Sejarah Kerajaan Silla

Kalina

Moderator
Silla (tahun 57 Sebelum Masehi - 935 Masehi), seringkali diucapkan Shilla, adalah salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Silla bermula dari kerajaan kecil di Konfederasi Samhan. pada tahun 660 Masehi Silla bersekutu dengan Dinasti Tang berhasil menaklukkan kerajaan Baekje serta Goguryeo pada tahun 668. Pada masa penyatuan ini seringkali disebut sebagai masa Silla Bersatu atau Silla Selanjutnya (Hu-silla) dimana wilayah kekuasaannya mencakup semua bagian semenanjung Korea, sementara sebelah utaranya adalah wilayah kekuasaan kerajaan baru, yang merupakan penerus dari kerajaan Goguryeo, Balhae. Setelah hampir 1000 tahun, Silla terpecah menjadi negeri-negeri kecil yang mengantarkan Korea pada masa Tiga Kerajaan Zaman Akhir, dan sampai pada akhirnya semuanya diserap oleh kerajaan baru, Dinasti Goryeo tahun 935.

250px-Korea-Silla-Cheonmado-01.jpg

Cheonmado dari Cheonmachong

Nama

Dari awal pendirian sampai perkembangannya menjadi kerajaan yang besar, nama Silla tercatat dalam banyak karakter Tionghoa (hanja) yang secara fonetis mungkin ditulis berdasarkan nama dugaan dari bahasa Korea kuno yaitu: Saro; 斯盧, Sara; 斯羅, Seora-beol; 徐羅(伐), Seona-beol; 徐那(伐), Seoya-beol; 徐耶(伐), atau pun Seo-beol; 徐伐. Arti kata-kata dugaan dari bahasa Silla itu kemungkinan adalah ibukota, walaupun masih menjadi teka-teki. Pada tahun 503, Raja Jijeung menetapkan tulisan hanja “新羅” yang dibaca Silla dalam bahasa Korea modern. Karena orang Korea kini seringkali mempalatalisasikan abjad maka penyebutan kata “Silla” terdengar seperti “Shilla” di telinga pendengar bahasa lain.
Kata yang paling mendekati adalah Seora-beol, dapat ditelusuri dari unsur bahasa Silla, syeo-beul, yang berarti ibukota kerajaan, yang kemudian berubah menjadi Syeo-ul, dan akhirnya Seo-ul. Seoul yang kini dikenal adalah ibukota Korea setelah berakhirnya masa Dinasti Joseon, dimana nama saat itu adalah Hanseong atau Hanyang.
Nama Silla pada zaman kuno dikenal luas oleh masyarakat Asia Timur Laut. Orang Yamato menyebutnya Shiragi, orang Jurchen (nenek moyang bangsa Manchu menyebut Solgo atau Solho. Dalam bahasa Tionghoa penyebutannya adalah Shin Luo.


Sejarah


Para ahli sejarah secara tradisional membagi sejarah Silla menjadi 3 bagian periode: awal (57 SM-654 M), tengah (654-780) dan akhir (780-935).


Perubahan Kekuasaan


Silla diperintah oleh 3 keluarga (klan) kuat selama berdirinya, yaitu Bak (Park), Seok, dan Kim. Klan Bak sebagai pendiri berkuasa lebih dari 3 generasi sebelum menghadapi pemberontakan oleh klan Seok. Dalam masa-masa pemerintahan pertama raja keluarga Seok, Raja Talhae, klan Kim berperan sebagai klan aristokrat (bangsawan). Ketiga klan ini saling berebut kekuasaan sepanjang sejarah Silla.


Pendirian


Dalam masa Proto Tiga Kerajaan (masa sebelum Tiga Kerajaan), negara-negara kecil di bagian tengah dan selatan semenanjung Korea dikelompokkan ke dalam 3 konfederasi (negara bagian) bernama Samhan. Salah satunya bernama Jinhan yang memiliki 12 buah bagian-bagian yang lebih kecil. Salah satunya adalah negeri Saro (Saro-guk) yang merupakan asal dari Silla. Negeri Saro terbagi atas 6 desa dengan 6 kelompok klan.
Berdasarkan babad Goryeo Samguk Sagi yang ditulis pada abad ke-12, Silla didirikan oleh seseorang bernama Bak Hyeokgeose tahun 57 SM di kota yang sekarang adalah Gyeongju. Menurut legenda Bak Hyeokgeose lahir dari telur kuda putih. Ketika berusia 13, ke-6 kelompok klan mengangkatnya jadi pemimpin negeri Saro.
Pembuktian lewat bukti arkeologis menunjukkan bahwa walau ada negara yang berdiri pada masa itu di wilayah Gyeongju, masih terlalu dini untuk menyebut Silla sebagai sebuah kerajaan. Penulis Samguk Sagi dari zaman Goryeo, Kim Bu-shik, mungkin mencoba untuk mengesahkan bukti berdirinya Silla dengan memberi senioritas historis di atas rivalnya, Baekje dan Goguryeo.

