Kumpulan Artikel

Status
Not open for further replies.
artikelnya cukup menarik. Tapi tolong dong beri info lebih detail bagaimana membuahkan buah naga, coz bunga pohon naga saya rontok semua (sudah lebih dari 20 bunga).
 
Wah, saya betul2 sueneng bisa baca2 banyak artikel ttg produk2 hasil pertanian dan bagaimana alternatif pengolahan hasilnya agar lebih memberikan nilai tambah. Maaf nih, kalau boleh numpang nanya, ada nggak sih hasil riset ttg pemanfaatan tongkol jagung sebagai alternatif campuran pakan ternak (seperti dedak yg sdh lebih dulu digunakan) ? Kalau ada bagaimana cara mengolah tongkol tsb spy bs dimanfaatkan sbg alternatif pakan tersebut ? Apakah pemberian produk olahan dr tongkol jagung kpd hewan ternak tersebut berpotensi negatif kpd ternak yg kita pelihara atau bagaimana ? Kalau ada artikel yg sekiranya berkaitan dgn hal2 tsb, dgn sangat senang hati saya akan membaca dan mempelajarinya. Tolong dong temans.... Thx.
 
Bpk. Nurcahyo yth.

Saya mohon informasi alamat Bpk Yohannes Slamet Widodo dan Bpk. Suwondo produsen Mesin pengering beku untuk pengolahan papain, kalo bisa sekalian dengan no. teleponnya.
Informasi tolong di email kepada saya di jadangar@gmail.com

terimakasih
Deni
 
bagus baget mas....
ini menandakan kebangkitan era pertanian....
Hidup pertanian....dan segala aspek turunan dari bidang pertanian
 
Re: Laba di Balik Luka

Laba di Balik Luka
Oleh trubus


Untuk mendapatkan bahan baku, Tofan mengebunkan pepaya di Ploso, Kediri, Jawa Timur. Lahan seluas 2 ha berpopulasi 4.000 tanaman berjarak tanam 2 m x 2,5 m. Alumnus Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu menggunakan bibit berumur 3 bulan. Enam bulan kemudian, buah pepaya siap toreh hingga berumur 3 tahun. Sebatang tanaman berumur 9 -10 bulan terdapat 30 buah pepaya siap toreh. Dalam sebulan, hanya 250 tanaman yang siap sadap. Sebab, penanaman bertahap sehingga umur tanaman berbeda-beda.

Interval penorehan 5 hari sekali atau 5 kali selama 25 hari. Hasilnya 2 kg getah pepaya per tanaman selama 25 hari atau total jenderal 500 kg untuk 250 tanaman. Setelah diproses, getah itu menghasilkan papain kasar. Lantas, porsinya dibagi untuk ekspor ke Taiwan, pengiriman sampel ke berbagai tempat, dan pembuatan pelunak daging untuk memasok pasar lokal.

Kirim sampel
Dari 500 kg getah itu diolah menjadi crude papain (CP)alias papain mentah dengan pengeringan pada suhu 57,5 -60o C. Hasilnya, 100 kg CP. Menurut Tofan biaya produksi untuk menghasilkan 1 kg CP hanya Rp250.000. Itu sudah memperhitungkan sewa lahan, tenaga kerja, perawatan, panen, dan investasi. Papain mentah itulah yang diekspor ke Taiwan dengan volume rutin 20 kg per bulan.

Selebihnya?Pria 35 tahun itu mengirimkan 20 kg sampel ke berbagai importir dan perusahaan di dalam negeri. Sisa 60 kg ia kembangkan untuk pasar dalam negeri. Memang pasar ekspor (ke Taiwan)masih terbuka lantaran meminta 60 kg. Namun, Tofan memilih mencari pasar lain karena perdagangan dengan Taiwan kadang banyak kendala.

Pengiriman sampel dilakukan Tofan rutin setiap bulan sejak 2 tahun lalu seperti ketika ia memulai usaha papain. Begitulah cara Tofan membuka pasar ekspor. Hasilnya memang belum kelihatan, tapi ia yakin suatu ketika pasar ekspor dapat ditembusnya. Pasar Taiwan diperoleh setelah ia mengiklankan produknya di sebuah situs. Dalam waktu 30 hari penawaran datang.

