Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

DD202KZ

New member
Ada sebuah pesan menarik dari seorang ulama salaf. Tu'rafuna fi ahlis-sama' wa tukhfuna fi ahlil ardhi. (Berusahalah kalian agar lebih dikenal oleh para penghuni langit, walaupun tak seorangpun penduduk bumi yang mengenal kalian. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menyebut tipe manusia seperti ini dengan sebutan Al Akhfiya' (manusia-manusia tersembunyi). Beliau juga mengatakan Allah 'Azza wa Jalla sangat mencintai manusia tipe ini. Mereka tidak pernah peduli apa kata manusia tentang mereka, sebab -bagi mereka- yang penting adalah apa kata Allah tentang mereka. Itulah sebabnya, mereka tidak pernah mengalami kegilaan akan kemasyhuran.

Ini adalah kisah salah satu dari Al Akhfiya' itu.

Ia hidup di masa tabi'in. Namun, hingga hari ini, tak satu buku sejarah pun yang dapat menyingkap identitas pria ini. Satu-satunya informasi tentangnya hanyalah bahwa ia adalah seorang pria berkulit hitam dan bekerja sebagai tukang sepatu. Yang menceritakan tentang pria ini adalah seorang tabi'in bernama Muhammad ibn al-Munkadir -rahimahullah-. Berikut adalah kisahnya:

Malam itu sudah terlalu malam dan gelap. Namun, walaupun malam, udara terasa lebih panas dari biasanya. Tidak aneh memang, sebab hari itu adalah salah satu dari hari-hari kemarau panjang di kota Madinah. Sudah setahun ini kota Madinah tidak pernah mendapatkan curahan air dari langit. Entah telah berapa kali penduduk Madinah berkumpul untuk melakukan shalat istisqa' demi meminta hujan. Namun, hingga malam itu, tak setetes hujan pun yang turun menemui mereka.

Dan malam itu, seperti kebiasaannya bila sepertiga malam akhir menjelang, Muhammad ibn al-Munkadir meninggalkan rumahnya dan bergegas menuju Masjid Nabawi untuk menunaikan shalat Lail (Tahajjud). Usai mengerjakan shalatnya malam itu, Ibn al Munkadir bersandar ke salah satu tiang masjid. Tiba-tiba, ia melihat sebuah sosok bergerak tidak jauh dari tempatnya bersandar. Ia mencoba untuk mengetahui siapa sosok itu. Agak sulit ia mengenalinya, sebab malam itu telah begitu gelap. Dengan agak susah payah, ia melihat seorang pria berkulit hitam agak kecokelatan. Tapi ia sama sekali tidak mengenalinya.

Pria itu membentangkan sebuah kain di lantai masjid. Dan kelihatannya, pria itu benar-benar merasa hanya ia sendiri yang berada di dalam masjid. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Ibn al-Munkadir yang berada tidak jauh dari dirinya.

Kemudian, pria itu berdiri mengerjakan shalat dua raka'at. Usai itu, ia duduk bersimpuh. Begitu khusyu' ia bermunajat. Dan dalam munajatnya, ia mengatakan, "Duhai Tuhanku, penduduk negeri Haram-Mu ini telah bermunajat dan memohon hujan pada-Mu namun Engkau tidak kunjung mengkaruniakannya kepada mereka. Duhai Tuhanku, sungguh aku mohon padamu curahkanlah hujan itu untuk mereka."

Ibn al-Munkadir yang mendengar munajatnya, agak sedikit mencibir dalam hati, "Dia pikir dirinya siapa mengatakan seperti itu. Orang-orang shalih seantero Madinah telah keluar untuk berdoa meminta hujan, namun tak kunjung dikabulkan. Lalu tiba-tiba, orang ini ingin berdoa pula."

Namun sungguh di luar dugaan, belum lagi pria hitam itu menurunkan kedua tangannya, tiba-tiba saja suara guntur bergerumuh di langit. Tak lama, tetesan-tetesan air hujan pun membasahi bumi Madinah. Sudah lama tidak begitu. Tak terkira betapa gembiranya pria itu. Segala pujian dan sanjungan ia ucapkan kepada Allah Ta'ala. Namun tidak lama kemudian, ia berkata dengan penuh ketawadhu'an, "Duhai Tuhanku, siapakah aku ini? Siapakah gerangan aku ini hingga Engkau berkenan mengabulkan doaku?"