 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

Sejarah Awal

Dalam masa kekuasaanya, tampuk kepemimpinan Silla berganti-ganti dengan peran 3 klan terkuat.
Mulai abad ke-2 M, Silla baru muncul sebagai kerajaan yang berkembang pesat di bagian tenggara semenanjung Korea. Silla memperluas kekuasaan dan pengaruh atas Konfederasi Jinhan pada abad ke-3 dan terus menjadi kuat.
Di bagian barat Baekje telah berdiri kokoh sejak tahun 250 setelah menundukkan Konfederasi Mahan. Di bagian barat daya, Konfederasi Gaya muncul dan mengambil alih Konfederasi Byeonhan. Sementara di utara, Goguryeo yang sejak tahun 50 mulai berdiri kokoh, berhasil mengusir perwakilan militer Tiongkok terakhir dari semenanjung Korea pada tahun 313 dan terus mengancam para tetangganya.


Berkembang Jadi Kerajaan


Raja Naemul (berkuasa 356-402) dari klan Kim menetapkan sistem monarki yang turun-temurun. Gelarnya kini telah menjadi Maripgan (han atau gan), yaitu gelar serupa dengan khan pada orang Turkik dan Mongol. Pada 377, ia mengirim utusan dan menjalin hubungan dengan Goguryeo.
Silla mencoba mendekati Goguryeo karena sedang mengalami tekanan dari Baekje dan Negeri Wa[1]. Namun saat Goguryeo mulai memperluas teritori ke selatan dan memindahkan ibukotanya ke Pyongyang tahun 427, Raja Nulji mencoba mengadakan persekutuan dengan Baekje.
Pada masa Raja Bopheung (514-540), Silla telah mencapai titik penuh sebagai negara kuat. Ia pun telah menggunakan Buddhisme sebagai agama negara dan mengendalikan negara-negara kecil di sekitarnya. Sekitar tahun 530-an Konfederasi Gaya dapat ditaklukkannya.
Pada masa Raja Jinheung (540-570), Silla mengembangkan armada perang yang kuat. Ia pernah membantu Baekje merebut wilayah Sungai Han yang diduduki Goguryeo namun pada tahun 553 merebut wilayah itu dari Baekje, mengakhiri 120 tahun aliansi kedua kerajaan itu. Peiode awal Silla berakhir dengan wafatnya Ratu Jindeok pada tahun 654.


Silla Bersatu

  • Pada abad ke 7 Masehi, Silla menjalin hubungan dengan Dinasti Tang dari Tiongkok.
  • Pada tahun 660 di bawah pemerintahan Raja Muyeol (berkuasa 654-661), berhasil menundukkan Baekje.
  • Pada tahun 668, di bawah kekuasaan Raja Munmu Besar dan Jenderal Kim Yu-shin dengan bantuan militer Dinasti Tang, berhasil mengalahkan Goguryeo. Seluruh semenanjung Korea berhasil disatukan Silla setelah hampir 10 tahun mengusir seluruh koloni Dinasti Tang di sebelah utara. Para pelarian Goguryeo mendirikan negeri baru di timur laut semenanjung Korea bernama Balhae.
Para anggota keluarga pemimpin pada zaman Silla Bersatu digolongkan ke dalam sistem kelompok Jin-gol (keturunan tulang murni) dan Seong-gol (tulang suci) berdasarkan keturunan orang tuanya. Selain itu, sebagai akibat dari penyatuan wilayah-wilayah semenanjung Korea, para keluarga bangsawan semakin banyak mengumpulkan kekayaan. Pada masa-masa awal unifikasi terjadi beberapa kali pemberontakan oleh para pejabat istana, namun dapat ditekan oleh keluarga kerajaan dengan memindahkan mereka ke dalam jabatan-jabatan pusat. Untuk waktu yang lama, sekitar 1 abad (dari akhir abad ke-7 sampai akhir abad ke-8), kerajaan mengganti sistem penggajian pejabat dengan memberi tanah (no-geup) dengan sistem jikjeon atau dengan membayar gaji saja.
Akhir abad ke-8, klan Kim mulai menolak penggunaan sistem ini dan mulai memberontak. Pemberontakan terbesar adalah pembangkangan Kim Dae-gong yang berlangsung 3 tahun.
Periode tengah Silla berakhir dengan pembunuhan Raja Hyegong tahun 780 yang mengakhiri suksesi dari Raja Muyeol, tokoh penyatu Tiga Kerajaan. Kematiannya adalah puncak perselisihan panjang antar klan dalam kerajaan yang melibatkan sebagian besar anggota keluarga bangsawan.
Akibatnya keluarga bangsawan muncul sebagai kekuatan utama bagian internal sementara peran raja hanya sebagai tokoh kepala saja. Namun begitu, periode ini menyaksikan negeri ini pada titik puncak, dengan kuatnya hubungan dan konsolidasi keluarga kerajaan serta berhasilnya usaha mempraktekkan

