Epos Ramayana

Dipi76

New member
Ramayana dari bahasa Sansekerta Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.

Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.

Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda

Banyak yang berpendapat bahwa kanda pertama dan ketujuh merupakan sisipan baru. Dalam bahasa Jawa Kuna, Uttarakanda didapati pula.

Ringkasan Cerita

Prabu Dasarata dari Ayodhya

Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Rama hidup di hutan

Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sita, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.

Rama menggempur Rawana

Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Balakanda

Balakanda atau kitab pertama Ramayana menceritakan sang Dasarata yang menjadi Raja di Ayodhya. Sang raja ini mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kosalya, Dewi Kekayi dan Dewi Sumitra. Dewi Kosalya berputrakan Sang Rama, Dewi Kekayi berputrakan sang Barata, lalu Dewi Sumitra berputrakan sang Laksamana dan sang Satrugna.

Maka pada suatu hari, bagawan Wiswamitra meminta tolong kepada prabu Dasarata untuk menjaga pertapaannya. Sang Rama dan Laksamana pergi membantu mengusir para raksasa yang mengganggu pertapaan ini. Lalu atas petunjuk para Brahmana maka sang Rama pergi mengikuti sayembara di Wideha dan mendapatkan Dewi Sita sebagai istrinya. Ketika pulang ke Ayodhya mereka dihadang oleh Ramaparasu, tetapi mereka bisa mengalahkannya.

Dasarata adalah tokoh dari wiracarita Ramayana, seorang raja putera Aja, keturunan Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah. Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran.

Pada saat Dasarata masih muda dan belum menikah, ia suka berburu dan memiliki kemampuan untuk memanah sesuatu dengan tepat hanya dengan mendengarkan suaranya saja. Di suatu malam, Dasarata berburu ke tengah hutan. Di tepi sungai Sarayu, ia mendengar suara gajah yang sedang minum. Tanpa melihat sasaran ia segera melepaskan anak panahnya. Namun ia terkejut karena tiba-tiba makhluk tersebut mengaduh dengan suara manusia. Saat ia mendekati sasarannya, ia melihat seorang pertapa muda tergeletak tak berdaya. Pemuda tersebut bernama Srawana. Ia mencaci maki Dasarata yang telah tega membunuhnya, dan berkata bahwa kedua orang tuanya yang buta sedang menunggu dirinya membawakan air. Sebelum meninggal, Srawana menyuruh agar Dasarata membawakan air ke hadapan kedua orang tua si pemuda yang buta dan tua renta. Dasarata menjalankan permohonan terakhir tersebut dan menjelaskan kejadian yang terjadi kepada kedua orangtua si pemuda. Dasarata juga meminta ma'af di hadapan mereka.

Setelah mendengar penjelasan Dasarata, kedua orang tua tersebut menyuruh Dasarata agar ia mengantar mereka ke tepi sungai untuk meraba jasad puteranya yang tercinta untuk terakhir kalinya. Kemudian, mereka mengadakan upacara pembakaran yang layak bagi puteranya. Karena rasa cintanya, mereka hendak meleburkan diri bersama-sama ke dalam api pembakaran. Sebelum melompat, ayah si pemuda menoleh kepada Dasarata dan berkata bahwa kelak pada suatu saat, Dasarata akan mati dalam kesedihan karena ditinggalkan oleh puteranya yang paling dicintai dan paling diharapkan.

Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan Kekayi. Lama setelah pernikahannya, Dasarata belum juga dikaruniai anak. Akhirnya ia mengadakan yadnya (ritual suci) yang dipimpin Resi Srengga. Dari upacara tersebut, Dasarata memperoleh payasam berisi air suci untuk diminum oleh para permaisurinya. Kosalya dan Kekayi minum seteguk, sedangkan Sumitra meminum dua kali sampai habis. Beberapa bulan kemudian, suara tangis bayi menyemarakkan istana. Yang pertama melahirkan putera adalah Kosalya, dan puteranya diberi nama Rama. Yang kedua adalah Kekayi, melahirkan putera mungil yang diberi nama Bharata. Yang ketiga adalah Sumitra, melahirkan putera kembar dan diberi nama Laksmana dan Satrugna.

Dasarata yang sudah tua hendak menobatkan Rama sebagai raja, sebab Rama adalah putera sulung sekaligus yang paling diharapkan Dasarata. Namun tindakannya tersebut ditentang oleh permaisurinya yang paling muda, yaitu Kekayi. Atas tuntutan Kekayi, Dasarata membuang Rama ke dalam hutan. Setelah membuang Rama ke tangah hutan, Dasarata membenci Kekayi dan ia tidak sudi lagi jika wanita tersebut mendekatinya. Tak beberapa lama kemudian, Dasarata jatuh sakit. Dalam masa-masa kritisnya, ia bersedih sambil mengenang kembali dosa-dosanya. Ia juga mengungkit kisah masa lalunya yang kelam di waktu muda kepada Kosalya, yaitu membunuh pertapa muda yang kedua orangtuanya buta. Dalam kesedihannya, Dasarata meninggal dunia karena sakit hati.

Kausalya, atau yang juga dieja Kosalya, adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia dikenal sebagai istri pertama Dasarata raja Kerajaan Kosala yang melahirkan Sri Rama.

Ditinjau dari namanya, Kausalya merupakan putri yang berasal dari Kerajaan Kosala. Dalam kesusastraan Hindu memang sering dijumpai adanya nama seorang putri yang merujuk kepada negeri asal-usulnya. Misalnya, Gandari dari Kerajaan Gandhara atau Pancali dari Kerajaan Pancala.

Sumitra adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah salah seorang istri prabu Dasaratha dan merupakan ibu dari Laksamana dan Satrugna.

Kekayi atau Kaikeyi adalah permaisuri Raja Dasarata dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan wanita ketiga yang dinikahi Dasarata setelah dua permaisurinya yang lain tidak mampu memiliki putera. Pada saat Dasarata meminang dirinya, ayah Kekayi membuat perjanjian dengan Dasarata bahwa putera yang dilahirkan oleh Kekayi harus menjadi raja. Dasarata menyetujui perjanjian tersebut karena dua permaisurinya yang lain tidak mampu melahirkan putera. Namun setelah menikah dan hidup lama, Kekayi belum melahirkan putera. Setelah Dasarata melakukan upacara besar, akhirnya Kekayi dan premaisurinya yang lain mendapatkan keturunan. Kekayi melahirkan seorang putera bernama Bharata.

Pada suatu ketika di sebuah pertempuran, roda kereta perang Dasarata pecah. Dalam masa-masa genting tersebut, Kekayi yang berada di sana datang menyelamatkan Dasarata serta memperbaiki kereta tersebut sampai bisa dipakai lagi. Karena terharu oleh pertolongan Kekayi, Dasarata mempersilakan Kekayi untuk megajukan tiga permohonan. Namun Kekayi menolak karena ia ingin menagih janji tersebut pada saat yang tepat.

Sebagai istri yang paling muda, Kekayi merasa cemas apabila Dasarata kurang mencintainya dibandingkan dua istrinya yang lain. Saat Rama hendak dinobatkan menjadi raja, pelayan Kekayi yang bernama Mantara datang dan menghasut Kekayi agar mengangkat Bharata menjadi Rama sekaligus menyingkirkan Rama ke hutan selama 14 tahun. Dengan mengangkat Bharata menjadi raja, Mantara berharap bahwa Kekayi akan menjadi ibu suri dan statusnya berada di atas permaisuri yang lain. Kekayi menolak usul Mantara karena ia tahu bahwa Rama lebih pantas menjadi raja, dan setelah itu Bharata akan menggantikannya.

Mendengar alasan Kekayi, Mantara berkata bahwa tidak ada alasan bagi Bharata untuk menjadi raja menggantikan Rama karena jika Rama menjadi raja sampai akhir hayatnya, maka tidak ada kesempatan bagi Bharata untuk menggantikannya karena tahta diserahkan kepada keturunan Rama. Setelah Mantara menghasut Kekayi dengan berbagai alasan, Kekayi mengambil tindakan. Ia menemui Raja Dasarata dan meminta dua permohonan sesuai dengan kesempatan yang telah diberikan sebelumnya. Pertama ia memohon Bharata untuk menjadi raja, dan yang kedua ia memohon agar Rama diasingkan ke hutan. Dengan berat hati, Raja Dasarata memenuhi permohonan tersebut, namun tak lama kemudian ia wafat dalam keadaan sakit hati.

Setelah Dasarata wafat, Kekayi mulai menyesali tindakannya dan memarahi dirinya sendiri atas kematian Sang Raja. Rakyat Ayodhya pun marah dan menghujat Kekayi. Bharata juga marah dan berkata bahwa ia tidak akan menyebut Kekayi sebagai ibunya lagi. Pelayan Kekayi yang bernama Mantara hendak dibunuh oleh Satrugna karena menghasut Kekayi dengan lidahnya yang tajam, namun ia diampuni oleh Rama.

Setelah Rama menghabiskan masa pengasingannya di hutan selama 14 tahun, Kekayi dan Bharata menyambutnya dan merestui Rama untuk menjadi raja.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Ayodhyakanda

Ayodhyakanda adalah kitab kedua epos Ramayana dan menceritakan sang Dasarata yang akan menyerahkan kerajaan kepada sang Rama, tetapi dihalangi oleh Dewi Kekayi. Katanya beliau pernah menjajikan warisan kerajaan kepada anaknya.

Maka sang Rama disertai oleh Dewi Sita dan Laksamana pergi mengembara dan masuk ke dalam hutan selama 14 tahun. Setelah mereka pergi, maka prabu Dasarata meninggal karena sedihnya. Sang Barata menjadi sedih dan pergi menceri Sri Rama.

Maka setelah ia berjumpa dengan Sri Rama, ia mengatakan bahwa itu bukan haknya tetapi karena Rama ingin menghormati bapaknya, ia mengatakan bahwa itu sudah kewajiban Barata untuk memerintah. Lalu sebagai simbol bahwa Barata mewakili Rama, Rama menyerahkan sandalnya (dalam bahasa Sansekerta: paduka).

Lalu Barata pulang ke Ayodhya dan memerintah di sana.

Rama atau Ramacandra adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa

Dalam wiracarita Ramayana diceritakan bahwa sebelum Rama lahir, seorang raja raksasa bernama Rahwana telah meneror Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa cemas. Atas hal tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar beliau bersedia menyelamatkan alam beserta isinya. Para dewa juga mengeluh kepada Brahma, yang telah memberikan anugerah kepada Rahwana sehingga raksasa tersebut menjadi takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka memohon agar Wisnu bersedia menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan dharma serta menyelamatkan orang-orang saleh. Dewa Wisnu menyatakan bahwa ia bersedia melakukannya. Ia berjanji akan turun ke dunia sebagai Rama, putera raja Dasarata dari Ayodhya. Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh Naga Sesa yang akan mengambil peran sebagai Laksmana, serta Laksmi yang akan mengambil peran sebagai Sita.

Kehidupan Sang Rama

Ayah Rama adalah Raja Dasarata dari Ayodhya, sedangkan ibunya adalah Kosalya. Dalam Ramayana iceritakan bahwa Raja Dasarata yang merindukan putera mengadakan upacara bagi para dewa, upacara yang disebut Putrakama Yadnya. Upacaranya diterima oleh para Dewa dan utusan mereka memberikan sebuah air suci agar diminum oleh setiap permaisurinya. Atas anugerah tersebut, ketiga permaisuri Raja Dasarata melahirkan putera. Yang tertua bernama Rama, lahir dari Kosalya. Yang kedua adalah Bharata, lahir dari Kekayi, dan yang terakhir adalah Laksmana dan Satrugna, lahir dari Sumitra. Keempat pangeran tersebut tumbuh menjadi putera yang gagah-gagah dan terampil memainkan senjata di bawah bimbingan Resi Wasista.

Rama dan Wiswamitra

Pada suatu hari, Resi Wiswamitra datang menghadap Raja Dasarata. Dasarata tahu benar watak resi tersebut dan berjanji akan mengabulkan permohonannya sebisa mungkin. Akhirnya Sang Resi mengutarakan permohonannya, yaitu meminta bantuan Rama untuk mengusir para rakshasa yang mengganggu ketenangan para resi di hutan. Mendengar permohonan tersebut, Raja Dasarata sangat terkejut karena merasa tidak sanggup untuk mengabulkannya, namun ia juga takut terhadap kutukan Resi Wiswamitra. Dasarata merasa anaknya masih terlalu muda untuk menghadapi para rakshasa, namun Resi Wiswamitra menjamin keselamatan Rama. Setelah melalui perdebatan dan pergolakan dalam batin, Dasarata mengabulkan permohonan Resi Wiswamitra dan mengizinkan puteranya untuk membantu para resi.

Di tengah hutan, Rama dan Laksmana memperoleh mantra sakti dari Resi Wiswamitra, yaitu bala dan atibala. Setelah itu, mereka menempuh perjalanan menuju kediaman para resi di Sidhasrama. Sebelum tiba di Sidhasrama, Rama, Laksmana, dan Resi Wiswamitra melewati hutan Dandaka. Di hutan tersebut, Rama mengalahkan rakshasi Tataka dan membunuhnya. Setelah melewati hutan Dandaka, Rama sampai di Sidhasrama bersama Laksmana dan Resi Wiswamitra. Di sana, Rama dan Laksmana melindungi para resi dan berjanji akan mengalahkan rakshasa yang ingin mengotori pelaksanaan yadnya yang dilakukan oleh para resi. Saat rakshasa Marica dan Subahu datang untuk megotori sesajen dengan darah dan daging mentah, Rama dan Laksmana tidak tinggal diam. Atas permohonan Rama, nyawa Marica diampuni oleh Laksmana, sedangkan untuk Subahu, Rama tidak memberi ampun. Dengan senjata Agneyastra atau Panah Api, Rama membakar tubuh Subahu sampai menjadi abu. Setelah Rama membunuh Subahu, pelaksanaan yadnya berlangsung dengan lancar dan aman.

