Cara kerja otak mengambil keputusan

Aku_wanita_cantik

New member
Proses kerja otak pada saat manusia mengambil keputusan ibarat gunting. Pisau yang satu adalah otak, pisau lainnya adalah lingkungan nyata tempat otak itu bekerja. Bukan semata tugas rasio.


Terkisah pengalaman Mayor Michael Riley yang bertugas sebagai opsir pemantau radar (di kapal perusak milik Inggris, HMS Gloucester, di masa Perang Teluk 1, awal 1991. Satu saat, layar radar di hadapannya memperlihatkan titik hijau tengah bergerak. Sebetulnya ia terbiasa melihat titik—titik seperti itu, yang menurut pengalamannya selama ini memperlihatkan pergerakan pesawat tempur Amerika.


Namun kali ini ia tidak dapat memastikan, apakah titik itu pesawat Amerika atau rudal Irak yang bergerak cepat menuju kapal perang USS Missouri. Hati kecilnya berkata, objek itu sungguh-sungguh mencurigakan.
Detik demi detik berjalan tanpa kepastian, sedangkan objek asing itu terus mendekati USS Missouri dengan kecepatan 550 meter per jam. Sang mayor bimbang. Kalau benar itu rudal Irak dan ia tidak segera meremehkannya, ratusan prajurit Amerika di kapal mm bakal habis. Sebaliknya, bila ia menembak dan ternyata objek itu pesawat tempur Amerika, setidaknya dua pilot tak berdosa bakal jadi korban.

Titik hijau itu terus hergerak makin dekat ke arah USS Misssouri, sementara tak ada waktu lagi bagi Mayor Riley untuk berpikir dan menganalisis. Ia segera mengeluarkan perintah tembak, dan dengan sertamerta dua rudal Sea Dart melesat. Dalam sekejap, objek tak dikenal itu hilang dan layar karena kedua rudal mm telah meledakkannya. Belakangan, setelah diteliti, keputusan sang mayor tepat: objek itu ternyata Silkworm yang ditembakkan tentara Irak.

Apa yang sesungguhnya terjadi di balik peristiwa ini? Bagaimana mungkin keputusan sang mayor ternyata benar? Bagaimana otak Mayor Riley bekerja ketika ia mengambil keputusan pada saat yang kritis ini? Itulah sederet pertanyaan yang coba dijawab dalam buku ini.

Di masa lalu, ketika para pemikir belum mampu meneliti otak dan sistem saraf, mereka menjadikan asumsi-asumsi yang belum teruji sebagai dasar teori tentang kerja otak rnanusia. Salah satunya, yang berkembang sejak zaman Yunani kuno, adalah asumsi bahwa manusia adalah makhluk rasional.
Dalam kaitan membuat keputusan, manusia pun diasumsikan menganalisis pilihan-pilihan secara sadar dan menimbang baik-buruknya setiap pilihan secara saksama. Tapi, bagaimana kalau keputusan itu harus diambil pada saat genting’, yang hanya dalam hitungan detik atau sepersekian menit?
Belakangan diketahui, dalam proses pengambilan keputusan, tidak hanya rasio yang berperan. Itu dibuktikan setelah para pakar mampu meneliti otak dan sistem saraf. Otak yang tersusun atas saraf dan jaringan rumit antarbagian ikut membangun emosi. Dan sini diketahui bahwa pengambilan keputusan bukan semata-mata tugas rasio, melainnkan juga banyak melibatkan emosi.

Dalam buku ini, kita dapat membaca seputar proses yang berlangsung dalam otak ketika kita mengambil keputusan, terutama pada saat-saat genting itu. Setiapkali manusia mengambil keputusan, otaknya diliputi emosi, didorong oleh hasrat yang tak terjelaskan. Bahkan, pada saat kita berusaha berpikir rasional dan menahan emosi sekalipun, dorongan emosional tetap berpengaruh atas keputusan ini.


HOW WE DECIDE
Penulis Jonah Lehrer Penerbit Serambi,Jakarta, April2010,
376 halaman



gatra
 
Back
Top