Tujuan Hidup - Reality

tenrie

New member
PROFIL KEHIDUPAN KELUARGA SUKAPJO



Lahan di Desa Sriharjo hampir separuhnya merupakan hamparan sawah dan ladang yang ditanami padi, sehingga mata pencaharian pokok penduduk desa ini adalah bertani dan buruh tani. Desa Sriharjo memiliki jumlah penduduk sebesar 9465 jiwa dengan proporsi laki-laki sebesar 4578 jiwa, dan wanita sebesar 4887 jiwa. Total kepala keluarga di desa Sriharjo adalah 2077 KK',.yang tersebar di 13 pedusunan. Dari dusun- dusun yang ada hanya empat dusun yang memiliki jumlah penduduk terpadat, yakni dusun Pelem Madu, dusun Jati, dusun Miri, dusun Mojohuro, untuk dusun dusun lainnya jumiah penduduknya hanya separuh dari jumlah penduduk yang tinggal di empat dusun tersebut.

Gambaran desa Sriharjo sendiri tidaklah seluruhnya miskin. Desa ini termasuk desa yang berkembang dan cukup maju penduduknya. Namun sayangnya masih terdapat ketimpangan di desa tersebut, antara yang kaya dan yang miskin. Adapun sarana transportasi dan jalan-jalan penghubung dengan pusat pemerintahan di Kecamatan dan ibukota propinsi DIY sudah baik. Sehingga pemasaran hasil-hasil pertanian dan komunikasi dengan pusat pemerintahan dapat berjalan dengan sangat baik. Pendapatan perkapita penduduknya mengalami peningkatan terus-menerus. Pendapatan perkapita penduduk/thn (2001) adalah setara 432 kg, sedangkan jumlah penduduk miskin (<320 kg/kapita/thn) juga menurun menjadi 38,4%, sedangkan jumlah penduduk miskin sekali (<240 kg/kapita/thn) 26,7%.

Kehangatan dan keramahan penduduk Sriharjo dapat saya rasakan semenjak pertama kalinya saya menapakkan kaki di desa ini. Kehangatan dan keramahan yang sangat berbeda dengan kehidupan di kota-kota besar yang penuh dengan kamuflase kehidupan. Saya merasa bersyukur Tuhan telah membukakan mata hati saya setelah kunjungan kami ke desa Sriharjo ini. Karena kebesaran-NYA lah saya merasa hidup saya sekarang sudah jauh lebih baik dari rata-rata kehidupan masyarakat di desa tersebut. Selama ini kita tidak pemah merasa berkecukupan, sementara masyarakat di desa tersebut ada yang hidup hanya berpenghasilan Rp 1500/ hari. Dapat dibayangkan betapa sulitnya kehidupan yang mereka alami.

Kebetulan pada kunjungan kali ini secara random/acak saya kebagian mewawancarai seorang penduduk dusun Jati yaitu keluarga Bapak Sukapjo. Secara umum dusun Jati selain merupakan dusun yang memiliki penduduk yang cukup, dusun ini juga cukup maju dan berkembang dibandingkan dusun-dusun lain di Desa Sriharjo. Letak dusun ini berada di sebalah timur desa Sriharjo, dipimpin Kepala Dusun Bapak Slamet. Kami diterima oleh istri Pak Slamet Ibu Rojiah.

Dusun Jati berpenduduk sekitar 970 jiwa dengan proporsi laki-laki 469 jiwa dan wanita sebesar 501 jiwa. Jumlah kepala keluarga di dusun tersebut sebanyak 224 KK. Dusun Jati terdiri dari 3 RW dan 7 RT dan ada 3 Kelompok Masyarakat (POKMAS). Lahan di dusun tersebut lebih banyak sawah daripada ladang. Disamping itu penduduk di dusun ini juga mengembangkan industri kecil tempe, kripik, bakpia, dan gula jawa. Peranan POKMAS di desa tersebut berkembang dengan baik. Arisan ibu-ibu PKK juga efektif berjalan tiap 2 minggu sekali.

POKMAS di dusun Jati ini pernah mendapatkan bantuan dana hibah dari LSM YAE-Bina Swadaya berupa hibah Rp 1.000.000/ dusun. Dan dari BKKBN Bantul berupa pinjaman sebesar Rp 1.500.000 dengan bunga 1%/bulan, dengan waktu jatuh tempo pengembalian selama 10 bulan. Menurut Ibu Rojiah dana tersebut selama ini dimanfaatkan dengan baik dan berkembang terus.