Mendapatkan Dewi Sita

Wiswamitra mendengar adanya sebuah sayembara di Mithila demi memperebutkan Dewi Sita. Ia mengajak Rama dan Laksmana untuk mengikuti sayembara tersebut. Mereka menyanggupinya. Setibanya di sana, Rama melihat bahwa tidak ada orang yang mampu memenuhi persyaratan untuk menikahi Sita, yaitu mengangkat serta membengkokkan busur Siwa. Namun saat Rama tampil ke muka, ia tidak hanya mampu mengangkat serta membengkokkan busur Siwa, namun juga mematahkannya menjadi tiga. Saat busur itu dipatahkan, suaranya besar dan menggelegar seperti guruh. Melihat kemampuan istimewa tersebut, ayah Sita yaitu Raja Janaka, memutuskan agar Rama menjadi menantunya. Sita pun senang mendapatkan suami seperti Rama.

Kemudian utusan dikirim ke Ayodhya untuk memberitahu kabar baik tersebut. Raja Dasarata girang mendengar puteranya sudah mendapatkan istri di Mithila, kemudian ia segera berangkat ke sana. Setelah menyaksikan upacara pernikahan Rama dan Sita, Wiswamitra mohon pamit untuk melanjutkan tapa di Gunung Himalaya, sementara Dasarata pulang ke Ayodhya diikuti oleh Resi Wasistha serta pengiring-pengiringnya. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan Resi Parasurama, yaitu brahmana sakti yang ditakuti para ksatria. Parasurama memegang sebuah busur di bahunya yang konon merupakan busur Wisnu. Ia sudah mendengar kabar bahwa Rama telah mematahkan busur Siwa.

Dengan wajah yang sangar, ia menantang Rama untuk membengkokkan busur Wisnu. Rama menerima tantangan tersebut dan membengkokkan busur Wisnu dengan mudah. Melihat busur itu dibengkokkan dengan mudah, seketika raut wajah Parasurama menjadi lemah lembut. Rama berkata, "Panah Waisnawa ini harus mendapatkan mangsa. Apakah panah ini harus menghancurkan kekuatan Tuan atau hasil tapa Tuan?". Parasurama menjawab agar panah itu menghancurkan hasil tapanya, karena ia hendak merintis hasil tapanya dari awal kembali. Setelah itu, Parasurama mohon pamit dan pergi ke Gunung Mahendra.

Rama diusir ke hutan

Dasarata yang sudah tua ingin mengangkat Rama sebagai raja. Dengan segera ia melakukan persiapan untuk upacara penobatan Rama, sementara Bharata menginap di rumah pamannya yang jauh dari Ayodhya. Mendengar Rama akan dinobatkan sebagai raja, Mantara menghasut Kekayi agar menobatkan Bharata sebagai raja. Kekayi yang semula hanya diam, tiba-tiba menjadi ambisius untuk mengangkat anaknya sebagai raja. Kemudian ia meminta agar Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja. Ia juga meminta agar Rama dibuang ke tengah hutan selama 14 tahun. Dasarata pun terkejut dan menjadi sedih, namun ia tidak bisa menolak karena terikat dengan janji Kekayi. Dengan berat hati, Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja dan menyuruh Rama agar meninggalkan Ayodhya. Sita dan Laksmana yang setia turut mendampingi Rama. Tak berapa lama kemudian, Dasarata wafat dalam kesedihan.

Sementara Rama pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah pamannya dan tiba di Ayodhya. Ia mendapati bahwa ayahnya telah wafat serta Rama tidak ada di istana. Kekayi menjelaskan bahwa Bharata-lah yang kini menjadi raja, sementara Rama mengasingkan diri ke hutan. Bharata menjadi sedih mendengarnya, kemudian menyusul Rama. Harapan Kekayi untuk melihat puteranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di dalam hutan, Bharata mencari Rama dan memberi berita duka karena Prabu Dasarata telah wafat. Ia membujuk Rama agar kembali ke Ayodhya untuk menjadi raja. Rakyat juga mendesak demikian, namun Rama menolak karena ia terikat oleh perintah ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rama menguraikan ajaran-ajaran agama kepada Bharata. Akhirnya Bharata membawa sandal milik Rama dan meletakkannya di singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhya atas nama Rama.

Peristiwa di Pancawati

Saat menjalani masa pengasingan di hutan, Rama dan Laksmana didatangi seorang rakshasi bernama Surpanaka. Ia mengubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dan menggoda Rama dan Laksmana. Rama menolak untuk menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah beristri, maka ia menyuruh agar Surpanaka membujuk Laksmana, namun Laksmana pun menolak. Surpanaka iri melihat kecantikan Sita dan hendak membunuhnya. Dengan sigap Rama melindungi Sita dan Laksmana mengarahkan pedangnya kepada Surpanaka yang hendak menyergapnya. Hal itu membuat hidung Surpanaka terluka. Surpanaka mengadukan peristiwa tersebut kepada kakaknya yang bernama Kara. Kara marah terhadap Rama yang telah melukai adiknya dan hendak membalas dendam. Dengan angkatan perang yang luar biasa, Kara dan sekutunya menggempur Rama, namun mereka semua gugur. Akhirnya Surpanaka melaporkan keluhannya kepada Rahwana di Kerajaan Alengka. Rahwana marah dan hendak membalas perbuatan Rama. Ia mengajak patihnya yang bernama Marica untuk melaksanakan rencana liciknya.

Pada suatu hari, Sita melihat seekor kijang yang sangat lucu sedang melompat-lompat di halaman pondoknya. Rama dan Laksmana merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, namun atas desakan Sita, Rama memburu kijang tersebut sementara Laksmana ditugaskan untuk menjaga Sita. Kijang yang diburu Rama terus mengantarkannya ke tengah hutan. Karena Rama merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya. Seketika hewan tersebut berubah menjadi Marica, patih Sang Rahwana. Saat Marica sekarat, ia mengerang dengan keras sambil menirukan suara Rama. Merasa bahwa ada sesuatu yang buruk telah menimpa suaminya, Sita menyuruh Laksmana agar menyusul Rama ke hutan. Pada mulanya Laksamana menolak, namun karena Sita bersikeras, Laksmana meninggalkan Sita. Sebelumnya ia sudah membuat lingkaran pelindung agar tidak ada orang jahat yang mampu menculik Sita. Rahwana yang menyamar sebagai brahmana, menipu Sita sehingga Sita keluar dari lingkaran pelindung dan diculik oleh Rahwana. Saat Laksmana menyusul Rama ke hutan, Rama terkejut karena Sita ditinggal sendirian. Ketika mereka berdua pulang, Sita sudah tidak ada.

Petualangan menyelamatkan Sita

Setelah mendapati bahwa Sita sudah menghilang, perasaan Rama terguncang. Laksmana mencoba menghibur Rama dan memberi harapan. Mereka berdua menyusuri pelosok gunung, hutan, dan sungai-sungai. Akhirnya mereka menemukan darah tercecer dan pecahan-pecahan kereta, seolah-olah pertempuran telah terjadi. Rama berpikir bahwa itu adalah pertempuran raksasa yang memperebutkan Sita, namun tak lama kemudian mereka menemukan seekor burung tua sedang sekarat. Burung tersebut bernama Jatayu, sahabat Raja Dasarata. Rama mengenal burung tersebut dengan baik dan dari penjelasan Jatayu, Rama tahu bahwa Sita diculik Rahwana. Setelah memberitahu Rama, Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya. Sesuai aturan agama, Rama mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Jatayu.

Dalam perjalanan menyelamatkan Sita, Rama dan Laksmana bertemu raksasa aneh yang bertangan panjang. Atas instruksi Rama, mereka berdua memotong lengan raksasa tersebut dan tubuhnya dibakar sesuai upacara. Setelah dibakar, raksasa tersebut berubah wujud menjadi seorang dewa bernama Kabanda. Atas petunjuk Sang Dewa, Rama dan Laksamana pergi ke tepi sungai Pampa dan mencari Sugriwa di bukit Resyamuka karena Sugriwa-lah yang mampu menolong Rama. Dalam perjalanan mereka beristirahat di asrama Sabari, seorang wanita tua yang dengan setia menantikan kedatangan mereka berdua. Sabari menyuguhkan buah-buahan kepada Rama dan Laksmana. Setelah menyaksikan wajah kedua pangeran tersebut dan menjamu mereka, Sabari meninggal dengan tenang dan mencapai surga.

Persahabatan dengan Sugriwa

Dalam misi menyelamatkan Sita, Rama dan Laksmana melanjutkan perjalanannya sampai ke sebuah daerah yang dihuni para kera dengan rajanya bernama Sugriwa. Sebelum berjumpa dengan Sugriwa, Rama bertemu dengan Hanoman yang menyamar menjadi brahmana. Setelah bercakap-cakap agak lama, Hanoman menampakkan wujud aslinya dan mengantar Rama menuju Sugriwa. Sugriwa menyambut kedatangan Rama di istananya. Tak berapa lama kemudian mereka saling menceritakan masalah masing-masing. Akhirnya Rama dan Sugriwa mengadakan perjanjian bahwa mereka akan saling tolong menolong. Rama berjanji akan merebut kembali Kerajaan Kiskenda dari Subali sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu Rama mencari Sita. Kemudian Sugriwa dan Rama beserta rombongannya pergi menuju kediaman Subali di Kiskenda. Di sana Subali dan Sugriwa bertarung. Setelah pertarungan sengit berlangsung agak lama, Rama mengakhiri riwayat Subali. Sesuai dengan janjinya, Sugriwa bersedia membantu Rama mencari Sita. Ia mengirim Hanoman sebagai utusan Sang Rama. Setelah Hanoman menemukan Sita di Alengka, ia mengumumkan kabar gembira kepada Rama. Atas petunjuk Hanoman, bala tentara wanara berangkat menuju Kerajaan Alengka.

Membangun jembatan Situbanda

Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Wibisana, adik Sang Rahwana, datang menghadap Rama dan mengaku akan berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan persahabatan yang kekal, Rama menobatkannya sebagai Raja Alengka meskipun Rahwana masih hidup dan belum dikalahkan. Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Akhirnya Rama menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan dari Dewa Baruna. Selama tiga hari Rama berdo'a dan tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis. Kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan. Melihat laut akan binasa, Dewa Baruna datang menghadap Rama dan memohon ma'af atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan. Nila ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut. Setelah bekerja dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang singkat dan diberi nama "Situbanda".

Rama menggempur Alengka

Setelah jembatan rampung, Rama dan pasukannya menyeberang ke Alengka. Pada pertempuran pertama, Anggada menghancurkan menara Alengka. Untuk meninjau kekuatan musuh, Rahwana segera mengirim mata-mata untuk menyamar menjadi wanara dan berbaur dengan mereka. Penyamaran mata-mata Rahwana sangat rapi sehingga banyak yang tidak tahu, kecuali Wibisana. Kemudian Wibisana menangkap mata-mata tersebut dan membawanya ke hadapan Rama. Di hadapan Rama, mata-mata tersebut memohon pengampunan dan berkata mereka hanya menjalankan perintah. Akhirnya Rama mengizinkan mata-mata tersebut untuk melihat-lihat kekuatan tentara Rama dan berpesan agar Rahwana segera mengambalikan Sita. Mata-mata tersebut sangat terharu dengan kemurahan hati Rama dan yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak Rama.

Pada hari pertempuran terahir, Dewa Indra mengirim kereta perangnya dan meminjamkannya kepada Rama. Kusir kereta tersebut bernama Matali, siap melayani Rama. Dengan kereta ilahi tersebut, Rama melanjutkan peperangan yang berlangsung dengan sengit. Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu bertahan. Akhirnya Rama melepaskan senjata Brahma Astra ke dada Rahwana. Senjata sakti tersebut mengantar Rahwana menuju kematiannya. Seketika bunga-bunga bertaburan dari surga karena menyaksikan kemenangan Rama. Wibisana meratapi jenazah kakaknya dan sedih karena nasihatnya tidak dihiraukan. Sesuai aturan agama, Rama mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Rahwana kemudian memberikan wejangan kepada Wibisana untuk membangun kembali Negeri Alengka. Setelah Rahwana dikalahkan, Sita kembali ke pelukan Rama dan mereka kembali ke Ayodhya bersama Laksmana, Sugriwa, Hanoman dan tentara wanara lainnya. Di Ayodhya, mereka disambut oleh Bharata dan Kekayi. Di sana para wanara diberi hadiah oleh Rama atas jasa-jasanya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Aranyakanda

Aranyakanda adalah kitab ke tiga epos Ramayana. Dalam kitab ini diceritakanlah bagaimana sang Rama dan Laksamana membantu para tapa di sebuah asrama mengusir sekalian raksasa yang datang mengganggu.

Lalu Laksamana diganggu oleh seorang raksasi yang bernama Surpanaka yang menyamar menjadi seorang wanita cantik yang menggodanya. Tetapi Laksamana menolak dan hidung si Surpanaka terpotong. Ia mengadu kepada suaminya sang Trisira. Kemudian terjadi perang dan para bala raksasa mati semua.

Maka si Surpanaka mengadu kakaknya sang Rawana sembari memprovokasinya untuk menculik Dewi Sita yang katanya sangat cantik. Sang Rawanapun pergi diiringi oleh Marica. Marica menyamar menjadi seekor kijang emas yang menggoda Dewi Sita. Dewi Sita tertarik dan memminta Rama untuk menangkapnya. Dewi Sita ditinggalkannya dan dijaga oleh si Laksamana.

Ramapun pergi memburunya, tetapi si Marica sangat gesit. Lalu iapun menjadi kesal dan memanahnya. Si Marica menjerit kesakitan lalu mati dan wujudnya kembali menjadi raksasa.