Ibn al-Munkadir hanya tertegun di tempatnya memandang pria itu. Tak lama setelah itu, pria tersebut bangkit kembali dan melanjutkan raka'at-raka'at shalat malamnya. Hingga ketika subuh menjelang, sebelum kaum muslimin lain berdatangan, ia segera menyelesaikan witirnya. Dan ketika shalat subuh ditegakkan, ia masuk ke dalam shaf seolah-olah ia baru saja tiba di masjid itu. Usai mengerjakan shalat subuh, pria itu bergegas keluar masjid. Jalan-jalan kota Madinah subuh itu digenangi air pria itu berjalan cepat sambil mengangkat kain bajunya lalu menghilang. Ibn al-Munkadir yang berusaha mengikutinya kehilangan jejak. Ia benar-benar tidak tahu ke mana pria hitam itu pergi.

Malam berikutnya, Ibn al-Munkadir kembali mendatangi masjid Nabawi. Dan seperti malam kemarin, ia kembali melihat sosok pria hitam itu. Persis seperti kemarin. Ia mengerjakan shalat malamnya hingga subuh menjelang. Dan ketika shalat subuh ditegakkan, ia masuk ke dalam shaf seperti orang yang baru saja tiba di masjid itu. Dan saat sang imam mengucapkan salam, pria itu tidak menunggu lama. Persis seperti kemarin, ia bergegas meninggalkan masjid. Dan Ibn al-Munkadir mengikutinya lagi dari belakang. Ia ingin tahu siapa sebenarnya pria hitam itu. Pria itu menuju ke sebuah lorong, dan setibanya di depan sebuah rumah, ia langsung masuk ke dalamnya. Ibn al-Munkadir berkata dalam hati, "Rupanya disinilah rumahnya. Sebentar, aku akan mengunjunginya."

Matahari telah naik sepenggelahan. Usai menyelesaikan shalat Dhuha'nya, Ibn al-Munkadir pun bergegas mendatangi rumah pria hitam itu. Didapatinya pria itu sedang sibuk mengerjakan sebuah sepatu. Begitu ia melihat sosok Ibn al-Munkadir, ia segera mengenalinya dan menyambutnya, "Marhaban wahai Abu 'Abdullah (panggilan Ibn al-Munkadir)! Adakah yang bisa saya bantu? Mungkin kau ingin memesan sebuah alas kaki?"

Namun, Ibn al-Munkadir justru menanyakan hal yang lain, "Bukankan kau adalah orang yang bersamaku di masjid kemarin malam?"

Dan tanpa diduga, wajah pria hitam itu tiba-tiba berubah. Dia nampaknya sangat marah. Dengan nada suara yang tinggi, ia berkata, "Apa urusanmu dengan semua itu, wahai Ibn al-Munkadir?"

Ibn al-Munkadir berkata dalam hati, "Nampaknya dia sangat marah. Aku harus segera pergi dari tempat ini." Dan ia pun segera pamit meninggalkan rumah pria hitam tukang sepatu itu.

Malam berikutnya, Ibn al-Munkadir menjalankan aktivitas rutinnya di masjid Nabawi. Di hatinya, ada harapan yang kuat untuk bertemu dengan pria hitam itu kembali. Seusai mengerjakan shalat malamnya, ia kembali bersandar sambil berharap dapat bertemu dengan pria hitam si tukang sepatu.

Satu hal yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Malam semakin larut bahkan hampir menjelang subuh, namun sosok yang ditunggunya tak kunjung muncul. Ibn al-Munkadir kemudian tersadar. Ia telah melakukan suatu kesalahan. "Inna lillah! Apa yang telah kulakukan?" Demikian gumamannya ketika menyadari kesalahan tersebut.

Dan usai shalat subuh, ia segera meninggalkan masjid dan mendatangi rumah pria hitam si tukang sepatu. Namun, yang ditemukannya hanyalah pintu yang terbuka dan tidak ada lagi sosok pria hitam si tukang sepatu. Orang-orang di sekitar rumah itu bertanya, "Wahai Abu 'Abdullah, apa yang terjadi antara kau dan dia?"

