Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

Untung1258789

New member
1929417p.jpg


Memberi pemahaman tentang pentingnya kreativitas dalam pembelajaran tidak cukup hanya berlaku pada guru, tetapi juga kepala sekolah sebagai pembuat kebijakan. Guru tidak bisa berdiri sendiri menjadi inspirasi pembelajaran yang inspiratif bagi murid-muridnya di dalam kelas.

Anak memang harus memperoleh hasil atau pencapaian, tetapi bukan itu yang utama, melainkan proses untuk meraih pencapaian itu.


Demikian hal itu mengemuka dalam seminar pendidikan "Mencerahkan dan Memberdayakan Peran Guru" yang diselenggarakan oleh Tupperware Indonesia yang didukung oleh Pemprov DKI Jakarta, Jumat (30/4/2010) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara seminar, antara lain, pengamat pendidikan Dr Ir Ratna Megawangi dan psikolog Prof Sarlito Wirawan Sarwono.

Direktur Marketing Tupperware Indonesia Yanty Melianty mengatakan, tidak cukup hanya guru yang perlu diberikan pencerahan terkait profesionalitasnya di sekolah, tetapi juga kepada sekolah sebagai pembuat kebijakan. "Harus dengan dukungan kepala sekolah agar guru bisa menjadi insan inspiratif yang lebih percaya diri dan kreatif di setiap proses pembelajaran bagi anak-anak didiknya," ujar Yanty.

Ratna Megawangi, yang membawakan topik "peran Pembelajaran Kreatif dalam Membangun Profesionalisme Guru SD", mengatakan, guru perlu terus dibekali dengan unsur-unsur kreativitas agar selalu kreatif dalam mengajar di samping mengatur kebutuhan hidup kesehariannya. Jika guru tetap berpegang teguh pada paradigma pendidikan yang hanya berfokus nilai dan rangking, hal tersebut hanya akan mengerdilkan anak didik.

"Pembelajaran oleh si anak memang harus memperoleh hasil atau ada pencapaian, tetapi bukan itu yang utama, melainkan proses untuk meraih pencapaian itu. Kalau dari awal proses itu sudah salah, itu yang berbahaya, anak jadi tidak kreatif," kata Ratna.

Ditambahkan oleh Yanty, guru kreatif akan berhasil mengembangkan siswa kreatif untuk menuju era ekonomi kreatif sesuai filosofi 3E, yaitu enlighten (mencerahkan), educate (mendidik), dan empower (memberdayakan), yang dijadikan sebagai filosofi Tupperware.

"Kita tidak akan cukup berhasil jika menyerahkan semua masalah kepada regulator," ujarnya.


Sumber : edukasi.kompas.com
 
Bls: Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

Kalo yang dibilang guru kreatif itu seperti apa ya?
 
Bls: Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

guru yang kreatif pintu pertama yang harus dilalui adalah menguasai peserta didik dulu. simple tapi tidak mudah.
guru yang kreatif sebernarnya sudah dapat dilihat dari perangkat pembelajaran nya (menurut ane sih)

supervisi oleh kepsek dan penilik lakukan secara rutin. khususnya bagi guru guru sertifikasi.
 
Bls: Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

guru yang kreatif pintu pertama yang harus dilalui adalah menguasai peserta didik dulu. simple tapi tidak mudah.
guru yang kreatif sebernarnya sudah dapat dilihat dari perangkat pembelajaran nya (menurut ane sih)

supervisi oleh kepsek dan penilik lakukan secara rutin. khususnya bagi guru guru sertifikasi.
waaaahhhh pak guru yang satu ini emang TOP...
jawabane ck ck ck....
 
Bls: Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

Guru yang kreatif itu tidak terikat dengan buku bacaan yang distandarkan, melainkan terus mengembangkan kepada praktek ketimbang teori. Disamping itu juga menyesuaikan daya serap belajar siswanya.

Tapi Abah yakin, daya serap murid akan lebih banyak menerima pertambahan ilmu bila guru melakukan kreatifitas dalam penyampaian materi belajarnya.
 
Bls: Guru Kreatif tidak mengkebiri Muridnya

Nih, Abah mengutip tulisan seorang pengunjung yang pernah mengambil pelajaran di Kandank Jurang Doank :

Sore itu, suasana di Kandank Jurang Doank (KJD), sebuah tempat yang dikelola Raden Rizki Mulyawan Kartanegara Hayang atau dikenal Dik Doank, tampak ramai dengan anak-anak. Mereka asyik bersenda gurau dengan teman-temannya. Ada juga yang asyik dengan berbagai alat permainan, seperti ayunan ataupun perosotan. Tampak tiga anak tengah asyik memainkan bola tendang di lapangan KJD yang terhampar luas. Di ruang perpustakaan terlihat anak-anak perempuan dan laki-laki tengah berdesakan. Mereka berebut mendaftarkan dirinya masuk sekolah alam KJD, sebuah sekolah yang memiliki filosofi: menciptakan anak yang mencipta bukan anak yang menjiplak. Di ruang tersebut beberapa anak kelihatan sibuk memilih buku yang hendak dibacanya.

