Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada tanaman

nurcahyo

New member
Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada tanaman

Penelitian terbaru University of Warwick seharusnya memacu para pengembang tanaman untuk bersaing mendaur ulang kertas dan kompos limbah organik. Penelitian itu menemukan bahwa kertas daur ulang sebagai dasar kompos merupakan senjata utama melawan beberapa penyakit pada tanaman. Profesor Ralph Noble, tim peneliti University of Warwick dalam siaran pers yang dimuat Eurekalert menyatakan bahwa pemakaian kompos dapat mengurangi beberapa penyakit penting pada tanaman hingga 72 persen. Penelitian yang didanai oleh Pemerintah Kerajaan Inggris untuk Program Limbah dan Aksi (Waste and Resource Action Progamme/WRAP) menemukan bahwa pemberian kompos pada 20 persen volume tanah, bermanfaat untuk mengendalikan penyakit.

Penelitian Profesor Ralph Noble terakhir ini menunjukkan keuntungan ekologi lainnya. Hasil ujicoba awal pada tanaman konifer dengan menggunakan kompos dari limbah kertas, menunjukkan dapat mengendalikan penyakit yang sama bila memakai kompos dari limbah tanaman (pupuk hijau). Dalam hal pemanfaatan secara komersial, perlu menyediakan limbah kertas dalam jumlah besar yang dihasilkan oleh perkantoran dan perumahan.

Profesor Noble berkata, "Selama produksi kertas daur ulang dengan jumlah serat yang besar tidak dapat didaur ulang, maka serat dapat dipakai menjadi kertas cetak baru. Sedangkan kertas berserat sedikit yang tidak bisa bertahan lama, akan menjadi produk limbah. Di Inggris, sekitar setengah juta ton kertas tidak berserat dan diproduksi setiap tahun."

"Limbah kertas sangat berpotensi sebagai media pertumbuhan, karena banyak menyimpan air. Sementara tanah gembur saat menjadi limbah tidak mempunyai nilai. Ternyata bahan yang dapat menjadi tanah gembur sangat murah atau dari produk limbah. Limbah kertas yang murah dan dapat menyimpan banyak air, dapat bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman," lanjutnya.

Pengendalian penyakit tanaman secara nyata dapat dilakukan dengan kompos (pupuk) hijau dan kompos kertas daur ulang yang ditambahkan ke tanah gembur. Para pengembang atau penanam tanaman menggunakan tanah gembur karena dapat menyediakan bahan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Namun kebersihannya yang kurang diduga mudah menyebarkan penyakit.

Sedangkan dalam kompos yang mengandung mikroba beragam secara berimbang dapat mengendalikan penyakit pada tanaman. Secara ekologis, keuntungan kompos ini adalah mengurangi fungisida yang menempel pada tanaman, keperluan tanah gembur berkurang, serta limbah hijau (tanaman) dan kertas dapat di daur ulang untuk diambil manfaatnya.

Profesor Ralph Noble mengatakan, "Penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian kompos secara komersial jelas menguntungkan bagi para pengembang atau penanam tanaman dan ekologi kita semua. Dengan menggunakan kompos, seharusnya tidak ada biaya tambahan dan untuk pemakaian secara komersial kita tetap harus menguji kualitas kompos. Para penanam yang menggunakan tanah gembur telah beralih 100 persen dan selayaknya mendapat penghargaan."
 
Last edited by a moderator:
Pembuatan kompos cara sederhana

Pembuatan kompos cara sederhana


Pembuatan kompos cara sederhana

Bahan: jerami, kotoran hewan, abu dapur, kapur, tanah

Cara pembuatan:

Tumpuk jerami dengan ketebalan 25 cm. Di atasnya tambahkan kotoran hewan setebal 10 cm, kemudian abu dapur setebal lima centimeter, kapur lima centimeter, dan tanah secukupnya. Ulangi sampai tumpukan tidak terlalu tinggi dan rendah. Bisa tinggi dua meter dan lebar satu meter.

Setelah tiga minggu dan sawah siap tanam, tumpukan jerami disebarkan sampai rata di atas lahan dan diinjak-injak, dimasukkan ke dalam tanah.

Pengendalian hama

Untuk pengendalian hama bisa dilakukan dengan menanam tanaman penangkal hama di seluruh pematang, seperti kenikir, kemangi, dan lain-lain. Selain mengusir hama tanaman tersebut bisa membuat tanah menjadi semakin subur.

Paska panen

Pemanenan saya lakukan dengan cara menyabit dan merontokkan dengan menggunakan perontok. Panen saya mulai setelah pukul 08.00 pagi.

Dari lahan seluas 930 meter persegi dapat dihasilkan gabah seberat 650 kg.

Untuk pengeringan, gabah sebaiknya dipanaskan dalam waktu empat jam. Dan bila kondisi cuaca bagus dibutuhkan waktu sekitar tiga hari. Ketebalan gabah 3-5 cm.

Dari gabah 650 kg setelah digiling menjadi beras 325 kg. Bila dijual dengan harga Rp 3.000/kg akan didapatkan uang Rp 975.000.

Pemasaran

Mulai tahun 1997 saat harga beras IR per kilogramnya Rp 1.000, saya mulai memasarkan beras saya dengan menawarkannya dari pintu ke pintu kepada konsumen yang peduli.