"Apa yang telah terjadi" Ibn al-Munkadir bertanya kembali.

"Ketika kau keluar dari sini kemarin, ia segera mengumpulkan semua barangnya hingga tak satupun yang tersisa. Lalu ia pergi dan kami tak tahu kemana ia pergi hingga kini." Begitulah penjelasan orang-orang di sekitar rumah itu.

Dan sejak hari itu, Ibn al-Munkadir mengelilingi semua rumah yang ia ketahui di kota Madinah untuk mencari pria hitam si tukang sepatu. Namun, sia-sia belaka. Pencariannya tidak pernah membuahkan hasil. Dan hingga kini di abad 14 Hijriah ini, kita pun tidak pernah tahu siapa sosok pria hitam si tukang sepatu itu sebenarnya. Jejak-jejaknya yang terhapus oleh hembusan angin sejarah seolah bergumam, "Biarlah hanya Allah Yang Mengenalku...."
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Wow nice person..
Tapi walau menarik..
Manusia adalah makhluk sosial. Yang butuh Manusia lain untuk hidup dengan baik.
Walau pun ingin dicintai Allah. Tapi gak gitu juga caranya. Hehe habluminannas (hubungan dengan manusia) juga gak kalah penting dibanding habluminallah (hubungan dengan Allah)
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Mungkin si pria hitam tukang sepatu adalah orang yg sangat menghindari yg namanya riya (seneng dapat pujian). Dia ga mau kalo ada org yg tau tentang kedekatannya dengan Allah. Wallahu a'lam
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Hm..
Aku sih lebih baik hidup dengan punya banyak teman. Supaya ntar di "Hari Pengadilan"ku banyak saksi yang bakal bilang, "Kalina itu baik hati, dan tidak sombong. Rajin kasih bintang, dan lain sebagainya.."
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

aku jg pernah denger istilah "majhulun fil ardhi, ma'rufun fissama' " = terasing dibumi tapi populer di langit :D

"Kalina itu baik hati, dan tidak sombong. Rajin kasih bintang, dan lain sebagainya.."
aaah, aku gak pernah dapet bintang dari mbak kalin :p
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Bintang? Kalahin dulu Ninja Sagaku..
Haiyah.. oot deh..

Anyway..
Iya, den masykur. Kek na Kalin juga pernah tau
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Wah, trus, siapa aja yg pernah ngerasain bintangnya mbak kalin?

jd pnasaran nih......
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Wow nice person..
Tapi walau menarik..
Manusia adalah makhluk sosial. Yang butuh Manusia lain untuk hidup dengan baik.
Walau pun ingin dicintai Allah. Tapi gak gitu juga caranya. Hehe habluminannas (hubungan dengan manusia) juga gak kalah penting dibanding habluminallah (hubungan dengan Allah)

Bener juga.
Tapi mau bersosial atau ber-asosial, itu hak masing2 orang. Mungkin sikap asosial bisa jadi jalan keluar bagi sebagian orang, yang merasa khawatir akan terpengaruh kondisi masyarakat yang semakin tidak mencerminkan kemanusiaannya.
Hanya saja mungkin di jaman sekarang, pilihan mejalani kehidupan asosial sulit/atau hampir tidak mungkin untuk dilakukan, jika tujuannya demikian.
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Huft.. bayu boong.. Yang 20 bintang dulu tuh dikira apaan coba? T.T padahal, Bayu melupakan 50 bintang yang itu.. T.T nakal nih
Non Rikish sabar.. pasti tau deh, pake hp gak bisa kasih bintang.