Sementara itu Sita yang mendengar jeritan tersebut merasa cemas dan mengira bahwa tadi adalah jeritan Rama. Lalu ia menyuruh Laksamana untuk mencarinya. Laksamana menolak tetapi Sita malah menuduhnya ingin memperistrinya jika Rama mati. Maka iapun terpaksa pergi, tetapi sebelumnya membuat sebuah lingkaran sakti sekeliling Sita supaya jangan ada yang bisa menculiknya.

Sementara itu Rawana datang menyamar sebagai seorang tua dan memanggil Sita yang langsung diculiknya. Rawana bertemu dengan seekor burung sakti sang Jatayu tetapi Jatayu kalah dan sekarat. Laksamana yang sudah menemukan Rama menjumpai Jatayu yang menceritakan kisahnya sebelum ia mati.

Laksmana adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana, putera Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama, pangeran kerajaan Kosala. Namanya kadangkala dieja 'Laksmana', 'Lakshman', atau 'Laxman'.

Menurut kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa. Shesha adalah ular yang mengabdi kepada Dewa Wisnu dan menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di lautan susu. Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi pendamping setianya. Dalam Ramayana, ia menitis kepada Laksmana sedangkan dalam Mahabharata, ia menitis kepada Baladewa.

Laksmana merupakan putera ketiga Raja Dasarata yang bertahta di kerajaan Kosala, dengan ibukota Ayodhya. Kakak sulungnya bernama Rama, kakak keduanya bernama Bharata, dan adiknya sekaligus kembarannya bernama Satrugna. Di antara saudara-saudaranya, Laksmana memiliki hubungan yang sangat dekat terhadap Rama. Mereka bagaikan duet yang tak terpisahkan. Ketika Rama menikah dengan Sita, Laksmana juga menikahi adik Dewi Sita yang bernama Urmila.

Meskipun keempat putera Raja Dasarata saling menyayangi satu sama lain, namun Satrugna lebih cenderung dekat terhadap Bharata, sedangkan Laksmana cenderung dekat terhadap Rama. Saat Resi Wiswamitra datang meminta bantuan Rama agar mengusir para raksasa di hutan Dandaka, Laksmana turut serta dan menambah pengalaman bersama kakaknya. Di hutan mereka membunuh banyak rakshasa dan melindungi para resi. Bisa dikatakan bahwa Laksmana selalu berada di sisi Rama dan selalu berbakti kepadanya dalam setiap petualangan Rama dalam Ramayana.

Saat Rama dibuang ke hutan karena tuntutan permaisuri Kekayi, Laksmana mengikutinya bersama Sita. Ketika Bharata datang menyusul Rama ke dalam hutan dengan angkatan perang Ayodhya, Laksmana mencurigai kedatangan Bharata dan bersiap-siap untuk melakukan serangan. Rama yang mengetahui maksud kedatangan Bharata menyuruh Laksmana agar menahan nafsunya dan menjelaskan bahwa Bharata tidak mungkin menyerang mereka di hutan, malah sebaliknya Bharata ingin agar Rama kembali ke Ayodhya. Setelah mendengar penjelasan Rama, Laksmana menjadi sadar dan malu.

Selama masa pembuangan, Laksmana membuat pondok untuk Rama dan Sita. Ia juga melindungi mereka di saat malam sambil berbincang-bincang dengan para pemburu di hutan. Ketika seorang raksasi bernama Surpanaka hendak menyergap Sita, Laksmana bertindak dan pedangnya melukai hidung Surpanaka. Kemudian Surpanaka lari dan mengadu kepada saudara-saudaranya.

Ketika Sita meminta Rama untuk menangkap kijang kencana yang diidamkannya, Rama menyuruh Laksmana untuk melindungi Sita dan tidak membiarkannya berada di pondok sendirian. Kijang kencana tersebut merupakan penjelmaan rakshasa Marica, yang memancing Rama agar ia menjauh dari pondok sehingga memudahkan Rahwana untuk menculik Sita. Saat Rama memanah kijang kencana tersebut, hewan itu berubah menjadi rakshasa Marica, dan mengerang dengan suara keras. Sita yang merasa cemas, menyuruh Laksmana agar menyusul kakaknya ke hutan. Karena teguh dengan tugasnya untuk melindungi Sita, Laksmana menolak secara halus. Kemudian Sita berprasangka bahwa Laksmana memang ingin membiarkan kakaknya mati di hutan sehingga apabila Sita menjadi janda, maka Laksmana akan menikahinya. Mendengar perkataan Sita, Laksmana menjadi sakit hati dan bersedia menyusul Rama, namun sebelumnya ia membuat garis pelindung dengan anak panahnya agar makhluk jahat tidak mampu meraih Sita. Garis pelindung tersebut bernama Laksmana Rekha, dan sangat ampuh melindungi seseorang yang berada di dalamnya, selama ia tidak keluar dari garis tersebut.

Saat Laksmana meinggalkan Sita sendirian, rakshasa Rahwana yang menyamar sebagai seorang brahmana muncul dan meminta sedikit air kepada Sita. Karena Rahwana tidak mampu meraih Sita yang berada dalam Lakshmana Rekha, maka ia meminta agar Sita mengulurkan tangannya. Pada saat tangan Rahwana memegang tangan Sita, ia segera menarik Sita keluar dari garis pelindung dan menculiknya. Rama yang sangat mencintai Sita, menelusuri hutan Dandaka demi mencari jejaknya. Selama masa pencarian tersebut, Laksmana dengan setia membantu Rama.

Setelah mengetahui bahwa Sita dibawa oleh Rahwana ke Kerajaan Alengka, Rama dan Laksmana beserta pasukan wanara menggempur kerajaan tersebut. Pada suatu pertempuran, Laksmana dan Rama beserta pasukannya tak berkutik oleh senjata Brahmastra yang dilepaskan Indrajit. Jembawan kemudian menyuruh Hanoman agar membawa tanaman obat yang bernama Sanjiwani di gunung Dronagiri, di deretan pegunungan Himalaya antara puncak Risaba dan Kailasa. Hanoman melesat ke tempat yang dimaksud tanpa bertanya terlebih dahulu. Karena tidak tahu persis bentuk tanaman yang dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut dan membawanya ke kemah pasukan Rama. Ketika tanaman Sanjiwani itu dioleskan, Rama dan Laksmana beserta para wanara menjadi sembuh dan merasa lebih kuat.

Penakluk Indrajit

Ketika Indrajit melakukan ritual untuk memperoleh kekuatan, Laksmana datang bersama pasukan wanara dan merusak lokasi ritual. Indrajit menjadi marah kemudian perang terjadi. Laksmana yang tidak ingin perang terjadi begitu lama segera melepaskan senjata panah Indrāstra. Senjata tersebut memutuskan leher Indrajit dari badannya sehingga ia tewas seketika. Atas jasanya tersebut, Rama memuji Laksmana serta para dewa dan gandarwa menjatuhkan bunga dari surga.

Kehidupan selanjutnya

Setelah Rahwana berhasil dikalahkan, Rama, Laksmana dan Sita beserta para wanara pergi ke Ayodhya. Di sana mereka disambut oleh Bharata dan Kekayi. Laksmana hendak dianugerahi Yuwaraja oleh Rama, namun ia menolak karena merasa Bharata lebih pantas menerimanya dibandingkan dirinya, sebab Bharata memerintah Ayodhya dengan baik dan bijaksana selama Rama dan Laksmana tinggal di hutan.


-dipi-
 
[Legenda] Hutan Dandaka

Dandaka

ramayana16.jpg



Nama hutan di antara S. Narmada dan Godavari, tempat petualangan Rama dan Si(n)ta dalam cerita Ramayana.

Di tengah hutan Dandaka, Rama mendirikan sebuah pondok kayu. Setiap hari Rama berburu binatang untuk persediaan makanan, sementara Laksamana mencari buah-buahan. Sita selain menyiapkan makanan, juga mencari kembang untuk keperluan upacara pemujaan.

Rama amat gemar berburu rusa. Pulang dari perburuan, rusa itu disembelih lalu dagingnya diiris-iris dan dijemur agar kering. Sita selalu menjaga daging rusa yang sedang dijemur itu. Tapi burung-burung gagak senantiasa mencium baunya. Beramai-ramai mereka menyambar jemuran daging itu hingga habis.

Pada suatu hari Rama tidak pergi berburu karena dia ingin tahu binatang apakah yang selalu mencuri dan menghabiskan jemuran dagingnya. Diapun mengintai. Ternyata burung-burung gagaklah yang mencurinya. Sambil berlindung Rama membidik burung-burung pencuri itu dengan panah. Satu persatu burung-burung pencuri itu terkena anak panah dan tubuhnya jatuh berserakan. Sejak itu jemuran daging Sita tak ada lagi yang mencuri.
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Kiskindhakanda

Kiskindhakanda adalah kitab keempat epos Ramayana. Dalam kitab ini diceritakan bagaimana sang Rama amat berduka cita akan hilangnya Dewi Sita. Lalu bersama Laksamana ia menyusup ke hutan belantara dan sampai di gunung Resimuka.

Maka di sana berkelahilah sang kera Subali melawan Sugriwa memperebutkan dewi Tara. Sang Sugriwa kalah lalu mengutus abdinya sang Hanuman meminta tolong kepada Sri Rama untuk membunuh Bali, Rama setuju dan si Bali mati.

Maka Sugriwa berterima kasih dan ingin membantunya dengan mencari Dewi Sita.

Sugriwa adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di Kerajaan Kiskenda bersama kakaknya yang bernama Subali. Ia adalah teman Sri Rama dan membantunya memerangi Rahwana untuk menyelamatkan Sita.

Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta (Sugrīva) artinya adalah "leher yang tampan".

Perebutan kekuasaan

Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke Kiskenda untuk menantang berkelahi dengan Subali. Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugriwa menunggu di luar. Beberapa lama kemudian, Sugriwa mendengar suara teriakan diiringi dengan darah segar yang mengalir keluar. Karena mengira bahwa Subali telah tewas, Sugriwa menutup gua tersebut dengan batu yang sangat besar agar sang raksasa tidak bisa keluar. Kemudian Sugriwa kembali ke Kiskenda dan didesak untuk menjadi raja karena Subali telah dianggap tewas.

Saat Sugriwa menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena Sugriwa telah mengurungnya di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir Sugriwa jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugriwa dengan rendah hati minta ma'af kepada Subali, namun permohonan ma’afnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiskenda sedangkan Sugriwa beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan asrama Resi Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya di daerah itu.

Persahabatan dengan Rama

Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan Laksmana menyeberangi sungai Pampa dan pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara. Sugriwa takut saat melihat Rama dan Laksmana sedang mencari-cari sesuatu, karena ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa mengutus keponakannya yang bernama Hanoman untuk menyelidiki kedatangan Rama dan Laksmana. Setelah mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang baik, Hanoman mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di hadapan Rama, Sugriwa menceritakan masalah dan masa lalunya. Sugriwa juga mengutarakan permohonannya untuk merebut istri dan kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kiskenda.

Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak menantang Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung dengan Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung beberapa lama, Sugriwa makin terdesak sementara Subali makin garang. Akhirnya Rama muncul untuk menolong Sugriwa dengan melepaskan panah saktinya ke arah Subali. Panah sakti tersebut menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rama tidak mengetahui sikap seorang ksatria. Rama tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang dilepaskan Rama tidak akan menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang bagi Rama. Setelah mendengar penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugriwa menjadi Raja Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk dirawat oleh Sugriwa. Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan nafas terakhirnya.

Usaha penyelamatan Sita

Setelah Subali wafat, Sugriwa bersenang-senang di istana Kiskenda, sementara Rama dan Laksmana menunggu kabar dari Sugriwa di sebuah gua. Karena sudah lama menunggu, Rama mengutus Laksmana untuk memperingati Sugriwa agar memenuhi janjinya menolong Sita. Tiba di pintu gerbang Kiskenda, Sugriwa yang diwakili Hanoman meminta ma'af kepada Rama karena melupakan janji mereka untuk mencari Sita. Akhirnya Sugriwa mengerahkan prajuritnya yang terbaik untuk menjelajahi bumi demi menemukan Sita. Prajurit pilihan Sugriwa terdiri dari Hanoman, Nila, Jembawan, Anggada, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi daerah selatan India dan sampai di sebuah pantai. Atas petunjuk Sempati, Hanoman terbang ke Alengka dan mendapati bahwa Sita ada di sana dan ditawan oleh Rahwana. Saat berita tersebut sampai ke Kiskenda, Sugriwa langsung mengerahkan tentara wanaranya untuk menggempur Alengka dan membunuh Rahwana. Ketika perjalanan tentaranya terhambat di tepi pantai, Sugriwa mengerahkan prajurit-prajuritnya untuk membangun sebuah jembatan besar yang diberi nama "Situbanda". Akhirnya saat sampai di Alengka, Sugriwa bersama prajurit wanara lainnya membunuh para prajurit andalan Rahwana.

Setelah perang antara Rama dan Rahwana usai, Sugriwa beserta para wanara dari Kiskenda diundang ke Ayodhya. Di sana mereka diberi tanda penghargaan atas jasa-jasanya. Atas anugerah Dewa Indra, para wanara yang gugur di medan perang hidup kembali.

Hanoman (Sanskerta: Hanumān) atau Hanumat (Sanskerta: Hanumat), juga disebut sebagai Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh ini juga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.

Kelahiran

Hanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putera yang merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia menjelma sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan yang dilakukan oleh Anjani dan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman.

Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, di tempat lain, Raja Dasarata melakukan Putrakama Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia menerima beberapa makanan untuk dibagikan kepada tiga istrinya, yang di kemudian hari melahirkan Rama, Laksmana, Bharata dan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya di atas hutan dimana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman.

Salah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak sengaja karena hubungan antara Bayu dan Anjani. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan Anjani, kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa dilecehkan. Namun Dewa Bayu menjawab bahwa Anjani tidak akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan di badannya, namun di dalam hatinya. Bayu juga berkata bahwa kelak Anjani akan melahirkan seorang putera yang kekuatannya setara dengan Bayu dan paling cerdas di antara para wanara.

Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya (diucapkan "Aanjanèya"), yang secara harfiah berarti "lahir dari Anjani" atau "putera Anjani".

Masa kecil

Pada saat Hanoman masih kecil, ia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan, kemudian terbang ke arahnya dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi cemas dengan keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah Hanoman sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal itu, Dewa Bayu menjadi marah dan berdiam diri. Akibat tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa pun memohon kepada Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya dan Hanoman diberi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma dan Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal dari segala senjata, serta kematian akan datang hanya dengan kehendaknya sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk yang abadi atau Chiranjiwin.

Pertemuan dengan Rama

Pada saat melihat Rama dan Laksmana datang ke Kiskenda, Sugriwa merasa cemas. Ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa memanggil prajurit andalannya, Hanoman, untuk menyelidiki maksud kedatangan dua orang tersebut. Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar menjadi brahmana dan mendekati Rama dan Laksmana.

Saat bertemu dengan Rama dan Laksmana, Hanoman merasakan ketenangan. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda permusuhan dari kedua pemuda itu. Rama dan Laksmana juga terkesan dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka menceritakan riwayat hidupnya masing-masing. Rama juga menceritakan keinginannya untuk menemui Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama dan Laksmana, Hanoman kembali ke wujud asalnya dan mengantar Rama dan Laksmana menemui Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi untuk mencari tanda-tanda keberadaan Sita, dan membawanya ke hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara yang dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan, dan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya. Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang sakti, Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah pantai dalam sekejap.

Di pantai tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sita dan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan di sebuah istana yang teretak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar sampai di Alengka.

Pergi ke Alengka

Karena bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sita.

Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama, namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu memilit tubuh hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat yang tepat.

Terbakarnya Alengka

Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada Hanoman, Wibisana membela Hanoman agar hukumannya diringankan, mengingat Hanoman adalah seorang utusan. Kemudian Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo'a agar api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do'a Sita kepada Dewa Agni terkabul, api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma Astra yang mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka. Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri ke laut agar api di ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanoman dan berkata bahwa selain kediaman Sita, kota Alengka dilalap api.

Dengan membawa kabar gembira, Hanoman menghadap Rama dan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan pasukan wanara untuk menggempur Alengka.

Pertempuran besar

Dalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama, Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata Nagapasa yang sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut dan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya pulih kembali, Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan rakshasa.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama hendak memberikan hadiah untuk Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanoman pergi bermeditasi di puncak gunung mendo'akan keselamatan dunia.

Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima dan Arjuna dari lingkungan keraton Hastinapura. Dari pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan lambang Hanoman sebagai panji keretanya pada saat Bharatayuddha


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Sundarakanda

Sundarakanda adalah kitab kelima Ramayana. Dalam kitab ini diceritakan bagaimana sang Hanuman datang ke Alengkapura mencari tahu akan keadaan Dewi Sita dan membakar kota Alengkapura karena iseng.

Dewi Sita adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan istri dari Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan Hindu, Sita merupakan inkarnasi dari Laksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu.

Inti dari kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.

Dalam tradisi pewayangan Jawa, Sita lebih sering dieja dengan nama Sinta.

Arti nama

Dalam bahasa Sansekerta, kata Sita bermakna "kerut". Kata "kerut" merupakan istilah puitis pada zaman India Kuno, yang menggambarkan aroma dari kesuburan. Nama Sita dalam Ramayana kemungkinan berasal dari Dewi Sita, yang pernah disebutkan dalam Rigweda sebagai dewi bumi yang memberkati ladang dengan hasil panen yang bermutu.

Seperti tokoh terkenal dalam legenda Hindu lainnya, Sita juga dikenal dengan banyak nama. Sebagai puteri Raja Janaka, ia dipanggil Janaki; sebagai puteri Mithila, ia dipanggil Maithili; sebagai istri Raama, ia dipanggil Ramaa. Karena berasal dari Kerajaan Wideha, ia pun juga dikenal dengan nama Waidehi.

Asal-usul

Ramayana menceritakan bahwa Sita bukan putri kandung Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja melakukan upacara atau yadnya di suatu area ladang antara lain dengan cara membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap sebagai titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan.

Sita dibesarkan di istana Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya. Setelah usianya menginjak dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya itu. Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat anugerah Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Sita pun tinggal bersama suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala.

Masa pembuangan

Selanjutnya dikisahkan, ibu tiri Rama yang bernama Kaikeyi lebih menginginkan putra kandungnya, yaitu Bharata yang menjadi raja Ayodhya, bukan Rama. Kaikeyi pun mendesak Dasarata agar membuang Rama ke hutan selama 14 tahun.

Dasarata yang terikat sumpah terpaksa menuruti permintaan istri keduanya itu. sebagai putra yang berbakti, Rama pun menjalani keputusan itu dengan ikhlas. Sita yang setia mengikuti perjalanan Rama, begitu pula adik Rama yang lahir dari ibu lain, yaitu Laksmana. Ketiganya meninggalkan istana Ayodhya untuk memulai hidup di dalam hutan.

Di dalam hutan belantara dan pegunungan, Rama, Sita, dan Laksmana banyak bergaul dengan para pendeta dan brahmana sehingga menambah ilmu pengetahuan dan kepandaian mereka.

Penculikan oleh Rahwana

Rahwana adalah raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pasukannya yang bertugas di Janastana habis ditumpas Rama karena mereka gemar mengganggu kaum brahmana. Rahwana pun melakukan pembalasan ditemani pembantunya yang bernama Marica.

Mula-mula Marica menyamar menjadi seekor kijang berbulu keemasan dan menampakkan diri di depan pondok Rama. Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Sita menjadi tertarik dan ingin memilikinya. Karena terus didesak, Rama akhirnya mengejar dan berusaha menangkapnya.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan Rama di kejauhan. Sita pun menyuruh Laksmana untuk menyusul suaminya itu. Namun Laksmana yakin kalau kijang tersebut adalah jelmaan raksasa yang sekaligus meniru suara jeritan Rama. Sita marah mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu berkhianat dan memiliki maksud kurang baik.

Laksmana tersinggung mendengar tuduhan Sita. Sebelum pergi, ia lebih dulu menciptakan pagar gaib berupa garis pelindung yang mengelilingi pondok tempat Sita menunggu. Setelah kepergian Laksmana muncul seorang brahmana tua yang kehausan dan minta diberi minum. Namun ia tidak dapat memasuki pondok karena terhalang pagar gaib Laksmana.

Sita yang merasa kasihan mengulurkan tangannya untuk memberi minum sang brahmana tua. Tiba-tiba brahmana itu menarik lengan Sita dan membawanya kabur. Brahmana tersebut tidak lain adalah samaran Rahwana. Ia menggendong tubuh Sita dan membawanya terbang di udara.

Suara tangisan Sita terdengar oleh seekor burung tua bernama Jatayu, yang bersahabat dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu menyerang Rahwana namun ia justru mengalami kekalahan dan terluka parah. Sita tetap dibawa kabur oleh Rahwana namun ia sempat menjatuhkan perhiasannya di tanah sebagai petunjuk untuk Rama.

Dalam istana Alengka

Sesampainya di istana Kerajaan Alengka yang terletak di kota Trikuta, Sita pun ditawan di dalam sebuah taman yang sangat indah, bernama Taman Asoka. Di sekelilingnya ditempatkan para raksasi yang bermuka buruk dan bersifat jahat namun dungu. Selama ditawan di istana Alengka, Sita selalu berdoa dan berharap Rama datang menolongnya.

Pada suatu hari muncul seekor Wanara datang menemuinya. Ia mengaku bernama Hanoman, utusan Sri Rama. Sebagai bukti Hanoman menyerahkan cincin milik Sita yang dulu dibuangnya di hutan ketika ia diculik Rahwana. Cincin tersebut telah ditemukan oleh Rama.

Hanoman membujuk Sita supaya bersedia meninggalkan Alengka bersama dirinya. Sita menolak karena ia ingin Rama yang datang sendiri ke Alengka untuk merebutnya dari tangan Rahwana dengan gagah berani. Hanoman dimintanya untuk kembali dan menyampaikan hal itu.

Ujian kesucian

Berkat bantuan Sugriwa raja bangsa Wanara, serta Wibisana adik Rahwana, Rama berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka. Setelah kematian Rahwana, Rama pun menyuruh Hanoman untuk masuk ke dalam istana menjemput Sita. Hal ini sempat membuat Sita kecewa karena ia berharap Rama yang datang sendiri dan melihat secara langsung tentang keadaannya.

Setelah mandi dan bersuci, Sita menemui Rama. Rupanya Rama merasa sangsai terhadap kesucian Sita karena istrinya itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama. menyadari hal itu, Sita pun menyuruh Laksmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat api unggun. Tak lama kemudian Sita melompat ke dalam api tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam keadaan hidup. Hal ini membuktikan kesucian Sita sehingga Rama pun dengan lega menerimanya kembali.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pulang ke Ayodhya, Rama, Sita, dan Laksmana disambut oleh Bharata dengan upacara kebesaran. Bharata kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama sebagai raja. Dalam pemerintahan Rama terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Sita di dalam istana Rahwana.

Rama merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia akhirnya memutuskan untuk membuang Sita yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, Sita ditolong seorang resi bernama Walmiki dan diberi tempat tinggal.

Beberapa waktu kemudian, Sita melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan dalam asrama Resi Walmiki dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama Ramacandra, ayah mereka.

Suatu ketika Rama mengadakan upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar muncul dan menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya dahulu. Rama pun menyadari kalau kedua pemuda yang tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan Kusa merupakan anak-anaknya sendiri.

Akhir riwayat

Atas permintaan Rama melalui Lawa dan Kusa, Sita pun dibawa kembali ke Ayodhya. Namun masih saja terdengar desas-desus kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rama. Mendengar hal itu, Sita pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan sudi menerimanya.

Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa Sita masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rama sangat sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhya dan setelah itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.

Versi di atas masih diperdebatkan tentang keasliannya. Sebagian berpendapat bahwa, Rama dan Sita hidup berbahagia setelah kembali ke Ayodhya. Tidak ada lagi pembuangan terhadap Sita. Kisah Sita ditelan bumi dalam Ramayana dianggap sebagai tambahan yang ditulis orang lain, bukan hasil karya Walmiki.

Mereka yang menolak versi di atas berpendapat bahwa Rama dan Sita hidup berbahagia dan memerintah Kerajaan Ayodhya selama 11.000 tahun (konon angka ini dianggap lazim pada zaman tersebut, yakni zaman Treta Yuga). Sita hanya hidup selama beberapa tahun saja di dalam istana Rahwana, sehingga dapat dianggap sebagai suatu masalah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan lamanya mereka hidup.

Versi pewayangan

Versi Ramayana di atas cukup berbeda jika dibandingkan dengan kisah dalam pewayangan, terutama yang berkembang di Jawa. Dalam versi ini, Sita disebut dengan gelar lengkap Rakyan Wara Sinta. Uniknya, ia juga disebut sebagai putri kandung Rahwana sendiri.

Rahwana versi Jawa dikisahkan jatuh cinta kepada seorang pendeta perempuan bernama Widawati. Namun Widawati menolak cintanya dan memilih bunuh diri. Rahwana pun bertekad akan mencari dan menikahi reinkarnasi Widawati.

Atas petunjuk gurunya yang bernama Resi Maruta, Rahwana mengetahui kalau Widawati akan menitis sebagai putrinya sendiri. Namun ketika istrinya yang bernama Dewi Kanung melahirkan, Rahwana pergi untuk memperluas jajahan. Bayi perempuan yang dilahirkan Kanung pun diambil Wibisana untuk dibuang di sungai dalam sebuah peti. Wibisana kemudian menukar bayi tersebut dengan bayi laki-laki yang diciptakannya dari mega di langit. Bayi laki-laki tersebut akhirnya diakui Rahwana sebagai anaknya, dan kelak terkenal dengan nama Indrajit.

Sementara itu bayi perempuan yang dibuang Wibisana terbawa aliran sungai sampai ke wilayah Kerajaan Mantili. Raja negeri tersebut yang bernama Janaka memungut dan menjadikannya putri angkat, dengan nama Sinta.

Kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi aslinya, yaitu perkawinan Sinta dengan Sri Rama, penculikannya, sampai dengan kematian Rahwana dalam perang besar. Namun versi Jawa menyebutkan, setelah perang berakhir Rama tidak menjadi raja di Ayodhya, melainkan membangun kerajaan baru bernama Pancawati.

Dari perkawinannya dengan Rama, Sinta melahirkan dua orang putra bernama Ramabatlawa dan Ramakusiya. Putra yang pertama, yaitu Ramabatlawa menurunkan raja-raja Kerajaan Mandura, antara lain Basudewa, dan juga putranya yang bernama Kresna.

Kresna versi Jawa disebut sebagai reinkarnasi Rama, sedangkan adiknya yang bernama Subadra disebut sebagai reinkarnasi Sinta. Dengan demikian hubungan Rama dan Sinta yang pada kehidupan sebelumnya adalah suami-istri berubah menjadi kakak dan adik dalam kehidupan selanjutnya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Yuddhakanda

Yuddhakanda adalah kitab keenam epos Ramayana dan sekaligus klimaks epos ini. Dalam kitab ini diceritakan sang Rama dan sang raja kera Sugriwa mengerahkan bala tentara kera menyiapkan penyerangan Alengkapura. Karena Alengka ini terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagaimana mereka harus menyerang.

Maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat jembatan bendungan (situbanda) dari daratan ke pulau Alengka. Para bala tentara kera dikerahkan. Pada saat pembangunan jembatan ini mereka banyak diganggu tetapi akhirnya selesai dan Alengkapura dapat diserang.

Syahdan terjadilah perang besar. Para raksasa banyak yang mati dan prabu Rawana gugur di tangan sri Rama.