Adapun penduduk yang merantau menurut Ibu Rojiah sekitar 20 orang. Kebanyakan tujuan merantau penduduk dusun tersebut adalah kota-kota besar seperti: Jakarta dan Surabaya, dan keluar negeri seperti Malaysia dan Singapore. Mereka yang merantau kembali ke dusunnya setiap tahun pada saat-saat merayakan lebaran bersama keluarga di desa. Mereka juga setiap bulannya mengirimkan uang buat keluarga yang ada di dusun Jati.

Setelah mendapatkan informasi yang cukup banyak dari Ibu Rojiah, akhirnya kami pun berpamitan dan berpencar berdua-duaan sesuai dengan petunjuk dari Bapak Prof. Mubyarto yang mengharuskan setiap orang minimal mewawancarai dua keluarga. Keluarga yang menjadi tujuan wawancara saya adalah keluarga Pak Sukapjo, yang merupakan seorang pegawai kelurahan dan memiliki toko mebel di desa tersebut.

Namun Bapak Sukapjo kebetulan tidak berada di rumahnya karena ada rapat di kelurahan, sehingga kami diterima oleh Ibu Sukapjo yang bernama asli Jumilah (35 tahun). Keluarga Sukapjo tinggal di RW 3 RT 7. Ibu Jumilah sendiri merupakan anggota kelompok masyarakat Dasa Wisma yang merupakan kumpulan 10 keluarga berdekatan di dusun tersebut, sedangkan Pak Sukapjo tergabung dalarn kelompok masyarakat di tingkat RT/RW.

Sekilas tempat tinggal keluarga Sukapjo sudah permanen dan cukup ?mewah? dibandingkan dengan rumah-rumah tetangganya. Apalagi jika dibandingkan dengan rumah keluarga yang kami wawancarai berikutnya, yang ?semi permanen? dan dihuni oleh tiga KK. Ketika ditanya apakah keluarga Ibu sudah termasuk keluarga mampu di desa tersebut? Dijawab dengan tertawa kecil sambil mengatakan mereka masih kekurangan. Yah, begitulah mungkin salah satu budaya masyarakat Jawa yang suka merendahkan diri.

Menurut ibu Jumilah, keadaan keluarganya saat ini termasuk menengah/ sedang dibandingkan dengan penduduk sekitarnya, hal ini sedikit berbeda dengan keadaan keluarganya pada saat sebelum krisis berkepanjangan melanda Indonesia. Menurut dia dulu keadaan keluarganya lebih baik lagi dibandingkan sekarang, dan ia tetap pesimis bahwa kehidupan keluarganya akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dari sekarang. Kondisi keluarga Sukapjo hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sedangkan kondisi sebulan sebelumnya dikatakan lebih baik lagi yaitu lebih dari mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Hal ini saya rasa karena tingkat inflasi yang meningkat sementara pendapatan penduduk tetap. Penghasilan keluarga Sukapjo perbulannya berkisar antara Rp 250.000-RP 300.000. Hal ini karena mereka menjalankan usaha mebel yang tidak pasti omsetnya, tergantung pesanan masyarakat. Sedangkan gaji Pak Sukapjo sebagai pegawai Kelurahan adalah Rp 250.000/ bulan.

Kesehatan keluarga Sukapjo boleh dikatakan sangat baik dan cukup terjamin karena semenjak menikah belum dikaruniai seorang anak pun. Sementara keluarga Sukapjo hanya berdua tinggal dalam satu rumah. Maka ketika ditanya kondisi kesehatan keluarganya, maka dijawab dengan yakin bahwa kesehatan keluarganya terawat baik sekali.

Di dusun Jati penduduk miskin masih ada dan cukup banyak jumlahnya. Rata-rata penduduk dusun miskin karena sebagian besar hanya merupakan buruh kasar atau pekerja kasar dan umumnya mereka berasal dari keluarga yang miskin juga. Banyak penduduk dusun ini bekerja sebagai pekerja proyek sehingga penghasilannya tidak tetap dan tergantung pesanan. Kadang kala mereka menganggur jika tidak ada pesanan.

