Banjir Bandang Potensi Diperparah "Backward"

gupy15

Mod
Banjir Bandang Potensi Diperparah "Backward"
Laporan Wartawan Kompas Yulvianus Harjono


BANDUNG, KOMPAS--Fenomena banjir yang menimpa wilayah Jakarta dan sekitarnya tidak semata dipicu banjir bandang dari wilayah hulu, tetapi juga disebabkan masuknya arus laut dari perairan barat. Fenomena yang lazimnya disebut backwards atau arus balik inilah yang diharapkan ikut diwaspadai.

Demikian pendapat yang dikemukakan pakar hidrologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Chay Asdak, Ph.D mengenai fenomena banjir bandang Jabodetabek yang hampir seminggu terakhir ini masih terus terjadi. Selama fenomena yang dipicu alam ini maih terjadi, niscaya sulit dilakukan penanganan banjir secara menyeluruh.

?Backwards ini adalah fenomena masuknya air laut (Jawa) dari kemungkinan 13 aliran sungai yang mengalir di Jakarta. Jadi, bukan semata persoalan banjir di hulu. Ini pulalah yang juga mengarahkan kita betapa cepatnya banjir terjadi. Bahkan, dalam waktu kurang dari 6-8 jam setelah kondisi tingginya air di Katulampa (pintu air),? ucapnya.

Lebih jauh Chay menjelaskan, fenomena backwards ini terjadi akibat dipicu kondisi alam, yaitu terjadinya musim angin barat yang menyebabkan pasang di daerah Laut Cina Selatan dan sekitarnya, termasuk Laut Jawa. Data empirik yang menyebutkan 40 persen dataran di DKI Jakarta berada di bawah ketinggian permukaan air laut mendukung dalil ini.

Terkait kondisi ini, pakar dari Lembaga Penelitian Unpad ini pesimis, keberadaan proyek Banjir Kanal Timur (BKT) dan wacana pembuatan waduk di daerah hulu, yaitu puncak, diyakini tidak terlampau efektif mencegah terjadinya banjir. Daerah aliran sungai yang perlu diwaspadai dan dijadikan perhatian semestinya adalah wilayah tengah, khususnya Depok dengan DAS Ciliwung-nya.

?Banjir di Jakarta semakin dahsyat seiring berkurangnya lahan hijau dan tangkapan air di daerah Depok. Inilah mengapa keberadaan konsep megapolitan sangatlah positif mendukung upaya pengendalian. Janganlah kebijakan pengendalian melulu diarahkan ke hal-hal bersifat proyek. Apalagi, rencana reklamasi yang tidak berkaitan langsung,? paparnya kemudian.

Sementara itu, pakar planologi dari Institut Teknologi Bandung Andi Oetomo berpandangan, upaya penanggulangan banjir hanya bisa diatasi secara komprehensif, yaitu melalui kebijakan daerah yang saling terintegrasi dalam satu platform. Khususnya, yaitu kebijakan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

?Persoalan banjir tidak bakal selesai kalau hanya ditangani Pemerintah DKI sepihak. Perlu ada kepedulian dan dukungan dari daerah penyangga sekitar (Botabek). Salah satunya, ya segera menandatangani dan menyetujui draf Peraturan Presiden RTRW Jabodetabek,? ujarnya.

Ketentuan yang merupakan revisi Perpres RTRW Jabotabek inilah yang kemudian diharapkan menjadi platform dan acuan mengikat terkait kebijakan tata ruang DKI Jakarta dan sekitarnya. Di dalam Perpres ini kemudian diatur hal-hal vital menyangkut peruntukkan wilayah semacam pengendalian zonasi (daerah) aliran dan sempadan sungai.

?Kita lihat, DKI Jakarta ini kan letaknya di daerah hilir. Jadi, tentunya perlu ada integrasi kebijakan dengan daerah hulu dan tengah sungai. Di dalamnya aturan ini, bisa saja diatur beban dan tanggung jawab pengadaan infrastruktur vital pengendali banjir,? ucap anggota Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan ITB ini.
 
Back
Top