Ia juga memasarkan rata-rata 60 kg CP sebagai pengempuk daging di pasar domestik. Selain berbahan CP, Tofan menambahkan tepung jagung, garam, dan dektrosa untuk membuat pengempuk daging. Dalam 1 kg pengempuk daging, ia hanya memerlukan 1 ons CP, 9 ons lain berupa bahan-bahan tadi.

Artinya dalam sebulan ia sanggup memasarkan 600 kg pengempuk daging ke berbagai pasar swalayan. Ia memperoleh harga Rp10. 000 per 7, 5 gram pengempuk daging -setelah dicampur dengan bahan lain. Laba yang ditangguk dari perniagaan pengempuk daging itu sekitar Rp1.300.000 per bulan.

Ia juga pernah mengekspor papain ke India dan Jepang selama 6 bulan. Volume ekspor masing-masing 20 kg per bulan dengan harga US$60. Harga itu lebih tinggi dibanding yang diterima produsen papain di Cina dan India. Mereka hanya menerima harga US$35 - US$$45. Sebab, nilai proteolitik papain produksi Tofan lebih tinggi, 1.500 -3.000 U/gram. Sedangkan nilai proteolitik papain India dan Jepang hanya 1.250 U/gram.

Semakin tinggi nilai proteolitik, kian cepat papain memecah protein sehingga harganya pun lebih mahal (baca:Getah Sejuta Manfaat , halaman 136 -137). Sayang, Jepang dan India menghentikan permintaan. Ia tak tahu penyebabnya karena transaksi dilakukan seorang perantara di Surabaya. Setahun lalu importir Cina minta pasokan rutin 2 ton/bulan. Tofan menolaknya karena getah pepaya, bahan baku papain, sulit didapatkan. Belum banyak pekebun yang menoreh buah.

Di Kediri, yang jadi sentra pepaya, paling hanya 4 orang, kata ayah satu putri itu. Harap mafhum, informasi getah papain jarang didengar petani. Ketika Trubus menyusuri sentra pepaya di Leles, Kabupaten Garut, banyak pekebun yang belum mengenal papain. Di sana pepaya dipetik mengkal untuk diolah menjadi manisan. Dengarlah pertanyaan seorang pekebun kepada Trubus, Batangnya yang disadap?

Ditinggal inti
Tak semua pekebun seberuntung Tofan. Rekannya Eko Sumaryanto malah kesulitan memasarkan papain. Awal 2005 Eko membeli 250 kg getah pepaya dari beberapa pekebun senilai Rp10-juta. Saat itu Eko meneken kontrak dengan sebuah perusahaan. Isinya: perusahaan itu akan membeli CP produksi Eko. Namun, apa lacur, setelah getah diolah - menjadi 50 kg crude papain -, perusahaan itu memutuskan kontrak. Eko akhirnya mengolah CP menjadi beragam produk seperti pengempuk daging, sabun, dan krim pencuci wajah. Pengempuk daging dikemas dalam botol 75 gram, dipasarkan dengan harga Rp6.000.

Hingga medio Februari 2006 -setahun setelah ia memulai usaha papain -, ia memasarkan 15. 000 botol. Saat ini penjualan rata-rata 2. 000 botol pengempuk daging per bulan. Produk itu memberikan omzet Rp12-juta atau laba bersih Rp6-juta per bulan. Konsumen pengempuk daging adalah pasar swalayan di Jakarta, Surabaya, dan Bali.

Sedangkan untuk produk kosmetik, hingga Februari 2006, Eko memasarkan 500 botol, sebagian besar krim wajah, yang harganya Rp15.000 - Rp20.000.

Omzet yang diraih Eko dari penjualan kosmetik berbahan papain itu sekitar Rp7, 5-juta. Keuntungannya lebih besar daripada pengempuk daging, ujar Eko. Itulah sebabnya pria 37 tahun itu berniat melanjutkan bisnis papain itu lantaran pasar dalam negeri mulai terkuak. Sementara pasar ekspor terbentang luas. Setidaknya itulah pengakuan Edy Nugraha, produsen papain di Bandung, Jawa Barat.

