Sebuah Pedang Bermata Dua

nurcahyo

New member
Sebuah Pedang Bermata Dua
Oleh trubus



Sebuah media massa ibukota memberitakan sarang semut mampu menyembuhkan berbagai jenis kanker. Yang menarik di situ adalah pendapat narasumber, Adanya kandungan flavonoid dan vitamin E yang bekerja sebagai antioksidan dalam sarang semut, tidak cukup untuk memusnahkan sel-sel kanker yang sudah berkembang. Perlu dicari, apakah ada zat aktif lain dalam tanaman itu yang mampu menghambat pertumbuhan atau mematikan sel- sel kanker.

Benarkah senyawa antioksidan tidak dapat berfungsi sebagai antikanker? Selama bertahun-tahun, antioksidan termasuk flavonoid dan alfatokoferol, dikenal sangat baik untuk pencegahan berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker. Itu dulu.

Kini, perkembangan penelitian farmakologi menunjukkan bukti-bukti kuat, flavonoid dan alfatokoferol bersifat multifungsi. Alfatokoferol salah satu dari 8 bentuk vitamin E, merupakan antioksidan larut lemak terkuat. Penelitian-penelitian mutakhir mengungkap fungsi-fungsi lain dari flavonoid dan alfatokoferol, tidak saja untuk pencegahan, tetapi juga untuk pengobatan kanker. Banyak mekanisme kerja dari flavonoid yang sudah terungkap, misalnya inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, penghambatan siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, inhibisi angiogenesis dan pembalikan resistensi multiobat atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme tersebut.
Bukti mutakhir

Penelitian secara in vitro, in vivo, dan uji klinis pada manusia mendukung fungsi alfatokoferol dan flavonoid sebagai antikanker. Tucker & Townsend seperti dilaporkan jurnal Biomedicine & Pharmacotherapy (2005), mengungkapkan alfatokoferol menghambat karsinogenesis dan kerusakan DNA akibat sinar UV. Senyawa itu juga menunjukkan efek apoptosis yang kuat terhadap beberapa sel kanker manusia dan meningkatkan efikasi senyawa kemoterapi pada hewan model.

Alfatokoferol suksinat juga terbukti memiliki target spesifi k pada jaringan prostat serta payudara dan tidak menyebabkan apoptosis pada sel-sel epitel normal. Contoh paling populer adalah curcumin yang diisolasi dari kunyit Curcuma longa seperti dilaporkan jurnal European Journal of Cancer. Curcumin berfungsi sebagai antioksidan yang kuat pada kondisi pH netral dan asam. Faedah lain, menghambat beberapa jalur penyandian sel, mempengaruhi enzim-enzim seluler seperti siklooksigenase dan glutathion-S-transferase, imunomodulasi, serta mempengaruhi angiogenesis dan penempelan antarsel.

Kemampuan curcumin mempengaruhi transkripsi gen dan menginduksi apoptosis dalam uji praklinis bukti yang terkait dengan pencegahan dan pengobatan kanker. Curcumin mencapai tahap uji klinis fase II untuk kanker kolon dan rektum. Senyawa lain yang sudah diuji klinis adalah quercetin yang banyak ditemukan dalam bawang merah, anggur merah, dan teh hijau. Secara in vitro quercetin beraktivitas antioksidan berdasarkan kemampuannya meredam radikal bebas 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH) menjadi 1,1-difenil-2-pikril hidrazin dengan IC50 6,5 ppm (sangat kuat).

Uji antikanker secara in vitro dengan sel kanker melanoma B16 menunjukkan, penambahan quercetin pada media dengan konsentrasi 50 ppm menurunkan viabilitas sel kanker menjadi hanya 16% dibanding kontrol.

Pada uji klinis fase I, pemberian quercetin 2 kali dalam selang 3 minggu pada pasien kanker indung telur stadium IV menurunkan penanda tumor CA125 dari 295 menjadi 55 unit/ml. Pasien itu sebelumnya gagal diobati melalui 6 kali kemoterapi dengan cyclophosphamide/cisplatin.
Dosis

Walau flavonoid dan alfatokoferol terbukti sebagai antikanker, dosis masih menjadi kendala. Misalnya, dalam uji klinis diberikan fl avonoid berkonsentrasi 1.400 mg/m2 melalui suntikan sebelum makan. Konsentrasi sebesar itu sulit dicapai melalui konsumsi makanan atau suplemen sehari-hari.

Konsumsi dalam bentuk herbal pun seperti makan buah simalakama. Penggunaan dosis tinggi untuk mencapai konsentrasi pengobatan. Namun, suatu senyawa aktif tertentu berakibat pada tingginya konsentrasi senyawa aktif lain yang tidak dikehendaki.

Solusinya kita mesti mengetahui senyawa aktif yang berperan. Kemudian senyawa itu diisolasi dan dimurnikan dari ekstrak herbal. Hasilnya berupa senyawa aktif tunggal yang dapat diformulasikan menjadi suatu fitofarmaka. Langkah itu mesti hati-hati karena banyak ekstrak herbal yang mengandung beberapa senyawa aktif yang saling sinergis dalam menumpas beragam penyakit. Penggunaan hanya salah satu senyawa aktif bisa berakibat menurunkan bahkan menghilangkan aktivitasnya.

Masalah lain adalah cara pemberian kepada pasien. Curcumin, misalnya, bila diberikan secara oral, ketersediaannya secara sistemik cukup rendah. Akibatnya membatasi efek terapi untuk beberapa jaringan bermasalah. Itulah sebabnya konsumsi ekstrak kunyit hanya dapat untuk mencegah kanker (sebagai antioksidan) dan tidak dapat mengobati kanker. Untuk mencapai konsentrasi terapi, curcumin perlu diberikan dengan cara lain, misalnya melalui suntikan.

Jadi, senyawa-senyawa aktif antikanker yang terkandung dalam sarang semut atau herbal lain kemungkinan senyawa-senyawa antioksidan kuat seperti dari golongan flavonoid dan vitamin E, khususnya alfatokoferol. Antioksidan itu berfungsi ganda: tak hanya mencegah, tetapi juga mengobati beragam penyakit.
 
Back
Top