Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

jmw01

New member
REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG--Tanpa beduk Maghrib bertalu. Tanpa kegaduhan orang-orang yang membangunkan untuk sahur. Juga, tanpa pemandangan gerombolan manusia menuju masjid yang hendak melaksanakan shalat tarawih.

suasana_buka_bersama_di_masjid_al_hikmah_den_haag_100816232137.jpg

Suasana buka bersama di Masjid Al Hikmah Den Haag

Begitulah suasana Ramadhan di negeri Belanda. Bagi sebagian warga Indonesia yang berada di Negeri Kincir Angin, nuansa Ramadhan baru akan terasa ketika berada dalam masjid. Ingatanku pun melayang ke kampung halaman di Makassar. Setiap Ramadhan tiba, kemeriahan warga menyambutnya sangat terasa.

Lantunan tadarus nyaris terdengar di mana-mana melalui pengerassuara masjid. Orangorang yang bermukena dan berbaju koko dengan kopiahnya berjalan secara bergerombol menuju masjid yang tak jauh dari permukiman mereka. Belum lagi suara-suara tetabuhan yang ramai dipukul untuk membangunkan sahur. Aku kehilangan semua momen itu saat menjalani harihari Ramadhan di Belanda.

Aku berada di Belanda pada 2008 lalu dalam rangka studi dan bermukim dua tahun lamanya.
Menjalani Ramadhan di negeri orang kerap menimbulkan kerinduan dengan rumah dan orang tuaku. Apalagi saat harus mempersiapkan sahur dan berbuka puasa.

Menu sahur yang kubuat simpel saja, seperti dua buah roti gandum, berlapis sayur-mayur, sosis, tomat, mentimun, sambal, dan mayonnaise. Tapi, menu tersebut nyaris membuatku tak mampu bertahan dan perutku sering keroncongan pada siang hari.

Betapa tidak, Ramadhan 2009 lalu, di Belanda, bertepatan pada musim panas (summer). Saat itu, siang hari menjadi sangat panjang. Waktu menahan hingga berbuka puasa sekitar 18 hingga 19 jam. Inilah puasa terpanjang yang pernah kulakukan. Belum lagi, godaan di sekitar lingkungan yang begitu banyak karena mayoritas penduduk Belanda adalah non-Muslim.

Sejumlah orang duduk di kafe, menikmati santapan mereka, serta pasangan muda-mudi yang berpelukan dan mengumbar kemesraan tanpa sungkan adalah peman dangan yang biasa. Mereka tentu tak tahu bahwa pemandangan yang mereka pertontonkan dapat membuat puasaku menjadi makruh.

Tapi, alhamdulillah, jumlah warga Indonesia yang menetap di Belanda, khususnya di Den Haag, cukup banyak. Persaudaraan di antara sesama warga Indonesia pun cukup erat. Mereka tak segansegan saling membantu, khususnya kepada mahasiswa yang baru menginjakkan kakinya di negeri Belanda.

Persaudaraan inilah yang membuatku merasa tidak sendiri menjalani aktivitas ibadah di bulan Ramadhan. Untuk melepas kerinduan terhadap kampung halaman dan keluarga di Tanah Air, aku sering memilih berbuka puasa bersama dengan kawankawan dan sejumlah saudara Muslim di Masjid Al Hikmah. Masjid ini dikenal sebagai masjid Indonesia yang terletak di Jalan Heeswijkplein 170-171, Den Haag.

Setiap Ramadhan tiba, pengurus masjid yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) Den Haag menyiapkan berbagai macam hidangan khas Indonesia. Menu yang tersaji adalah khas Indonesia, seperti bakwan, pisang goreng, nasi uduk, nasi tumpeng, opor ayam, tahu, tempe, sop ayam, kolak, lemper, dan aneka macam kue.

Detik-detik menjelang berbuka puasa, kami berzikir dan berdoa bersama-sama. Kolak pisang dan kurma yang telah tersedia di hadapan jamaah menjadi menu utama sebelum melaksanakan shalat Maghrib.

Aku seperti memiliki banyak keluarga dengan berkumpul di Masjid Al Hikmah. Setelah shalat Maghrib berjamaah, kami menikmati sejumlah menu yang telah dihidangkan di atas meja.
Kebersamaan berbuka puasa ini turut diramaikan umat Muslim dari berbagai negara, seperti Maroko, Turki, Somalia, dan warga Muslim Belanda sendiri. Selain masjid Indonesia, KBRI pun menyiapkan berbagai menu makanan khas Indonesia.

