Swiss berjaya di laut berkat konglomerat Ernesto Bertarelli

Administrator

Administrator
9022_2_RF40W08_df_1541.jpg


Jangankan Samudera, bahkan secuil pesisir pun tak ada. Tapi, urusan
berlayar, Swiss ternyata melampaui negara negara maritim lainnya.
Paling tidak, terbukti dengan keperkasaan Alinghi, sindikasi layar
Swiss, yang baru saja berhasil mempertahankan trofi yacht sedunia,
Selasa 3 Juni 2007 lalu, di Valencia, Spanyol.

Meski kemenangannya dramatis – hanya terpaut 1 detik dari tim layar
Selandia Baru – tetap saja sukses itu mempertontonkan satu hal : tak
ada yang tak mungkin. Kurang masuk akal memang, bagaimana tim layar
Swiss bisa sebegitu digdaya. Negeri mungil yang berada di tengah
tengah ranah Eropa ini, tak sejengkal pun memiliki laut. Ia dikepung
teritorial Jerman, Perancis, Austria dan Italia. Jika pun ada tempat
untuk berlayar, hanyalah danau danau indah dan sungai sungai jernih
yang mengiris daratan Swiss. Perairan paling dekat, Genoa, Italia,
jaraknya 300 kilometer dari Bern, Ibu Kota Swiss. Untuk sampai ke
perairan di Genoa, mau tak mau, kapal layar Sui 100 itu, harus
diangkut tronton, menembus Tessin, Milan, Toskana dan akhirnya
perairan Genoa. Jalan lain, menyusuri sungai Rhein : dari Basel
(Swiss) , Duesseldorf (Jerman) , hingga pucuknya di Amsterdam,
Belanda.

Sukses ajaib ini tak lepas dari peran Ernesto Bertarelli, milyader
Swiss yang menetap di Jenewa. Dialah yang berhasil mengumpulkan
pelayar – pelayar terbaik dunia, menggabungkannya dalam sebuah tim
superkuat bernama Alinghi. Tak mengherankan jika orang Swiss Asli,
dalam tim inti, hanya berjumlah empat orang dari 38 orang. Orang awak
itu adalah Ernesto Bertarelli sendiri, dan tiga lainnya : Enrico de
Maria, Yves Detrey dan Nils Frei. Yang berada langsung dalam Sui 100
itu pun hanya Ernesto seorang. Ketiga lainnya, berperan di daratan.

Sukses Alinghi memang sukses komunal, sebuah kerja keras bersama.
Kendati demikian, tim layar yang pernah disebut – sebut sebagai The
Dream Team ini, memiliki empat pilar : The Fabulous Four.

Pentolan nomer satu, siapa lagi kalau bukan Ernesto Bertarelli. Ia
adalah pemilik, The Big Boss yang merangkap Afterguard. Setidaknya,
Ernesto-lah figur yang menyediakan dana 50 juta Swiss Franch,
sepertiga dari biaya 150 juta Swiss Franch Alinghi. Di dalam kapal
layar supercepat itu, Ernesto bertugas sebagai pengukur kecepatan dan
posisi lawan.

Orang penting kedua bernama Brad Butterworth. Dialah otak utama
Alinghi : manuver dan taktik Alingghi ditentukan Brad. Media
menyebutnya sebagai manusia laut yang tak bisa dikalahkan. Dimana ada
Brad, disitulah kemenangan berada. Hanya alam, sejatinya perubahan
arah angin, yang bisa mengalahkannya. Cuma, dalam sistem the best of
nine di Valencia itu, Brad sempat kecolongan dua kemenangan. Predikat
tak terkalahkan itu pun, sejak kecolongan itu, mulai diragukan.
Tragisnya, Brad Butterworth berpaspor Selandia Baru, negara yang baru
saja dikalahkan secara dramatis itu.

Peran penting yang lain berada ditangan Ed Baird. Dialah nahkoda
Alinghi. Baird sebenarnya nakoda cadangan Alinghi. Namun begitu
Russell Couts, nahkoda utama minggat, Ed baird-lah pilihan utama
Ernesto dan Brad. Pemegang paspor Amerika ini dianggap lebih mampu
mengontrol emosinya.

Tim sukses Alinghi keempat adalah Rolf Vrolijk, warga negara Belanda.
Rolf-lah yang merancang kapal layar Alinghi. "Agar sebuah boat, jika
sedang berbalik 180 derajad, tidak sampai patah," katanya terkekeh –
kekeh.

Kemenangan Alinghi kali ini adalah kemenangan kedua, setelah
kemenangan pertama atas tim yang sama pada tahun 2003. Bedanya,
kemenangan pertama skor 5 – 0 untuk Alinghi, sementara kemenangan di
Valencia kali ini, hanya 5 – 2 dari the best of nine. Laga terakhir
pun, berakhir sangat dramatis, yakni hanya terpaut satu detik semata.
Jika saja Tim Kiwi tidak terkena hukuman pada laga terakhir itu – ia
diharuskan berputar 270 derajad karena pernah memotong jalan Alinghi –
bisa dipastikan kedudukan, pada Selasa sore itu, berakhir dengan skor
4 – 3.

Tak hanya pautan sati detik yang membuat pertandingan terakhir itu
begitu menegangkan. Dari empat kali putaran, kedua tim saling susul
menyusul. Sejak start, kedua tim saling berebutan berada di depan,
meski pada akhirnya Alinghi berhasil mencapai putaran pertama ini
dengan selisih tujuh detik. Itu pun terjadi setelah Alinghi berhasil
menggiring The Kiwi menjauhi putaran ini. Putaran kedua dikuasai
Selandia Baru, bahkan dengan selisih 14 detik. Pada putaran ketigalah
kesalahan dilakukan Tim Selandia Baru. Pada saat mendekati ke putaran
ke empat, tiba tiba kapal layar yang disponsori perusahaan penerbangan
Timur Tengah ini memotong jalur Alinghi. Pada titik inilah hukuman
harus berputar 270 derajad harus dilakukan Tim Selandia Baru.
Putaran terakhir terlihat Alinghi bakal berhasil mempertahankan gelar.
Namun pada titik 800 meter sebelum finish, tiba tiba angin berubah
arah. Laju Alinghi pun tersendat, bahkan berhenti. Kesempatan ini
digunakan Tim Selandia Baru dengan sempurna. Jarak sekitar 100 meter
pun mulai diperkecil, bahkan akhirnya berhasil menyalib Alinghi.
Sayang, gara gara harus berputar 270 derajad, kemenangan Tim Selandia
Baru yang berada di depan mata itu lenyap. Putaran Tim Kiwi
dimanfaatkan Alinghi. Dan kemenangan yang hanya selisih satu detik itu
pun disapu Alinghi.

Dan gelas sampanye dan lonceng sapi pun berdetingan di Jenewa, markas
besar Alinghi. Selama empat tahun mendatang, trofi olah raga paling
tua sejagad ini kembali akan berada di bumi Swiss.



Sumber : http://www.mail-archive.com/
 
Bls: Swiss berjaya di laut berkat konglomerat Ernesto Bertarelli

Gillaaa.. ternyata dari olahraga juga bisa jadi konglomerat, kebanyakan olahragawan di Indonesia malah justru mlarat...
 
Back
Top