Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Kalina

Moderator
1_12088330810.jpg


JAKARTA - Deddy Mizwar, 55, aktor senior dan sutradara gaek Indonesia itu, memang tidak pernah muluk-muluk menghadirkan cerita dalam karyanya. Setiap ceritanya adalah realita, bukan kisah menjual mimpi. Sarat makna dan pesan moral sekaligus enak ditonton. Seperti film keempatnya yang rilis 15 April mendatang, berjudul Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

Film tersebut bercerita tentang ironi kehidupan di kota besar. Ada seorang sarjana yang susah mencari pekerjaan. Ada sekelompok anak yang mencari makan dengan mencopet. Ada pula ayah yang senantiasa mengharapkan anaknya mencari nafkah dengan cara halal. Tiga fragmen itu berpadu dalam sebuah cerita.

Peran utama di film tersebut diberikan kepada Reza Rahadian yang menjadi Muluk, seorang sarjana manajemen putra Pak Makbul (Deddy Mizwar). Muluk adalah seorang penganggur. Sudah dua tahun jadi sarjana, dia belum juga mendapat pekerjaan.

Suatu ketika, di pasar Muluk melihat seorang pencopet cilik beraksi. Muluk mengikuti pencopet itu dan membekuknya di suatu tempat. Dari situ Muluk tahu bahwa pencopet tersebut punya komunitas yang dipimpin Bang Jarot (Tio Pakusadewo). Singkat cerita, Muluk akhirnya menerapkan ilmu manajemennya di komunitas copet tersebut.

Muluk bertindak sebagai konsultan copet. Sepuluh persen dari penghasilan para pencopet itu diambilnya sebagai fee. Sisa pendapatannya dikelola Muluk dalam bentuk investasi yang lain, yang lebih halal.

Kisah yang dialami Muluk dengan para begundal cilik itu pun membawanya ke sebuah cerita yang lebih jauh. Muluk lalu menyeret temannya, Syamsul (Asrul Dahlan), seorang sarjana pendidikan yang juga masih nganggur, untuk mengentaskan kondisi illiteracy (buta huruf) yang dialami anak-anak itu. Juga Pipit (Tika Bravani) untuk mengajar agama kepada mereka.

Yang dilakukan Muluk berjalan lancar sampai akhirnya ayahnya tahu pekerjaannya yang sebenarnya. Tak hanya ayah Muluk, ayah Pipit (Slamet Rahardjo) dan calon mertua Muluk (Jaja Miharja) juga tahu dari mana penghasilan yang didapat anak-anaknya berasal. Di sinilah terjadi kegamangan dalam diri Muluk dan Pipit.

Kekuatan film tersebut tak hanya terletak pada aktor kenamaan yang terlibat, tapi juga akting anak-anak yang berperan sebagai pencopet. Di antara 19 pemeran anak-anak itu, sebagian besar diambil dari anak-anak jalanan yang sama sekali belum pernah belajar akting. "Mereka ini anak-anak luar biasa. Ada yang dari penampungan anak-anak jalanan, ada yang dari Blok M, ada juga yang diambil dari teater. Mereka semuanya dilatih dalam workshop selama dua bulan," ungkap Deddy saat press screening film di Planet Hollywood kemarin (12/4).

Deddy juga mengatakan bahwa film itu didukung orang-orang yang sudah mendapat pengakuan di bidangnya. "Film ini didukung oleh sembilan peraih Citra," katanya. Yang dia maksud, antara lain, adalah dirinya, Reza Rahadian (aktor terbaik FFI 2009), Slamet Rahardjo (aktor terbaik FFI 1974 dan 1977), Rina Hassim (aktris pendukung terbaik FFI 1991), penulis skenario Musfar Yasin (penulis skenario terbaik FFI 2005), co-director Aria Kusumadewa (sutradara terbaik FFI 2009), serta director of photography Yudi Datau (sinematografi FFI 2005 dan 2006)

81930_ffi_2009__reza_rahadian.jpg

Reza Rahadian

slamet-rahardjo.jpg

Slamet Rahardjo

rina_hassim_20091027_1200368334.jpg

Rina Hassim
 
Bls: Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

film22701.jpg




Sejak lulus S1, hampir 2 tahun Muluk belum mendapatkan pekerjaan. Meskipun selalu gagal tetapi Muluk tidak pernah berputus asa

Pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu memperkenalkan kepada bosnya bernama Jarot. Muluk kaget karena di markas itu berkumpul anak-anak seusia Komet yang pekerjannya adalah mencopet

Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet, termasuk biaya mendidik mereka

“Usaha yang dikelola Muluk berbuah, namun di hati kecilnya tergerak niat untuk mengarahkan para pencopet agar mau merubah profesi mereka. DIbantu dua rekannya yang juga sarjana, Muluk membagi tugas mereka untuk mengajar agama, budi pekerti dan kewarganegaraan

Berhasilkah mereka mendidik anaka-anak tersebut?

APa yang terjadi jika orang tua Muluk mengetahui bahwa gaji anaknya dari hasil mencopet?

Jenis Film :
Comedy Satire
Produser :
Zairin Zain
Produksi :
Citra Sinema
Homepage :
http://www.alangkahlucunyafilm.com
Durasi :
0


Pemain :
Reza Rahadian
Deddy Mizwar
Slamet Rahardjo
Jaja Mihardja
Tio Pakusadewo
Asrul Dahlan
Ratu Tika Bravani
Rina Hasyim
Sakurta Ginting
Sonia
Sutradara :
Deddy Mizwar
Penulis :
Musfar Yasin

ceritanya biasa aja..
tetapi, pesan moral yang terkandung dalam cerita itulah yang LUAR BIASA
 
Bls: Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Deddy Mizwar : Menyentil Diri Sendiri

dedi-head.jpg


Bukan Deddy Mizwar jika tidak membuat atau main di film berkualitas yang sarat makna. Kali ini lewat film garapannya Alangkah Lucunya (negeri ini) Deddy kembali menampilkan tontonan yang akan menggugah hati Anda. Alangkah Lucunya (negeri ini) adalah film yang menceritakan tentang Muluk (Reza Rahadian) beserta teman-temannya yang mengelola uang dari para pencopet agar uang tersebut bisa merubah profesi para pencopet tersebut dengan profesi yang lain.

Diakui oleh Deddy jika gagasan film ini sebenarnya sudah ada dari sembilan tahun yang lalu. Gagasan awal berkelebat di kepala Musfar Yasin sebagai penulis, namun baru empat tahun terakhir ini diperbincangkan lebih sering dan sekitar enam belas bulan terakhir dibahas intensif. “Dulu sebelumnya film ini sudah diriset untuk film anak-anak yang nantinya dibuat dalam bentuk serial atau mini seri dengan 2 pilihan judul, Apa Kabar Bangsa-mu dan Copet. Karena kita tidak diuber-uber harus tayang kapan, kita olah lebih matang lagi dengan memuat masalah anak-anak dan sosial di sekitar kita,” kata Deddy saat ditemui di Resto Planet Hollywood, Jakarta (12/04) dalam acara press conference film Alangkah Lucunya (negeri ini).

Film yang menandai dua belas tahun kerjasama duo Deddy Mizwar-Mizwar Yasin sebagai sutradara-penulis skenario ini turut dibintangi para pemain seperti Reza Rahadian, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, dan Sonia. Namun tidak hanya para pemain yang sudah berkecimpung di dunia film saja yang turut berakting, film produksi Citra Sinema ini juga turut menampilkan para anak jalanan yang sesungguhnya untuk menunjukkan bakat aktingnya.

“Tujuh puluh persen anak jalanan yang main adalah anak jalanan yang sesungguhnya. Mereka ditampung di tempat penampungan-penampungan yang dikelola yayasan swasta. Mereka punya potensi, makanya kita coba mereka di film ini, ternyata mereka luar biasa. Itu semua karena mereka dikasih kesempatan, maka mereka bisa menunjukkan kemampuannya,” ujar Deddy menjelaskan keterlibatan anak jalanan tersebut.

