Diet dan Kanker Prostat

nurcahyo

New member
Oleh dr Rainy Umbas PhD SpU
Diet dan Kanker Prostat

KANKER prostat merupakan penyakit keganasan tersering pada laki-laki di beberapa negara Barat. Meski di Asia belum banyak dijumpai, dalam sepuluh tahun terakhir terjadi kenaikan kasus yang bermakna.

Risiko terjadinya kanker prostat ditentukan oleh dua hal yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Peranan lingkungan terbukti dari penelitian migrasi di mana ditemukan kenaikan insiden kanker prostat pada generasi pertama imigran dari Jepang dan Cina di Amerika Serikat.

Dari hasil penelitian tersebut dibuat hipotesis bahwa diet berperan sebagai salah satu risiko terjadinya atau meluasnya kanker prostat.

Lemak

Penelitian pada binatang membuktikan bahwa diet bebas lemak dapat mengurangi pertumbuhan tumor ganas prostat. Sebaliknya, diet tinggi lemak menyebabkan pertumbuhan sel-sel kanker prostat lebih cepat.

Peranan lemak dalam meningkatkan risiko kanker prostat terjadi dengan beberapa mekanisme. Pertama, dibuktikan bahwa lemak dapat mempengaruhi kadar testosteron, suatu hormon yang diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel prostat baik jinak maupun ganas. Pria yang mengonsumsi sedikit lemak akan mempunyai kadar hormon testosteron yang relatif rendah.

Kedua, lemak adalah sumber radikal bebas, dan yang ketiga adalah hasil metabolisme asam lemak diduga merupakan zat karsinogenik. Contohnya adalah asam lemak tidak jenuh omega-6 yang dapat memacu pertumbuhan sel kanker prostat.

Korelasi antara konsumsi lemak dan risiko kanker prostat juga dibuktikan pada beberapa penelitian epidemiologik. Giovannucci dan kawan-kawan (1993) melakukan penelitian prospektif tentang hubungan antara diet dan kanker prostat. Penelitian ini membuktikan bahwa diet tinggi lemak meningkatkan risiko berkembangnya kanker prostat lanjut.

Selain itu, masih ada beberapa penelitian lain yang menunjang antara lain suatu studi kohort di Hawaii. Sayangnya, beberapa penelitian epidemiologik lain gagal untuk membuktikan hal serupa antara lain adalah studi prospektif di Norwegia.

Dengan demikian, walaupun banyak penelitian epidemiologik dan studi biologik yang membuktikan adanya hubungan antara diet tinggi lemak dan risiko kanker prostat, masih diperlukan tambahan penelitian epidemiologik untuk membuktikan hal ini secara pasti.

Kedelai

Perbedaan yang nyata antara diet masyarakat Asia dan negara-negara Barat adalah pada konsumsi produk-produk kedelai. Studi epidemiologik melaporkan, bahwa masyarakat Asia mengonsumsi produk kedelai dalam jumlah banyak, sedangkan insiden kanker prostatnya rendah.

Kedelai mengandung beberapa bahan yang mempunyai aktifitas estrogenik lemah. Phytooestrogen ini, atau isoflavon, diduga mempunyai kemampuan antikarsinogenik.

Genistein adalah isoflavon yang paling banyak dijumpai dalam produk-produk kedelai, mempunyai kemampuan menghambat reseptor tirosin kinase seperti EGFR dan her-2/neu yang keduanya berdampak pada proses terjadinya kanker prostat.

Mekanisme lain adalah kemampuan Genistein untuk mengurangi ekspresi reseptor androgen dan reseptor estrogen dalam jaringan prostat. Pengurangan reseptor-reseptor androgen dan estrogen dapat menyebabkan rendahnya insiden kanker prostat pada populasi yang banyak mengonsumsi diet yang mengandung banyak phytooestrogen.

