Pengobatan Alternatif: Be Careful!

andy_baex

New member
Maraknya \r\npengobatan alternatif sungguh mengingatkan aku pada kejadian hampir 9 tahun yang \r\nlalu, tepatnya beberapa saat setelah aku melahirkan putri pertama pada awal \r\nDesember 1993. Suamiku memberinya nama yang cukup bagus: Mujahidah Fathimah \r\nZahroh, dengan seberkas harapan agar putri kami tersebut memiliki akhlaq dan \r\nsifat-sifat sebagaimana putri RasuluLlah.
\r\n

Ternyata juga sesuai namanya, Allah \r\nmentakdirkan sepanjang hidupnya harus berjuang, bermujahadah melawan penyakit \r\nyang dideritanya sejak awal kelahiran hingga di akhir hayatnya. Dan yang lebih \r\npenting lagi, yang begitu terkesan dalam batin kami, yakni Allah mengajarkan \r\nkami melalui Fathimah ini untuk berhati-hati menjaga kemurnian tauhid, terutama \r\npada saat menghadapi musibah berupa penyakit.
\r\n

Hari-hari pertamanya di rumah, \r\nFathimah memang menunjukkan perilaku yang agak aneh. Tiap malam hampir tidak \r\neprnah tidur, tak henti-hentinya menangis tanpa sebab yang jelas. Tangis itu \r\nbiasanya reda menjelang adzan subuh tiba. WaLlahu a\'lam kami tak tahu sebabnya, \r\nkarena dari penampakan fisik luar, dia tidak mengalami gangguan kesehatan yang \r\nberarti, apalagi berat lahirnya cukup bagus, bahkan di atas normal (3,9 kg). \r\nSatu-satunya hal yang sering dilontarkan orang-orang di sekelilingku adalah \r\nbahwa mungkin putriku ini \'\'melihat\'\' sesuatu yang \'\'lain\'\' di \r\nsekelilingnya, sehingga dia ketakutan dan akhirnya menjerit-jerit tiada \r\nhenti.
\r\n

Januari 1994. Suatu malam tiba-tiba \r\nFathimah panas tinggi. Dokter bilang cuma panas biasa. QodaruLlah ternyata \r\nkepergian kami ke dokter kali pertama itu merupakan awal dari seangkaian \r\nkunjungan putriku ke berbagai macam dokter setelahnya, hampir tiap minggu. \r\nBahkan di usia 2,5 bulan ia terpaksa harus rawat inap di rumah sakit dengan \r\ndiagnosa meningitis (radang selaput otak). Allahu akbar!
\r\n

Saat itu, keluarga kami sering \r\ndidatangi seorang tamu beserta istrinya, yang dari penampilannya terkesan \r\nsebagai orang \'alim. Hampir dua hari sekali dia datang. Dia mengaku bisa melihat \r\nhal-hal yang gaib. Melihat keadaan putriku, kata beliau, putriku ini \r\n\'\'ditumpangi\'\' jin sejak pulang dari rumah bersalin. Jinnya berasal dari Malaysia, \r\nUmmu Shibyan namanya. Nah, Ummu Shibyan ini punya anak bayi seusia Fathimah, \r\nyang menempel terus di payudaraku. Setiap Fathimah mau menghisap ASI-ku, anak si \r\nUmmu Shibyan ini selalu mendahului, sehingga akhirnya putriku tidak kebagian, \r\nmaka menangis menjerit-jeritlah dia. SubhanaLlah!
\r\n

Bersamaan dengan konsultasi putriku \r\nke dokter (sebelum opname pertama), tanpa disadari, aku sudah termakan juga oleh \r\nadvise tamu baru. Dengan minimnya ilmu Dien, apalagi suamiku tidak selalu berada \r\ndi sampingku karena sedang melanjutkan studi di kota lain, pada saat itu aku \r\nsempat terpengaruh argumentasi seputar Ummu Shibyan. \r\nSampai-sampai ibu juga \'\'menyalahkan\'\' kajian-kajian keislaman yang ketika kuliah \r\nsempat kuikuti. Kata beliau, jangan-jangan aku ditempeli Ummu Shibyan ini ketika \r\nikut ta\'lim. Hal tersebut membuat aku semakin \'\'percaya\'\' pada \'\'penglihatan\'\' si \r\ntamu baru (AstaghfiruLlahal \'adzim). Meski suami sudah mewanti-wanti agar \r\nberhati-hati, namun karena intensifnya interaksi keseharian dengan orang tua, \r\nmaka tak urung aku terpengaruh juga oleh pola pikir mereka.
\r\n