Dalam film yang didukung dengan sembilan peraih Piala Citra tersebut, banyak yang mengatakan jika Alangkah Lucunya (negeri ini) banyak menyentil pemerintah, namun Deddy menepis itu semua. Ia punya maksud dan tujuan tertentu dalam penggambaran filmnya tersebut. “Tidak ada yang menyentil pemerintah atau siapa pun, justru saya menyentil diri saya, karena pada saat kita bisa menertawakan diri sendiri itulah yang disebut nilai kearifan dan itu yang disebut kembali pada fitrah. Mudah-mudahan semua penonton juga bisa kembali pada fitrahnya,” jelas pria pemeran Naga Bonar itu.
 
Bls: Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Reza Rahadian : Jadi Konsultan Copet

reza-head(1).jpg


Reza Rahadian kembali bermain film setelah terlibat di film Hari Untuk Amanda (2010). Aktor yang memulai karirnya sebagai model majalah ini terlibat di film Alangkah Lucunya (negeri ini) arahan sutradara Deddy Mizwar. Di film yang juga dibintangi oleh pemain pendatang baru Tika Bravani ini Reza berperan sebagai konsultan para pencopet.

“Di film ini saya berperan sebagai Muluk, seorang sarjana manajemen yang sudah dua tahun menganggur, sampai akhirnya saya dipertemukan dengan seorang copet cilik yang akhirnya membentuk manajemen copet dalam arti yang bukan sebenarnya. Tujuannya merubah pekerjaan mereka agar tidak mencopet lagi,” tutur Reza saat ditemui setelah press conference film Alangkah Lucunya (negeri ini) di Planet Hollywood (11/4).

Di film terbarunya ini pun Reza mengaku sangat bangga bisa bermain dengan para seniornya yang sudah lama malang melintang di dunia layar lebar tanah air. “Saya sangat bersyukur bisa terlibat di film ini, terutama dengan bang haji Deddy Mizwar, jadi saya sangat bangga sekali bisa bermain di film ini,” ujarnya lagi. Seperti diketahui di film ini Reza tidak hanya beradu akting dengan Deddy Mizwar, aktor kawakan Slamet Rahardjo dan Tio Pakusadewo juga turut meramaikan film yang digarap oleh Deddy Mizwar dan Aria Kusumadewa.

Ketertarikan Reza ternyata bukan hanya dari para pemain di film ini, menurutnya cerita di film sangat menarik. Selain potret kehidupan bangsa yang diangkat ke layar lebar, film-film dengan tema humanisme yang memiliki pesan moral yang tinggi juga sangat disukai cowo yang kini berusia 23 tahun. Namun ia tetap tidak menolak apabila bermain di film dengan tema lain.

Reza juga memuji para pemain copet cilik yang memang sebagian besar diambil dari anak jalanan. Menurutnya kehidupan anak jalanan sangat miris dan membuatnya terharu. “Jujur, karena saya bersama cukup lama, hampir dua bulan, dari proses reading sampai saya jalan bareng, makan bareng, jadi saya tahu cerita-cerita mereka yang bikin saya terharu, dan semua itu mereka jalani dengan tabah, kalau saya yang ngejalanin mungkin nggak kuat kali ya,” tutur tutur peraih piala Citra di film Perempuan Berkalung Sorban ini.
 
Bls: Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

hmm ceritanya rada 'berat' ya? idealis banget
 
Bls: Film Indonesia: Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

kayaknya piala citra dah di depan mata nih! he he
 
Kelucuan yang bisa kita lihat pada bangsa kita

Apa yang lucu pada negeri ini? Tak ada yang lucu. Semua perangkat negara ada, dari presiden, anggota DPR hingga rakyat jelata. Di permukaan, semuanya menjalankan tugasnya, membangun negeri ini untuk menyejahterakan rakyat. Semua memiliki hak yang sama untuk sekolah dan mendapatkan pekerjaan.

Namun, di mata aktor film Dedi Mizwar negeri ini tampak sangat lucu. Bagaimana mungkin di kota besar lulusan sarjana menganggur dan luntang-lantung mencari pekerjaan.

Bagaimana mungkin saat pemerintah rajin mempropagandakan sekolah gratis dan bantuan operasional sekolah (BOS), terutama jelang kampanye, banyak anak tidak sekolah dan menjadi pencopet pula.

Satu lagi, bagaimana mungkin, rakyat kecil mencopet dikejar dan terhina, sementara koruptor merajalela dan mendapat tempat terhormat dan diperlakukan istimewa.