Pembangunan tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi keluarga Sukapjo. Pembangunan itu juga belum merambah ke pelosok desa / dusun ini. Mereka hanya merasakan sedikit sekali pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, sebagian besar jalan-jalan di dusun ini dibangun secara swadaya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di dusun ini cukup banyak berprakarsa membangun dusunnya sendiri tanpa menunggu pemerintah yang tidak tanggap pada kebutuhan dan keinginan rakyatnya.

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 dianggap cukup menyulitkan dan keluarganya terpaksa menghemat dan mengurangi porsi makan walaupun tidak sampai kelaparan. Ibu Jumilah hanya berharap krisis tidak lagi melanda kita sebab ia sudah cukup menderita dengan keadaan kehidupan sekarang. Tapi apabila krisis serupa kembali melanda Indonesia maka keluarganya akan bekerja lebih keras lagi dan lebih hemat lagi dari kehidupan sekarang yang menurutnya sudah sangat hemat.

Namun jika dibandingkan dengan kehidupan keluarga orangtua mereka dahulu kehidupan mereka sekarang jauh lebih baik. Walaupun Bapak Sukapjo dan Ibu Jumilah sama-sama tamatan Sekolah Dasar, namun mereka merasa lebih maju dibandingkan kehidupan orang tua mereka dulu. Pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan pemerintahan di desa Sriharjo dinilai sangat baik dibandingkan desa-desa tetangganya. Posyandu dan puskesmas berjalan dengan baik bahkan ada dokter yang buka praktek sore di desa tersebut.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di desa Sriharjo juga berjalan dan berkembang pesat di kalangan masyarakat desa Sriharjo. Keluarga Sukapjo mengetahui dengan tepat tempat-tempat peminjaman uang apabila ada kebutuhan mendadak. Ibu Jumilah sendiri sering meminjam dari arisan Dasa Wisma dan bapak Sukapjo meminjam dari bank BRI yang terdapat di kelurahan. Selain itu mereka juga mengetahui tempat-tempat peminjaman lain. Selama ini mereka meminjam sesuai dengan kebutuhan keluarga mereka. Sedangkan praktek tengkulak atau renternir di desa tersebut tidak ada, karena peranan LKM cukup luas dan masyarakat dengan sangat mudah untuk mendapatkan pinjaman tanpa jaminan.

Dari informasi Ibu Jumilah jumiah Arisan di RT tersebut mencapai 35 arisan. Ibu Jumilah sendiri mengatakan hanya meminjam sebesar Rp 25.000 setiap kali meminjam di arisan Dasa Wisma. Ia mengatakan pinjaman tersebut hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya tidak untuk tujuan produksi atau bisnis. Pinjaman diangsur dalam 5 kali pada pertemuan 2 minggu sekali. Pertemuan arisan tersebut berlangsung setiap tanggal 11 dan 25 setiap bulan. Arisan Dasa Wisma tidak mewajibkan jaminan atas pinjaman yang diberikan, cukup terdaftar sebagai anggota dan membayar simpanan wajib sebesar Rp100. Ibu Jumilah mengatakan belum pernah permintaan pinjamannya ditolak.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan inilah saya menyimpulkan bahwa ekonomi Indonesia memang sebenarnya masih bersifat agraris karena mayoritas pendudukya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Ekonomi Indonesia bersifat sosial-ekonomi, yaitu tidak sekedar mendapatkan keuntungan. Masyarakat di perdesaan masih tetap menganut azas kekeluargaan. Masyarakat di desa tidak tega melihat tetangganya kelaparan dan tidak memiliki tempat tinggal yang sudah akan rubuh, atau tidak layak huni. Mereka akan secara bersama-sama bergotong-royong untuk membangunkan rumah atau memperbaiki rumah keluarga yang tidak mampu tersebut.

Oleh karena itulah saya berharap tulisan saya ini dapat menggugah ekonom-ekonom Indonesia untuk lebih melihat dan memperhatikan kehidupan ekonomi masyarakat di pedesaan yang umumnya keadaan perekonomian lokal tidak mengalami kendala dalam menghadapi krisis moneter yang melanda Indonesia. Juga untuk menegaskan bahwa ekonomi kapitalis tidak cocok untuk semua negara. Tampaknya ajaran-ajaran ilmu ekonomi yang sekarang semakin kapitalis, apalagi semenjak runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991, yang membuat kapitalis merasa telah memenangkan pergulatan panjang mengenai sistem yang unggul.