Lalu Dewi Sita menunjukkan kesucian dan kesetiaannya terhadap Rama dengan dibakar di api, ternyata ia tidak apa-apa.

Setelah itu sang Rama, Sita, Laksamana pulang ke Ayodhyapura, disertai para bala tentara kera yang dipimpin oleh Sugriwa dan Hanuman. Di Ayodhyapura mereka disambut oleh prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya kepada sang Rama. Sri Rama lalu memerintah di Ayodhyapura dengan bijaksana.

Rahwana ( kadangkala dialihaksarakan sebagai Raavana dan Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu.

Rawana dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha" ( bermuka sepuluh), "Dasagriva" ( berleher sepuluh) dan "Dasakanta" ( berkerongkongan sepuluh). Ia juga memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan sebagai ksatria besar.

Asal-usul

Ibu Rahwana bernama Kaikesi, seorang puteri Raja Detya bernama Sumali. Sumali memperoleh anugerah dari Brahma sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia. Sumali berpesan kepada Kekasi agar ia menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Di antara para resi, Kekasi memilih Wisrawa sebagai pasangannya. Wisrawa memperingati Kekasi bahwa bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka menjadi jahat, namun Kekasi menerimanya meskipun diperingatkan demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan kepribadian setengah brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir, Rahwana diberi nama "Dasanana" atau "Dasagriwa", dan konon ia memiliki sepuluh kepala. Beberapa alasan menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah pantulan dari permata pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau ada yang menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah simbol bahwa Rahwana memiliki kekuatan sepuluh tokoh tertentu.

Tapa kepada Brahma

Saat masih muda, Rahwana mengadakan tapa memuja Dewa Brahma selama bertahun-tahun. Karena berkenan dengan pemujaannya, brahma muncul dan mempersilakan Rahwana mengajukan permohonan. Mendapat kesempatan tersebut, Rahwana memohon agar ia hidup abadi, namun permohonan tersebut ditolak oleh Brahma. Sebagai gantinya, Rahwana memohon agar ia kebal terhadap segala serangan dan selalu unggul di antara para dewa, makhluk surgawi, rakshasa, detya, danawa, segala naga dan makhluk buas. Karena menganggap remeh manusia, ia tidak memohon agar unggul terhadap mereka. Mendengar permohonan tersebut, Brahma mengabulkannya, dan menambahkan kepandaian menggunakan senjata dewa dan ilmu sihir.

Raja Alengka

Setelah memperoleh anugerah Brahma, Rahwana mencari kakeknya, Sumali, dan memintanya kuasa untuk memimpin tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju Alengka. Alengka merupakan kota yang permai, diciptakan oleh seorang arsitek para dewa bernama Wiswakarma untuk Kubera, Dewa kekayaan. Kubera juga merupakan putera Wisrawa, dan bermurah hati untuk membagi segala miliknya kepada anak-anak Kekasi. Namun Rahwana menuntut agar seluruh Alengka menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan kekerasan. Wisrawa menasihati Kubera agar memberikannya, sebab sekarang Rahwana tak tertandingi.

Ketika Rahwana merampas Alengka untuk memulai pemerintahannya, ia dipandang sebagai pemimpin yang sukses dan murah hati. Alengka berkembang di bawah pemerintahannya. Konon rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan di kerajaan tersebut.

Bakti kepada Siwa

Setelah keberhasilannya di Alengka, Rahwana mendatangi Dewa Siwa di kediamannya di gunung Kailasha. Tanpa disadari, Rahwana mencoba mencabut gunung tersebut dan memindahkannya sambil main-main. Siwa yang merasa kesal dengan kesombongan Rahwana, menekan Kailasha dengan jari kakinya, sehingga Rahwana tertindih pada waktu itu juga. Kemudian Gana datang untuk memberitahu Rahwana, pada siapa ia harus bertobat. Lalu Rahwana menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Siwa, dan konon ia melakukannya selama bertahun-tahun, sampai Siwa membebaskannya dari hukuman. Terkesan dengan keberanian dan kesetiaannya, Siwa memberinya kekuatan tambahan, khususnya pemberian hadiah berupa Chandrahasa (pedang-bulan), pedang yang tak terkira kuatnya. Selanjutnya Rahwana menjadi pemuja Siwa seumur hidup. Rahwana terkenal dengan tarian pemujaannya kepada Siwa yang bernama "Shiva Tandava Stotra". Semenjak peristiwa tersebut ia memperoleh nama 'Rahwana', berarti "(Ia) Yang raungannya dahsyat", diberikan kepadanya oleh Siwa – konon bumi sempat berguncang saat Rahwana menangis kesakitan karena ditindih gunung.

Raja di tiga dunia

Dengan kekuatan yang diperolehnya, Rahwana melakukan penyerangan untuk menaklukkan ras manusia, makhluk jahat (asura – rakshasa – detya – danawa), dan makhluk surgawi. Setelah menaklukkan Patala (dunia bawah tanah), ia mengangkat Ahirawan sebagai raja. Rahwana sendiri menguasai ras asura di tiga dunia. Karena tidak mampu mengalahkan Wangsa Niwatakawaca dan Kalakeya, ia menjalin persahabatan dengan mereka. Setelah menaklukkan para raja dunia, ia mengadakan upacara yang layak dan dirinya diangkat sebagai Maharaja.

Oleh karena Kubera telah menghina tindakan Rahwana yang kejam dan tamak, Rahwana mengerahkan pasukannya menyerbu kediaman para dewa, dan menaklukkan banyak dewa. Lalu ia mencari Kubera dan menyiksanya secara khusus. Dengan kekuatannya, ia menaklukkan banyak dewa, makhluk surgawi, dan bangsa naga.

Istri dan wanita

Selain terkenal sebagai penakluk tiga dunia, Rahwana juga terkenal akan petualangannya menaklukkan para wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah Mandodari, putera Mayasura dengan seorang bidadari bernama Hema. Ramayana mendeskripsikan bahwa istana Rahwana dipenuhi oleh para wanita cantik yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Dalam Ramayana juga dideskripsikan bahwa di Alengka, semua wanita merasa beruntung apabila Rahwana menikahinya. Dua legenda terkenal menceritakan kisah pertemuan Rahwana dengan wanita istimewa.

Wanita istimewa pertama adalah Wedawati, seorang pertapa wanita. Wedawati mengadakan pemujaan ke hadapan Wisnu agar ia diterima menjadi istrinya. Ketika Rahwana melihat kecantikan Wedawati, hatinya terpikat dan ingin menikahinya. Ia meminta Wedawati untuk menghentikan pemujaannya dan ia merayu Wedawati agar bersedia untuk menikahinya. Karena Wedawati menolak, Rahwana mencoba untuk melarikannya. Kemudian Wedawati bersumpah bahwa ia akan lahir kembali sebagai penyebab kematian Rahwana. Setelah berkata demikian, Wedawati membuat api unggun dan menceburkan diri ke dalamnya. Bertahun-tahun kemudian ia bereinkarnasi sebagai Sita, yang diculik oleh Rahwana sehingga Rama turun tangan dan membunuh Rahwana.

Penculikan Sita

Setelah pos jaga para raksasa di Yanasthana dihancurkan oleh Rama dan Laksmana, berita tersebut disampaikan kepada Rahwana. Menteri Rahwana yang bernama Akampana menyarankan agar Rahwana mau menculik Sita, namun niat tersebut ditolak oleh Marica. Setelah adik perempuan Rahwana yang bernama Surpanaka mengadu bahwa dua orang kesatria telah melukainya, Rahwana marah besar. Ia segera menuju ke kediaman Marica untuk meminta bantuan, tanpa mempedulikan nasihat baik dari Marica. Setelah rencana disusun, Marica menyamar menjadi kijang kencana untuk mengalihkan perhatian Rama, sedangkan Rahwana menyamar menjadi seorang brahmana tua yang lemah. Ketika Rama dan Laksmana berada jauh, Rahwana segera menjangkau Sita, dan setelah itu Sita dibawa kabur. Sita disekap di taman Asoka, letaknya di dalam lingkungan istana Rahwana di kerajaan Alengka. Di sana, Rahwana berkali-kali mencoba merayu Sita namun tidak pernah berhasil.

Pertempuran dan kematian

Tindakan Rahwana mengundang kemarahan Rama. Dengan bantuan dari raja wanara bernama Sugriwa, Rama menggempur Alengka. Untuk mengantisipasi serangan Rama, Rahwana mengirimkan pasukan terbaiknya yang dipimpin oleh raksasa-raksasa kuat. Serangan pertama dilakukan oleh Hanoman pada saat ia datang ke Alengka sebagai mata-mata untuk menemui Sita. Dalam pertempuran tersebut, putera Rahwana yang bernama Aksayakumara gugur. Dalam pertempuran selanjutnya, para menteri dan kerabat Rahwana gugur satu persatu, termasuk Indrajit putera Rahwana dan Kumbakarna adik Rahwana.

Pada hari pertempuran terakhir, Rahwana maju ke medan perang sendirian dengan menaiki kereta kencana yang ditarik delapan ekor kuda terpilih. Ketika ia keluar dari Alengka, langit menjadi gelap oleh gerhana matahari yang tak terduga. Beberapa orang berkata bahwa itu merupakan pertanda buruk bagi Rahwana yang tidak menghiraukannya sama sekali. Pertempuran terakhir antara Rama dengan Rahwana berlangsung dengan sengit. Pada pertempuran itu, Rama menaiki kereta Indra dari sorga, yang dikemudikan oleh Matali. Setiap Rama mengirimkan senjatanya untuk menghancurkan Rahwana, raksasa tersebut selalu dapat bangkit kembali sehingga membuat Rama kewalahan. Untuk mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata Brahmastra yang tidak biasa. Senjata tersebut menembus dada Rahwana dan merenggut nyawanya seketika.

Salah satu versi Ramayana menceritakan bahwa Rahwana tidak mampu dibunuh meski badannya dihancurkan sekalipun, sebab ia menguasai ajian Rawarontek serta Pancasona. Untuk mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata sakti yang dapat berbicara bernama Kyai Dangu. Senjata tersebut mengikuti kemana pun Rahwana pergi untuk menyayat kulitnya. Setelah Rahwana tersiksa oleh serangan Kyai Dangu, ia memutuskan untuk bersembunyi di antara dua gunung kembar. Saat ia bersembunyi, perlahan-lahan kedua gunung itu menghimpit badan Rahwana sehingga raja raksasa itu tidak berkutik. Menurut cerita, kedua gunung tersebut adalah kepala dari Sondara dan Sondari, yaitu putera kembar Rahwana yang dibunuh untuk mengelabui Sita. Versi ini ditampilkan oleh R. A. Kosasih dalam komik Ramayana karyanya.

Keluarga

Rahwana memiliki banyak kerabat dan saudara yang disebutkan dalam Ramayana. Karena sulit menemukan data-data mengenai mereka selain Ramayana, tidak banyak yang diketahui tentang mereka. Menurut Ramayana, ibu Rahwana adalah puteri seorang Detya bernama Kekasi, menikahi seorang pertapa bernama Wisrawa. Rahwana memiliki kakek bernama Pulastya, putera Brahma. Dari pihak ibunya, Rahwana memiliki kakek bernama Sumali, dan ia memiliki paman bernama Marica, putera Tataka, saudara Malyawan. Rahwana memiliki tiga istri, dan tujuh putera.

Putera

Tujuh putera Rahwana yaitu:

1. Indrajit alias Megananda
2. Prahasta
3. Atikaya
4. Aksa alias Aksayakumara
5. Dewantaka
6. Narantaka
7. Trisirah

Saudara

Selain itu, Rahwana memiliki enam saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Saudara-saudaranya tersebut terdiri dari tiga saudara kandung dan lima saudara tiri. Saudara-saudara Rahwana yaitu:
  1. Kubera, kakak tiri Rahwana, lain ibu namun satu ayah. Raja Alengka sebelum Rahwana. Ia merupakan dewa penjaga arah utara, sekaligus dewa kekayaan.
  2. Kumbakarna, adik kandung Rahwana. Rakshasa yang tidur selama enam bulan dan bangun selama enam bulan karena anugerah Brahma.
  3. Wibisana, adik kandung Rahwana. Penasihat di Kerajaan Alengka.
  4. Kara, adik tiri Rahwana. Raja dan pelindung perbatasan Alengka yang bernama Janasthan atau Yanasthana di Chitrakuta.
  5. Dusana, adik tiri Rahwana. Patih di Yanasthana.
  6. Ahirawana, adik tiri Rahwana. Raja di Patala.
  7. Kumbini, adik tiri Rahwana. Istri rakshasa Madhu, ibu dari Lawanasura.
  8. Surpanaka, adik kandung Rahwana. Rakshasi yang tinggal di Yanasthana, dilukai oleh Laksmana. Ia mengadu kepada Kara dan Rahwana, dan merupakan biang keladi yang menyebabkan permusuhan antara Rama dan Rahwana.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Uttarakanda

Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.

Uttarakanda adalah kitab ke-7 Ramayana. Diperkirakan kitab ini merupakan tambahan. Kitab Uttarakanda dalam bentuk prosa ditemukan pula dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya tidak diketemukan dalam Kakawin Ramayana. Di permulaan versi Jawa Kuna ini ada referensi merujuk ke prabu Dharmawangsa Teguh.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Tokoh-tokoh lain dalam Ramayana

Janaka

Pada zaman India Kuno, Janaka atau Raja Janaka adalah raja di kerajaan Mithila. Ia lahir di Janakpur, Nepal; ia dikisahkan dalam Ramayana sebagai ayah Sita dan ada pula sumber mengenai dirinya di Brihadaranyaka Upanishad, Mahabharata dan Purana.

Janaka menguji kekuatan para peminang yang melamar putrinya untuk memasangkan tali busur milik Dewa Siwa. Pangeran Rama berhasil melakukannya, dan puteri Janaka yaitu Sita (juga disebut Janaki) menikahi Rama dan hidup bersama di Ayodhya.