Kondisi ironi inilah yang menjadi tema utama film mutakhir Dedi. "Alangkah Lucunya Negeri Ini". Setting dibuka dengan kehidupan sehari-hari masyarakat bawah.

Adalah tokoh tua, diwakili tiga bapak, Dedi Mizwar (merangkap sutradara) yang menjadi tokoh utama dalam film ini, Muluk (Reza Rahadian) lalu Slamet Rahardjo dan Jaja Mihardja.

Ketiganya mempunyai anak dan pengangguran semua meski sudah tamat S-1. Dedi yang berprofesi sebagai penjahit menolak anaknya disebut pengangguran. "Sedang mencari kerja. Beda dengan pengangguran yang pasrah merenungi nasib," katanya kepada calon besan Jaja yang dalam film ini memiliki gadis yang juga ditaksir calon anggota DPR.

Muluk sudah mencari kerja ke mana-mana tapi nasib tak berpihak padanya. Di sebuah pasar bertemu dengan copet kecil yang mengambil dompet melalui kerja sama dengan teman-temannya.

Dialog Muluk dengan copet kecil menjadi awal bahwa dialog dalam film ini menjanjikan percakapan cerdas. Penulis cerita Musfar Yasin patut diacungkan jempol untuk itu.
Termasuk, menggunakan kata "adalah" melalui Kifli, salah seorang ketua kelompok copet bus kota. Kata "adalah" pada setiap kalimat Kifli bisa menjadi daya tarik seperti "Apa kata dunia" dalam film Naga Bonar.

Muluk berkata bahwa dia sudah ke sana kemari mencari kerja untuk mendapat uang, tetapi dengan gampang sang copet mengambil dompet orang. "Jika kamu minta pasti akan diberi," kata Muluk.

"Saya pencopet, bang. Bukan peminta-minta," ujar Komet, sang copet kecil yang kemudian diperlihatkan sebagai ketua copet pasar.

Pertemuan itu dilanjutkan pada sebuah sudut warung di mana Komet menawarkan lauk opor, sementara Muluk hanya pesan tempe dan sayur kangkung.

Pimpinan copet

Singkat cerita, Muluk bertemu dengan pimpinan copet, Jarot (Tio Pakusadewo) yang mengkoordinir tiga kelompok copet, yakni copet pasar, copet di mall dan kelompok copet bus.

Muluk yang sarjana manajemen menawarkan proposal kerja sama kepada Jarot. Tawarannya, mengelola hasil copet anak-anak untuk dijadikan modal usaha. Dijanjikan, uang itu akan dikembangkan sehingga mereka suatu hari tidak perlu mencopet lagi.

Tidak hanya itu, Muluk ternyata berfikir jauh. Dia ingin anak-anak pencopet itu juga belajar pengetahuan umum, mengaji, mandi dan berdagang (menjadi pengasong).

Dedi tidak ingin perubahan profesi itu mulus sehingga penonton menyaksikan happy ending. Dia ingin semuanya realistis. Tidak gampang mengubah profesi copet menjadi pengasong.

Dialog cerdas muncul ketika Samsul (Asrul Dahlan), sarjana pendidikan harus menjelaskan pentingnya pendidikan. Di sini peran Kifli (tokoh anak yang mengantar orang tua di mobil bak terbuka di tengah kemacetan, Naga Bonar 2) yang selalu menggunakan kata "adalah" pada setiap percakapannya.

Pendidikan adalah... Asrul menjelaskannya dengan bahasa "tinggi" yang tak dipahami. Akhirnya pendidikan dipahami sebagai kemampuan yang lebih tinggi. Jika, tak berpendidikan hanya menjadi copet dan tetap miskin, maka jika berpendidikan bisa jadi koruptor dan hidup nyaman.

Jadi, "Hidup koruptor!" Teriak belasan anak copet di rumah kosong dan sebagian runtuh yang menjadi markas mereka. Sindiran pada koruptor juga dimunculkan ketika anak dibawa ke pintu gerbang DPR. Musfar mendisain dengan manis. Anak-anak mengatakan apakah boleh mencopet di gedung DPR. Tentu tidak boleh.