Penurunan dan Kejatuhan

Akhir dari periode ini dinamakan Zaman Tiga Kerajaan Akhir, saat beberapa kerajaan yang mengatasnamakan pendahulunya bangkit dan memberontak seperti Hu-Baekje dan Hu-Goguryeo. Silla sendiri jatuh ke dalam pemberontakan dinasti baru, Goryeo pada tahun 935.

Politik dan Sosial

Dari abad ke-6, Silla menetapkan sistem yang ketat dalam bidang birokrasi dan hukum. Pangkat dan status sosial pejabat diukur berdasarkan sistem ranking tulang. Begitu pula pada cara berpakaian, bentuk rumah dan jumlah perkawinan yang diperbolehkan, semuanya diatur menurut hukum tertentu. Kelas anggota keluarga kerajaan dibagi menjadi 2, yaitu kelas tulang suci (seong-gol) dan tulang murni (jin-gol). Sistem ini berakhir ketika penguasa terakhir dari kelas tulang suci, Ratu Jindeok wafat pada tahun 654. Jumlah bangsawan dari kelas tulang suci pun semakin menurun karena calon raja/ratu hanya boleh berasal dari keturunan yang kedua orang tuanya berasal dari kelas tulang suci, sementara keturunan dari orang tua tulang suci yang menikah dengan kelas tulang murni dianggap masuk ke kelas tulang murni.
Sejak menguatnya kebijakan negara yang tersentralisasi, masyarakat Silla juga dipengaruhi oleh kebijakan aristokrat yang ketat. Sistem birokrasi negara pun mengadopsi cara Tiongkok untuk mengurus wilayah yang sangat luas. Sebelum masa unifikasi, Raja Silla menganggap dirinya sangat besar dan menyamai sang Buddha. Sedangkan hal-hal mencolok yang mewarnai periode setelah unifikasi adalah meningkatnya konflik antar kelompok, antara keluarga kerajaan dengan bangsawan.
 
Last edited:
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

Budaya

Ibukota Silla adalah Seora-beol (saat ini Gyeongju). Di sana sejumlah besar makam Silla masih bisa ditemui di pusat kota Gyeongju. Kuburan-kuburan raja Silla yang berbentuk gundukan bukit-bukit kecil serta benda-benda berharga dari zaman itu dapat ditemukan di seluruh wilayah Gyeongju. Wilayah Bersejarah Gyeongju dimasukkan oleh UNESCO dalam daftar Warisan Dunia pada tahun 2000. Sebagian besar dari kota kuno Silla ini juga dilindungi dalam wilayah Taman Nasional Gyeongju .
Peniggalan-peninggalan termashyur Silla di Gyeongju:Silla juga terkenal di kalangan pedagang Muslim Timur Tengah yang pergi berdagang ke Tiongkok lewat jalur sutra. Ahli geografi Arab dan Persia seperti Ibn Khuradhih, Al-Masudi, Dimashiki, Al-Nawairi dan Al-Maqrizi menuliskan catatan-catatan tentang Silla.

