Kreasi dari Koran Bekas

Administrator

Administrator
1002314p.JPG



HUJAN masih turun di Sorowajan, Yogyakarta, sore itu, dua tahun lalu. Seorang perempuan begitu yakin kalau nampan dari kertas koran yang bakal ditukarnya dengan lembaran-lembaran duit itu punya rangka kayu di dalamnya. Soalnya, dari tampilan luar, kerajinan tangan tersebut kelihatan getas alias ringkih, mudah patah.
Tak banyak bicara, si empunya barang dagangan, Fransiskus Xaverius Harso Susanto, langsung menaruh sekaleng lem sekitar sepuluh kilograman beratnya di atas nampan tersebut. Begitu melihat nampan itu bergeming dan tetap kokoh barulah perempuan berperawakan besar itu luluh. Jadilah, fulus sejumlah Rp 4 juta itu berpindah tangan. "Waktu itu, perempuan asal Inggris tersebut membeli seratus pieces barang-barang kerajinan mulai dari nampan, tempat majalah, tempat sampah, sampai keranjang kotak," kenang Harso dalam perbincangan di rumahnya, kini di kawasan Sanggrahan, Yogyakarta, pekan lalu.
Harso, panggilan akrab untuk pria berkulit agak gelap itu memang doyan "uthak-uthik", orang Jawa bilang. Mencoba sesuatu yang baru untuk membuat barang baru. "Salah satunya, ya, dari kertas koran bekas," imbuhnya.
Kecintaan pada barang-barang bekas makin memuncak saat ikut mendampingi anak-anak jalanan sekitar empat tahun silam. Kala itu, ia getol membuat barang-barang kerajinan dengan kertas yang sudah didaur ulang. Industri keatif skala rumahan macam itu menjadi incaran lantaran jelas-jelas mendatangkan uang. Bahkan, dari mancanegara. "Persaingan juga masih belum ketat," tambah pemilik rambut gondrong itu.
Namun, dunia memang lebih cepat berubah. Empasan krisis keuangan ikut-ikutan menjalar ke lingkup usaha kerajinan. "Banyak calon pembeli yang mengirimkan email, membatalkan pembelian. Wah, ini sudah tanda-tanda surut nih," kata kelahiran Temanggung, Jawa Tengah ini.
Maka, energi kreatif bapak dua anak itu pun berpacu lagi. Sebuah eksplorasi bersama empat orang rekannya, sekitar setahun lalu justru membuahkan produk meja dan kursi, masih berbahan dasar koran bekas. Tak ada kerangka khusus yang menjadi jeroan furnitur tersebut. Seluruhnya cuma kertas koran bekas. Cara pembuatan awalnya pun relatif mudah. Kertas tersebut cuma dilumuri lem kanji. Sesudah itu, dipilin-pilin.
Tapi, sebagaimana Harso memaparkan, tahapan berikutnya membutuhkan ketelitian dan keuletan. Kertas pilinan itu mesti dipasang sesuai bentuk secara persis. Pengeleman jalinan demi jalinan juga wajib mendapat ekstraperhatian ketat.
Lalu, kekuatan meja atau kursi itu untuk menahan beban pun mesti benar-benar diperhitungkan. Nyatanya, meja dan kursi dimaksud kuat menahan beban seberat 90 kilogram lebih. Dalam hal ini, mutu serat kertas koranlah yang berperan lumayan penting."Terus terang lho, aku cuma memakai koran Kompas," tutur Harso yang sempat mengenyam pendidikan di Fakultas MIPA dan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada ini.
Di penghujung, pewarnaan tak lalai menjadi perhatian. Soalnya, bagian ini membuat produk menjadi moncer. Ujung-ujungnya, konsumen pun jadi membeli.
Sampai saat ini, Harso yang mantan penjaga gawang klub sepak bola di almamaternya, SMA Seminari Mertoyudan Magelang dan SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga giat memperluas pemasaran di dunia maya. Makanya, ia pun membuatkan laman di www.paperfurniture.net bagi calon konsumennya. "Itu media agitasi agar yang nge-klik ikut membeli," katanya berpromosi.
Mengaku membanderol meja karyanya di kisaran Rp 300.000 sebiji, Harso sudah mampu melego 50-an barang sejenis, termasuk kursi. Meski begitu, ia juga masih tetap menyediakan barang-barang kerajinan macam tempat pensil hingga wadah sampah mulai dari harga Rp 6.000 per unitnya. Tetap, semuanya dari bahan dasar kertas koran bekas yang produknya antigetas.


Sumber : regional.kompas.com
 
Back
Top