Pasal 7: Umat manusia dan tujuan hidup ini

"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena dimana hartamu berada, disitu pula hatimu berada." (Matius 6:19-21)

Apakah yang dimaksud dengan seorang manusia?
Suatu mahluk yang memiliki jiwa dan raga.
"Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (Mazmur 8:6)

Apakah yang dimaksud dengan jiwa?
Ialah bagian spiritual dari manusia yang tidak akan pernah mati.
"Berfirmanlah Allah: 'Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita," (Kejadian 1:26)

Dibagian manakah dalam dirimu berdiam jiwamu?
Di setiap bagian yang hidup dari dirimu.

Apakah jiwamu itu sungguhan?
Ya, sama sungguhnya seperti tubuhmu.

Bagaimana kamu tahu bahwa kamu memiliki jiwa?
Kamu bisa melakukan hal-hal yang spiritual - kamu bisa berpikir, melakukan hal-hal tanpa dipaksa, menolak untuk melakukan hal-hal, membuat benda-benda, menikmati humor, atau buku, atau film, berbicara, mengerjakan berbagai pekerjaan. Binatang tidak dapat melakukan hal-hal seperti ini. Yang membuat kamu bisa melakukan hal-hal tersebut adalah jiwamu

Darimana jiwa itu berasal?
Allah menciptakan jiwamu dan menyatukannya dengan tubuhmu yang sangat kecil dan belum berkembang, dalam rahim ibumu.

Berapa lama jiwa dan raga kita tinggal bersama-sama?
Sampai ajal, yang disebabkan oleh pemisahan atas jiwa dan raga.
"dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya." (Pengkhotbah 12:7) "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13)

Apa yang akan terjadi pada tubuhmu ketika engkau meninggal?
Tubuhmu akan membusuk dan diserap oleh bumi darimana ia berasal.
"sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." (Kejadian 3:19)

Apa yang akan terjadi dengan jiwamu ketika engkau meninggal?
Jiwamu akan dihakimi oleh Allah dan akan pergi ke surga atau ke neraka.
"Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi." (Ibrani 9:27)

Apakah jiwamu akan pernah bersatu lagi dengan tubuhmu?
Ya, pada Hari Penghakiman Allah akan mengambil kembali tubuhmu dari bumi dan menggabungkannya dengan jiwamu. Inilah Kebangkitan.
"Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa." (1 Korintus 15:51-52)

Setelah Kebangkitan, apakah jiwa dan ragamu akan selalu bersama-sama?
Ya, baik jiwa dan raga akan tinggal bersama selamanya, apakah itu di surga atau di neraka.
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan apa yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." (2 Korintus 5:10)

Kapankah Hari Penghakiman itu terjadi?
Tak seorangpun tahu kecuali Allah sendiri.
"Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." (Matius 24:36)

Bagaimana kamu harus bersiap-siap untuk Hari Penghakiman?
Berdoa secara terus menerus, berjuang untuk tumbuh dalam kasih kepada Allah dan sesama setiap harinya, mematuhi segala perintah-perintah Allah, melakukan penitensi atas dosa-dosamu.
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia." (Lukas 21:34-36)

Lantas, apa sesungguhnya tujuan hidup ini?
Untuk memuliakan Allah dengan selalu berusaha untuk mengenal dan mengasihi dan melayani-Nya dengan lebih baik dan dengan menolong orang-orang lain untuk berbuat hal yang sama.
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Markus 8:36-37)
"Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: 'Hari ini atau besok kamu berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamut idak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.' Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:13-17)

Misa Kudus dan Kitab Wahyu

Dari segala hal seputar iman Katolik, tidak ada hal lain yang lebih kita kenal lebih daripada Misa Kudus. Dengan doa-doa yang sudah sangat tua usianya, himne-himne, posisi kita pada waktu Misa, Misa Kudus seperti layaknya kita di rumah sendiri. Akan tetapi banyak sekali umat Katolik menghabiskan seumur hidupnya tanpa mampu melihat lebih daripada mengucapkan doa-doa yang sudah dihafalkan. Sangat sedikit sekali dari umat Katolik bisa mengintip DRAMA SUPERNATURAL yang LUAR BIASA sewaktu mereka mengikuti ritual Misa Kudus setiap hari Minggunya. Sri Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa Misa Kudus adalah "Surga di bumi", sambil menjelaskan bahwa "liturgi yang kita rayakan di bumi adalah partisipasi yang misterius dari liturgi surgawi."