Janaka tidak hanya seorang raja yang gagah berani, namun juga ahli di bidang sastra dan Weda selayaknya seorang resi. Ia adalah murid kesayangan Yajnavalkya, yang merupakan Brahman dalam wujud raja, pada bab satu kitab Brihadaranyaka Upanishad. Dalam Bhagawad Gita, Sri Kresna menggunakan Janaka sebagai contoh Karma yoga.

Raja Janaka juga disebut sebagai seorang Rajaresi yang memiliki pengetahuan spiritual dan meraih predikat resi, meskipun ia seorang raja yang memerintah di Mithila. Ia juga dilatih oleh Resi Ashtawakraa.

Menurut wiracarita Mahabharata, Janaka adalah ras para raja yang memerintah Kerajaan Wideha dari ibukota mereka, Mithila. Ayah Sita (istri Raghava Rama) bernama Sīradwaja Janaka. Mahabharata menyebutkan banyak Raja Janaka lainnya yang merupakan sarjana besar dan hidup seperti resi meskipun mereka adalah raja. Mereka senang berbincang-bincang mengenai agama dengan banyak resi.

Bharata

Bharata adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah putera prabu Dasarata dengan permaisuri Kekayi, dan merupakan adik Rama. Konon Bharata adalah raja dari golongan Suryawangsa yang sangat baik dan bijaksana setelah Rama. Menurut pandangan Hindu, Bharata lahir dari aspek Sudarshana Chakra yang terletak di tangan kanan Dewa Wisnu.

Kelahiran dan keluarga

Bharata merupakan putera dari Kekayi, istri ketiga Raja Dasarata dari Ayodhya. Ia memiliki tiga saudara lelaki, yang sulung bernama Rama dari permaisuri Kosalya, dan yang bungsu adalah si kembar Laksmana dan Satrugna dari permaisuri Sumitra. Bersama dengan saudaranya yang lain, Bharata dididik oleh Resi Wasistha. Meskipun Ramayana mendeskripsikan bahwa keempat putera Dasarata tersebut saling menyayangi satu sama lain, umumnya Satrugna cenderung dekat dengan Bharata sementara Laksmana dekat dengan Rama. Saat Bharata dewasa, ia menikah dengan Mandawi yang merupakan saudara sepupu Sita, dan juga merupakan puteri saudara Raja Janaka yang bernama Kusadwaja. Dengan Mandawi, Bharata memiliki dua putera bernama Taksa dan Puskala.

Pembuangan Rama

Dalam Ramayana diceritakan bahwa Dewi Kekayi memohon agar Prabu Dasarata menyerahkan tahta kerajaan kepada Bharata, walaupun sebenarnya Dasarata hendak menyerahkannya kepada Rama. Bharata tidak mengetahui hal tersebut dan sedang menginap di rumah pamannya di Kerajaan Kekaya yang jauh dari Ayodhya. Ketika Bharata pulang ke Ayodhya atas desakan para menterinya, ia mendapati bahwa Rama pergi meninggalkan kerajaan bersama Sita dan Laksmana. Mengetahui hal tersebut, ia bertanya kepada ibunya, yaitu Kekayi. Kekayi kemudian menjelaskan bahwa Bharata-lah yang kini berhak menjadi raja setelah Dasarata wafat.

Karena mengetahui usaha kejam yang dilakukan ibunya agar Dasarata mengusir Rama, Bharata marah dan tidak bersedia untuk memerintah kerajaan ayahnya. Lalu ia menyusul Rama ke hutan. Di hutan, Rama menolak untuk kembali ke istana sebagai pewaris kerajaan, dan berjanji setelah 14 tahun ia akan kembali lagi dan memerintah kerajaan. Ia menasihati Bharata agar mamu memerintah Ayodhya dengan bijaksana. Kemudian Bharata kembali ke istana sambil membawa sandal Rama. Di atas singasana, ia meletakkan sandal Rama sebagai lambang bahwa ia memimpin kerajaan atas nama Rama.

Pemerintahan

Menurut catatan sejarah dalam susastra Hindu, Bharata memerintah dua wilayah di wilayah Asia Tengah, Barat dan Selatan. Di Asia Selatan atau Anakbenua India, pusat pemerintahannya terkenal sebagai Ayodhya, sedangkan di Asia Barat dan Tengah, wilayah kekuasaannya berpusat di Takshshila atau Takshshiladesa.

Pemerintahan di Ayodhya

Saat Rama mengasingkan diri di hutan selama 14 tahun, Bharata memerintah Ayodhya. Ia meletakkan sandal Rama sebagai lambang bahwa ia memerintah atas nama Rama. Selama Bharata memerintah, Ayodhya menjadi makmur dan sejahtera. Selama itu pula, Bharata merindukan kedatangan Rama. Ia masih tidak bisa mema'afkan Kekayi yang telah membuang Rama, namun ia sangat menyayangi Kosalya dan Sumitra yang merupakan ibu tirinya.

Pemerintahan di Takshshila

Menurut susastra Hindu, Bharata menaklukkan suku Gandharwa dan membangun kerajaan baru yang mana di masa sekarang meliputi wilayah Punjab, Pakistan, Afganistan, dan sebagian wilayah Asia Tengah. Konon ibukota Uzbekistan yang disebut Tashkent berasal dari kata "Takshishila." Di zaman sekarang, kota di India yang bernama Takshila menjadi bukti pemerintahan Bharata.

Kembalinya Rama

Setelah Rama menjalani masa pembuangan selama 14 tahun, ia kembali ke Ayodhya bersama dengan Sita, Laksmana, Hanoman, dan para wanara. Rama mengutus Hanoman untuk memperingatkan Bharata agar segera menyiapkan upacara penyambutan. Saat Rama hendak menobatkan Yuwaraja kepada Laksmana karena kesetiaannya selama mereka hidup di hutan, Laksmana menolak hadiah tersebut dan berkata bahwa Bharata lebih pantas mendapatkannya mengingat kebajikannya sangat tinggi untuk mewakili Rama memerintah di Ayodhya.

Ahir riwayat

Pada saat Rama hendak pensiun dari pemerintahannya sebagai Raja Ayodhya, Bharata dan Satrugna mengikuti jejaknya. Ketika Rama pergi ke tengah sungai Sarayu, ia berubah wujud menjadi Mahawisnu. Bharata dan Satrugna menyusulnya ke tengah sungai, kemudian mereka bersatu dengan tubuh Mahawisnu.

Bersambung

-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Urmila

Dalam wiracarita Ramayana, Urmila merupakan puteri Raja Janaka dari Mithila. Ia merupakan adik dari Sita, dan istri bagi Laksmana, adik Rama. Ia memiliki dua putera bernama Anggada dan Dharmaketu (versi lain mengatakan Taksaka dan Citraketu). Menurut salah satu versi Ramayana, ketika Laksmana turut serta bersama Rama untuk menjalani pembuangan selama empat belas tahun, Urmila menjadi gila dan kemudian tidak sadarkan diri. Ia pingsan lagi setelah Laksmana pulang dari pengasingan. Urmila dikenal sebagai seorang sarjana besar. Beberapa Ramayana dengan versi berbeda mengatakan Urmila sebagai pelukis berbakat.

Ahalya

Dalam wiracarita Ramayana, Ahalya adalah nama istri Resi Gautama. Kata Ahalya berarti "yang tidak mengalami perubahan" (awet muda, abadi). Ahalya tinggal di sebuah asrama bersama Resi Gautama. Ia memiliki wajah yang sangat cantik. Kecantikannya dapat membuat Dewa Indra terpesona.

Pada suatu hari, ketika Resi Gautama meninggalkan asramanya, Dewa Indra datang menyamar dan dengan bernafsu ia merayu Ahalya. Ahalya tahu siapa yang berusaha merayunya karena mata batinnya yang tajam, namun ia tertipu oleh kecantikannya sendiri, maka ia memberikan kepuasan kepada Indra. Saat Resi Gautama datang, ia terkejut karena Ahalya telah terpengaruh oleh rayuan Indra. Kemudian Resi Gautama mengutuk Ahalya agar melakukan tapa yang sangat panjang demi menebus dosanya. Agar Ahalya tidak diketahui, wujudnya diubah menjadi batu. Resi Gautama juga berkata bahwa kelak putera Dasarata dari Ayodhya akan mengunjungi asrama Resi Gautama, dimana Ahalya bertapa, dan membebaskan kutukannya. Setelah Ahalya dikutuk, Resi Gautama meninggalkan asramanya dan pergi ke Himalaya untuk bertapa.

Kutukan Resi Gautama

Bertahun-tahun kemudian, Resi Wiswamitra bersama Rama dan Laksmana melewati asrama Resi Gautama dalam perjalanan mereka menuju Mithila. Saat melihat asrama yang sepi tersebut, Rama bertanya mengenai asal-usul tempat itu kepada Resi Wiswamitra. Sang Resi menjelaskan bahwa tempat tersebut dikutuk karena Ahalya telah melakukan dosa, dan hanya putera Dasarata-lah yang dapat membuat Ahalya menjadi suci kembali. Setelah mendengarkan penjelasan Resi Wiswamitra, Rama memasuki asrama tersebut. Begitu ia menginjakkan kakinya, kutukan yang menimpa Ahalya lenyap. Ahalya berubah kembali menjadi manusia dan keluar dari semak belukar yang telah menutupnya selama bertahuan-tahun. Wajahnya kembali muda dan bersinar-sinar. Dengan takzim, Ahalya menyambut Rama dan Laksmana bagaikan tamu agung. Setelah Rama dan Laksmana pergi untuk melanjutkan perjalanannya, Resi Gautama muncul untuk menyambut istrinya yang telah muda kembali.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Wiswamitra

Wiswamitra adalah nama salah satu Brahmaresi dalam Agama Hindu yang menerima wahyu Tuhan. Nama Wiswamitra juga muncul dalam kitab Ramayana, bersama dengan Resi Wasista. Namun dalam Ramayana, Resi Wiswamitra berasal dari keturunan kesatria dan dulu merupakan seorang raja.

Raja Kaushika

Wiswamitra merupakan keturunan seorang raja pada zaman India Kuno, dan ia juga dipanggil Kaushika ("keturunan Kusha"). Ia merupakan kesatria yang gagah berani yang merupakan cicit dari raja bernama Kusha. Salah satu dari empat putera Kusha adalah Kushanubha, yang melaksanakan upacara Puthrakameshti dan mendapatkan putera bernama Gadhi sebagai hasilnya. Kaushika, atau Wiswamitra, adalah putera Raja Gadhi. Kaushika menggantikan ayahnya dan memerintah dengan baik. Ia sangat dicintai oleh rakyatnya.

Persaingan dengan Wasista

Pada suatu ketika, Raja Kaushika (Wiswamitra) beserta angkatan perangnya yang kuat beristirahat di asrama Resi Wasista. Dengan penuh sopan santun, Resi Wasista menyambut Raja Kaushika. Resi Wasista menunjukkan segala keindahan dan kemakmuran di lingkungan pertapannya, termasuk lembu sakti yang dimilikinya yang bernama Sabala. Lembu sakti tersebut dapat menciptakan segala sesuatu yang diinginkan oleh majikannya, ibarat mata air yang tidak pernah kering. Melihat kesaktian lembu tersebut, Kaushika berkeinginan untuk memilikinya. Kemudian ia mengerahkan angkatan perangnya untuk merebut Sabala. Menanggapi hal tersebut, Resi Wasista menyuruh Sabala agar menciptakan angkatan perang. Maka tak lama kemudian, pertempuran terjadi antara pasukan Kaushika dengan pasukan yang diciptakan Sabala. Saat pasukan Kaushika terdesak, pasukan Sabala semakin bertambah. Akhirnya Kaushika mengakui kekalahannya dan pergi dari asrama Resi Wasista.

Setelah menyerahkan tahta kerajaan kepada salah satu puteranya, Kaushika pergi ke gunung Himalaya dan melakukan tapa memuja Dewa Siwa. Setelah Siwa muncul karena berkenan dengan tapa yang dilakukan Kaushika, Kaushika memohon agar ia memperoleh senjata sakti. Siwa mengabulkan permohonan tersebut dan memberikan senjata sakti kepada Kaushika. Dengan senjata sakti tersebut, Kaushika datang kembali ke asrama Resi Wasista. Setelah mengerahkan segala senjata yang diperolehnya melalui tapa, Kaushika belum mampu menaklukkan Wasista karena hanya dengan sebuah tongkat bernama Brahmadanda, Wasista mampu melumpuhkan segala senjata sakti Kaushika, termasuk senjata Brahmastra. Karena merasa bahwa anugerah yang diberikan Dewa Siwa sia-sia, Kaushika mohon pamit dan meninggalkan asrama Wasista dengan malu.

Setelah kekalahannya di asrama Wasista, Kaushika bertapa memuja Dewa Brahma untuk memperoleh gelar Brahmaresi supaya menyamai Resi Wasista. Setelah bertapa selama bertahun-tahun, Dewa Brahma muncul karena berkenan, kemudian memberi gelar Rajaresi kepada Kaushika.

Tapa dan penebusan dosa

Untuk memperoleh gelar Brahmaresi, Kaushika melakukan tapa yang sangat berat. Namun ia tidak dapat menahan amarah selagi melakukan tapa, sehingga berkali-kali usaha yang ia lakukan gagal. Setelah menyadari kesalahannya, Kaushika melanjutkan tapa yang lebih berat. Karena berkenan dengan tapa yang dilakukannya, Dewa Brahma muncul dan memberi gelar "Resi sejati" kepada Kaushika.

