Angkuman Hasil Temu Nasiona

nurcahyo

New member
Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia)
RANGKUMAN HASIL TEMU NASIONAL DAN BAZAR PENGEMBANGAN KEUANGAN MIKRO INDONESIA



Dengan tekad untuk mengembangkan keuangan mikro dalam rangka pemberdayaan usaha mikro sebagai usaha mengentaskan kemiskinan dengan target menjangkau dan melayani 10 juta orang miskin hingga 2005, Temu Nasional dan Bazar Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia menghasilkan beberapa hal sebagai berikut:


Bagian 1. Prinsip Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia

Pengembangan Keuangan Mikro dan pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro merupakan langkah yang tepat dalam usaha pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi rakyat. Hal tersebut terutama karena dengan sistem dan cara masing-masing LKM telah mengakar dan tumbuh bersama perkembangan masyarakat, dan terbukti telah mampu memberikan pelayanan memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak terjangkau oleh layanan keuangan lainnya. Oleh sebab itu pengembangan keuangan mikro tidak cukup hanya dilakukan melalui pengembangan Bank Perkreditan Rakyat, BRI Unit Desa dan kegiatan bank umum lainnya, pegadaian, atau Koperasi Simpan Pinjam. Oleh sebab itu diperlukan pengakuan atas eksistensi lembaga keuangan mikro sebagai entitas tersendiri.

Dalam usaha menanggulangi kemiskinan dan menggerakkan ekonomi rakyat penguatan, pemberdayaan, dan pengembangan keuangan mikro perlu dilakukan dengan prinsip:

1. Menghormati keragaman, keunikan, dan keterkaitan keuangan mikro dengan perkembangan masyarakat.

2. Memberikan pengakuan dan legalitas atas keberadaan keuangan mikro dan lembaga keuangan mikro

3. Memberikan perlindungan kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan keuangan mikro

4. Memprioritaskan strategi pengembangan keuangan mikro atas dasar gerakan bersama dari semua pihak yang terkait dengan pengembangan keuangan mikro


Bagian 2. Strategi Pengembangan Keuangan Mikro

Strategi pengembangan keuangan mikro mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Mengembangkan pendampingan yang mandiri dan berkelanjutan, termasuk melakukan penguatan lembaga-lembaga pendampingan terutama yang berfungsi menghubungkan sector formal dan non-formal.

2. Memadukan pendekatan kelompok dan individual sesuai dengan kebutuhan dan penerimaan masyarakat.

3. Mengembangkan keterpaduan antara penyaluran pinjaman dan mobilisasi tabungan masyarakat, sekaligus menjadikan tabungan sebagai basis system dan kekuatan keuangan mikro.

4. Membangun kapasitas lembaga keuangan mikro, melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga pendamping, dunia usaha, lembaga internasional, kerjasama antar LKM, dan instansi pemerintah; terutama dalam hal peningkatan kemampuan sumberdaya manusia; system dan prosedur operasi, teknologi, terutama teknologi informasi; jaringan kerjasama; dan aksesibilitas terhadap berbagai dukungan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kepada masyarakat.

5. Menegaskan kembali sekaligus memberikan pengakuan dan apresiasi terhadap arti peranan perempuan dalam setiap usaha pengembangan keuangan mikro.

6. Mengembangkan lembaga-lembaga penunjang keuangan mikro sebagai berikut:

1. lembaga yang dapat berfungsi sebagai sumber permodalan bagi lembaga keuangan mikro (secondary source of fund), baik melalui pengembangan keterkaitan (linkage) dengan bank dan lembaga keuangan yang sudah ada maupun melalui pengembangan lembaga pendanaan (wholeseler of fund, polling of fund) khusus untuk keuangan mikro.

2. Lembaga yang dapat menjalankan fungsi perlindungan atas simpanan dan pinjaman

3. Lembaga pengawasan, yang sekaligus melakukan standarisasi minimal terhadap praktik keuangan mikro, supervisi, audit, rating, dan sertifikasi lembaga keuangan mikro.

4. Lembaga yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi pengembangan keuangan mikro, mulai dari sosialisasi peran dan fungsi KM, pengembangan SDM, pengembangan system dan prosedure, pengembangan teknologi, dan pengembangan data-base keuangan mikro Indonesia; serta

5. Lembaga yang membangun jaringan kerjasama (network) antar LKM.

7. perlu dipikirkan untuk dipertimbangkan dibentuknya semacam lembaga ?bank sentral alternatif bagi LKM? yang dibentuk oleh pemerintah, Bank Indonesia dan (asosiasi) LKM.