Misa Kudus begitu sangat kita kenal. Di lain pihak, Kitab Wahyu tampak asing dan penuh teka-teki. Halaman demi halaman mengisahkan gambaran-gambaran yang menyeramkan: peperangan, wabah penyakit, binatang-binatang dan malaikat-malaikat, sungai darah, katak jadi-jadian, dan naga berkepala tujuh. Dan figur yang paling baik adalah anak domba yang bertanduk tujuh dan bermata tujuh. "Kalau ini baru kulitnya saja", demikian sebagian umat Katolik berkata, "Saya rasa saya tidak ingin melihat lebih jauh."

Dalam buku ini, saya ingin menawarkan sesuatu yang sangat sulit dicerna. Saya akan mengatakan bahwa KUNCI untuk memahami Misa Kudus tidak lain adalah Kitab Wahyu, dan lebih jauh lagi, bahwa Misa Kudus adalah SATU-SATUNYA cara umat Kristen bisa memahami isi Kitab Wahyu.

Kalau anda tidak percaya, anda mesti tahu bahwa anda tidak sendirian. Ketika saya mengatakan kepada seorang teman bahwa saya sedang menulis tentang Misa Kudus sebagai kunci (untuk memahami) Kitab Wahyu, dia tertawa dan berkata, "Kitab Wahyu? Itu kan cuma berisi hal-hal yang aneh."

Memang tampak aneh bagi umat Katolik, karena selama bertahun-tahun, kita telah membaca kitab ini secara terpisah dari tradisi Kristen. Interpretasi-interpretasi yang dikenal oleh banyak orang sekarang ini adalah interpretasi-interpretasi yang masuk halaman utama surat kabar atau daftar buku terlaris, dan interpretasi-interpretasi itu nyaris seluruhnya berasal dari Protestanisme. Saya tahu ini dari pengalaman saya pribadi. Saya telah mempelajari Kitab Wahyu selama lebih dari dua puluh tahun. Sampai dengan tahun 1985, saya mempelajarinya dengan kedudukan saya sebagai pendeta suatu denominasi Protestan, dan sepanjang tahun-tahun itu, saya terlibat, secara bergiliran, dengan berbagai teori-teori penafsiran yang populer maupun tidak populer. Saya mencoba setiap kunci, tetapi tidak satupun yang bisa membuka pintu. Sekali-sekali saya mendengar suara klik yang membawa harapan. Akan tetapi baru ketika saya mulai merenungkan Misa Kudus saya merasakan bahwa pintunya telah mulai membuka, sedikit demi sedikit. Secara bertahap, saya menemukan diri saya diliputi oleh tradisi Kristen yang luar biasa, dan pada tahun 1986 saya diterima dalam persekutuan yang penuh di Gereja Katolik. Setelah itu, dalam riset saya menyangkut Kitab Wahyu, berbagai hal-hal menjadi lebih jelas. "Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya sebuah pintu terbuka di sorga..." (Wahyu 4:1). Dan pintu itu membuka menuju......Misa Kudus mingguan di paroki setempat!

Nah sekarang mungkin anda menjawab bahwa pengalaman mingguan yang anda alami pada waktu Misa berlangsung sama sekali tidak bersifat surgawi. Bahkan, satu jam itu adalah saat-saat yang tidak nyaman, yang diisi oleh bayi-bayi yang menangis, lagu-lagu yang dinyanyikan secara sumbang, orang-orang yang mondar-mandir, homili yang tidak mengena, umat yang berpakaian seolah-olah mereka ingin pergi nonton acara sepak bola atau ke pantai atau pergi piknik.

Akan tetapi saya tetap mendesak bahwa kita SUNGGUH-SUNGGUH pergi ke surga ketika kita pergi menghadiri Misa Kudus, dan ini BENAR ADANYA bagi setiap Misa Kudus yang kita hadiri, terlepas dari kualitas musik atau semangat berkotbahnya. Ini bukan semata-mata karena kita ingin melihat sisi baiknya dari liturgi yang berlangsung secara kurang menarik. Ini juga bukan karena ingin bermurah hati terhadap solis yang tidak merdu suaranya. Ini semua adalah sesuatu yang benar secara objektif, sesuatu yang sama nyatanya seperti detak jantung anda. MISA KUDUS - dan maksud saya adalah SETIAP MISA KUDUS - ADALAH SURGA DI BUMI.