Terkadang, jika rindu dengan makanan khas kampung halamanku, yakni Coto Makassar, ikan bakar, serta sambalnya, aku menghubungi beberapa kawan, termasuk kawan sedaerah, untuk berbuka bersama. Tentu saja, kami membuat sendiri menu-menu tersebut untuk menciptakan nuansa kampung sendiri.

Aku juga kerap menerima undangan berbuka puasa dari kawan-kawan di sana. Jarak bukanlah penghalang bagi kami untuk bertemu. Aku dan kawankawan pernah memenuhi ajakan berbuka puasa di kawasan bagian utara Belanda, yakni Groningen, yang jarak tempuhnya dari Kota Den Haag sekitar tiga jam. Rasa persaudaraan dan kebersamaan membuat perjalanan yang ditem puh cukup panjang ini terasa tak melelahkan.

Saat melirik jam tangan, jam sudah menunjukkan pukul 21.00 waktu setempat. Di Indonesia, mungkin umat Muslim baru saja selesai melaksanakan shalat tarawih. Namun, di Belanda, inilah saatnya kami mempersiapkan menu berbuka. Jadwal buka puasa di Belanda sekitar pukul 22.00 waktu setempat.

Ikan bakar plus rica-rica, pallu butung, sayur daun singkong, dan sambal (khas makanan Makassar) merupakan menu berbuka puasa kami. Sambil menikmati kota kecil yang terletak di bagian utara Belanda ini, dengan mengendarai sepeda, kami menuju sebuah tempat terbuka. Kami berbuka bersama di alam terbuka. Wow, sungguh pengalaman yang tak terlupakan!

Mendadak, perasaan rindu kampung halaman dan keluarga seketika terobati setelah ngabuburit bersama pelajar-pelajar lainnya. Bila rindu dengan makanan daerah, di Belanda ini tidak begitu sulit. Asalkan kita mau mengolahnya sendiri, makanan ala Indonesia bisa saja tersaji. Karena, berbagai bumbu makanan Indonesia mudah diperoleh di beberapa toko Cina. Ini karena, bagi orang Belanda, masakan Indonesia terkenal sebagai makanan yang sangat lux (mahal) dan banyak diminati warga Belanda.
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

Tahun sekarangpun lagi summer kok. Jadi masih 19 jam saat berpuasanya.
Apalagi buat eropa bagian timur, bisa sampe 20 jam.

beruntunglah saya yang tinggal di Indonesia.

-dipi-
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

@Non Dipi
Wow.. jd sisa 4 jam doang malemnya ?
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

@Non Dipi
Wow.. jd sisa 4 jam doang malemnya ?
betul mas.
Itu biasanya di eropa timur (polandia, ceko, slovakia, Rusia) dan eropa utara (denmark, swedia, finlandia, islandia). Ketika Summer, siang lebih panjang. Tapi ketika winter malamnya yang lebih panjang. Itu dikarenakan Kemiringan sumbu rotasi Bumi dan sudut deklinasi dari Matahari.
Untuk orang yang hidup di "tengah" bumi alias ekuator seperti kita tentu pengaruhnya kecil sekali.

-dipi-
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

Kita harus bersyukur hidup di indonesia, seenggaknya bisa berbuka lebih cepet dari saudara-saudara muslim yang di eropa
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

Wah berarti di eropa timur pahalanya banyak yah.. wong ujiannya panjang :D

Tapi buat yg pasutri kesel banget ya.. anunya sebentar gitu loooh :))
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

woy dimana mana puasa sama saum beda
klo puasa bisa 40 hari 40 malem,1 hari 1 malem
klo saum hanya dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari
jd bukan puasa ya tp saum
ok!
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

woy dimana mana puasa sama saum beda
klo puasa bisa 40 hari 40 malem,1 hari 1 malem
klo saum hanya dari terbitnya matahari(sesudah subuh) sampai terbenamnya matahari
jd bukan puasa ya tp saum
ok!
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

dinegara arab dan skitarna, musim panas ini puasana 16 jam, nahan lapar , nahan nafsu, serta nahan cuaca panas, benar2 berat..
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

@naufal
Puasa apa tuh 1 hari 1 malem & 40 hari 40 malem? ada dalilnya gak? Selama gw jadi muslim baru denger nih di sini ada puasa model kaya gitu..

Bukannya puasa & saum cuma beda bahasa doang?
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

Oh, nyatanya gitu ya.......
Untung aja ya, kita hidup di indonesia......
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

Subhanallah..
Maka.. nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? >:'(>:'(>:'(
 
Bls: Puasa Terpanjang di Negeri Kincir Angin

wah, kalo makan pas buka puasa ama sahur bisa dijamak donk alias combo kalo orang sono bilang. hehehehe
 
Back
Top