Pada suatu ketika, kekuatan yang diperolehnya melalui tapa terkuras habis karena melakukan upacara besar demi menolong Raja Trisangku. Maka dari itu, Kaushika melakukan tapa yang lebih berat di Pushkara. Melihat keteguhan hati Kaushika, para dewa mengirimkan bidadari cantik bernama Menaka untuk menggodanya. Usaha Menaka berhasil sehingga Kaushika terbuai oleh kecantikan Menaka. Setelah Kaushika sadar, ia memandang Menaka dengan marah. Dengan segera Menaka memohon ampun karena ia hanya menjalankan perintah. Kaushika tidak megutuk Menaka dan membiarkan bidadari tersebut kembali ke surga, namun ia kecewa karena tapa yang ia tempuh bertahun-tahun musnah. Akhirnya ia meninggalkan Pushkara dan menuju gunung Himalaya untuk melakukan tapa yang lebih berat.

Beberapa versi mengatakan bahwa Kaushika mengutuk Menaka agar mereka berpisah dan melupakan segala cintanya.

Kutukan terhadap Ramba

Setelah melakukan tapa yang berat selama bertahun-tahun di Himalaya, Dewa Brahma muncul dan memberi gelar "Maharesi" kepada Kaushika. Namun Kaushika masih kecewa dengan gelar yang diperolehnya sehingga ia melakukan tapa lagi. Melihat keteguhan hati Kaushika, para dewa terperanjat. Kemudian mereka mengirim bidadari Ramba untuk menggoyahkan tapa Kaushika. Dengan diiringi Dewa cinta dan roh musim semi, Ramba pergi untuk menggoda Kaushika. Mereka menciptakan suasana indah di hadapan Kaushika. Karena merasa terganggu, Kausika membuka matanya dan melihat seorang bidadari tersenyum di hadapannya. Pemandangan yang membangkitkan hawa nafsu tersebut membuat Kaushika sadar, lalu ia mengutuk Ramba agar menjadi batu selama sepuluh tahun (beberapa versi mengatakan seribu tahun). Namun Kaushika kecewa karena kemarahan tersebut telah menghancurkan kemurnian tapa yang ia lakukan bertahun-tahun. Dengan kecewa, ia pergi ke hutan rimba di Himalaya timur dan menempuh tapa yang berat di tempat tersebut.

Pencapaian gelar Brahmaresi

Setelah melakukan tapa yang keras selama bertahun-tahun, badan Kaushika mengeluarkan asap dan menyelimuti bumi. atas permohonan para dewa, Brahma muncul di hadapan Kaushika. Kemudian Dewa Brahma memberi gelar "Brahmaresi" kepada Kaushika. Ia juga mengubah nama Kaushika menjadi Wiswamitra, yang berarti "teman semua orang" karena kasih sayangnya yang tak terbatas. Wiswamitra senang mendnegar hal tersebut, namun ia masih belum puas apabila ia tidak mendengar langsung bahwa Resi Wasista mengakuinya sebagai Brahmaresi. Saat ia masih sangsi, tiba-tiba Resi Wasista muncul di hadapannya dengan senyum penuh persahabatan dan memeluk Wiswamitra. Ia juga mengakui bahwa Wiswamitra adalah seorang Brahmaresi. Pada saat itu juga, permusuhan antara Wiswamitra dan Wasista lenyap kemudian berubah menjadi persahabatan.

Surga Trisangku

Salah satu kisah Wiswamitra yang terkenal adalah penciptaan "Surga Trisangku".

Sebelum Wiswamitra mencapai gelar Brahmaresi, Raja Trisangku dari Dinasti Surya menghadap Wiswamitra dan meminta bantuan agar ia bisa mencapai surga dengan badan kasar. Trisangku juga menceritakan kisah sedihnya bahwa ia dikutuk oleh para putera Resi Wasista karena Sang Raja kecewa dengan Resi Wasista. Dengan rasa iba, Wiswamitra berjanji bahwa ia akan melaksanakan suatu upacara untuk mengangkat Raja Trisangku ke surga bersama dengan badan kasarnya. Untuk mendukung pelaksanaan upacara tersebut, Wiswamitra mengundang resi-resi terkemuka dan semuanya datang karena enggan untuk menolak. Saingan Wiswamitra yaitu Resi Wasista juga turut datang, namun putera-puteranya tidak turut serta sebab mereka menganggap bahwa yang melaksanakan upacara adalah mantan kesatria dan orang yang diupacarai adalah seorang raja yang terhina. Karena marah dengan ucapan para putera Wasista, Wiswamitra mengutuk mereka agar mati serta menjelma selama tujuh turunan sebagai suku yang memakan daging anjing.

Ketika upacara berlangsung, tak satu pun dewa yang datang untuk menerima sesajen yang dipersembahkan oleh Wiswamitra. Karena kesal dengan sikap para dewa, Wiswamitra mengerahkan seluruh kekuatan yang diperolehnya dari tapa untuk mengangkat badan Trisangku. Tubuh Trisangku melayang sampai ke surga, namun saat ia menginjakkan kakinya, Dewa Indra mendorongnya karena ia memasuki surga dengan badan kasar. Trisangku jatuh sambil menjerit-jerit. Kemudian Wiswamitra menahan tubuh Trisangku di udara dengan kekuatan mantranya. Para hadirin yang menyaksikannya tercengang karena tubuh Trisangku mengambang bagaikan tergantung di tebing curam.

Atas permintaan para dewa, tubuh Trisangku tetap mengambang di udara. Lalu Wiswamitra menciptakan pemandangan yang ditaburi dengan bintang-bintang ke arah selatan, seperti surga yang baru bagi Trisangku. Ia juga menciptakan Indra baru dan dewa-dewa baru. Akhirnya Raja Trisangku tinggal di tempat tersebut yang dikenal sebagai "Surga Trisangku". Karena usahanya yang besar tersebut telah menguras kekuatan yang diperolehnya melalui tapa, maka Wiswamitra mulai bertapa kembali dan merintisnya mulai dari bawah. Ia pergi ke Pushkara untuk melakukan tapa yang lebih berat.

Pengorbanan Sunasepa

Pada saat Wiswamitra masih menjalankan penebusan dosanya untuk memperoleh gelar Brahmaresi, ia menolong seorang anak bernama Sunasepa yang akan dikorbankan kepada Baruna, Dewa laut. Upacara tersebut diselenggarakan oleh Raja Harishchandra, dan karena Pangeran Rohita tidak bersedia untuk dikorbankan, maka orangtua Sunasepa menawarkan puteranya untuk dikorbankan.

Dalam perjalanan menuju upacara, Sunasepa bertemu dengan Wiswamitra yang sedang melakukan meditasi. Sunasepa berlutut di kaki Wiswamitra untuk meminta pertolongan. Akhirnya Wiswamitra mengajarkan sebuah mantra rahasia kepada Sunasepa. Ketika upacara pengorbanan dilangsungkan, anak tersebut menyanyikan mantra yang diberikan oleh Wiswamitra sehingga Dewa Indra dan Baruna terkesan, dan juga upacara pengorbanan bisa berjalan lancar.

Wiswamitra dalam Ramayana

Dalam Ramayana, Wiswamitra menjadi guru bagi Rama dan Laksmana ketika mereka berada di tengah hutan. Wiswamitra mengajari mantra keramat serta penggunaan senjata ilahi bernama Dewastra kepada Rama dan Laksmana.

Saat kediaman para resi diteror para raksasa, Wiswamitra enggan untuk mengutuk raksasa-raksasa tersebut karena akan menodai kemurnian tapanya. Atas permohonan para resi, Wiswamitra datang ke Ayodhya untuk meminta bantuan kepada Rama. Dasarata yang takut dengan kutukan Wiswamitra tak berani menolak, sehingga ia merelakan kepergian puteranya. Dengan diiringi Rama dan Laksmana, Resi Wiswamitra menempuh perjalanan panjang. Mereka bermalam di sebuah tempat peristirahatan dekat sungai Sarayu. Di sana Resi Wiswamitra memberi mantra keramat bernama bala dan atibala. Saat fajar menyingsing, mereka melanjutkan perjalanan melewati Kamasrama sampai akhirnya tiba di sungai Gangga. Dengan rakit yang sudah disiapkan para resi, mereka menyeberang. Kemudian, mereka tiba di hutan Dandaka. Di sana, Rama dan Laksmana bertemu raksasi Tataka dan membunuhnya. Setelah membunuh raksasi tersebut, Rama dan Laksmana melanjutkan perjalanan ke Sidhasrama.

Di Sidhasrama, Rama dan Laksmana menyingkirkan raksasa Marica dan Subahu. Atas pertolongan Rama dan Laksmana, Resi Wiswamitra mengajak mereka ke Mithila untuk menghadiri sebuah sayembara. Dalam perjalanan ke Mithila, Rama dan Laksmana melewati asrama Resi Gautama. Di sana mereka membebaskan kutukan yang menimpa Ahalya, istri Resi Gautama. Setelah sampai di Mithila, Rama memenangkan sayembara sehingga ia berhak menikahi puteri Sita. Setelah upacara pernikahan Rama dan Sita dilangsungkan, Wiswamitra pergi menuju gunung Himalaya dan melakukan kewajibannya sebagai seorang resi.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Menaka

Menaka adalah nama seorang bidadari dari kahyangan yang sangat cantik jelita. Sebagian kisah hidupnya muncul dalam Ramayana dan Adiparwa. Dalam Ramayana, Menaka merupakan bidadari yang menggoda Wiswamitra, sedangkan dalam Adiparwa, Menaka diceritakan sebagai ibu dari Sakuntala.

Menaka dan Wiswamitra

Pada suatu ketika, ia diutus oleh Indra, Raja para Dewa, untuk menggagalkan tapa yang dilakukan oleh Wiswamitra. Namun ia takut menjalankan tugas sendirian, sebab ia tahu bahwa kutukan Wiswamitra yang sedang marah sangat dahsyat. Akhirnya Indra menjamin bahwa ia akan ditemani oleh Dewa Bayu dan Dewa Kama. Setelah yakin dengan jaminan Indra, Menaka menuju ke tempat pertapaan Wiswamitra.

Setelah tiba di tempat tujuan, Dewa Bayu menyebarkan bau harum Menaka untuk memancing asmara Wiswamitra. Setelah Wiswamitra membuka mata, Dewa Bayu menyingkap kain yang dikenakan Menaka. Pada saat itulah, Dewa Kama memanah Wiswamitra dengan panah asmara. Akhirnya, nafsu asmara Wiswamitra bangkit untuk mencintai Menaka. Selama beberapa tahun keduanya menjalin cinta, namun Wiswamitra akhirnya sadar bahwa Menaka hanyalah godaan yang diberikan oleh Indra untuk menggoda tapanya. Dengan sorot mata yang memancarkan kemarahan, Wiswamitra memandang Menaka. Menaka gemetar ketakutan dan memohon ampun di hadapan Wiswamitra supaya ia tidak dikutuk, sebab ia hanya menjalankan tugas.

Wiswamitra tidak mengutuk Menaka, namun ia kecewa sebab pantangan yang ia taati selama bertahun-tahun dilanggarnya karena telah menjalin cinta dengan bidadari Menaka. Akhirnya Wiswamitra pergi meninggalkan Pushkara dan pergi menuju Himalaya untuk melanjutkan tapanya. Beberapa versi mengatakan bahwa Wiswamitra mengutuk Menaka agar mereka melupakan segala cintanya.

Karena telah menyelesaikan tugasnya, Menaka kembali ke kahyangan, namun ia juga hamil setelah menjalin hubungan asmara dengan Wiswamitra. Di hulu sungai Malini yang terletak di kaki Gunung Himalaya, Menaka melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi tersebut ditinggalkan begitu saja sementara sang ibu terbang ke kahyangan. Kamudian Bagawan Kanwa yang sedang berada di dekat sungai Malini menemukan bayi tersebut sedang dijaga oleh burung Sakuni. Karena kasihan, bayi itu dipungut lalu diberi nama "Sakuntala", oleh sebab ia dirawat oleh burung Sakuni. Sakuntala lalu menikah dengan Duswanta, dan melahirkan seorang raja terkenal yang bernama Bharata.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Mantara

Mantara adalah teman sekaligus pelayan permaisuri Kekayi dalam wiracarita Ramayana. Tubuhnya bungkuk dan usianya sudah lanjut. Ia memiliki sifat iri hati dan lihai membuat orang lain susah dengan cara terselubung. Ia adalah biang keladi yang menyebabkan Rama diusir ke hutan oleh ayahnya.

Pada saat Dasarata hendak menobatkan Rama sebagai Raja Ayodhya, Mantara menghasut Kekayi agar mengangkat Bharata sebagai raja dan jika hal itu terwujud, Mantara yakin status Kekayi akan naik. Ia terus mengeluarkan alasan untuk meyakinkan Kekayi agar Bharata menjadi raja dan usahanya berhasil. Setelah Kekayi memaksa Dasarata agar mengangkat Bharata menjadi raja, Dasarata meninggal karena sakit hati. Satrugna mencoba membunuh Mantara yang telah menghasut Kekayi, namun tindakannya dicegah oleh Rama. Rama mengampuni nyawa Mantara.

Konon Indra menyuruh Mantara menghasut Kekayi agar Rama dibuang ke hutan, karena dengan begitu Rama akan bertemu dengan raksasa Rahwana dan membunuhnya.

Sabari

Dalam wiracarita Ramayana, Sabari adalah seorang wanita yang hidup sebagai sanyasin (orang yang meinggalkan kehidupan duniawi). Ayahnya adalah seorang kesatria sedangkan ibunya adalah seorang pemburu. Saat usianya dewasa, ia menetap di sebuah asrama di tengah hutan dan menjadi pengikut setia Resi Matanga. Ramayana mendeskripsikannya sebagai wanita tua yang sangat setia memuja Tuhan. Ketika Resi Matanga hendak meninggal dunia, Sabari juga ingin turut serta, namun Resi Matanga berkata bahwa saatnya belum tiba, sebab ada tamu agung yang akan dijumpai olehnya dan kesempatan untuk melihat tamu agung tersebut sangat langka sekali.