Pemandangan seperti itu sudah lazim di KJD. Anak-anak berkunjung ke sini, selain bermain juga untuk buku. Boleh dikata, KJD adalah salah satu surga anak-anak bermain. Tidak saja untuk anak-anak sekitar Kampung Sawah, Ciputat di selatan Jakarta, tempat KJD berada, namun juga untuk anak-anak dari kampung lain, seperti dari Cileduk ataupun Pamulang. Pokoknya, dari mana saja boleh mengali wawasan serta potensi dirinya di KJD ini. Sekolah ala mini memang menyediakan fasilitas untuk kegiatan-kegiatan yang positif.

Sekolah alam KJD tentu saja berbeda dengan sekolah umum lainnya. Di sekolah yang sengaja dibuat di sudut persawahan ini beratapkan langit dan berdinding pepohonan. Sekolah ini juga tidak disekat dengan dinding dan pagar, tapi segalanya terbuka dan menyatu dengan alam. Dengan begitu para siswanya tidak akan merasa jenuh, gerah atau panas. Sambil belajar di kelas KJD baru yang dinamakan Sling (setengah Lingkaran) lantaran arena belajar-mengajar sengaja dibuat berbentuk setengah lingkaran. Dengan begitu, para murid dapat mengikuti pelajaran sambil menikmati keindahan alam persawahan, persis di depannya. Suasanapun segar, karena angin sepoi-sepoi senantiasa berhembus,

“Di sekolah alam KJD ini anak-anak dapat menambah wawasan baru yang tidak pernah diajarkan di sekolah formal. Selain itu, para murid juga diperkenalkan berbagai hal baru yang dapat menggali minat dan keahlian mereka,” ujar Staf Sekretariat KJD, Emi kepada wartawan Tani Merdeka. Kini tercatat 1.500 siswa yang mengikuti kegiatan di sekolah alam KJD ini.

Di sini para siswa dapat mengikuti berbagai kegiatan, yang merupakan hal baru buat mereka, seperti belajar bernyanyi, belajar membuat lilin, belajar menjadi anak band dan lainnya. Melaui berbagai kegiatan itu, anak-anak ini dapat mengetahui minat dan keahliannya. Bahkan baru-baru ini, KJD menyelenggarakan KJD Idol, yakni mencari dan mengaudisi siswa KJD yang jago bernyanyi. Dari ajang ini terpilihlah 9 orang jawara, yakni Neneng, Wita, Tantri, Nisyanti, Yoga, Agil, Lulu, Dina dan Tiwi. Kesembilan jawara ini akan disalurkan ke dunia rekaman dan membuat album anak-anak.

“Kebetulan Mas Dik juga menciptakan lagu anak-anak, nah apa salahnya kalau lagu yang telah diciptakan ini dinyanyikan dan dibuat album. Dengan begitu potensi menyanyi siswa sekolah alam KJD ini tidak sia-sia,” tambah Emi.

Murid sekolah alam KJD berasal dari berbagai kalangan. Semua anak tidak dibeda-bedakan oleh strata sosialnya. Karena, bagi Dik Doank, semua manusia dilahirkan sama. Di KJD semua perbedaan dihapuskan. Para siswanya diajarkan untuk saling membantu dan menghargai, baik ia miskin atau pun kaya.

Tidak ada silabus
KJD sebenarnya berdiri sejak 1993 di kompleks Angkasa Pura, Kemayoran Jakarta Pusat. Namun kemudian pada 1995 Dik Doank pun mulai pindah dan membeli tanah di Kampung Sawah Jurang Mangu, Ciputat.

Di sekolah alam KJD diajarkan beberapa mata pelajaran keahlian, diantaranya menggambar, menari, sepak bola, melawak, membuat patung dari tanah liat, dan mendongeng. Di sekolah ini tidak terdapat silabus ataupun jadwal belajar tetap buat anak didiknya. Para siswa cukup datang setiap hari Minggu, kecuali minggu keempat, dan mereka langsung mengikuti kegiatan yang ada..

Dik Doank, pemilik sekolah ini, adalah salah seorang pengajar tetap. Terkadang juga didatang guru tamu dengan latar belakang seni yang berbeda-beda. Mereka mengajar bergantian. Minggu ini belajar membuat patung lilin dengan menghadirkan seniman lilin, minggu berikutnya menghadirkan guru lain, misalnya tim dongeng dari Fisip Universitas Indonesia, dan lainnya.

Sekolah alam KJD juga dibebaskan dari berbagai pungutan alias gratis. Karena Dik Doank memang menyalurkan keinginan untuk membentuk komunitas. Tidak sembarang komunitas, namun komunitas yang peduli terhadap sesama. Seperti yang dikatakan Dik Doank dalam SIAR (Saluran Informasi Akar Rumput) bahwa kepedulian terhadap sesama manusia sudah selayaknya dilakukan setiap insan. Tidak terlalu istimewa, tapi sangat berarti, siapapun bisa melakukannya.

Salah satu prinsip yang senantiasa diajarkan Dik Doank kepada anak didiknya adalah jangan buang sampah sembarangan. Menurut Dik Doank, hal itu perkara kecil yang sering dilupakan, namun sebenarnya harus diperhatikan. Masalah kebersihan telah diperintahkan oleh agama. Maka, bagi Dik Doank, jangan dulu membicarakan bangsa kalau masih buang sampah sembarangan. Jangan bicarakan negara kalau belum mengerti kebersihan. **


evi agustin

Majalah Tani Merdeka edisi 4
 
Back
Top