Buddhisme

Raja Bopheung secara resmi masuk agama Buddha pada tahun 527, walau sebenarnya sudah diperkenalkan sejak lebih dari 100 tahun sebelumnya di Silla. Buddhisme diperkenalkan ke Silla oleh Biksu A-do, seorang pelarian Goguryeo pada pertengahan abad ke-5. Cerita menyebutkan bahwa Raja Bopheung memeluk agama Buddha setelah mengeksekusi seorang bangsawan istana bernama Ichadon hanya karena ingin darahnya berwarna putih susu.
Buddhisme di Silla lebih kuat dibanding di Goguryeo atau Baekje karena merupakan agama negara. Dari Raja Bopheung sampai 6 penguasa berikutnya, menggunakan nama Buddhis dan menganggap diri mereka setara dengan Buddha. Dalam hal pertahanan negara dibentuklah barisan militer Hwarang, para pemuda yang memiliki pemahaman Buddhisme yang kuat. Mereka juga memainkan perang penting dalam penyatuan semenanjung. Masa-masa akhir periode awal Silla adalah saat Budhisme mencapai puncak. Sejumlah besar kuil didirikan dengan dana dan sponsor bangsawan. Yang paling terkenal adalah Bulguksa, Seokkuram, dan Hwangyongsa (Kuil Kaisar Naga) yang dibangun dengan 9 tingkat pagoda kayu, melambangkan 9 buah negeri yang bersatu dalam Silla. Hwangyongsa runtuh karena terbakar dalam invasi Mongol ke Goryeo abad ke-12. Kuil Buddha Silla melambang kekuatan kerajaan dan peran Buddhisme dalam ekspansi dan proteksi negara.
Dengan bersatunya Tiga Kerajaan dalam Silla Bersatu, agama Buddha kurang menjadi begitu penting saat negara mulai mengadopsi metode birokrasi Tiongkok untuk mengelola negara yang semakin besar dan juga untuk mengekang kekuasaan keluarga bangsawan. Namun Buddhisme tetap mendapat tempat khusus rakyat Silla. Banyak dari biksu-biksu pergi ke Tiongkok belajar dan mencari sutra. Hasil seni dan kerajinan Silla sangat dipengaruhi unsur-unsur Buddhisme yang kental.
 
Last edited:
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

Beberapa Penguasa Yang Populer

Raja Jinheung (Hangul: 진흥왕, Jinheng Wang) adalah penguasa ke-24 Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Ia menggantikan raja Beopheung (514–540) dan berkuasa dari tahun 540 hingga 576 (selama 35–36 tahun). Ia digantikan oleh raja Jinji (576–579). Jinheung adalah keponakan dari raja Beopheung.

Raja Jinji (Hangul: 한어, Jinji Wang) adalah penguasa ke-25 kerajaan Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Nama kecilnya adalah Kim Geomryun. Ia memiliki istri bernama Jido Park. Jinji memerintah dari Agustus 576 hingga Juli 579.

Raja Jinpyeong adalah raja kerajaan Silla ke-26. Ia berkuasa sejak tahun 579 hingga 632 (selama 52–53 tahun).
Jinpyeong menggantikan raja Raja Jinji (576–579). Ia tidak memiliki anak laki-laki, sehingga digantikan oleh putrinya, yaitu Ratu Seondeok (632–647).


Seondeok (Hangul: 덕, Sôndôk) adalah ratu Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea, dari tahun 632 hingga 647 (selama 14–15 tahun). Ia adalah penguasa ke-27 Silla, dan ratu pertama yang memerintah Silla.


Ratu Jindeok (Jinduc) dari Silla adalah ratu Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea, dari tahun 647 hingga 654 (selama 6–7 tahun). Ia adalah penguasa ke-28 kerajaan Silla. Ia adalah ratu kedua Silla setelah Ratu Seondeok.


Raja Taejong Muyeol (602661; umur 58–59 tahun; nama lahir: Kim Chunchu), adalah penguasa monarki ke-29 kerajaan Silla di Korea dan berkuasa dari tahun 654 (umur 51–52 tahun) hingga 661 (selama 6–7 tahun). Ia berjasa karena memimpin unifikasi Tiga Kerajaan Korea. Muyeol adalah teman masa kecil Kim Yusin, yang akan menjadi saudara iparnya.
Ia adalah teman dari Kaisar Gaozong dari Tang. Raja Muyeol meminta bantuan Tang untuk menghancurkan Baekje. Tang setuju dan mengirim 130.000 tentara dibawah pimpinan Jendral Su Dingfang. Sementara Kim Yusin dengan 50.000 tentara bertempur dalam pertempuran Hwangsanbeol, membuat Baekje hancur. Raja Uija dari Baekje menyerah, menyisakan Goguryeo sebagai musuh Silla di semenanjung Korea.