\'\'Penglihatan\'\' si tamu baru memang \r\nsempat membuatku kurang mempercayai diagnosa dokter. Tentu saja hal ini jelas \r\nmempengaruhi sikap kami dalam mengambil keputusan medis. Terbukti, walau pada \r\nakhirnya kami bawa juga Fathimah opname di rumah sakit, pihak dokter sempat \r\nmenyayangkan keterlambatan kami, karena memang Fathimah diopname dalam kondisi \r\nyang sudah cukup kritis dari sisi medis. Hampir dua minggu ia tak sadarkan diri \r\ndi sebuah ruangan steril khusus yang mengharuskan siapapun yang masuk mengenakan \r\npakaian khusus untuk mencegah kontaminasi virus dan bakteri berbahaya. \r\nTeman-temanku yang menjenguk hanya bisa melihat dari balik ruangan kaca. \r\nLebih dari 4 macam slang malang melintang melilit tubuhnya, \r\nmulai slang infus, slang oksigen, slang kateter, slang-slang untuk mendeteksi \r\nkerja jantung, dan entah slang apa lagi. SubhanaLlah, tak ubahnya seperti \r\nrobot.
\r\n

Pulihnya kesadaran di hari ke-14 \r\nrawat inapnya di ICU membawa berita gembira bagi kami sekaligus komplikasi yang \r\nlebih parah harus kami terima sebagai suatu kenyataan. Ya, hidrochepalus!*) \r\nKecurigaanku bermula dari aktivitas rutin pada perawat tiap pagi yang mencatat \r\nperkembangan putriku sejak dia berada dalam kondisi koma, yakni pengukuran \r\nlingkar kepada. Bersamaan dengan mulai \'\'membaiknya\'\' kondisi Fathimah, dokter \r\nmenjelaskan kenapa lingkar kepalanya mesti diuukur tiap hari. Dan rupanya dugaan \r\ndokter tidak meleset jauh. Akibat infeksi yang cukup parah, terjadilah sumbatan \r\ndan muncullah genangan-genangan cairan di otak.
\r\n

Melihat kenyataan demikian, dokter \r\nbermusyawarah dengan kami tentang rencana operasi. Dengan harapan agar kondisi \r\nFathimah akan membaik, kami setujui rencana tersebut. Di usianya yang belum \r\ngenap 4 bulan, putri pertamaku harus menjalani operasi besar pemasangan VP Shunt \r\n**) di otaknya.
\r\n

Waktu terus berjalan. Konsultasi \r\ndengan dokter sudah menjadi agenda rutin kami. Namun ternyata perkembangan \r\nkesehatan putriku belum memunjukkan hasil yang menggembirakan. Di usia 7 bulan, \r\npenglihatan Fathimah sudah divonis tak berfungsi, dan hingga di usia 1,5 tahun \r\ndia masih belum cukup kuat mengangkat kepalanya, apalagi memiringkan badannya. \r\nNamun, ikhtiar selaku manusia tak henti-hentinya kami cari, tentu disertai doa \r\nyang rasanya hampir tak pernah putus kami panjatkan untuk kebaikan putri kami \r\ntersebut. Sementara dokter spesialis anak yang menangani putri kami mulai \r\nmenyarankan kami untuk segera menghubungi YPAC (Yayasan Penderita Anak Cacat), \r\nuntuk persiapan situasi yang kondusif bagi perkembangan fisik dan mental putri \r\nyang kami tersebut pada masa-masa yang akan datang.
\r\n

Di sisi lain, dari evaluasi tim \r\ndokter tampaknya 1 slang VP Shunt sudah tidak mampu lagi mengatasi banyaknya \r\ncairan yang menggenang di otak Fathimah. Hal itu nampak dari pertambahan lingkar \r\nkepalanya yang jauh di luar batas normal. Bayangkan saja, bayi berusia 1,5 tahun \r\nmemiliki lingkar kepala yang tak jauh beda dengan lingkar kepala ibunya! \r\nWalhasil terhitung setahun sejak operasi pertama berselang, kembali dilaksanakan \r\noperasi kedua oleh tim dokter yang sama. Operasi berjalan lancar, namun \r\nhari-hari pasca operasi tetap menyita waktu dan perhatian kami, terutama karena \r\nburuknya kondisi Fathimah. Setiap saat suhu tubuhnya cenderung menaik hingga \r\nmencapai 41 derajat Celcius, diikuti kejang dan muntah-muntah. Yang lebih \r\nmenghebohkan lagi, VP Shunt yang baru dipasang membengkak, hingga diameternya \r\nhampir empat puluh kali lipat diameter normal 0,5 mm. Sehingga slang bengkak itu \r\nbagaikan ular panjang yang meliuk-liuk sepanjang kepala, leher hingga \r\nlambungnya! Allahu akbar! Analisa dokter menyatakan bahwa kemungkinan tubuh \r\nFathimah menolak barang baru itu, dan tak ada jalan lain kecuali dibongkar \r\nkembali. Kami yakin jika saat itu Anda ikut mendengarkan vonis dokter bedah \r\nsyaraf putri saya tersebut, Anda akan bisa merasakan lemas sekujur tubuh. \r\nPakaian sata kalau dibongkar pasang pasti dhedhel dhuel (rusak berat -Jawa), \r\napatah lagi ini organ manusia yang paling vital, otak!
\r\n

