Siklid Tetap Jadi Primadona

Status
Not open for further replies.

nurcahyo

New member
Siklid Tetap Jadi Primadona
Oleh trubus



Bulan-bulan ini aktivitas Dwi Juwono Kartiko di Yogyakarta semakin padat. Selain terus memproduksi siklid lama seperti Tropheus duboisi moorii dan T. bemba, kini Dwi pun sibuk menangkarkan siklid-siklid baru asal Afrika seperti Callochromis macrops Red Ndole dan T. moorii Bulu Point. Hasilnya sudah diminta seorang eksportir di Jakarta, ujarnya.

Lima tahun lalu saat serius menekuni siklid, Dwi sudah yakin jika ikan hias asal Afrika itu menjadi ladang bisnis menjanjikan. Seorang kolektor di Yogya pernah bilang di masa mendatang pasar siklid sangat bagus, ujarnya. Rasa optimis itu terbukti. Kini dari penjualan aneka jenis tropheus saja, Dwi bisa meraup omzet Rp15-juta/bulan.

Jumlah itu didapat dari pengiriman rutin rata-rata 1.000 anakan ukuran 2 inci ke eksportir. Harga jual yang diterima sekitar Rp12.000-Rp15.000/ekor. Permintaan mencapai 2 kali lipat, tapi belum terpenuhi, ujar pemilik Best Aquarium di bilangan Sangaji, Yogyakarta itu.

Kehadiran siklid baru memang dinanti-nanti Dwi. Selain keragaman jenis siklid koleksinya bertambah, bila sukses diperbanyak harga jualnya pun lebih tinggi. Maklum stok siklid-siklid itu sangat terbatas. Sebut saja Callochromis macrops Red Ndole, T. moorii Bulu Point, Asprotilapia leptura Purple, Cyprichromis leptosoma jumbo Blue Chillo, Julidochromis ornatus albino, dan Altolamprologus compressicep Golden Head. Untuk Golden Head ukuran 2,5 cm harga belinya bisa sampai US$40/ekor, ujarnya.
Primadona

Nun di Sentul, Bogor, Banban pun terciprat rezeki dari siklid. Setiap bulan dari sekitar 15 akuarium pendapatan minimal Rp2,5-juta diperoleh dari pengiriman 500 ekor T.d moorii dan T. bemba ke eksportir di Jakarta. Sampai saat ini bermain siklid masih menguntungkan, ujar pemilik Sentul Farm itu. Maklum ongkos operasional pemeliharaan sejak telur hingga ukuran siap jual, 2 inci, agak murah, berkisar Rp1.000-Rp1.500/ekor. Tapi jumlah produksi tidak tentu. Kadang bisa banyak, tapi seringkali sedikit, tuturnya.

Sugeng Bintoro di Solo pun kini rajin menggenjot produksi siklid. Dari Farmnya di bilangan Kartosuro minimal 100 ekor/bulan T.d moorii dan T. bemba dipasok ke pengepul ikan di Yogyakarta. Untuk setiap ekor T. duboisi, Sugeng menerima harga Rp5.000-Rp6.000/ekor. Dibandingkan 3 tahun lalu harga sudah turun sekitar Rp4.000/ekor. Mungkin karena sekarang banyak yang mengusahakan, ujar pengusaha sembako itu.

Meski demikian pendapatan Sugeng tetap lumayan, mencapai sekitar Rp3-juta-Rp4-juta/bulan. Maklum selain menjual tropheus untuk kebutuhan ekspotir, penjualan siklid jenis frontosa untuk lokal juga kencang. Yang banyak dicari frontosa berwarna standar belang putih dan biru, ujarnya. Bulan lalu misalnya Sugeng mampu menjual sekitar 200-300 anakan ukuran 1 inci seharga Rp8.000/ekor.

Dari pengamatan Trubus di salah satu sentra ikan hias di Jakarta seperti Sumenep, siklid termasuk salah satu jenis yang dicaricari konsumen. Umumnya yang diminati jenis berwarna ngejreng seperti lemon siklid. Jenis yang banyak dibudidayakan peternak di sekitar Tangerang itu memiliki corak kuning menyala.
Klub mancanegara

Menurut Peni Sriyati dari Rancamaya Houlding Ground di Bogor, siklid salah satu primadona ekspor. Jenis ini sangat disukai konsumen dari Eropa karena warnanya cantik, ujarnya. Contoh Julidochromis ornatus. Jenis asal perairan Tanganyika di Afrika itu memiliki tubuh putih berpadu garis-garis keemasan. Pun Callochromis macrops yang bercorak perak terang.

Hal senada diamini Hendra Iwan Putra dari Asosiasi Eksportir Indonesia. Selain tetra, black ghost, dan botia, aneka siklid seperti tropheus sangat disukai konsumen luar, ujar pemilik Harlequin Aquatic di Pondok Bambu itu.

Kehadiran klub-klub pencinta siklid di mancanegara memang menunjang ramainya perdagangan siklid dunia. Sebut saja Belgian Cichlid Association, Texas Cichlid Association, Canadian Rift Lakes Cichlid Association, dan Ohio Cichlid Association. Belgian Cichlid Association dengan sekitar 500 anggota misalnya rajin mendatangkan tangkaran dari negara-negara Asia.

Peternak Asia terutama Indonesia, Singapura, dan Malaysia memang dikenal jago memproduksi siklid. Hal itu sebetulnya amat didukung oleh musim. Di sini tidak ada musim dingin seperti peternak di Eropa, ujar Iswanda, kolektor siklid di Yogyakarta. Keunggulan lain, warna yang dihasilkan lebih cerah seperti di habitat aslinya. Mungkin karena kondisi iklimnya hampir sama dengan asal mereka seperti tropheus di Danau Tanganyika Tanzania, tuturnya.

Menurut Sugeng meskipun pasar cukup bagus, peternak harus membekali diri dengan teknik budidaya yang baik. Maklum tingkat keberhasilan pemijahan siklid relatif kecil. Hal itu diperparah lagi jumlah anakan sedikit. Betina paling menghasilkan 12-15 telur, tapi yang jadi sampai burayak paling 50% saja, ujar Sugeng. Bila peternak sudah mampu menangkarkan dengan baik, kehadiran jenis-jenis baru tentunya menjadi peluang besar seperti yang dibidik oleh Dwi Juwono.
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top