Epos Mahabharata

Prayopavesa

sebelumnya
Apa itu Prayopavesa, adalah suatu cara untuk mengakhiri hidup lewat teknik meditasi tertentu, berbeda dengan bunuh diri, Prayopavaesa dilakukan atas dasar kesadaran dan dalam kondisi tenang.
Jalan ini dilakukan bila seseorang menganggap bahwa sudah saatnya dia meninggal dunia maya ini, namun perlu diingat syarat Prayopavesa adalah orang tersebut tidak terikat lagi dengan kewajiban & tanggung jawab, tanpa memiliki hasrat ataupun ambisi

Kisah ini kita mulai aja saat Duryodhana diselamatkan oleh Pandava dari para Gandharva yang menawan para Kaurava di hutan Kamyaka tepatnya di pinggir Danau Dwaitavana.
Padahal Duryodhana semula atas usulan Sakuni bermaksud menggoda dan menghina Pandava yang tengah menjalani masa pembuangan di Danau tersebut, mereka bermaksud memperlihatkan kemewahan dan kesenangan pada Pandava yang terbuang ( hmm suatu upaya provokatif dan pscho attack kalee ya…. )
Namun rencana mereka berubah menjadi petaka saat mereka berselisih dengan rombongan Gandharva yang tengah berlibur disana, sampai terjadi pertempuran antara Kaurava dan Gandharva berakhir dengan ditawannya Duryodhana , saudara dan para istri mereka.

Yudhisthira malah mengutus Bhima dan Arjuna serta si kembar membebaskan Duryodhana dari para Gandharva.
Duryodhana sangat terhina akan hal ini dengan kepala tertunduk ia kembali ke Istana bersama rombongannya.

Dalam perjalanan Duryodhana mengutus rombongannya kembali ke Hastina sedangkan dia sendiri menuju tempat yang sepi, disanalah dia bertemu dengan Radheya yang memberinya selamat karena mengira Duryodhana berhasil mengalahkan para Gandharva

“ dirimu telah melakukan apa yang tidak bias aku lakukan, aku harus mundur karena mereka bertarung menggunakan Maya, tapi dirimu mampu mengalahkan mereka, kuucapkan selamat Tuanku “

Duryodhana tidak tahan mendengar semua ini, air matanya mengalir , suaranya parau dengan kesedihan ia mengatakan pada temannnya

“aku mengerti bahwa dirimu tidak tau apa apa, bukan aku, bukan pamanku atau saudara-saudaraku yang lain mampu menghadapi Gandharva, kami telah kalah”
Lalu Duryodhana menceritakan bagaiman Yudhistira telah mengutus empat saudaranya untuk membebaskan Kaurava

“ Pimpinan Gandharva itu adalah temannya Arjuna, namanya Citrasena, ia menceritakan semua rencana kita, maksud kedatangan kita ke Dwitavana, aku kecewa mengetahui bahwa Indra mengutus Gandharva untuk menghukumku , aku sangat malu pada diriku sendiri, kami dibawa menghadap kepada Yudhistira lalu dialah yang memutuskan apa yang harus dilakukan pada kami,

“Radheya bisa kah kau memikirkan sesuatu yang lebih memalukan dari semua ini ?

“berdiri disana, didepan orang yang aku celakai dengan tangan dan kaki terikat, dengan semua saudara dan para wanita. Dan aku diampuni oleh musuh bebuyutanku, dia malah mendoakan kebaikanku dan membebaskanku, Radheya aku tidak punya muka lagi untuk hidup di dunia ini,

“ aku tidak akan kembali ke Hastina, , engkau harus kembali mendampingi rombongan biarlah aku disini, aku tidak akan makan dan minum aku memutuskan untuk membunuh diriku, selama ini aku telah menginjak-injak kepala musuh-musuhku, aku telah menari di dada mereka sekarang aku menderita karena kesalahanku.

“Bagaimana aku bisa berbicara dengan mereka? Akibat sombong , angkuh, keberuntungan dan kerajaanku aku merasakan akibatnya, bagaimana aku bias hidup atas kebaikan musuh-musuhku?

