nurcahyo
New member
Kualitas Terumbu Karang Indonesia turun hingga 50 persen
Kualitas Terumbu Karang Indonesia turun hingga 50 persen
Selama 50 tahun terakhir, kualitas Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia telah turun hingga 50 persen. Penurunan ini meningkat dari sebelumnya yang 10 persen. Antara tahun 1989-2000, Terumbu Karang dengan tutupan Karang hidup sebesar 50 persen telah menurun dari 36 persen menjadi 29 persen. Demikian disampaikan Silvianita Timotius, Direktur Terangi, saat ditemui reporter beritabumi.or.id di kantornya (Jakarta), Senin (13/11).
Menurutnya, Terumbu Karang di bagian barat Indonesia menghadapi ancaman terbesar. Hal ini berhubungan dengan tingkat pembangunan yang tinggi dan populasi penduduk yang padat di daerah tersebut.
Abrasi pantai merupakan salah satu dampak dari kerusakan Terumbu Karang. Selain itu menyebabkan kerusakan Karang dalam luasan yang cukup besar.
Untuk merehabilitasi Terumbu Karang butuh waktu yang cukup lama. Berbagai upaya untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang telah dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun Organisasi non Pemerintah (Ornop). Seperti teknik transplantasi yang dilakukan 40 KK nelayan Karya Segara di Bali untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang.
Upaya yang perlu ditekankan guna menekan laju kerusakan Terumbu Karang adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai Terumbu Karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya.
"Pendidikan kepada masyarakat berguna untuk mengubah pola pikir akan arti penting Terumbu Karang bagi kehidupan," ujar Silvianita.
Terumbu Karang berfungsi sebagai pelindung pantai dan juga tempat bagi berbagai jenis ikan mencari makan. Selain itu Terumbu Karang juga mendukung pertumbuhan Mangrove dan Lamun, menyediakan habitat tempat berlindung yang sangat penting untuk keanekaragaman jenis biota laut dan mencegah terjadinya erosi pantai.
Dijelaskannya bahwa saat ini kondisi Terumbu Karang banyak mengalami kerusakan. Faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia disebabkan oleh alam maupun aktivitas manusia.
"Di Indonesia kerusakan Terumbu Karang lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia," katanya.
Secara umum ada dua faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pertama adalah pengambilan ikan secara berlebih dan yang kedua adalah pengambilan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
"Pengambilan ikan dengan menggunakan bom dan sianida masih sering terjadi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kondisi Terumbu Karang di Indonesia terancam," tegasnya.
Dia menerangkan bahwa persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebih dapat mencapai 64 persen dari luas keseluruhan, dan mencapai 53 persen akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak.
Sementara menurut estimasi Proyek Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara (TKTAT), luas Terumbu Karang di Indonesia sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup Terumbu Karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam.
"Jika estimasi ini akurat, maka 51 persen terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18 persen Terumbu Karang di dunia, berada di perairan Indonesia," ujar Silvianita.
Kualitas Terumbu Karang Indonesia turun hingga 50 persen
Selama 50 tahun terakhir, kualitas Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia telah turun hingga 50 persen. Penurunan ini meningkat dari sebelumnya yang 10 persen. Antara tahun 1989-2000, Terumbu Karang dengan tutupan Karang hidup sebesar 50 persen telah menurun dari 36 persen menjadi 29 persen. Demikian disampaikan Silvianita Timotius, Direktur Terangi, saat ditemui reporter beritabumi.or.id di kantornya (Jakarta), Senin (13/11).
Menurutnya, Terumbu Karang di bagian barat Indonesia menghadapi ancaman terbesar. Hal ini berhubungan dengan tingkat pembangunan yang tinggi dan populasi penduduk yang padat di daerah tersebut.
Abrasi pantai merupakan salah satu dampak dari kerusakan Terumbu Karang. Selain itu menyebabkan kerusakan Karang dalam luasan yang cukup besar.
Untuk merehabilitasi Terumbu Karang butuh waktu yang cukup lama. Berbagai upaya untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang telah dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun Organisasi non Pemerintah (Ornop). Seperti teknik transplantasi yang dilakukan 40 KK nelayan Karya Segara di Bali untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang.
Upaya yang perlu ditekankan guna menekan laju kerusakan Terumbu Karang adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai Terumbu Karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya.
"Pendidikan kepada masyarakat berguna untuk mengubah pola pikir akan arti penting Terumbu Karang bagi kehidupan," ujar Silvianita.
Terumbu Karang berfungsi sebagai pelindung pantai dan juga tempat bagi berbagai jenis ikan mencari makan. Selain itu Terumbu Karang juga mendukung pertumbuhan Mangrove dan Lamun, menyediakan habitat tempat berlindung yang sangat penting untuk keanekaragaman jenis biota laut dan mencegah terjadinya erosi pantai.
Dijelaskannya bahwa saat ini kondisi Terumbu Karang banyak mengalami kerusakan. Faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia disebabkan oleh alam maupun aktivitas manusia.
"Di Indonesia kerusakan Terumbu Karang lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia," katanya.
Secara umum ada dua faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pertama adalah pengambilan ikan secara berlebih dan yang kedua adalah pengambilan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
"Pengambilan ikan dengan menggunakan bom dan sianida masih sering terjadi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kondisi Terumbu Karang di Indonesia terancam," tegasnya.
Dia menerangkan bahwa persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebih dapat mencapai 64 persen dari luas keseluruhan, dan mencapai 53 persen akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak.
Sementara menurut estimasi Proyek Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara (TKTAT), luas Terumbu Karang di Indonesia sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup Terumbu Karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam.
"Jika estimasi ini akurat, maka 51 persen terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18 persen Terumbu Karang di dunia, berada di perairan Indonesia," ujar Silvianita.