Den MadAs.. Kalo Kalin lebih memilih menjadi orang yang bersosialisasi. Hehe karena Kalin tidak hidup seorang diri di bumi ini. Ada keluarga, teman, dan masyarakat lainnya.
Aku yakin, walau ada orang seperti yang thread ini bahas, dalam hatinya, ia gak akan mengabaikan manusia di sekelilingnya, apalagi kalau ada yang membutuhkan pertolongan. Hehe
Dan, kalau di jaman sekarang ini ada orang yang bersikap begitu, bisa-bisa dibilang sombong. Hehe Kalin takut kalo dikatain sombong, padahal engga.
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Den MadAs.. Kalo Kalin lebih memilih menjadi orang yang bersosialisasi. Hehe karena Kalin tidak hidup seorang diri di bumi ini. Ada keluarga, teman, dan masyarakat lainnya.
Aku yakin, walau ada orang seperti yang thread ini bahas, dalam hatinya, ia gak akan mengabaikan manusia di sekelilingnya, apalagi kalau ada yang membutuhkan pertolongan. Hehe

Ya, bahkan al Ghazali pun memutuskan untuk 'turun gunung', setelah mempertimbangkan hal ini.
Tapi, ketika harus memilih, antara cinta kepada sang Khalik dengan cinta kepada makhluk, orang yang merasa memahami siapa dirinya, pasti tau mana yang harus dipilih
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Aku yakin, walau ada orang seperti yang thread ini bahas, dalam hatinya, ia gak akan mengabaikan manusia di sekelilingnya, apalagi kalau ada yang membutuhkan pertolongan. Hehe
Dan, kalau di jaman sekarang ini ada orang yang bersikap begitu, bisa-bisa dibilang sombong. Hehe Kalin takut kalo dikatain sombong, padahal engga.

Kalo untuk menolong orang sih, pria hitam si tukang sepatu kayaknya dah lakuin deh......... Nih kutipannya......

Kemudian, pria itu berdiri mengerjakan shalat dua raka'at. Usai itu, ia duduk bersimpuh. Begitu khusyu' ia bermunajat. Dan dalam munajatnya, ia mengatakan, "Duhai Tuhanku, penduduk negeri Haram-Mu ini telah bermunajat dan memohon hujan pada-Mu namun Engkau tidak kunjung mengkaruniakannya kepada mereka. Duhai Tuhanku, sungguh aku mohon padamu curahkanlah hujan itu untuk mereka."

Pria hitam si tukang sepatu membantu rakyat Madinah dengan doanya yg ternyata dikabulkan oleh Allah.
Selain itu, sebenarnya dia juga ikut bersosialisasi koq..... Dia kan tukang sepatu, gimana caranya dia buatin orang sepatu tanpa bersosialisasi dgn mereka?
Pria hitam si tukang sepatu hanya tidak mau ada orang yg tau tentang betapa dekatnya dirinya dengan Allah Ta'ala.
Makanya pada saat rahasianya itu terbongkar, dia lebih mau menghindar sejauh mungkin daripada orang-orang se-Madinah tau tentang dirinya......


@ Mbak kalin

Oh, kebanyakan ol pake hp ya.......
Maaf, maaf.......
Kalo ol nya mbak kalin pake kompi, jgn lupa kasih aq bintang ya.......
Ingat ya..........
 
Last edited:
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Hmm..
Lebih baik be your self.

Bintang.. gampang deh. Hehe
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

klo sya si sneng sma crita ini. dalem...

@mba kalina= dia ga bermaksud tidar bermasyarakat bukitnya dia kerja membuat sepatu...dan yg pasti orang ini sdah di percaya sama ALLAh SWT.

klo saya si pengen banget bisa di percaya sama ALLAH.... gpp deh di hina di bumi tpi di sayang ALLAH.... siapa yg mau.....

@momod sekalian cara kasih bintang mn si aku yg kasih deh ke kalian 1 1 klo punya.... hehhe piss...
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

Cara kasih bintang dgn kirim sms ke 3477 dgn pengetikan:
Bintang<spasi>(username member ii tujuan bintang)<spasi>komentar
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

kalo yg gratisan klik repu aja, ada tuh di icon yg bertuliskan "Kasih aku Reputasi"
 
Bls: Biarlah, Hanya Allah Yang Mengenalku

masih adakah jaman sekarang orang seperti dia ?


Walaupun ada, kita tidak akan sanggup mengenali diri mereka.....
Dan walaupun kita mengenalnya, kita akan sulit menemukan bahwa mereka adalah orang-orang yg sangat dekat dengan Allah.
 
Back
Top