Saya ingin meyakinkan anda bahwa ini semua sama sekali bukan ide saya. Ini berasal dari Gereja. Itupun tetap saja bukan suatu ide yang baru. Ide ini sudah ada sejak hari dimana Rasul Yohanes mendapatkan penglihatan wahyu. Akan tetapi ini adalah ide yang belum mendapat perhatian yang memadai pada abad-abad terakhir dan saya sama sekali tidak bisa mengerti mengapa. Kita semua ingin mengatakan bahwa kita ingin sesuatu yang lebih dari Misa Kudus. Sesungguhnya kita tidak bisa mendapatkan sesuatu yang lebih daripada Surga itu sendiri.

Saya mesti mengatakan sejak mulanya bahwa buku ini bukanlah suatu pendalaman Alkitab. Isinya difokuskan kepada aplikasi praktis dari satu sisi dari Kitab Wahyu, dan pelajaran kita jauh dari lengkap. Para teolog berdebat tanpa habis-habisnya tentang siapa yang sesungguhnya menulis Kitab Wahyu, dan kapan, dan dimana, dan mengapa, dan ditulis diatas perkamen macam apa. Dalam buku ini, saya tidak akan menyinggung pertanyaan ini secara mendetail. Buku ini juga bukan sebuah buku pegangan bagi penjelasan liturgi. Kitab Wahyu adalah sebuah buku mistik, bukan video untuk training atau buku petunjuk pemakai.

Sepanjang buku ini, anda akan melihat Misa Kudus dengan pemahaman-pemahaman yang baru - pemahaman yang lain daripada pemahaman yang biasanya anda kenal. Meski surga turun ke bumi ketika Gereja merayakan Ekaristi, Misa Kudus tampak berbeda dari tempat yang satu ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu. Di tempat dimana saya tinggal, umumnya umat Katolik terbiasa dengan liturgi dari ritus Latin (=Roma = Barat). Bahkan kata "Misa" itu sendiri sebetulnya hanya menunjuk pada bagian liturgi Ekaristi dari Ritus Latin. Akan tetapi ada banyak liturgi-liturgi Ekaristi dalam Gereja Katolik: ritus Ambrosia, ritus Armenia, ritus Bizantium, ritus Kaldea, ritus Koptik, ritus Malabar, ritus Malankar, ritus Maronit, ritus Melkite, dan ritus Rutenian, beberapa contoh diantaranya. Masing-masing punya keindahannya yang tersendiri. Masing-masing punya kebijakannya tersendiri. Masing-masing menunjukkan sudut yang berbeda dari surga di bumi.

Riset buku "The Lamb's Supper" telah memberi saya penglihatan yang baru terhadap Misa Kudus. Saya berdoa semoga setelah membaca buku ini juga memberi karunia yang sama terhadap anda. Bersama-sama, mari kita meminta pembaruan hati kita juga supaya melalui doa-doa dan belajar, kita bisa lebih bertumbuh dan lebih mengasihi misteri-misteri Kristiani yang telah diberikan kepada kita oleh Allah Bapa.

Kitab Wahyu akan memperlihatkan kepada kita, Misa Kudus sebagai surga di bumi. Sekarang, marilah kita teruskan tanpa menunda-nunda lagi, karena surga tidak dapat menunggu. :)

Di Surga Sekarang!

Saya berdiri di sana dengan sembunyi-sembunyi, seorang pendeta Protestan dalam pakaian preman, menyelinap masuk ke bagian belakang sebuah kapel Katolik di Milwaukee untuk menyaksikan Misa Kudus saya yang pertama. Rasa ingin tahu telah membawa saya kesana, dan saya masih ragu bahwa ini adalah rasa ingin tahu yang sehat. Selama mempelajari tulisan-tulisan umat Kristen perdana, saya menemukan referensi yang tak terhitung banyaknya kepada "LITURGI", "EKARISTI", "KURBAN". Bagi umat Kristen perdana tersebut, Alkitab, buku yang paling saya cintai, tidak bisa terlepaskan dari acara ritual yang sekarang ini oleh umat Katolik disebut sebagai "Misa Kudus".