8. Mewujudkan komitmen perbankan dalam pengembangan keuangan mikro, khususnya dengan memastikan agar alokasi dana senilai Rp. 4,6 trilyun dalam ?business-plan? perbankan yang diperuntukkan bagi pengusaha mikro yang memiliki integritas dan kapabilitas teruji. Dalam hal ini perlu dikembangkan strategi Hubungan Bank dan Lembaga Keuangan Mikro (HBL) sebagai pengembangan dari strategi Hubungan Bank dan Kelompok (HBK).

9. Mengembangkan dan menguatkan kerjasama dengan berbagai lembaga internasional baik dalam bidang keuangan, bantuan teknis bagi pembangunan kapasitas, maupun dalam pengembangan jaringan kerjasama dan hubungan dengan pihak-pihak lainnya.

10. Mengembangkan dan menguatkan kerjasama dengan dunia usaha terutama dalam bentuk pengembangan kerjasama bisnis, ?sharing? kompetensi, ?sharing? jaringan kerjasama, dan ?sharing ? modal.



Bagian III. Penguatan Kerangka Hukum Dan Pengaturan Keuangan Mikro Indonesia

Kerangka Hukum dan pengaturan keuangan mikro sangat dibutuhkan bagi (1) perlindungan kepentingan masyarakat yang menyimpan uang di LKM dan perlindungan atas azas legalitas LKM serta dalam hubungannya dengan lembaga lain; dan (2) penguatan dan pengembangan keuangan mikro.

Kerangka hokum tersebut tidak harus mengarahkan pengembangan LKM dalam jalur pengembangan perbankan, karena memang LKM bukan bank dan bukan koperasi.

Kerangka hokum tersebut juga harus memberikan toleransi dan apresiasi bagi LKM yang kerana kondisinya belum memungkinkan untuk diatur dalam suatu perangka hukum dan perundang-undangan yang ketat.

Menggunakan draft RUU Keuangan Mikro yang telah dirumuskan sebagai bahan diskusi, diharapkan dapat dilakukan peninjauan dan pengkajian ulang menyangkut hal-hal:

(1) pengertian dan difinisi mengenai LKM

(2) Bahwa yang dimaksud dengan LKM tidak dibatasi dengan besar simpanan Rp. 50 s/d Rp. 1 milyard, dan bahwa LKM yang memiliki simpanan lebih besar dari 1 milyard tidak harus menjadi bank, tetapi mendapat pengaturan yang lebih ketat

(3) Bagi LKM?) dan ketentuan yang mengatur kerjasama LKM dengan lembaga keuangan lain (bank dan non-bank).

(4) Bahwa dalam RUU KM perlu dicantumkan ketentuan mengenai perlindungan terhadap nasabah, baik simpanan maupun pinjaman; yang tidak harus berarti penjaminan.

(5) Bahwa RUU KM perlu lebih tegas mencantumkan perlindungan terhadap LKM sehingga tetao dapat menjadi organisasi dari, oleh, dan untuk masyarakat setempat.

(6) Bahwa harus diperhatikan kemampuan untuk melakukan pengawasan dan pengambilan tindakan atas ketentuan yang diundangkan.



Bagian IV. Strategis Action Plan

1. Peserta Temu Nasional dan Bazar Pengembangan Keuangan Mikro mengusulkan agar dilakukan langkah-langkah nyata sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan strategi pengembangan Keuangan Mikro yang telah dirumuskan

2. Peserta Temu Nasional dan Basar Pengembangan Keuangan Mikro mengusulkan agar Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia (Gema PKM Indonesia), bekerjasama dengan Bank Indonesia dan Komite Penanggulangan Kemiskinan melakukan monitoring dan evaluasi serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar:

a. Kesepakatan (MOU) Bank Indonesia dan pemerintah yang telah dinyatakan pula dalam Business Plan perbankan nasional untuk menyalurkan dana senilai Rp. 4,6 trilyun kepada usaha mikro dapat benar-benar diwujudkan terutama melalui kerjasama dengan lembaga keuangan mikro

b. Peraturan perundang-undangan yang memberikan legalitas, perlindungan bagi masyarakat, sekaligus sebagai dasar pengembangan LKM dapat segera diwujudkan.

3. Peserta Temu Nasional dan Bazar Pengembangan Keuangan Mikro mengharapkan agar Bank Indonesia bekerjasama dengan Komite Penanggulangan Kemiskinan dan Gema PKM membentuk suatu ?LKM Center? untuk memfasilitasi pengembangan LKM khususnya ?strategic action plan? yang telah dirumuskan diatas.



Jakarta, 25 Juli 2002




Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia)
 
Back
Top