Rumah pejabat jadi rumah hantu

Administrator

Administrator
DPRD DKI Jakarta kelebihan rumah dinas. Tiga rumah besar bertingkat dua di Jalan Pejaten Raya No 13, 14, dan 15, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dibiarkan terbengkalai.

Tidak seorang pun yang terlihat masuk atau keluar dari rumah-rumah megah bernilai miliaran rupiah yang diperuntukkan petinggi DPRD DKI ini. Masyarakat setempat Ketika rumah itu ditempati petinggi partai, kerap berlangsung acara meriah tapi tidak mengundang masyarakat setempat, mengingat, orang terakhir menempati rumah tersebut sekitar 2004.

Dari luar rumah terlihat cat tembok mengelupas, besi pagar karatan, daun pintu dan jendela terlepas dari tempatnya. Rumput liar di rumah No 15 bahkan sudah tumbuh meninggi, menambah kesan angker.

Kondisi dalam rumah tak jauh beda. Bahkan lebih parah. Genting dan pecahan kaca berserakan di lantai. Debu dan sarang laba-laba memenuhi dinding. Terlihat bekas air menghitam di plafon yang bolong-bolong di sekeliling rumah. Air juga menggenangi lantai rumah.

Menurut Ketua RT 10 RW 02 Pejaten Raya Darto Wiyono, 67, PLN sudah memutus listrik ke rumah tersebut sejak 2007. “Dulu rumah itu bagus. Semenjak 2004 kondisinya seperti itu,” katanya sambil menguraikan ketika ditempati petinggi partai, rumah-rumah itu kerap menggelar acara meriah.

Sukirno, 40, petugas Graha Pejaten yang bersebelahan dengan lokasi, mengatakan tenbengkalainya rumah dinas itu disebabkan perubahan manajemen. Graha Pejaten merupakan kompleks rumah wakil gubernur yang dulu berjumlah empat unit.

Di sebelah rumah keempat wakil gubernur itu berjejer rumah untuk petinggi partai (Golkar, PPP, PDI). Setelah Orde Baru tumbang, partai tumbuh subur ketiga rumah itu pun telantar. Rumah mantan wakil gubernur DKI tetap dikelola oleh Biro Perlengkapan Pemprov DKI, sedangkan rumah DPRD DKI diurus pihak swasta yang tidak jelas nama perusahaannya.

Sukirno mengaku pernah menjadi petugas keamanan tiga rumah dinas itu saat keadaannya masih terurus. “Waktu itu zamannya Pak Sufni (PPP), Sugeng Supriatna (Golkar), dan Ismunandar (PDI),” ujarnya.

Sopali, 52, penjual kelapa muda yang sudah 15 tahun berjualan di depan rumah-rumah dinas itu, menceritakan bekas penghuni rumah tersebut tidak bersosialisasi dengan warga sekitar.

Itulah sebabnya ia yang dekat dengan semua warga sampai tidak mengenal satu orang pun penghuni ketiga rumah. “Di rumah itu sering banyak acara, tapi enggak pernah bergabung,” aku Sopali.

Banyak masalah
Hal tersebut diamini Darto. Menurutnya, hanya satu penghuni yang pernah melapor kepadanya sebagai ketua RT. “Orang PPP. Tapi saya lupa namanya,” kisah Darto.

Selaku Ketua RT, Darto berharap ada kejelasan dari pihak pemerintah mengenai rumah itu. Sebab, banyak masalah timbul terutama menyangkut kebersihan dan keamanan.


Daerah tempat tinggalnya beberapa kali memenangi penghargaan lomba kebersihan. Namun semenjak rumah-rumah itu tidak ditinggali dan keadaannya menjadi kumuh, RT yang ia pimpin tak pernah lagi mendapat penghargaan. “Kalau malam, anak-anak mabuk dan pacaran di sana.”

Pernah ada pentemuan antara DPRD DKI dan warga mengenai status rumah itu pada 2008. Anggota DPRD DKI Itu berjanji melaporkan kondisi rumah ke Pemprov DKI. Namun, sampai sekarang tidak pernah ada tindak lanjut.
Bekas rumah dinas DPRD DKI di Pejaten adalah bukti ketidakseriusan pemerintah mengurus aset-asetnya. Padahal, rumah berukuran 350 meter persegi itu dapat memberikan manfaat besar bagi yang memerlukan.


medindo
 
Back
Top