Saya ingin memahami pemikiran umat Kristen perdana, akan tetapi saya tidak punya pengalaman sedikitpun menyangkut liturgi. Jadi saya membujuk diri saya sendiri untuk pergi dan melihat, semacam latihan akademis, tetapi dengan tetap bersikeras bahwa saya tidak akan berlutut ataupun ikut mengambil bagian dalam penyembahan berhala ini.

Saya mengambil tempat duduk di bagian yang terlindung, di barisan yang paling belakang dari kapel di lantai dasar tersebut. Di depan saya ada sekelompok umat Katolik yang lumayan jumlahnya, laki-laki dan perempuan dari segala umur. Sikap mereka sewaktu berlutut mengesankan saya, seperti juga agaknya konsentrasi mereka sewaktu berdoa. Kemudian sebuah bel berbunyi dan mereka semua berdiri ketika imam (romo/father) muncul dari pintu yang terletak di samping altar.

Tidak tahu mesti berbuat apa, saya tetap duduk. Selama bertahun-tahun sebagai evangelis dari aliran Calvinis, saya telah diajarkan untuk percaya bahwa Misa Kudus adalah penghinaan terbesar yang dilakukan oleh manusia (terhadap iman Kristiani). Saya telah diajarkan bahwa Misa Kudus adalah ritual yang dibuat untuk "mengurbankan kembali Yesus Kristus." Jadi saya akan tetap sebagai seorang pengamat. Saya akan tetap duduk dengan Alkitab saya terbuka di samping saya.

DIPENUHI AYAT-AYAT ALKITAB

Akan tetapi, sewaktu Misa berlangsung sesuatu membuat saya tersadar. Alkitab saya tidak hanya berada di samping saya. ALKITAB BERADA DI DEPAN SAYA - DALAM KATA-KATA DALAM MISA KUDUS! SATU AYAT DARI KITAB YESAYA, SATU LAGI DARI KITAB MAZMUR, SATU LAGI DARI SURAT RASUL PAULUS. Pengalaman ini SUNGGUH LUAR BIASA! Saya ingin menghentikan mereka dan berteriak, "HEI, BOLEHKAH SAYA MENJELASKAN APA YANG SEDANG TERJADI DISINI DARI KITAB SUCI? INI SUNGGUH-SUNGGUH HEBAT !!!" Tetapi, saya tetap menjaga status saya sebagai pengamat. Saya tetap berada di luar lapangan sampai saya mendengar imam mengucapkan kalimat konsekrasi: "INILAH TUBUHKU.... INILAH PIALA DARAHKU."

Lantas saya merasakan bahwa segala keragu-raguan saya sirna sudah. Sewaktu saya melihat imam mengangkat hosti yang berwarna putih tersebut, saya merasakan suatu doa mencuat dari dari dalam hati saya dalam sebuah bisikan: "YA TUHANKU DAN YA ALLAHKU. SUNGGUH-SUNGGUH ENGKAULAH ITU!"

Mungkin anda bisa menyebut keadaan saya pada waktu itu seperti orang tuna-daksa, terkesima tak mampu berbuat apa-apa. Saya tidak bisa membayangkan kesukacitaan yang lebih besar daripada apa yang telah diperbuat oleh kata-kata tersebut terhadap saya. Akan tetapi pengalaman itu semakin memukau hanya sejenak berikutnya, ketika saya mendengar seluruh umat mengucapkan: "ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH....," dan sang imam menjawab, "INILAH ANAK DOMBA ALLAH......." sambil mengangkat HOSTI itu

Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, kalimat "ANAK DOMBA ALLAH" telah bergema empat kali. Selama bertahun-tahun mempelajari Alkitab, saya dengan serta-merta tahu dimana saya berada saat ini. SAYA SEDANG BERADA DALAM KITAB WAHYU, dimana Yesus dipanggil dengan sebutan ANAK DOMBA tidak kurang dari dua puluh delapan kali sepanjang dua puluh dua pasal dalam Kitab Wahyu. Saya sedang berada di PERJAMUAN KAWIN yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes pada bagian akhir kitab yang terakhir dari Alkitab. Saya sedang berada di hadapan TAHTA SURGA, dimana Yesus dipuji-puji untuk selama-lamanya sebagai ANAK DOMBA. Saya sungguh tidak siap untuk menerima kenyataan ini, SAYA SEDANG BERADA DALAM MISA KUDUS !!!