“biarlah aku mati kelaparan ditempat ini , ini adalah satu-satunya cara, aku merasa sangat terhina, aku akan mati dan inilah jalan satu-satunya untukku”


Saat itulah Dussasana datang, Duryodhana berkata padanya
“ dengarkan aku Dussasana, engkau sekarang bias menjadi raja, sekarang aku akan pergi. Perintahlah Negara ini dengan bantuan Radheya dan Sakuni, jadilah seorang raja yang sejati
Engkau haru berlaku adil dan mengampuni saat engkau menghukum, engkau bias mempelajari semua dari Paman Vidura, ia adalah guru yang terbaik”
[Duryodhana tau gimana jadi raja yang baik]

Duryodhana mendekati Radheya dan memeluknya dengan hangat , ia berkata
“ aku selalu berharap untuk memerintah kerajaan ini bersamamu, tetapi itu semua hanyalah mimpi. Ini adalah kenyataan, aku akan mati disini

Dussasana memberi sujud pada kakaknya lalu merangkul kaki Duryodhana, dengan berlinang air mata ia menolak menjadi raja dan menuruti perintah kakaknya, Dussasana membujuk kakaknya agar mengurungkan niat

“ kakak kebodohan macam apa ini, engkau menyuruhku menjadi Raja sementara engkau akan mati, aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi”

“Kakak, apakah ini semua cinta yang engkau miliki untukku, ikatan persaudaraan Pandava sama dengan ikatan persaudaraan yang kita miliki, kami menyayangimu, kau sangat berarti bagi kami, bisakah kami hidup saat engkau memutuskan untuk meninggalkan kami?

“tenangkanlah dirimu dan lupakan kejadian ini “ Dussasana menangis seperti anak kecil dengan suar a tangisan yang keras
[well Dussasana adik yg berbakti ya pada kakaknya]


Sakuni juga datang ke tempat itu, lalu mereka bertiga berusaha membujuk Duryodhana agar mengurungkan niatnya, namun Duryodhana tidak bias dibujuk lagi, dia memaksa mereka untuk pergi lalu menebarkan rumput kusa diatas tanah lalu duduk diatasnya, melakukan meditasi yang khusuk sisp melakukan Prayopavesa.
Sementara rombongannya membuat kemah tak jauh dari tempat itu

( diambil dari Vana Parva )
 
Last edited:
Re: Epos Mahabharata: Duryodhana Menangis

4 dan 8

Eitt …. ini bukan kode togel, kita kan lagi bahas penggalan kisah Mahabharata, nanti juga bakalan tau apa maksud angka tersebut,setelah baca kisahnya di bawah ini

Duryodhana sendirian di Tendanya, duduk terdiam dengan kepala tertunduk, malam mulai larut dan semua pasukan Kaurava telah tertidur mereka lelah, tapi tidak dengan Duryodhana. Dengan kepala yang ia letakkan di kedua belah tangannya , duduk ber jam jam air matanya mengalir dari matanya yang merah , Hari keempat pertempuran telah usai dan Ia telah kehilangan delapan orang saudara-saudaranya siang hari tadi
Kesedihannya sangat mendalam, nampaknya Bhima akan menempati janjinya dan membunuh semua saudaranya yang malang. Ia bisa membayangkan kematian Dussasana nya tersayang, tubuh Duryodhana bergetar memikirkan hal itu.

Tapi ia mengusap semua pikiran itu dan bangkit dari tempat duduknya, ia memberitahu dirinya sendiri bahwa ia tidak akan mengijinkan hal itu terjadi, ia akan menghentikannya.

Duryodhana bersiap-siap untuk beristirahat, ya….. hanya beristirahat tidak untuk tidur, ia terlalu gelisah untuk bias tidur. Tiba-tiba ia bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju tenda kakeknya, Bhisma

Duryodhana duduk disamping kakeknya dan berkata
“ Kakek, aku sangat sedih, delapan orang saudara-saudaraku telah dibunuh oleh Bhima………..
Kau, Drona, Asvatthama, Krpa, Krtavarma, Bhurisrava, Bhagadatta dan Vikarna semua ada disana. Bisakah engkau mencegah kematian dari saudara-saudaraku ? Masing-masing dari kalian mampu mengalahkan Dewa-Dewa dalam peperangan, mengapa kau tidak bias melakukan hal ini untukku? Kekuatan Pandava ini adalaha sesuatu yang tidak bisa dimengerti . bagaimana mereka bisa melawan kalian semua? Beritahu mengapa hal ini bisa terjadi “

