Amandemen Kelima Direkomendasi Batasi Kekuasaan Parpol

andree_erlangga

New member
Peluang amandemen kelima masih terus terbuka. Amandemen tersebut setidaknya harus mengakomodasi perubahan dan penyempurnaan pembatasan parpol dan penyalahgunaan wewenang yang berimplikasi pada sistem penggajian.

Rekomendasi itu disampaikan pengamat politik UGM Denny Indrayana saat diskusi dialektika bertajuk 'prospek amandemen kelima UUD 1945' di gedung DPR, Jumat (2/2).

Menurutnya, amandemen diperlukan khususnya untuk melakukan penyempurnaan atas kekurangan yang ada saat ini. Yang paling utama, jelasnya, adalah menegakkan kembali fungsi kontrol (check and balances) dengan melakukan pembatasan kekuasaan parpol.

Tidak bisa dimungkiri, katanya, keberadaan parpol saat ini sudah sangat dominan. Pasalnya, semua unsur jabatan di berbagai kelembagaan, semuanya harus melalui 'pintu' parpol. "Jadi saat ini parpol sudah menjadi 'raja diraja," tandasnya.

Kekuasaan parpol, urainya, telah memasuki semua sektor. Contohnya pengisian jabatan dan keanggotaan komisi dan berbagai jabatan lembaga strategis lainnya seperti BPK, BI, KY dan lainnya. Bahkan untuk pasangan presiden-wapres sekalipun, pencalonannya harus diusung oleh partai.

Kondisi tersebut, tegas Denny, saat ini sudah pada level membahayakan karena kekuasaannya cenderung terus menyebar. Oleh karenanya tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Bila tidak, dikhawatirkan akan memunculkan monopoli atau oligarki partai.

"Jadi dominasi parpol yang diatur dalam konstitusi (selama ini) adalah masalah," ujarnya tegas.

Untuk mengeliminasi hal itu, ke depannya, direkomendasikan makin dibukanya jalur-jalur di luar parpol. Misalnya pencalonan presiden dari unsur independen sebagaimana telah dilakukan dalam pilkada di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Desember lalu.

"Ini harus dibuka jalur independen."

Demikian halnya pengisian keanggotaan DPD harus 'dibersihkan' dari unsur parpol. Merujuk pada sistem bikameral (2 kamar), jelasnya, seharusnya legislatif yang memiliki wewenang, terdiri dari dua unsur yang berbeda yaitu parpol dan daerah. Dengan begitu, tandasnya, fungsi check and balance di tubuh legislatif bisa ditegakkan dengan baik.

"Konsekuensinya DPD tidak bisa lagi masuk melalui kendaraan parpol," ujarnya mengkritisi keanggotaan DPD yang lebih kental dengan nuansa parpol ketimbang unsur daerah.

Rekomendasi kedua, adalah diaturnya secara khusus tentang sistem penggajian lembaga negara seperti presiden, DPR maupun lembaga sejenis turunannya. Dengan begitu, jelasnya, insiden PP37/2006 tentang kedudukan protokoler keuangan pimpinan dan anggota DPRD tidak terulang lagi.


berpolitik.com
 
bisa gak penjelasan soal keberadaan parpol di indonesia lebih jelas,,,?
 
Back
Top