DEMI ASAP SUCI !!!

Saya kembali menghadiri Misa pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya. Setiap kali saya kembali, saya akan "menemukan" lebih banyak lagi Kitab Suci terpenuhi di depan mata kepala saya. Akan tetapi tidak ada kitab lain yang lebih nyata bagi saya, di kapel yang agak remang-remang tersebut, selain Kitab Wahyu, yang menggambarkan para malaikat dan orang kudus menyembah di surga. Seperti di dalam kitab Wahyu, demikian juga pula di dalam kapel itu, saya melihat IMAM YANG MEMAKAI JUBAH, sebuah ALTAR, KONGREGASI UMAT yang berseru "KUDUS, KUDUS, KUDUS!" Saya melihat kepulan ASAP DUPA. Saya mendengar SERUAN PARA MALAIKAT DAN ORANG KUDUS. Saya sendiri ikut menyanyikan Alleluya, karena saya telah ditarik lebih dalam lagi daripada sebelumnya kedalam ibadat ini. Saya terus duduk di bangku bagian belakang dengan Alkitab, dan saya nyaris tidak tahu harus memperhatikan yang mana - kepada peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu atau kepada aksi yang terjadi di altar. Makin lama, keduanya makin tampak menyerupai satu dengan yang lain.

Saya membenamkan diri dengan semangat baru yang meluap-luap untuk mempelajari Kristen pada awalnya dan saya menemukan bahwa uskup-uskup yang paling pertama, yaitu para BAPA GEREJA, telah mendapatkan "penemuan" yang sama seperti yang saya dapat setiap pagi (sewaktu menghadiri Misa Kudus). Mereka berpendapat bahwa KITAB WAHYU adalh KUNCI BAGI LITURGI dan bahwa LITURGI adalah KUNCI BAGI KITAB WAHYU. Sesuatu yang sangat luar biasa sedang terjadi terhadap saya sebagai seorang teolog dan umat Kristen. Buku dalam Alkitab yang bagi saya paling sulit dimengerti - yaitu Kitab Wahyu - saat ini justru menerangi ide-ide yang paling fundamental dari iman Kristen: ide tentang PERJANJIAN sebagai ikatan yang kudus keluarga Allah. Lebih jauh lagi, aksi yang sebelumnya saya anggap sebagai penghinaan terbesar terhadap Allah, yaitu Misa Kudus, sekarang justru adalah ritual yang mengokohkan PERJANJIAN DENGAN ALLAH. "INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN YANG BARU DAN KEKAL".

Saya sungguh merasa kewalahan dengan segala hal yang baru ini. Selama bertahun-tahun saya telah mencoba untuk memahami Kitab Wahyu sebagai semacam pesan rahasia yang tersembunyi tentang hari kiamat, tentang penyembahan di surga yang nun jauh, tentang sesuatu yang tidak bisa dialami oleh umat Kristen selama mereka masih di dunia ini. Sekarang, setelah dua minggu menghadiri Misa setiap harinya, saya merasa ingin bangkit berdiri selama liturgi berlangsung dan berseru, "PERHATIAN SEMUANYA !!! KALAU BOLEH SAYA INGIN MEMBERITAHUKAN DIMANA ANDA BERADA SEKARANG INI DALAM KITAB WAHYU !!! LIHAT PASAL EMPAT AYAT DELAPAN. ANDA SEKARANG SEDANG BERADA DI SURGA !!!"

Disadur dari buku "The Lamb's Supper" karangan Prof. Dr. Scott Hahn. Beliau dulunya adalah seorang pendeta denominasi Prebyterian, yang sangat brilian, yang lewat studi Alkitab, percaya bahwa Gereja Katolik sebagai Gereja yang didirikan Yesus Kristus sendiri, tiang dan pondasi kebenaran. Beliau masuk Katolik pada pertengahan 1980-an dan buku-bukunya maupun kesaksiannya merupakan kaset/buku terlaris di Amerika Serikat dan terus menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang mengikuti jejak langkahnya ke dalam Gereja Katolik.
 
Back
Top