Kenalkan warna-warni guru kepada anak Anda

lala_lulu

New member
Guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun guru juga tetap manusia biasa, yang mempunyai kebutuhan lahir dan bathin. Orangtua murid juga harus memahami, dibandingkan zaman Belanda, telah terjadi pergeseran nilai guru saat ini. Tentu tidak bisa digeneralisir semua guru mengalami pergeseran nilai, namun tidak bisa dipungkiri pula ada yang seperti itu.

Pada zaman Belanda, status guru termasuk tinggi, elit bokal, gaji tinggi, rumah disediakan, bangga menjadi guru, dan bertanggungjawab penuh dalam profesinya. Namun sekarang, status guru masuk dalam kelas menengah/bawah (walaupun PNS, apalagi yang asih honorer). Gaji tidak terlalu besar, rumah ngontrak, menjadi guru karena tidak ada pilihan, membuat motivasi sebagian guru menjadi rendah.

‘Telah terjadi pergeseran nilai guru, dan profesi bergengsi menjadi profesi cari sesuap nasi,’ kata Prof Dr Sarlito W Sarwono, saat seminar pendidikan yang bertajuk ‘Mencerahkan dan Memberdayakan Peran Guru’ yang diselenggarkan Tupperware, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, kunci menjadi guru adalah suka pada anak-anak dan senang mengajar. Namun kesalahan umum yang terjadi adalah menjadi guru untuk mencari uang/nafkah dan mengajar. Profesionalisme dikorbankan demi uang, walaupun hal itu juga terjadi hampir di semua sektor.


“Anak dipacu tapi gurunya loyo, lebih mikir utang, masalah keluarga, takut suami selingkuh,” kata Sarlito lagi.

Profesor dari Universitas Indonesia ini menambahkan, seorang guru harus membangun suasana belajar yang baik agar siswa senang belajar, cepat menangkap pelajaran jika suasana belajar kondusif, kelas aktif, kreatif, dan inovatif

“Inti kreativitas ada di otak guru, bukan di fasilitas lab yang canggih, karena lab hanya sebagai alat bantu,” tegasnya. Semua benda di sekitar bisa dijadikan bahan ajar. Ia memberikan contoh ibu guru Muslimah dalam kisah Laskar Pelangi, Seto Mulyadi, dan Prof Dr Arif Rahman, yang membuktikan diri sebagai guru yang hebat.

Selain Itu guru juga harus mau mengembangkan bakat dan keterampilan. “Kata kuncinya one step ahead, guru harus selangkah lebih maju dari orang lain, yang pertama tahu dan paling dulu bisa,” kata psikolog yang biasa disapa Mas Ito ini.

Untuk itu, sisihkan gaji atau honor yang terbatas untuk investasi dalam menggali informasi (beli buku, browsing internet di warnet dan lainnya). Tuliskan buku ajar (yang ditulis sendiri) untuk murid-murid, untuk melengkapi buku teks standar, Sarlito mengatakan, guru harus membawa pengaruh positif ke murid-muridnya. Bagi anak, sekolah adalah lingkungan kedua setelah rumah, Selalu mendengarkan dan mengamati anak, mencoba memahami apa yang dimaksud dan memberikan yang dia butuhkan. Ia memberikan contoh anak yang mencuri, dikenal istimewa hukuman, bukan jera malah makin mencuri, Ternyata anak itu mencuri karena butuh perhatian, misalnya uang curian itu untuk membelikan makanan teman-temannya. Setelah guru dan orangtua memberikan lebih banyak perhatian, perbuatan mencurinya hilang sendiri.



Sumber : Republika
 
Back
Top