Bermitra
Sejak 2 tahun lalu, Edy Nugraha rutin memasok 1 ton CP ke Belgia. Padahal permintaan mereka mencapai 5 ton per bulan, kata sarjana agribisnis alumnus Institut Pertanian Bogor. Trubus sempat mengirimkan surat elektronik kepada Petrik Deprez, importir Belgia yang rutin membeli papain produksi Edy. Sayang, hingga tulisan ini diturunkan jawaban itu belum datang.

Edy bermitra dengan beberapa pekebun pepaya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari merekalah -total luas lahan 60 ha - kelangsungan bisnis Edy berlanjut hingga sekarang. Pekebun menyetor getah - harga jual saat ini Rp7. 000 per kg - kemudian diolah oleh Edy dengan natrium bisulfit. Biaya produksinya termasuk pembelian getah hanya Rp8. 000/kg, kata Edy. Setelah diblender, produk itu diserahkan kepada importir.

Nilai proteolitik papain Edy jauh di bawah Tofan, 300 -700 IU, karenanya harganya jauh lebih rendah. Ia menjualnya US$6 per kg untuk grade 300 -500 U/gram, sedangkan di atas 500 U/gram seharga US$12. Menurut Edy, papain produksinya dimurnikan kembali oleh Enzybel, perusahaan papain di Belgia. Dengan volume rata-rata 1 ton, laba yang diraihnya Rp49-juta per bulan. Edy mengatakan, selain dari Belgia, permintaan juga datang dari importir asal Amerika Serikat yang mencapai 40 ton per minggu. Sayang, produksinya belum memadai.

Edy mengendus peluang bisnis papain pada 4 tahun lalu. Saat itu ia bermitra dengan pekebun pepaya buah. Ia lantas mengubah orientasi bisnisnya begitu mengetahui margin papain lebih tinggi ketimbang pepaya buah. Empat tahun silam, harga sekilo pepaya di tingkat pekebun Rp150. Bobot sebuah pepaya rata-rata 3 kg sehingga total harganya Rp450. Tanpa pengalaman sebelumnya, ia megolah getah pepaya dengan microwave yang biasa digunakan ibunya untuk membuat kue.

Wajar jika mutu papain yang dihasilkan saat itu amat rendah. Warnanya kecokelatan sehingga kerap ditolak oleh importir. Saya orangnya tak gampang menyerah. Sudah saya jalani harus saya tuntaskan, katanya. Setelah beberapa kali mutu sampel ditingkatkan, pasar ekspor dapat diraih.

Lebih untung
PT Prime Agrotama Niaga (PAN) juga tengah merintis pasar ke Singapura. Twin Food, eksportir daging di negeri jiran, rencananya membutuhkan 10 ton papain per bulan. Untuk sementara PAN bermain di pasar domestik dengan memasok pengempuk daging di beberapa pasar swalayan. Wedy Aksana, direktur PAN mengatakan, penjualan rata-rata 2.000 dus per bulan. Sebuah dus terdiri atas 40 botol dengan volume 72 gram.

Sebagian produsen, memang menikmati laba berlimpah dari perniagaan papain. Pasar terbentang dan harga jual tinggi ketimbang jika memasarkan pepaya sebagai buah konsumsi. Lihatlah H Ota Rohata, pekebun pepaya buah di Sukabumi. Dari 1. 600 tanaman per ha, ia menuai 96 ton selama 1 tahun penanaman. Ia menjual ke Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Rp500 per kg. Artinya, total pendapatannya Rp48-juta. Setelah dikurangi biaya produksi Rp16.250.000, ia mengantongi laba bersih Rp31.750.000.

Dengan demikian mengebunkan pepaya untuk disadap jauh lebih menguntungkan. Apalagi prospeknya memang aduhai. Kini keputusan di tangan Anda:memetik atau menyadap buah.

boleh minta kontak yang jual papain kasar?
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top