Waktu itu saya mencoba mendatangi beberapa pengusaha toko di Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Ada 10 pelanggan yang membeli dengan harga Rp 1.000/kg. Ada juga mitra yang membantu saya untuk menyediakan benih dan pemasaran yaitu SPTN HPS.

Dalam wadah ini saya berkenalan dengan berbagai paguyuban tani sehingga bisa bertukar pengalaman, tukar menukar benih dan mencari pemecahan bersama mengenai masalah-masalah yang dihadapi.

Ada juga teman-teman di Kutoarjo yang membantu pemasaran padi organik dan membantu mempertemukan petani dan konsumen agar terjadi kesepahaman.

Bagi saya pengalaman-pengalaman ini menjadi spiritualitas dan menyemangati saya untuk terus berjuang. Hidup bertani mandiri mengarah pada peningkatan kesejahteraan sembari tetap berwawasan lingkungan.

Satu catatan penting adalah terus membangun kemitraan dengan pihak-pihak lain yang mendukung visi pertanian berkelanjutan.

Suka duka bertani lestari

Selama menjalani pola pertanian lestari ini saya memperoleh beras bermutu bagus. Rasa beras pun enak dan pulen. Terlebih lagi harga beras ini lebih tinggi dibanding dengan beras hasil pertanian konvensional. Dan yang lebih penting juga tanah menjadi semakin subur dan tidak bergantung pada produk-produk dari luar.

Namun tidak sedikit orang yang mencemooh saya karena pertanian ini tidak umum. Bahkan ada anggapan pertanian yang saya lakukan ini mengundang wereng dan ngrekasake.

Untuk kesulitan yang saya alami dalam bertani lestari adalah adanya perbedaan umur antara jenis padi lokal yang saya tanam dengan padi yang ditanam oleh petani di kanan kiri lahan saya.

Padi lokal pada umumnya berumur panjang. Oleh karena itu mesti dicari benih padi yang umurnya tidak terpaut terlalu lama dengan jenis padi di sekitar. Padi lokal tersebut misalnya: menthik, pandanwangi.

Hal yang kadang mengganggu adalah persoalan pemasaran hasil. Pada umumnya petani belum punya pangsa pasar yang jelas. Belum banyak toko atau pedagang yang berani menjual padi jenis ini.

Sutomo (41) adalah petani organik bertempat tinggal di Wingkosanggarahan Rt2/Rw2, Ngombol, Purworejo.

(Catatan Redaksi: tulisan diambil dari buku "Belajar dari Petani.
 
Itu berbeda dengan suasana 2 tahun silam. Ketika itu hijaunya rumput di tengah taman kota sangat sulit ditemui. ?Dulu setiap 6 bulan sekali rumput taman mesti dibongkar-pasang. Perawatan pun menjadi lebih sulit,? kata Sungkana SP, pengelola taman-taman yang tersebar di Sleman. Bongkar-pasang rumput dilakukan karena struktur tanah mengeras.

Setiap bongkar-pasang, Sungkana menambahkan 2 m3 kompos pada tanah seluas 10 m2 dengan ketebalan 15 cm. Kompos dipilih karena bahan organik itu memperbaiki kesuburan tanah. Sayang, pemakaian kompos secara tunggal dengan dosis itu tak mampu menopang kehidupan rumput lebih dari 6 bulan. Itu karena taman yang dibuat di tengah kota tanahnya berasal dari tanah urugan.

Kini sejak setahun terakhir bongkar-pasang tak dilakukan lagi. Sungkana menggunakan soil conditioner alias kondisioner tanah sebagai campuran media tanah. Ia mencampur 1 kg kondisioner tanah -berbahan copolymer asam acrylamide dan acrylic - untuk tanah seluas 2 m2 . ?Rumput bisa tumbuh prima selama 2 tahun,? ujarnya. Sungkana pun menyiram taman hanya 2 hari sekali, lazimnya 2 kali sehari. Karena itu hijaunya rumput tak terganggu walau kemarau datang.


trubus-online.com
 
Last edited by a moderator:
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

tulisannya bagus bisa jadi inspirasi dan motivasi bagi saya, thx
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

Wuahahahaaa... Infonya berguna bgt... nuhun pisan euy. Tararengkyu!
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

pembuatan komposnya terlalu singkat,ndak laku nanti pupuk kami
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

mengapa ya..kotoran ayam lebih tinggi kandungan nitrogennya dari kotoran sapi,bisa dong kasih tahu.....
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

thanx infonya yaaaaa, bagus banget. Mo nanya nih! Proses pembuatannya apakah sama dengan pembuatan kompos yang lain dan dosisnya berapa gram per meter kubik?
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

Thanx ya infonya, bagus banget! Untuk aplikasi, berapa kebutuhan kompos tersebut per meter kubik?
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

Waduh....walaw tulisannya sudah lama, tapi daku sangat terbantu loh akan infonya. Turimakasih...........
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

bagus n bisa dijadikan pengalaman baru buatku
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

tulisannya kurang detail...
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

kasih contoh dong t, dabagaimana kertas yang berserat dan yang tidak berseran berikan contoh langkah-langkah membuat kompos tersebut!
 
Re: Kertas daur ulang dan kompos sebagai alat pengendali penyakit pada

wah boleh tuh ide yang baik.... lumayan kan buat mengurangi sampah-sampah kertas yang ada...semoga bisa kita terapkan dalam kegiatan perkebunan kita....=b=


!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
http://id.12frenz.com/frenz/main.do?adId=70 <<3)
 
Back
Top