Namun, siapa yang dapat mengetahui \r\nrencana Allah? Sementara kami siap-siap untuk operasi lanjutan, tiba-tiba saja \r\nslang VP Shunt itu mengempis sendiri, kembali ke ukuran normal tanpa perlakuan \r\nmedis apapun! MasyaAllah!
\r\n

Setelah berbagai macam upaya medis \r\nboleh dikata tidak membuahkan hasil, keluarga besar kami masing-masing (dari \r\norang tuaku dan orang tua suamiku) seolah-olah berlomba-lomba kembali menawarkan \r\nanek ragam \'\'pengobatan alternatif\'\'. Kami sebenarnya bisa memahami, Fathimah \r\nadalah cucu dan cicit pertama dari kedua belah pihak keluarga besar kami, \r\nsehingga perhatian dan atensi yang ditunjukkan oleh mereka semua dapat kami \r\nmaklumi.
\r\n

Kami juga sempat ditawari pengobatan \r\nalternatif dengan cara pemindahan penyakit melalui kambing atau ayam. Ada juga \r\npengobatan penyakit hanya melalui secarik foto pasien (pengobatan jarak jauh) \r\nasalkan siap uang muka 3,3 juta -waktu itu di tahun 1994, entah berapa juta \r\ntarifnya sekarang - dijamin tokcer (katanya) pasti sembuh. Bahkan untuk versi \r\npengobatan terakhir ini digandrungi juga oleh para dokter di Jakarta yang sudah \r\nmenemui jalan buntu dari sisi medis. Pasiennya bejibun, mesti bikin janji dulu \r\nseminggu atau 2 minggu sebelumnya, baru akan dilayani.
\r\n

AlhamduliLlah, interaksi suamiku \r\ndengan ikhwan di Yogya yang insya\'Allah pemahaman Dien-nya lurus dan shahihs \r\nmembawa titik terang bagi keluarga kami. Kami tersadar dari kekeliruan kami, \r\nterutama aku, selama ini. Hampir saja kugadaikan aqidahku dengan kesyirikan. \r\nNamun segalanya sudah terlambat dalam artian penyakit Fathimah sudah kronis \r\nkarena penanganan awal yang \'\'terlambat\'\'. Barangkali itu masih jauh lebih baik, \r\ndibandingkan apabila Allah membiarkan kami atau tidak menyelamatkan kami dari \r\nbahaya kesyirikan yang akan kami tuai akibatnya di yaumil akhir.
\r\n

Cukuplah kiranya kisah perjalanan \r\nsakitnya putri pertama kami itu sebagai pelajaran bagi kami dan siapa pun juga \r\nyang menginginkan kebaikan dan kebersihan aqidah yang harganya tak bisa diukur \r\noleh berapapun nilai dunia, karena hanya dengan hati yang selamat (qolbun \r\nsaliim), yakni hati yang selamat dari kesyirikan, bid\'ah, khurafat dan tahayul \r\nitulah, insya\'Allah kita akan bisa menghadap Allah dengan tenang.
\r\n

Bagi yang kebetulan pernah mengalami \r\npermasalahan serupa sebagaimana yang pernah kami alami, terutama menghadapi \r\nmusibah sakitnya salah seorang anggota keluarga, memang iman dan keyakinan \r\naqidah yang selama ini berusaha dijaga, akan dipertaruhkan. Apabila upaya medis \r\ntelah menemui jalan buntu, maka berhati-hatilah dengan tawaran beranekaragam \r\npengobatan alternatif, maksudnya perlu dipilih dan dipilah terlebih dahulu. Bisa \r\njadi sakit itu justru lebih baik daripada keyakinan tergadaikan hanya untuk \r\nmemburu kesembuhan yang tidak jelas status syari\'atnya. Karena kesembuhan yang \r\ndiperoleh dengan cara melanggar syar\'i, maka atsar (bekasnya) pun pasti tidak \r\nbaik pada akhirnya.
\r\n

