Surabaya Kota Pahlawan Kota Perjuangan

sijenius

New member
Surabaya Kota Pahlawan Kota Perjuangan

Dari ribuan kota yang ada di seluruh Indonesia Surabaya adalah satu-satunya kota yang mendapat predikat Kota Pahlawan. Ini tidak lepas dari cerita heroik dari masyarakat Surabaya yang tidak kenal takut menghadapi invansi pasukan Belanda yang membonceng pasukan Sekutu pada bulan November 1945.

Ibarat pertempuran Daud dan Goliat masyarakat Surabaya dengan menggunakan senjata ala kadarnya melawan pasukan Sekutu dengan senjata canggih pada zamannya. Tak pelak pertempuran tidak seimbang kala itu mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya di kalangan masyarakat Surabaya.

Semangat militanisme ala bonek (bondo nekat) inilah yang mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat untuk menjadikan 10 November sebagai Hari pahlawan. Kota di mana pertempuran dahsyat terjadi juga mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan.

Gebyar Hari Pahlawan 10 November 2009 akan digelar mulai tanggal 1-15 November. Menurut Ketua Pelaksana Gebyar Hari Pahlawan, Yayuk Eko Agustin, peringatan acara tahun ini akan dibuat berbeda dan lebih meriah.

Mulai dari acara kesenian rakyat sampai acara musik yang melibatkan sejumlah artis lokal dan Ibu Kota akan dilakukan selama setengah bulan penuh. Tujuan acara ini supaya masyarakat Surabaya mengingat perjuangan para pahlawan dan mendapat perhatian dari semua daerah di Indonesia.

Tantangan Saat Ini
Setiap zaman mempunyai tantangan yang harus dihadapi dengan cara yang berbeda. Enam puluh empat tahun lalu Surabaya mendapatkan tantangan kedaulatan dari pihak asing. Bentuk perjuangan yang harus dilakukan adalah konfrontasi secara fisik. Tantangan Kota Surabaya saat ini tidak kalah sulitnya.

Surabaya adalah kota tua yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 3,2 juta jiwa dan luas 374,36 km2 tentunya Surabaya saat ini mempunyai kompleksitas permasalahan seperti kota metropolitan lainnya.

Tantangan pertama bagi masyarakat dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang harus diperjuangkan adalah pengentasan kemiskinan bagi masyarakat Surabaya. Tercatat ada sekitar 203.700 ribu jiwa atau lebih kurang sekitar 8 persen penduduk kota Surabaya masih dalam garis kemiskinan.

Pendapatan rata-rata per kapita masyarakat Surabaya tercatat sebesar Rp 207,508 per bulan. Uang sebesar itu tentulah sangat sulit untuk hidup layak di Surabaya. Dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan atau poverty gap index (PGI) Kota Surabaya memiliki PGI sebesar 1.58.

Sebagai pembanding nilai PGI tertinggi adalah Kota Bangkalan sebesar 6.54. Indeks kedalaman kemiskinan atau Poverty Gap Index merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan (BPS 2007).

Pekerjaan rumah kedua yang mendesak untuk dipecahkan adalah masalah pengangguran di Surabaya yang jumlahnya semakin meningkat. Diprediksikan ada kenaikan 100 persen jumlah pengangguran dari tahun 2008 ke 2009.

Menurut Badan perencanaan Kota Surabaya/BAPEKO jumlah pengangguran tahun 2008 sekitar 86 ribu jiwa. Akhir tahun 2009 diperkirakan jumlah pengangguran mencapai angka 172 ribu jiwa. Apabila tidak ada langkah-langkah strategis yang diambil oleh Pemkot Surabaya angka pengangguran untuk tahun 2010 diperkirakan mencapai angka 174 ribu jiwa.

Krisis global September 2008 merupakan salah satu sebab naiknya angka pengangguran. Tercatat ratusan perusahaan memutuskan hubungan kerja bagi ribuan karyawan. Sektor yang paling terpukul adalah industri padat karya seperti tekstil, sepatu, dan furniture dengan tujuan eksport.

Tingkat pengangguran diperparah dengan banyaknya lulusan SMU, SMK, dan perguruan tinggi yang tidak juga mendapatkan pekerjaan. Padahal setiap tahun ada sekitar ribuan siswa dan mahasiwa yang lulus setiap tahunnya.