Bhisma tersenyum dengan lembut, ia berkata
“ Anakku, Duryodhana inilah yang aku coba beritahukan selama ini, bahkan sekarangpun aku masih memberitahumu, berbaikanlah dengan Yudhistira… tinggallah dengan semua saudara-saudaramu, jangan biarkan perang yang menakutkan ini berlanjut

Aku selalu mencoba memberitahumu bahwa tidaklah mungkin untuk mengalahkan Pandava, kau ingin mengetahui kekuatan apa yang membuat mereka mampu bertahan melawanku dan Drona ? “

“ aku akan memberitahumu,……………………….. mereka memiliki Khrisna, itulah alasan mengapa mereka tak terkalahkan. Khrisna adalah inkarnasi dari Dewa Visnu dan ia telah terlahir ke dunia karena kehancuran yang disebabkan oleh kejahatan

Yang ter Agung dari semua yang Agung telah turun ke bumi sebagai manusia biasa dengan nama Khrsna. Pandava adalah orang-orang yang tidak akan menyimpang dari Dharma bahkan tidak seujung rambutpun, oleh karena itu Khrisna menjadi teman mereka.
Ia telah mengemban tugas menyelamatkan Pandava lima dengan bantuannya mereka akan menghancurkan kejahatan dunia. Bumi ini akan menjadi pertumpahan darah semua Raja-raja yang sombong dan akan menjadi penyuci bumi

Pandava tidak terkalahkan, janganlah meragukan hal itu sedikitpun. Sepanjang Khrisna bersama mereka tak seorangpun yang akan bisa menyakiti mereka. Aku memintamu untuk mempertimbangkan sekali lagi kekuatan mereka. Pertempuran empat hari ini telah menunjukkan bagaimana semua ini akan berakhir “

Duryodhana mendengarkan kata-kata kakeknya, ia bangkit dan pergi dengan perlahan menuju tendanya dengan kepala tertunduk.

Bhisma duduk cukup lama, ia sedih melihat cucunya, tetapi ia tahu bahwa Duryodhana akan menang atau mati, ia adalah orang terakhir yang memikirkan tentang kompromi terutama ditengah-tengah perang. Duryodhana iri dengan nama baik Pandava, ia tidak tahan disebut pengecut, Bhisma tahu bahwa Duryodhana akan berjalan menuju kematiannya walaupun ia yakin seharusnya tidak bertarung dengan Pandava.
 
Last edited:
Luar biasa...!!! 4 THUMBS UP..buat Sist Dipi dan Bro Sakradeva..

Tapi ada satu hal yang mengusik curiosity saya, bukan pd uraian cerita para Senior kita, melainkan semacam kooptasi budaya mengenai cerita epik Hindu ini khususnya di Indonesia dimana dalam pentas2 wayang kulit/golek/orang dimasukan unsur2/filosofi agama Islam..mungkin dahulu pada awalnya cara ini dipakai agar mudah diserap masyarakat dalam rangka penyebaran agama islam di nusantara..tapi menurut saya hal ini sudah merupakan kooptasi, bukan lagi adaptasi, ekstrimnya bisa disebut pemerkosaan budaya..

bagaimana pendapat sist Dipi dan bro Sakaradeva, atau para Senior II memandang hal ini..?
 
Luar biasa...!!! 4 THUMBS UP..buat Sist Dipi dan Bro Sakradeva..

Tapi ada satu hal yang mengusik curiosity saya, bukan pd uraian cerita para Senior kita, melainkan semacam kooptasi budaya mengenai cerita epik Hindu ini khususnya di Indonesia dimana dalam pentas2 wayang kulit/golek/orang dimasukan unsur2/filosofi agama Islam..mungkin dahulu pada awalnya cara ini dipakai agar mudah diserap masyarakat dalam rangka penyebaran agama islam di nusantara..tapi menurut saya hal ini sudah merupakan kooptasi, bukan lagi adaptasi, ekstrimnya bisa disebut pemerkosaan budaya..

bagaimana pendapat sist Dipi dan bro Sakaradeva, atau para Senior II memandang hal ini..?
IMHO, yang terjadi bukanlah sebuah bentuk kooptasi budaya apalagi jika sampai disebut pemerkosaan budaya, karena sekali lagi IMO, ini lebih sebagai sebuah penetration pasifique, yang menimbulkan akulturasi budaya. Penambahan filosofi Islam pada mitologi ini toh tidak merubah kebudayaan itu secara keseluruhan, bahkan membentuk sebuah kebudayaan baru hasil dari penggabungan 2 budaya yang berbeda.

