Jangan Pilih Caleg yang Anti-HAM

andree_erlangga

New member
Sepuluh lembaga swadaya masyarakat, keluarga korban, dan aktivis mahasiswa menyerukan pemilih agar tidak memilih calon anggota legislatif yang juga anggota Panitia Khusus DPR untuk Kasus Trisakti, Semanggi I dan II, yang menolak penyelesaian kasus itu lewat Pengadilan HAM Ad Hoc.
Ke-10 kelompok itu adalah Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRA), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Tim Trisakti untuk Penuntasan Kasus 12 Mei 1998 (TPK 12 Mei 1998), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia, Lembaga Monitoring Hak Asasi Manusia (HAM) Imparsial dan Keluarga Korban Kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS).
Menurut mereka, ke-15 anggota Panitia Khusus (Pansus) yang kini terdaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) itu tidak pantas dipilih. Aktivis AKKRA Irwansyah menyampaikan, ke-15 orang itu terdiri atas tujuh dari Partai Golkar, tiga dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan tiga dari Partai Amanat Nasional (PAN), satu dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan satu dari Partai Bulan Bintang (PBB).
Wakil rakyat dari Golkar dimaksud adalah Ahmad Noor Supit, Priyo Budi Santoso, Mariani Akib Baramuli, Idrus Marhan, Agun Gunandjar Sudarsa, Djelantik Mokodompit, dan Malkan Amin. Dari PPP adalah Ahmad Farial, Suryadharma Ali, dan Djabarudin Achmad. Dari PAN yakni Alvin Lie, St Ambia Boestam, dan Djoko Susilo. Dari PKS Irwan Prayitno, dan dari PBB Zubair Bakry.
Sri Sumarsih, salah seorang ibu korban Tragedi Semanggi I yang hadir, menyesalkan, "Ternyata PKS, partai yang dianggap partai bersih, meloloskan caleg-nya yang penuh "darah". "Kalau partai ini mau menjaga reputasinya, seharusnya PKS menarik calegnya," tandasnya.
Pansus DPR untuk TSS menolak pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc. Penolakan ini dijadikan alasan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak melakukan penyidikan atas ketiga tragedi berdarah itu. Padahal, Komisi Nasional HAM lewat penyelidikan intensif menegaskan, "Ada dugaan kuat terjadi pelanggaran HAM berat".
Setelah saling melempar berkas TSS selama beberapa pekan antara Kejagung dan Komnas HAM, 4 Maret lalu secara tiba-tiba Kejagung menyatakan, Kasus TSS bukan pelanggaran HAM berat

berpolitik.com
 
Back
Top