Kalau korupsi, tanya anak-anak. Para pendamping menghentikan dialog dengan mengajak mereka naik ke truk dan meninggalkan pintu gerbang. DPR juga DPRD saat ini sedang berjuang agar label koruptor itu lepas dari jabatan mereka karena hingga saat ini pun tak sedikit anggotanya yang ditahan dan diperiksa terkait sejumlah kasus korupsi.

Nilai moralitas dan halal tidaknya suatu rejeki juga disuguhkan dalam film ini. Tiga tokoh tua (Dedi, Slamet dan Jaja) ingin melihat pekerjaan anak-anaknya. Sebelumnya, Muluk mengatakan kepada bapaknya, Makbul, bahwa dia bekerja di bidang pengembangan SDM.

Kenyataannya, ketiga tokoh tua menyaksikan anak-anak mereka digaji dari uang copetan, meskipun dibungkus dengan kata "pengembangan SDM". Mereka tidak rela makan uang haram, uang dari mencopet.

Makbul menyisihkan gula dan teh dari Muluk. Termasuk, dana rekening listrik. "Mulai bulan depan, saya yang bayar," kata Makbul. Dia tak ingin uang dari hasil mencopet mengalir di darah dan menjadi daging di tubuhnya.

Adegan dramatis dipertunjukkan ketika keduanya berdoa di musholla, minta maaf dan ampun pada Allah karena selama ini makan uang dari hasil mencopet. Muluk dan rekan perempuannya, anak Slamet, menjadi ragu dengan profesi yang mereka lakukan selama ini.

Mereka ingin berhenti mendidik pencopet padahal mereka sudah menyiapkan enam kotak sebagai modal untuk mengasong (menjaja).

Adegan terbaik

Adegan terbaik dalam film ini diperlihatkan Samsul yang ingin tetap mendidik anak-anak pencopet asal diberi ongkos, tanpa honor. Masalahnya, bukan sekadar honor atau uang haram, tetapi menyangkut harga diri. Jika tidak mengajar maka dia akan menjadi penganggur lagi dan bermain kartu di gardu siskamlimg.

Dengan gaya yang ekspresif, khas Asrul, Samsul berteriak bahwa bukan mereka yang salah memakan uang pencopet. Bukan mereka juga yang salah makanya ada pencopet. Mengapa makan uang pencopet menjadi hina, sementara koruptor menghabisi uang rakyat dibiarkan bahkan kadang dibela dan jadi mulia. Yang salah adalah mereka yang membiarkan rakyatnya mencopet, teriak Samsul disaksikan warga kampung lainnya.

Ini inti dari pesan Alangkah Lucunya Negeri ini. Parodi kehidupan pencopet di film dan mencuatnya kasus korupsi di mana-mana, dalam kehidupan nyata.

Ternyata adegan itu belum cukup. Dedi dan Musfar menutupnya scene itu dengan adegan Jupri (Edwin) yang berjuang jadi calon wakil rakyat, menawarkan kaos bergambar dirinya. "Pilih saya, ya," kata Jupri dengan senyum lebar. Samsul yang meradang, mengembalikan kaos dengan mengatakan, "Kentuuut...!!!" dengan mantap.

Secara keseluruhan film ini sangat menghibur, mengalir dan sarat dengan pesan, jauh beda dengan film-film lainnya, kecuali Naga Bonar 2, tentunya. Adegan yang mengganggu adalah saat para pencopet menaikkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di tanah kosong dengan latar gedung tinggi di sekitarnya. Apa menariknya adegan ini?.

Dedi seakan ingin mengatakan, pesan yang sarat dengan makna di lagu kebangsaan adalah doa yang layak dipanjatkan ke Tuhan yang Maha Esa, sehingga pantas ditutup dengan kata "amin".

Meski ada sejumlah adegan yang menampilkan produk minuman suplemen, motor dan penganan sosis, tetapi sebagai produk kapitalis yang butuh sponsor, hal itu wajar dilakukan. Tanpa dukungan dana, film seperti ini hanya akan menjadi wacana yang habis dalam diskusi dan proposal. Sebagai film, Alangkah Lucunya Negeri ini pantas diacungkan dua jempol.


Sumber : www.antara.co.id
 
Back
Top