Kayu manis yang tidak lagi manis di mata petani

nurcahyo

New member
Kayu manis yang tidak lagi manis di mata petani



Harga kayu manis yang rendah di tingkat petani, membuat produk yang tadinya diharapkan mampu mendongkrak ekonomi masyarakat ini, kini masih belum membuahkan hasil. Menurut Republika on-line (2005), di sentra-sentra produksi dalam negeri, kayu manis hanya dihargai Rp 2.600,- sampai Rp 5.000,- per kilogram untuk kualitas terbaik.

Harga di dalam negeri yang masih belum memuaskan ini, ditambah lagi kondisi pasar yang tidak begitu baik karena daya tampung pasar yang sangat kecil membuat kayu manis terasa semakin pahit bagi petani.

"Di Kalimantan Selatan sendiri kondisi pasar tidak begitu baik karena daya tampung pembeli di Banjarmasin sangat kecil, itupun sebagian ada yang kredit bayarnya. Harga di Banjarmasin adalah Rp 4.000/kg. Dengan harga segitu nggak cukup untuk menutupi biaya transport dari gunung," tutur Ijul, Koordinator Pemasaran Produk NTFP (Non Timber Forest Product), LPMA Banjarmasin sebuah organisasi pemerintah yang memfasilitasi masalah terkait NTFP.

Sampai saat ini Indonesia hanya mengekspor produk kayu manis dalam bentuk kulit kayu. Dalam bentuk kering, kulit kayu manis (C. burmannii BL) merupakan komoditas ekspor penting bagi daerah tertentu seperti Sumatera Barat dan Jambi.

Menurut Ijul, kayu manis baik untuk ekspor. Biasanya, permintaan produk ekspor dalam jumlah besar dan harganya bisa menutupi semua biaya produksi dan transportasi. "Dengan begitu ada untung. Selain itu masyarakat tentu akan sangat terbantu. Selama ini banyak pohon kayu manis yang tidak dipelihara oleh petani, sebab tidak sesuai dengan pendapatan yang diharapkan tersebut," paparnya.

Perlu 10 tahun....

Untuk dijadikan kayu manis, pohon harus ditebang, tidak bisa hanya dikuliti saja. Dan umumnya baru bisa diambil kulitnya setelah berumur 10 tahun! Rata-rata satu pohon menghasilkan 20 kilogram kulit kayu manis kering. Jika rata-rata produksi pohon kayu manis 20 kg, maka dengan harga kayu manis kering sekarang yang hanya Rp 4.500,- per kg (ini sudah harga jenis super) maka pendapatan petani dari satu pohon selama 10 tahun hanya Rp 90.000,-.

Hitungan itu merupakan hitungan rata-rata dengan asumsi kayu manis kering biasa dalam satu pohon hanya 20 persen dari kayu manis super. Komoditi cassiavera saat ini semakin tidak bernilai karena harga yang ditawarkan pedagang pengumpul dalam tiga tahun terakhir hampir sama dengan besarnya biaya panen.

Pelaku produksi kayu manis adalah petani sebagai produsen kayu manis. sedangkan tengkulak atau pengumpul, sebagai broker atau perantara yang akan mendistribusikan produk kayu manis dari petani kepada akses pasar yang lebih luas, misalnya pasar kabupaten, pasar propinsi bahkan pasar antar propinsi sebelum sampai pada konsumen.

Dengan pola seperti ini, posisi petani sangat tergantung pada para tengkulak dan permintaan pasar. Baik untuk penentuan harga maupun kapasitas produksi yang bisa dipasarkan. Akses pasar petani produsen juga terbatas pada pasar desa yang dikuasai pengumpul dan tengkulak.

Kondisi itu terus terjadi dalam lima tahun terakhir. Sepanjang itu pula, tidak ada kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perdagangan rempah-rempah. Padahal sebagian besar kebutuhan cassiavera dunia diekspor dari Sumatera khususnya perkebunan rakyat di Jambi dan Kalimantan.
 
hmm,ga sebanding banget 10 th ama duit 90.000!ck,ck,ck..tapi klo kemahalan juga g da yang beli kumaha?
 
waduuh yang aku cari tuch peringkat indonesia sebagai eksportir kayu manis. ko' ga da ya?
makasih y atas infonya
-dini-
 
Back
Top