Cerita Mahabharata atau ramayana yang diadopsi dalam bentuk wayang itu tidak berubah sama sekali intinya. Dan karena penambahan dari beberapa filosfi Islam, terjadilah sebuah bentuk budaya baru seperti contohnya wayang kulit atau wayang golek. Dan hal seperti ini dalam teori budaya tidak dapat dihindarkan.

Dan itu bukanlah sebuah bentuk kooptasi, karena jika yang terjadi adalah sebuah kooptasi budaya, maka salah satu budaya tersebut akan hilang, dalam hal ini adalah budaya yang berkedudukan lemah. Inilah sebuah akulturasi, seperti yang banyak terjadi pada sejarah budaya bangsa ini, seperti akulturasi kebudayaan hindu dengan candi2nya, atau musik keroncong misalnya.

Cerita wayang itu tidak berubah secara keseluruhan, hanya ada beberapa tambahan yang disesuaikan dengan filosofi Islam. Pun wayang ini bisa dikatakan sebagai kebudayaan baru yang lahir asli dari budaya Indonesia yang mengambil akar dari budaya india dengan Mahabaratha atau Ramayana-nya itu yang berakulturasi dengan budaya Islam. Para wali melihat wayang bisa menjadi media penyebaran Islam yang sangat bagus. Namun timbul perdebatan di antara para wali mengenai bentuk wayang yang menyerupai manusia. Setelah berembuk, akhirnya mereka menemukan kesepakatan untuk menggunakan wayang sebagai media dakwah tetapi bentuknya harus diubah. Bentuk baru pun tercipta. Wayang dibuat dari kulit kerbau dengan wajah yang digambarkan miring, leher yang panjang, serta tangan yang dibuat memanjang sampai ke kaki. Bentuk bagian-bagian wajah juga dibuat berbeda dengan wajah manusia. Tak hanya bentuknya, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajara-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.

Dan di sini budaya hasil akulturasi tidaklah merusak apalagi menghilangkan budaya asli yang jadi sumbernya. Dan bukanlah sebuah bentuk penetration violante, dimana sebuah kebudayaan mempengaruhi kebudayaan lainnya dengan hasil salah satu budaya akan menjadi rusak dan menghilang.


Just my 2 cents...:)


-dipi-
 
Kalo gw menganggapnya sih hal itu merupakan sebuah sub-kebudayaan. Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender. Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

Dalam teori budaya, sub-kebudayaan macam wayang ini adalah sebuah sub-kultur yang dinamakan melting pot.


Not my 2 cents, that's a fact.
 
Trims atas responnya sist & bro...saya setuju hal itu disebut sebuah akulturasi..

karena menambahkan atau menyesuaikan tentu tidak sesulit menciptakan...
 
Luar biasa...!!! 4 THUMBS UP..buat Sist Dipi dan Bro Sakradeva..

Tapi ada satu hal yang mengusik curiosity saya, bukan pd uraian cerita para Senior kita, melainkan semacam kooptasi budaya mengenai cerita epik Hindu ini khususnya di Indonesia dimana dalam pentas2 wayang kulit/golek/orang dimasukan unsur2/filosofi agama Islam..mungkin dahulu pada awalnya cara ini dipakai agar mudah diserap masyarakat dalam rangka penyebaran agama islam di nusantara..tapi menurut saya hal ini sudah merupakan kooptasi, bukan lagi adaptasi, ekstrimnya bisa disebut pemerkosaan budaya..

bagaimana pendapat sist Dipi dan bro Sakaradeva, atau para Senior II memandang hal ini..?

klo dibilang pemerkosaan budaya kayaknya terlalu ekstrim, karena produk budaya kadang bersifat dinamis
menurut saya lebih tepat disebut pengalihan manfaat
bagaimana pun cerita wayang digunakan sebagai pendidikan dan hiburan
pendidikan disini dalam arti Ajaran Agama + budi pekerti
semula berisi ajaran-ajaran Hindu ( Ramayana dan Mahabharata adalah penjabaran Veda dalam bentuk cerita )
lalu beralih fungsi sebagai media penyebaran Agama Islam
 
Back
Top