750px-Silsilah_Keturunan_Raja_Jinheung.jpg
 
Last edited:
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

banyak versi mengenai cerita keluarga kerajan shilla ini, kabarnya setelah Yong Shu meninggal, putri Cheon Myeong menikah dengan Yong chu, dari pernikahan ini dia melahirkan seorang putera, karena Seon Deok yg menikah berkali-kali gak punya anak, maka Yong Chun menikahi Seon Deok, namun dari pernikahan ini dia juga gak punya anak, abnak Cheon Myeong sendiri (adik Chun Chu) dikabarkan meninggal di racun oleh Yong Chun (bokapnya) mgkn karena Yong Chun curiga itu bukan anaknya. (lucu juga ya, karena di QSD, Yong Chun 'cuma' jadi perdana mentrinya Seon Deok).
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

Eh Ratu Jin Doek itu siapa ya?
Dia berkuasa setelah wafatnya Ratu Seon Deok. Tapi berkuasa hanya 6 sampai 7 tahun, baru kemudian eranya Chun Chu.
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

aih banyak beol-beol. tipe gw banget. :D

terus, juga ada klan faforit gw. park. itu linkin park berasal dari klan park kan? btw, mr.park bukannya pembuat kungfu komang ya? ningrat tapi juga komukis! tenks infonya non kalin~
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

240px-Cheomseongdae-1.jpg


Cheomseongdae adalah sebuah observatori astronomi kuno yang terdapat di Gyeongju, Korea Selatan. Cheomseongdae berarti menara pengamat bintang dalam bahasa Korea. Cheomseongdae adalah salah satu dari observatori tertua yang masih tersisa di Asia Timur dan di dunia. Dibangun pada awal abad ke-7, pada masa kerajaan Silla, dimana saat itu beribukotakan di Gyeongju. Cheomseongdae dikategorikan sebagai harta nasional Korea Selatan ke-31 pada tanggal 20 Desember 1962.
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

01_l.jpg


In the middle of the 6th century Silla became strong and expanded its territory. King Jinheung surveyed his new territory and erected a stele on Mt. Bukhansan around 555 to signify his reign and Silla's power. In 1816 the stele scholar Kim Jeong-hui identified the period of the monument. The stele is a testament to King Jinheung's reign and the prosperity of Silla. It is now designated as National Treasure No. 3.

semacam prasasti.. kalo Raja melahirkan anak kembar (perempuan) akan putus keturunan.. walau ada anak laki-laki.. tapi gak umur panjang.. CMIIW
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

230px-Statue_of_Kim_Yushin.jpg


YuShin.jpg


on film:

Queen_Seon_deok05.jpg


preview.jpg


kingse%7E1.jpg


Kim Yushin (595-673) was a general in 7th-century Silla. He led the unification of the Korean peninsula by Silla under the reign of King Muyeol of Silla and King Munmu of Silla. He is said to have been the great-grandchild of King Guhae of Geumgwan Gaya, the last ruler of the Geumgwan Gaya state. This would have given him a very high position in the Silla bone rank system, which governed the political and military status that a person could attain.
Much of what we know about Kim's life comes from the detailed account in the Samguk Sagi, Yeoljeon 1-3, and the much briefer record in the Samguk Yusa, vol. 1.


Early years

Kim Yushin was the son of General Kim Seohyeon and Lady Manmyeong, who was a daughter of King Jinheung of Silla. He was born in Gyeyang, Jincheon County in 595, became a Hwarang warrior at just 15 and was an accomplished swordsman and a Gukseon (?*?*, 國仙; Hwarang leader) by the time he was 18 years old. By the age of 34 he had been given total command of the Silla armed forces.