Kemiskinan dan pengangguran adalah prioritas yang harus segera dibenahi. Kedua permasalahan tersebut selalu menimbulkan efek domino. Seperti meningkatnya jumlah kriminalitas, pelacuran, tumbuhnya pemukiman-pemukiman kumuh di tengah kota, dan masalah sosial lainnya.

Bidang pendidikan juga harus mendapatkan perhatian lebih serius oleh masyarakat dan Pemkot Surabaya. Pembenahan perlu dilakukan terutama untuk pendidikan wajib belajar 9 tahun. Tercatat masih ada beberapa kecamatan di Surabaya yang belum mempunyai SMP negeri di wilayahnya. Seperti Kecamatan Dukuh Pakis, Benowo, dan Gununganyar. Idealnya minimal setiap kecamatan mempunyai SD dan SMP Negeri dalam satu wilayah. Akses pendidikan bagi keluarga miskin juga perlu diperhatikan.

Data Gakin 2007 menunjukkan dari 111.897 KK terdapat 39.317 anak usia sekolah SMP dan SMA. Dari jumlah tersebut masih ada 43 persen atau 17 ribu anak dari keluarga miskin tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak ada akses.

Kalau boleh melihat ukuran keberhasilan pembangunan pendidikan dari nilai dan tingkat kelulusan UNAS (meskipun masih sumir untuk melihat keberhasilan pembangunan pendidikan dari hasil tersebut), Surabaya masih kalah bersaing dengan beberapa kota seperti Sidoarjo, Gresik, Lamongan, bahkan dari kota kecil seperti Tulungagung.

Dan, yang terakhir tantangan terbesar Surabaya sebagai kota metropolitan adalah minimnya moda transportasi massal yang aman, ajeg, dan terjangkau oleh masyarakat. Jalan-jalan di Surabaya setiap hari lumpuh oleh luapan transportasi single mode yaitu mobil pribadi dan motor.

Berdasarkan catatan dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya jumlah motor tahun 2005 sebesar 883.838. Tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 928.686 unit. Dengan angka pertumbuhan kepemilikan motor rata-rata sebesar 14 ribu per bulan maka tercatat jumlah motor pada bulan September 2009 sebesar 2.887.360 unit.

Tentunya jumlah motor yang memadati jalan Kota Surabaya pada saat jam kerja jauh lebih besar dengan limpahan pemakai motor dari luar kota yang mencari penghidupan di Surabaya ditambah motor yang tidak terdaftar. Kemacetan selain membuat kualitas udara Kota Surabaya semakin buruk bagi kesehatan juga mengurangi produktivitas jam kerja. Setiap hari ratusan jam terbuang di jalan dengan sia-sia.

Berapa banyak jumlah bahan bakar fosil yang menguap mengotori kota, dan berapa korban jiwa dan harta yang terenggut akibat kecelakaan di jalanan Surabaya. Menurut data Kepolisian tercatat 10 jiwa meninggal akibat kecelakaan setiap harinya di jalanan Surabaya.

Semangat Militanisme ala Bonek
Sejarah mencatat bahwa perjuangan dengan semangat militanisme selalu muncul pada saat eksistensi kelompok terusik oleh kelompok yang lain. Masyarakat Surabaya saat itu terusik dengan penghinaan kedaulatan oleh Belanda.

Peringatan Hari Pahlawan tahun ini merupakan momentum yang tepat untuk mengingatkan kembali bahwa masyarakat dan Pemkot Surabaya mempunyai musuh bersama yang yang harus diperangi dengan semangat militanisme ala Bonek.

Musuh bersama itu adalah empat tantangan terbesar yang harus dibereskan dengan segera yaitu pengentasan kemiskinan, pemberantasan pengangguran, pemerataan pendidikan, dan pemecahan masalah kemacetan. Keempat tantangan ini adalah musuh yang bisa melumpuhkan eksistensi Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dan sebagai Kota Pahlawan.

Memang zaman telah berubah. Semua tidak terelakkan. Tapi, perjuangan tidak pernah selesai karena kita adalah masyarakat dan bangsa pejuang.

sumber :detik.com
 
Bls: Surabaya Kota Pahlawan Kota Perjuangan

wah meriah sekali acaranya
pengen nonton, tapi jauh bgt di surabaya.
terima kasih atas infonya
 
Back
Top