Bagi Anda yang saat ini sedang atau \r\npernah mengalami kejadian yang serupa dengan apa yang kami alami, maka beberapa \r\nkiat memilih pengobatan alternatif ini patut Anda simak, antara lain:
\r\n

1. Sebaiknya \r\nAnda tahu latar belakang si tabib, termasuk keshalihan dan kewara\'annya (sikap \r\nmenjauhi syubhat). Umpamanya si tabib ini shalatnya saja bolong-bolong, atau \r\nkebal-kebul merokok tak pernah berhenti, maka bagaimana Anda bisa tsiqoh \r\n(percaya) keampuhan advise-nya? Jika Anda ragu, sebaginya tinggalkan, karena \r\nRasuluLlah telah mewanti-wanti agar kita meninggalkan perkara yang \r\nmeragukan.
\r\n


2. Syarat-syarat yang diajukan untuk pengobatan \r\ntidak boleh ada yang melanggar syari\'at. Disinilah arti penting kita belajar \r\nDienul Islam yang shahih dan lurus. Termasuk juga jika si tabib mengaku \r\nmengetahui perkara yang gaib, maka segera tinggalkan. Anda sudah berhadapan \r\ndengan teman-teman setan.
\r\n

3. Proses pengobatan juga tidak dicampuri ritual \r\ntertentu yang tak ada dalilnya, seperti puasa mutih, mandi kembang tujuh rupa, \r\nmempersiapkan ayam dan telur putih, dan lain-lain.
\r\n


4. Hanya mempergunakan dzikir-dzikir yang telah \r\njelas datang dari RasuluLlah, berikut jumlah bilangannya dan waktu membacanya. \r\nApabila Anda menemukan tatacara pembacaan, bilangan dan waktu pembacaan yang \r\ntidak ada landasan hukum syar\'inya, maka tinggalkanlah meski tampak lahirnya \r\ndzikir yang masyru\', seperti membaca kalimat tauhid Laa ilaha ilaLlah 717 kali \r\nbaca shalat Ashar!
\r\n


5. Jika mempergunakan ramuan (dedaunan atau jamu) \r\natau pijatan atau sentuhan fisik, Anda juga patut hati-hati, namun pada \r\nprinsipnya tidak masalah selama dapat dipahami secara logis dan rasional \r\n(semisal pijat refleksi, akupunktur atau meminum ramuan tradisional), bahkan \r\nuntuk yang terakhir ini jika Anda tahu resepnya, insya\'Allah lebih selamat jika \r\nAnda meracik/membuat sendiri.
\r\n

AlhamduliLlah, bersamaan dengan \r\nselesainya studi suamiku di Yogya, Allah memberikan kembali kepercayaan kepada \r\nkami berupa kelahiran seorang putri yang manis dan lucu. Beberapa tahun \r\nsesudahnya menyusul lagi putri yang lainnya, hingga saat ini kami memiliki 2 \r\norang amanah Allah. Mudah-mudahan kami diberi kemampuan untuk menjaga dan \r\nmemeliharanya dengan penjagaan yang baik sesuai tuntunan yang telah digariskan \r\nAllah dan Rasul-Nya. Amin
\r\n

Semoga mujahadah kami mengurusi \r\nputri pertama kami 9 tahun lalu yang mengantarkannya di akhir hayatnya, menjadi \r\nkafarah (penebus) kesalahan-kesalahan kami, utamanya dalam masalah keyakinan \r\nyang hampir di ujung jurang kesesatan. Mudah-mudahan Allah memberikan \r\nhidayah-Nya kepada kami dan seluruh kaum muslimin. Amien.
\r\n

Penjelasan
*) : \r\nHydrocephalus : pembesaran kepada karena tersumbatnya \r\nsaluran-saluran di otak disebabkan infeksi/radang tertentu, sehingga pertumbuhan \r\notak terdesak dan oleh karenanya kerja sistem tubuh \r\nterhambat.
**) : VP Shunt: slang kecil berdiameter \r\n0,5 mm dipasang di bawah permukaan kulit, menghubungkan otak dengan lambung, \r\nsebagai jembatan aliran cairan yang menggenang di otak akibat infeksi \r\ntertentu.
 
Back
Top