Military accomplishments

Kim's first military engagement in command is believed to have occurred around 629, and through it he quickly proved his capabilities as a warrior. Silla was in a constant struggle with its neighbor to the west, Baekje, over territory. There had been gains and losses on both sides, and the struggle lasted for many years. It was during this period that Kim rose through the ranks of the military, rising to the position of general and becoming a skilled field commander.
Baekje and Silla had formed an alliance to counter Goguryeo's power and its intentions to push southwards, and together they launched a successful attack on it, Silla taking the northern territory and Baekje the one south of the Han river. But Silla broke the alliance and attacked Baekje in order to claim both territories for itself. After this betrayal, Baekje allied with Goguryeo. When Goguryeo and Baekje attacked Silla in 655, Silla joined forces with Tang Dynasty China to battle the invaders. Although it is not clear when Kim first became a general, he was certainly commanding the Silla forces at this time. Eventually, with the help of the Silla navy and some 13,000 Tang forces, Kim attacked the Baekje capital, Sabi, in 660, in one of the most famous battles of the century, the Battle of Hwangsanbeol.
The Baekje defenders were commanded by none other than General Gyebaek, although the Baekje forces consisted of about 5,000 men and were no match for Kim's warriors, which numbered about ten times as many. Baekje, which had been experiencing internal political problems, crumbled. Kim's Silla forces and their Tang allies now moved on Goguryeo from two directions, and in 661 they attacked the seemingly impregnable Goguryeo kingdom, but were repelled. The attack had weakened Goguryeo, though. In 667 another offensive was launched which, in 668, finally destroyed Goguryeo.
Silla still had to subdue various pockets of resistance, but their efforts were then focused on ensuring that their Tang allies did not overstay their welcome on the peninsula. After some difficult conflicts, Silla eventually forced out the Tang troops and united the peninsula under their rule.


Legends

Many stories exist about Kim Yushin. It is told that he once was ordered to subdue a rebel army, but his troops refused to fight as they had seen a large star fall from the sky and took this to be a bad omen. To regain the confidence of his troops, the General used a large kite to carry a fire ball into the sky. The soldiers, seeing the star return to heaven, rallied and defeated the rebels. It is also related how General Kim ingeniously used kites as a means of communication between his troops when they had become divided between islands and the mainland. Another story relates how, while Silla was allied with the Tang against Baekje, an argument broke out between Kim's commander and So Jung-Bang, a Tang general. As the argument escalated into a potentially bloody confrontation, Kim's sword was said to have leaped from its scabbard into his hand. Because the sword of a warrior was believed to be his soul, this occurrence so frightened the Tang general that he immediately apologised to the Silla officers.
Incidents such as this kept the Tang in awe of the Hwarang, and meant that in later years, when asked by the Tang emperor to attack Silla, the Tang generals refused, claiming that although Silla was small, it could not be defeated.


His final years

Throughout his life Kim had felt that Baekje, Goguryeo, and Silla should not be separate countries but united. He is regarded as the driving force in the unification of the Korean Peninsula, and is the most famous of all the generals in the unification wars of the Three Kingdoms.
Kim was rewarded handsomely for his efforts in the campaigns. In 668, King Munmu bestowed upon him the honorary title of Taedaegakgan (태대각간, 太大角干), something like "Grand Sub-Chief." He reportedly received a village of over 500 households, and in 669 was given some 142 separate horse farms, spread throughout the kingdom. He died four years later, leaving behind ten children.
Kim lived to the age of 78 and is considered to be one of the most famous generals and masters of Korean swords in Korean history. He is the focus of numerous stories and legends, and is familiar to most Koreans from a very early age. Following his death in 673, General Kim was awarded the honorary title of King Heungmu, and was buried at the foot of Songhwa Mountain, near Gyeongju in southeastern Korea, in a tomb as splendid as that of kings.


Legacy


Kim Yushin is remembered by his people to have been one of the greatest generals in Korean history. His ultimate legacy is the unifying of the Korean nation. One of his ten children, Won-Sul, became a general during the time of King Munmu of Silla, and he was essential in the complete independence of Silla from the Tang.

buset dah.. nikah terpaksa.. tapi anak 10 :D
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

Hahaha beda banget ya, Yu Shin asli ama di film na.
Aduh ternyata Mi Shil itu ada.. Ntar deh aku kasih lisensi na.

Al cheon juga ada. Sayang, informasi na dikit.

Kalo Bi Dam belom ketemu. Kebanyakan bahasa inggris. Jadi bagi yang minat, bisa pake google translate.
 
Bls: Sejarah Kerajaan Silla

waw......ceritanya berdasarkan sejarah ya.....saya kira ini cerita fiktif......habis enak ditonton...
 
Back
Top