Nikah Massal Berpotensi Langgar Hukum Nashili Nashrullah

Dewa

New member
JAKARTA Kendati perhelatan nikah massal memiliki manfaat dan tujuan baik, tetapi model pernikahan itu berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Tak hanya hukum positif, tetapi juga agama.
“nikah massal bahaya,” ujar dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Nasaruddin Umar di Jakarta, Rabu (8/9).
Dan sisi hukum positif, menurut dia, pelanggaran hukum yang bisa muncul dari pelaksanaan nikah massal adalah tidak terpenuhinya administrasi. “Beberapa nikah massal kurang memperhatikan persyaratan itu.”
Nasaruddin mencontohkan, peserta nikah massal yang secara de facto telah bercerai, tetapi secara dejure belum dinyatakan pisah, menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mereka tidak diperkenankan menikah kembali. sebab surat ceria menjadi syarat untuk kembali melangsungkan perkawinan: Adapun pelanggaran dan segi syariat, misalnya, tidak terpenuhinya masa iddah,
Meski demikian, lanjut Nasaruddin, pemerintah tidak melarang pelaksanaan nikah massal. Dengan catatan, verifikasi dilakukan secara ketat bagi para peserta. Langkah ini untuk menghindari penyalahgunaan nikah massal tersebut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Jika ada yenfikasi ketat, tidak masalah,” katanya. Keluarga sakinah
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Ahmad Jauhan mengatakan, tingginya angka perceraian menjadi perhatian serius pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan angka perceraian adalah menggelar pemilihan Keluarga Sakinah Teladan dan KUA Teladan pada 13—19 Agustus mendatang.
Perhelatan tahunan ini, kata Jauhani, bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada keluarga yang konsisten dan setia mempertahankan keteladanan, terutama menyikapi perubahan perilaku yang tidak selaras dengan nilai luhur agama dan bangsa.
Diyakini, masih banyak keluarga di Indonesia yang tergolong sakinah. Hanya saja, keteladanan mereka tidak muncul di permukaan dan luput dari sorotan media massa.
Dijelaskan, peserta ajang ini adalah para pemenang pemilihan keluarga sakinah di masing-masing provinsi. Kniteria peserta yang boleh ikut dalam pemilihan adalah usia perkawinan minimal 30 tahun, belum pernah bercerai, kecuali cerai mati, usia perkawinan minimal 10 tahun untuk janda (cerai mati) yang kawin lagi dan ia senantiasa memelihara kehormatan diri, mempunyai anak atau anak angkat yang dia
hasuhnya hingga berhasil, dan ikut mendukung program keluarga berencana (KB).
Nasanuddin menambahkan, figur keluarga sakinah perlu diangkat untuk memberikan keteladanan kepada masyarakat yang tanpa sadar telah menjadi konsumen fenomena komodifikasi yang tidak proporsional seputar permasalahan rumah tangga. “Saat ini, ada anggapan bahwa penceraian dianggap sesuatu yang wajardan rekomendatif sebagai solusi masalah rumah tangga,” katanya . Hasil penilaian dewan juri yang berasal dan kalangan ulama, psikolog, penggiat BP4, pejabat Kemenag serta artis ini akan diumumkan pada 17 Agustus 2011 dalam acara Penganugerahan Pemenang Keluarga Sakinah Teladan dan Pemenang KUA Teladan Tingkat Nasional Tahun 2011. Menteri Agama Sunyadharma ali diharapkan hadir dalam penganugerahan itu.

Sumber : republika
 
Back
Top