" Primbon Timotius Di Bumi Lorosae "

abdybusthan

New member
Darah tak perlu di bayar dengan darah ketika langit menjadi liar, itu akan membuat prosais yang berkepanjangan seperti prominensia hukum tanah yang tak berawalan. “Dari tanah, kembali ke tanah” itulah bentuk kesempurnaan sebuah Primbon dari sang perfeksionis yang menuangkan fakta kedalam sebuah prosa tentang Secercah Halusinasi Timotius di ujung bumi Lorosae pada hari Sabat

Progeni lelaki itu bukanlah seorang Listra anak kesayangan Sang Rasul, tapi dialah hulubalang setengah baya, sang penakhluk kasta teruntum diujung primordial pribumi Lorosai. Dialah Timo yang menikmati hidup dengan membabarkan aksi sejuta mimpi dalam selaput yang membungkus keterbatasannya,

Timo memulai kisah sembilu dengan tiga kata yang melukiskan kesenduan itu : Terluka, Tersisih dan Terlupakan, dari sisi orang-orang yang disayangi. Itulah konsekuensi kemelut peradaban dalam dasawarsa nalar ketika mata tidak lagi menjadi mata, dan hati tidak lagi bermuara pada samudera Kasih.

Berawal dari serangkaian prolog yang menggambarkan kenangan Enam belas tahun yang lalu ketika sang bunda melahirkan seorang bocah, dengan cinta dan harapan yang akan membawa sebuah impian tentang langit dalam langit, bahwasanya “Diatas langit masih ada langit yaitu langit ketujuh”.

Namun, bukanlah salah bunda mengandung ketika harapan hanya meninggalkan secarik Noktah dalam jeruji besi, dikala seduh sedan menghempaskan, timo mencemari air susuh dengan air tubah. lalu khilaf dalam warna warni kehidupan jalanan menghujamkan perwatakan timo dalam lingkaran yang tak berwatak

Vitrah seorang pejantan memang bukanlah ensiklopedi yang latah dengan eksaminator yang eror, karena sang pejantan akan medeklarasikan sebuah Pertarungan sebagai tempat yang selalu menyisakan dua kata Sakral yaitu “Mengalahkan atau Terkalahkan”.

Seumpama jerami dalam sekam, sabat itu timo mengaung garang bagaikan pasukan Magala yang bertombak ditengah pertempuran mempertahankan sebuah kerajaan, dengan lidah-lidah api bak suasana maha karya dendam kesumat, Timo pun terlahir sebagai Seorang Pembunuh.

Trenyuh dalam kiat dihari sabat, mengumandangkan Lonceng Maut keseluruh penjuru Lorosai, bahwasanya Timo sang malaikat pencabut nyawa berdiam dalam mezbah problematik yang bertepi pada monolotik kekerasan.

Musim pun berganti ketika pertemuan tak terelakkan, dalam hening Sabat itu Timo berucap dengan lirih : Adakah “pengampunan” yang membebaskan ? lalu apa arti keselamatan itu ? dua pertanyaan yang membawa Iman kita pada Pengorbanan Kristus di kayu Salib,

Sejenak kami terdiam, lalu terdengarlah sebuah suara yang begemuruh dalam hati, semakin lama semakin jelas, Sabda itu berkata dengan lantang, bahwasanya : “ Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan aku di dalam Firdaus “. Demikianlah “Pengampunan kekal” yang menjawab kedua pertanyaan Timotius dalam Primbon di ujung bumi Lorosae. (Ditulis Oleh : ABDY BUSTHAN)
 
Bls: " Primbon Timotius Di Bumi Lorosae "

ini cerita tentang mistis, agamis atau apa ya? :D hehe ternyata saya itu memang gak bakat di bidang satra :D
 
Back
Top