Bandara Soekarno-Hatta Rentan 'Byar-Pet'

spirit

Mod
54531pesawatgarudasaatd.jpg



Dari kebutuhan listrik 30 ribu KvA, ternyata cadangannya baru terpenuhi seperempatnya.​

Belum genap sebulan Tri S Sunoko menjabat Direktur Utama PT Angkasa Pura, ia sudah harus tersodok masalah serius: listrik Bandara Soekarno-Hatta mati total.
Matinya listrik bandara internasional pada pagi buta Jumat, 6 Agustus 2010, bukan lagi disebabkan oleh tikus, seperti yang terjadi 2 Oktober 2009 lalu. Kali ini korsleting pada jaringan internal bandara yang menjadi penyebab.
Tapi dampak gigitan tikus pada panel listrik Terminal II E, pada tahun lalu, tidak membuat kesemrawutan seperti yang terjadi kali ini. Gigitan hewan pengerat itu hanya berimbas pada matinya aliran listrik non priority. Tak ada kepanikan massal, seperti yang disebutkan Kepala Pengamanan Opersional Bandara Soekarno-Hatta Roch Agus ketika itu.
Apa yang terjadi Jumat pagi buta itu sungguh berbeda. Ratusan penumpang dari berbagai maskapai penerbangan panik. Mereka bingung suasana terang benderang menjadi gelap gulita pada pukul 03.40 WIB.
Salah satu penumpang Lion Air, Prasastyo Mahdi mengisahkan. Ketika tiba di Bandara pada pukul 05.35 WIB, dia sempat bingung dengan situasi yang gelap gulita di bandara. "Saya kaget, bandara kok gelap-gelapan," kata Prasastyo.
Kekagetan Prasetyo bertambah saat melihat ratusan penumpang terlihat saling berdesak-desakan, berteriak dan panik saat menuju pintu masuk utama menuju ruang pemeriksaan barang. Semua fasilitas yang berhubungan dengan penumpang mati seperti Check In Counter, X-Ray, Boarding Lounge dan lainnya. "Suasana benar semrawut, sudah seperti terowongan Mina," katanya.
Tak cuma itu, padamnya listrik juga berdampak pada penerbangan domestik dan internasional. Setidaknya 62 penerbangan tertunda.
Humas Angkasa Pura II Andang Santoso mengatakan, rata-rata keterlambatan pesawat 30-45 menit. Yang kena dampak gangguan listrik ini, 12 penerbangan internasional dan 50 penerbangan domestik dari Jakarta ke sejumlah wilayah lain, maupun dari berbagai daerah ke Jakarta.
Andang menjelaskan, padamnya listrik bandara disebabkan juga akibat minimnya back up listrik. Dari total kebutuhan listrik yang mencapai 30 ribu Kilovolt amper (KvA) mereka baru bisa menyiapkan cadangan sekitar 7.350 KvA. Cadangan sebesar itu hanya dipasok oleh 3 genset berukuran 850 KvA dan 3 genset 1.600 KvA. "Tiga Genset 850 KvA hanya untuk kebutuhan listrik jalur prioritas seperti tower pemandu lalu lintas, navigasi dan radar," kata Andang.
Sedangkan tiga genset 1.600 KvA juga diperuntukan untuk jalur prioritas di operasional, seperti di Cheking Counter dan X-Ray. Andang juga belum bisa memastikan kapan PT Angkasa Pura membangun cadangan listrik yang memadai. "Kami masih rencanakan," katanya.
Matinya listrik ini membuat Menteri Perhubungan Freddy Numberi kesal. Kejadian ini menimbulkan kerugian materi dan citra Indonesia di dunia internasional.
"Yang begini-begini jangan terjadi lah. Bandara ini kan urat nadi kita. Karena setiap hari ratusan penerbangan yang terjadi," kata Freddy Numberi usai Rapat Kerja Nasional III Kabinet dengan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat. "Banyak sekali yang dirugikan," kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini.
Freddy meminta manajemen bandara mencari berbagai upaya antisipasi agar tidak terjadi lagi pemadaman listrik.
Jika melihat masalah yang dijelaskan oleh Andang, mestinya mencari langkah antisipasi yang diminta Menteri Perhubungan tidak perlu membutuhkan waktu lama. Dari total kebutuhan listrik 30 ribu Kva--yang ternyata cadangannya hanya baru terpenuhi sekitar seperempatnya—tentu sangat rentan kondisinya bagi Bandara yang selama tahun lalu didatangi sekitar 35 juta penumpang.
Sebagai perusahaan yang tidak memiliki saingan di Jakarta, karena hampir semua pesawat komersial wajib hukumnya mendarat di Soekarno-Hatta, tentunya kocek Angkasa Pura lebih dari cukup untuk membeli genset yang memadai dan mumpuni.
Laporan keuangan perusahaan pelat merah itu mengkonfirmasikan hal ini. Tahun lalu pendapatan usahanya mencapai Rp2,7 triliun dengan laba bersihnya sebesar itu Rp864.8 miliar.
Dengan kinerja keuangan seperti itu tentunya Angkasa Pura lebih dari sekadar mampu untuk membeli genset yang memadai dan mumpuni supaya pintu gerbang utama Ibukota negara ini tidak ‘byar-pet’.
Apalagi, seperti dikatakan Tri S Sunoko beberapa waktu lalu, Soekarno-Hatta merupakan salah satu Bandara yang diandalkan untuk menyerap potensi pendapatan dari kebijakan liberalisasi penerbangan ASEAN atau Asean Open Sky 2015.


• VIVAnews
 
Bls: Bandara Soekarno-Hatta Rentan 'Byar-Pet'

ga heran den kl soal padam lampu
Jika d tanya sama PLN pasti berkelit
 
Back
Top