Wang dan kawan-kawan (2002) menguji hipotesa efek penghambatan genistein pada binatang percobaan dan berhasil membuktikan bahwa diet ini dapat digunakan untuk proteksi pertumbuhan kanker prostat.

Selain itu, juga terdapat beberapa studi pada binatang percobaan yang membuktikan hal tersebut, salah satunya bahkan dapat membuktikan efek penghambatan isoflavon terhadap pertumbuhan sel kanker prostat yang dipicu oleh diet tinggi lemak.

Pada penelitian klinik, Jacobsen dan kawan-kawan (1998) menyimpulkan bahwa pria yang mengonsumsi susu kedelai mempunyai insiden terjadinya kanker prostat 70 persen lebih rendah dibanding yang tidak mengonsumsi. Namun demikian, penelitian ini hanya mempunyai kekuatan statistik yang rendah di mana mungkin masih ada faktor-faktor diet lain yang menyebabkan hal tersebut.

Dengan demikian, masih diperlukan penelitian tambahan guna memastikan peran kedelai untuk pencegahan kanker prostat.

Likopen

Likopen adalah zat karotenoid yang didapat pada konsentrasi tinggi dalam tomat dan merupakan suatu antioksidan yang kuat. Beberapa studi kasus-kontrol dan studi prospektif menyimpulkan, bahwa konsumsi tomat atau produk-produk tomat dapat berhubungan dengan rendahnya risiko kanker prostat.

Walaupun saat ini belum dapat dipastikan, keuntungan ini lebih banyak dalam hal mencegah perluasan atau agresifitas kanker prostat. (Miller dan kawan-kawan, 2002)

Proses pemasakan buah tomat tampaknya tidak mengurangi keuntungan ini, malah sebaliknya akan meningkatkan bioavailabilitas komponen-komponen yang berguna.

Mekanisme kerja likopen untuk mengurangi risiko kanker prostat belum diketahui secara jelas sampai saat ini. Kemungkinannya adalah kemampuan proteksi likopen terhadap proses penuaan sel-sel epitel prostat yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif.

Hal lain adalah kemampuan likopen untuk menghambat proliferasi sel melalui hambatan fosforilase tirosin reseptor IGF seperti yang dibuktikan oleh Karas dan kawan-kawan (2000), pada sel-sel kanker payudara.

Sekurangnya, terdapat empat studi kohort yang telah melaporkan adanya hubungan antara konsumsi lycopene dan risiko kanker prostat. Gioannucci (1999) melaporkan penurunan risiko kanker prostat sebesar 21 persen pada pria yang mengonsumsi likopen dalam jumlah besar.

Penelitian lain juga melaporkan, bahwa populasi yang mengonsumsi likopen tinggi mempunyai risiko 36 persen lebih rendah dibanding populasi yang mengonsumsi likopen sedikit.

Gann dan kawan-kawan (1999) melaporkan bahwa pria dengan kadar likopen tinggi dalam darah berisiko lebih rendah 25 persen terkena kanker prostat.

Penelitian-penelitian di atas juga melaporkan bahwa konsumsi jus tomat (tanpa proses pemasakan) tidak mempunyai efek pencegahan, sehingga disimpulkan bahwa proses pemasakan justru akan meningkatkan bioavailibilitas likopen.

Selain ketiga diet tersebut, masih ada beberapa bahan diet lain yaitu vitamin E, selenium, dan teh hijau yang kemungkinan juga mempunyai kemampuan untuk mengurangi risiko kanker prostat. Ketiga bahan ini dikenal sebagai antioksidan, namun sampai saat ini belum ada kepastian mekanisme kerjanya dan juga belum didukung oleh penelitian epidemiologik atau klinik lainnya.

dr Rainy Umbas PhD SpU Subbagian Urologi, Bagian Bedah FKUI/RSCM dan Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
 
Dr Rainy.. thank you buat tulisannya .. berguna buat saya :)
Sukses terus
 
Back
Top