat dirinya lalai melakukan tugas rumah tangganya (tanpa menunjuk seseorang untuk mengurusnya/pembantu atau saudara) juga dilarang dalam agama. Bekerja (Pekerjaan) tanpa izin keluarga dan atau suaminya juga larangan dalam agama islam (1)



Beberapa Kesimpulan yang bisa diambil:

1. Kewajiban utama wanita adalah dirumahnya dan tetap dirumahnya, menjalankan segala aktivitas rumah tangganya. Itu adalah keutamaan yang tidak bisa dibeli dan dibandingkan dengan kesuksesan karirnya di luar rumah, begitu banyak hadist dan sunnah rasulullah menjelaskan tentang keutamaan dan kedudukan kaum wanita di dalam rumahnya.
2. Kewajiban dan keutamaan diatas menjadikan pertimbangan utama bagi kaum wanita ketika memutuskan untuk bekerja diluar rumahnya.
3. Cukup dan tidaknya penghasilan suami adalah tergantung pada bagaimana setiap diri muslim bersikap wara? dan zuhud terhadap dunia. Ilmu dan agama lah yang menjadi filternya. Hal ini juga pertimbangan tambahan untuk wanita bila memutuskan bekerja.
4. Bekerja boleh bagi wanita, hanya saja harus ada syarat-syarat syar?i yang harus dipenuhi seperti penjelasan Syaikh Bin Baz rahimahullahu ta?ala diatas. Adapun jika dihubungkan dengan kondisi Indonesia yang serba penuh dengan ikhtilat, di sekolah, kampus, perkantoran, pasar dan perdagangan. Wallahu a?lam bi shawwab. Hal ini menjadi PR dan bahan renungan bagi kita semua kaum wanita. Wanita yang sholeh dan cerdas adalah wanita yang tahu apa-apa yang dibutuhkannya bagi dunia dan terutama akhiratnya. Mengenali diri pribadi dan potensi diri, dengan pembekalan ilmu dan agama yang cukup sangat dibutuhkan bagi kaum wanita untuk tetap tegar, bersabar dalam kehidupan, wara? dan memilih serta mencari yang terbaik bagi dirinya dan agamanya.



(1) Fatwa no. 4167 tanggal 11/11/1401 H







Syaikh Bin Baz ditanya apa hukumnya menggunakan gaji wanita yang bekerja di luar rumahnya, bagaimana halnya jika penampilannya waktu pergi bekerja seperti dandanan orang jahiliyah atau membuka aurat (tabaruj). Demikian pula bagaimana hukumnya memberi uang beasiswa pada mahasiswi yang belajar di perguruan tinggi sedangkan ia ke kampus dengan dandanan seperti orang jahiliyah (tabaruj)?



Jawaban beliau:

Pertama, hukum asalnya, seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali atas izin suaminya (bagi yang sudah menikah). Bila suaminya telah mengizinkan, maka ia boleh keluar dengan dandanan yang tidak mengundang kaum laki-laki untuk tertarik melihatnya, ia mesti memakai hijab syar?i dan tidak tabarruj (1). Seperti larangan Allah Subhanahu Wa Ta?ala dalam Qs. Al-Ahzab:33), yang artinya:



?Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang2 jahiliyah yang dahulu?

Para suami berhak melarang istrinya keluar rumah dalam keadaan berhias seperti orang jahiliyah. Sedangkan gaji wanita tersebut yang ia peroleh dari bekerja di luar rumah, dan dengan berhias seperti orang jahiliyah pun, boleh hukumnya untuk dikonsumsi asal pekerjaan yang dikerjaan sesuai syari?at (halal), Walaupun wanita tersebut tetap terkena dosa karena dandanan jahiliyahnya. Akan tetapi bila pekerjaan tersebut sifatnya haram, maka memakan gaji yang dihasilkannya juga haram (2). Dan wanita tersebut terkena dosa lipat karena melakukan pekerjaan yang haram dan berdandan yang diharamkan.



Kedua, mahasiswi yang pergi ke kampus wajib memakai hijab syar?i. Sedangkan uang beasiswa yang diserahkan kepadanya, hukumnya sama dengan gaji, yang ia peroleh dengan statusnya sebagai pelajar, halal. Akan tetapi jika uang itu ia peroleh sebagai upah atas pekerjaan yang haram, maka mengkonsumsinya hukumnya haram. Sementara dandanannya pergi kuliah yang seperti orang jahiliyah itu tidak mempengaruhi hukum mengkonsumsi uang yang diberikan kepadanya, yakni tetap halal. Dosa terletak karena perbuatannya yang berdandan ala jahiliyah tersebut. Wabillahittaufiq (3)







==================================

(1) mengenai hijab syar?i ada khilafiyah tentang memakai cadar/purdah bagi wanita di kalangan ulama, ada yang mewajibkan, sebagaimana sebagian besar ulama arab Saudi. Juga ada sebagian ulama yang mensunnahkannya, sebagai contoh, Beliau Syaikh Albani Rahimahullahu ta?ala. Namun satu hal penting yang harus dipegang, ulama yang mensunnahkan pemakaian penutup wajah, juga tetap mengakui bahwa yang terbaik bagi wanita adalah menutup seluruh anggota badannya, termasuk muka dan telapak tangannya. Adapun standart pemakaian hijab secara umum menurut syar?i sudah banyak kitab-kitab ulama yang membahasnya. Wallahu alam.



(2) Dengan kata lain keharaman gaji dihubungkan dengan keharaman jenis pekerjaan yang dilakukannya bukan dandanan jahiliyahnya. Jika pekerjaannya halal, maka dosa tertimpa pada wanita tersebut karena dandanannya, tidak mempengaruhi hukum memakan gajinya.



(3) fatwa No. 3429 tanggal 2/2/1401 H





Maroji:

?183 Masalah Aktual Muslimah?, Prof. Abdul Aziz Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Ditambah foot note,kesimpulan juga pembuka dari penulis.
 
Back
Top