Sabari menghabiskan sisa hidupnya dengan merawat asrama peninggalan Sang Resi dan melayani tamu yang mengunjunginya dengan ramah. Ketika Rama dan Laksmana menuju ke sungai Pampa dengan tujuan mencari bantuan Sugriwa, mereka lewat di depan asrama Sabari dan memutuskan untuk beristirahat di sana. Sabari melayani kedua pangeran itu dengan ramah. Ia menyuguhkan buah-buahan yang termanis kepada kedua tamu tersebut.

Sebelum menyuguhkan buah-buahan, terlebih dahulu Sabari mengigitnya. Jika buah yang dicicipinya terasa manis, maka ia kumpulkan pada sebuah wadah, sebaliknya jika terasa pahit, maka ia membuangnya. Ketika buah-buahan bekas digigit tersebut disuguhkan kepada kedua tamunya, Rama tersenyum dan bersedia memakannya sebagai hasil persembahan dari orang yang berhati suci dan tulus, sedangkan Laksmana memilih untuk membuangnya.

Kemudian Sabari memperlihatkan keajaiban yang ada di asrama Resi Matanga dan menjelaskan seluk-beluknya kepada Rama dan Laksmana. Setelah mendapatkan izin dari kedua pangeran tersebut, Sabari membuat api unggun lalu menceburkan diri ke dalamnya untuk mencapai surga, menyusul Resi Matanga. Pertemuan dengan wanita suci tersebut membuat pikiran Rama dan Laksmana menjadi terang, kemudian mereka melanjutkan perjalanan untuk menemukan Sugriwa dan meminta bantuannya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Jatayu

Jatayu adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana, putera dari Sang Aruna dan keponakan dari Sang Garuda. Ia merupakan saudara Sempati. Ia adalah seekor burung yang melihat bagaimana Dewi Sita diculik oleh Rawana. Ia berusaha melawan tetapi kalah bertarung dan akhirnya mati. Tetapi ketika belum mati dan masih sekarat masih bisa melaporkan kepada Sri Rama bahwa Dewi Sita istrinya, diculik.

Tempat dimana Sri Rama menemukan Jatayu yang sedang sekarat dinamakan "Jatayumangalam", sekarang dikenal sebagai "Chadayamangalam", terletak di Distrik Kollam, Kerala. Batu besar di tempat tersebut dinamai "JatayuPara", diambil dari nama Jatayu. Tempat itu dimanfaatkan sebagai obyek wisata.

Pertolongan Jatayu

Ketika Sita menjerit-jerit karena dibawa kabur oleh Rawana, Jatayu yang sedang berada di dahan sebuah pohon mendengarnya. Ia melihat ke atas, dan tampak Rahwana terbang membawa Sita, puteri Prabu Janaka. Jatayu yang bersahabat dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab terhadap Sita yang merupakan istri putera sahabatnya, Sri Rama. Dengan jiwa ksatria meluap-luap dan berada di pihak yang benar, Jatayu tidak gentar untuk melawan Rawana. Ia menyerang Rahwana dengan segenap tenaganya. Namun Jatayu sudah renta. Ketika ia sedang berusaha menyelamatkan Sita dari Rahwana, sayapnya ditebas dengan pedang. Jatayu bernasib naas. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan darahnya bercucuran.

Gugurnya Jatayu

Ketika Sang Rama dan Lakshmana sedang menelusuri hutan untuk mencari Dewi Sita, tampak oleh mereka darah berceceran. Setelah dicari asalnya, mereka menemukan seekor burung tanpa sayap sedang sekarat. Burung tersebut mengaku bernama Jatayu, yang berusaha menolong Dewi Sita karena diculik Rahwana. Namun usahanya tidak berhasil sehingga Dewi Sita dibawa kabur ke Alengka. Melihat keadaan Sang Jatayu yang sekarat, Sang Rama memberi hormat untuk yang terakhir kalinya. Tak lama kemudian Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Sempati

Dalam mitologi Hindu, Sempati adalah nama burung raksasa, saudara Jatayu, putera Sang Garuda, kakak burung Aruna. Pada masa mudanya, Jatayu dan Sempati berlomba-lomba untuk mencapai matahari. Pada waktu mereka hampir mencapai matahari, Jatayu hampir terbakar hangus. Untuk melindungi Jatayu, Sempati membentangkan sayapnya dari kemarahan matahari. Jatayu selamat namun sayap Sempati terbakar sampai habis.

Semenjak kehilangan sayapnya, Sempati selalu diam di tempat yang sama sambil menunggu mangsa, hingga akhirnya Hanoman dan para wanara dari Kerajaan Kiskenda bertemu dengannya. Dengan penglihatannya yang sangat tajam, Sempati menceritakan keadaan Dewi Sita di Alengka. Atas petunjuk Sempati, Hanoman dan para wanara tahu bahwa Sita masih hidup dan ditawan di Kerajaan Alengka. Setelah membantu para wanara, bulu-bulu muda mulai tumbuh pada kedua sayap Sempati. Hal itu terjadi karena ia memperoleh anugerah bahwa ia akan mendapatkan sayapnya kembali apabila ia menolong Rama.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Subali

Bali, atau yang di Indonesia lebih terkenal dengan sebutan Subali, adalah nama seorang raja Wanara dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan kakak dari Sugriwa, sekutu Sri Rama. Ketika terjadi perselisihan antara kedua Wanara bersaudara itu, Rama berada di pihak Sugriwa. Subali akhirnya tewas di tangan pangeran dari Ayodhya tersebut.

Subali juga dikenal dalam dunia pewayangan Jawa sebagai seorang pendeta Wanara berdarah putih yang tinggal di puncak Gunung Sunyapringga. Ia memiliki Aji Pancasunya (di daerah Sunda disebut Pancasona) yang membuatnya tidak bisa mati. Ilmu kesaktian tersebut diwariskannya kepada Rahwana, musuh besar Rama.

Asal-usul

Nama Subali berasal dari kata bala, yang dalam bahasa Sansekerta bermakna "rambut". Konon ia dilahirkan melalui rambut ibunya, sehingga diberi nama Bali atau Subali. Setelah dewasa, Subali menjadi raja bangsa Wanara di Kerajaan Kiskenda, sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.

Menurut versi Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang Wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah putra Indra, sedangkan Sugriwa merupakan putra Surya.

Berbeda dengan versi aslinya, dalam pewayangan Jawa, Subali dan Sugriwa pada mulanya terlahir sebagai manusia normal. Keduanya masing-masing bernama Guwarsi dan Guwarsa. Mereka memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Ketiganya merupakan anak Resi Gotama dan Dewi Indradi yang tinggal di Pertapaan Agrastina.

Pada suatu hari Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa berselisih memperebutkan cupu milik ibu mereka yang luar biasa indahnya. Hal itu diketahui oleh Gotama. Indradi pun dipanggil dan ditanya dari mana cupu tersebut berasal. Gotama sebenarnya mengetahui kalau cupu itu adalah benda kahyangan milik Batara Surya yang bernama Cupumanik Astagina. Indradi yang ketakutan diam tak mau menjawab. Gotama yang marah karena merasa dikhianati mengutuk istrinya itu menjadi tugu. Ia lalu melemparkan tugu tersebut sejauh-jauhnya, sampai jatuh di perbatasan Kerajaan Alengka.

Meskipun kehilangan ibu, ketiga anak Gotama tetap saja memperebutkan Cupu Astagina. Gotama pun membuang benda itu jauh-jauh. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Cupu Astagina jatuh di sebuah tanah kosong dan berubah menjadi telaga. Guwarsi dan Guwarsa begitu sampai di dekat telaga itu segera menceburkan diri karena mengira cupu yang mereka cari jatuh ke dalamnya. Seketika itu juga wujud keduanya berubah menjadi wanara atau kera. Sementara itu Anjani yang baru tiba merasa kepanasan. Ia pun mencuci muka menggunakan air telaga tersebut. Akibatnya, wajah dan lengannya berubah menjadi wajah dan lengan kera.

Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa menghadap Gotama dengan perasaan sedih. Ketiganya pun diperintahkan untuk bertapa mensucikan diri. Anjani bertapa di Telaga Madirda. Kelak ia bertemu Batara Guru dan memperoleh seorang putra bernama Hanoman. Sementara itu Guwarsi dan Guwarsa yang telah berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Ketiga anak Gotama tersebut berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Sesuai petunjuk ayah mereka, Anjani bertapa dengan gaya berendam telanjang seperti seekor katak, Subali menggantung di dahan pohon seperti seekor kelelawar, sedangkan Sugriwa mengangkat sebelah kakinya seperti seekor kijang.

Penggabungan silsilah

Versi pewayangan Jawa yang bersumber dari naskah Serat Arjunasasrabahu, sebagaimana yang telah diceritakan di atas, rupanya telah menggabungkan silsilah beberapa tokoh dalam Ramayana.

Menurut versi Ramayana, antara Subali-Sugriwa dengan Anjani, Hanoman dan Gotama tidak memiliki hubungan keluarga. Anjani adalah istri Kesari, seorang raja Wanara. Ia mendapatkan titipan janin dari Bayu sang dewa angin, yang setelah lahir diberi nama Hanoman. Hanoman kemudian berguru kepada Surya, dewa matahari. Setelah tamat, ia ditugaskan menjadi pengawal putra gurunya yang bernama Sugriwa, saudara kembar Subali.

Sementara itu, Gotama versi Ramayana adalah seorang pertapa yang tidak memiliki sangkut paut dengan Subali. Menurut versi ini, Gotama memiliki istri bernama Ahalya, yang kecantikannya membuat Dewa Indra terpikat. Dengan bantuan Surya, Indra pun menyamar sebagai Gotama untuk bisa mendekati Ahalya. Hal itu akhirnya diketahui oleh Gotama. Indra dan Surya melarikan diri, sedangkan Ahalya dikutuk oleh suaminya tersebut menjadi batu.

Perkawinan

Subali memiliki seorang istri bernama Tara. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putra bernama Anggada, yang kelak banyak berjasa dalam membantu Sri Rama melawan Rahwana.

Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Tara bukanlah istri Subali, melainkan istri Sugriwa. Ketika kedua wanara bersaudara itu bertapa untuk mensucikan diri sesuai petunjuk ayah mereka, datang Batara Narada yang diutus Batara Guru untuk meminta bantuan dalam menumpas musuh kahyangan, bernama Mahesasura raja Guakiskenda. Subali dan Sugriwa pun berangkat. Subali masuk ke dalam istana Kiskennda yang terletak di dalam gua. Ia berpesan jika kelak mengalir darah merah ke luar gua, berarti Mahesasura tewas. Namun jika yang mengalir darah putih berarti dirinya yang tewas. Apabila Subali terbunuh, Sugriwa diminta untuk segera menutup pintu gua dengan batu besar.

Subali pun masuk ke dalam gua di mana terdapat istana Kiskenda yang sangat indah. Di sana ia bertempur melawan Mahesasura yang dibantu kedua pengawalnya bernama Lembusura dan Jatasura. Ketiganya tewas dengan kepala pecah. Darah dan otak mereka mengalir keluar gua. Sugriwa di luar mengira yang mengalir adalah darah merah dan darah putih. Dengan sedih ia menutup pintu gua lalu melapor ke kahyangan. Karena Mahesasura telah mati, sebagai hadiah, Sugriwa pun memperoleh seorang bidadari bernama Tara putri Batara Indra.

Di tengah jalan Sugriwa dan Tara dihadang Subali yang ternyata masih hidup. Subali menuduh adiknya itu berkhianat. Sugriwa pun dihajarnya tanpa ampun. Narada turun melerai dan mengisahkan apa yang sebenarnya terjadi. Subali sadar dan minta maaf. Ia merelakan Tara menjadi istri Sugriwa serta menyerahkan takhta Kiskenda peninggalan Mahesasura kepada adiknya itu. Subali memilih menjadi pertapa di Gunung Sunyapringga. Atas jasanya membunuh Mahesasura, Batara Guru memberinya anugerah dalam bentuk lain, yaitu ilmu kesaktian yang bisa membuatnya tidak bisa mati, bernama Aji Pancasunya (di daerah Sunda disebut Aji Pancasona).

Hubungan dengan Rahwana

Versi Ramayana mengisahkan, Subali bersahabat dengan Rahwana raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pada mulanya mereka sempat berkelahi karena Rahwana datang untuk menaklukkan Kerajaan Kiskenda. Namun dalam pertarungan tersebut Rahwana kalah. Subali mengampuninya dan menjadikannya teman.

Versi pewayangan Jawa bahkan mengisahkan Rahwana kemudian berguru kepada Subali. Rahwana yang pandai bersandiwara berhasil meyakinkan Subali bahwa dirinya telah bertobat. Subali pun mengajarkan Aji Pancasunya kepadanya. Ia juga selalu menasihati Rahwana supaya menggunakan ilmu tersebut di jalan kebenaran.

Rahwana yang telah memperoleh ilmu baru berniat melanjutkan aksinya untuk menguasai dunia. Terlebih dahulu ia berusaha menyingkirkan Subali yang dianggapnya sebagai penghalang. Ia pun mengirim pembantunya yang bernama Marica untuk menyamar sebagai pelayan Tara. Pelayan palsu jelmaan Marica itu datang dan melapor kepada Subali bahwa Tara setiap hari disiksa Sugriwa. Konon Sugriwa juga mengungkit-ungkit nama Subali setiap kali menyiksa Tara. Subali marah mendengar laporan tersebut. Ia pun mendatangi Sugriwa di Kiskenda. Sugriwa dihajar tanpa ampun. Tubuhnya dilemparkan sampai jatuh dan terjepit di sepasang pohon asam kembar di puncak Gunung Reksyamuka. Subali kemudian menetap di Kerajaan Kiskenda serta menikahi Tara. Dari perkawinan itu kemudian lahir Anggada.

Perselisihan dengan Sugriwa

Kisah perselisihan Subali dan Sugriwa menurut versi pewayangan Jawa di atas agak berbeda dengan versi aslinya. Menurut versi Ramayana, sejak awal Subali sudah menjadi raja di Kerajaan Kiskenda. Kemudian datang seorang Rakshasa bernama Dundubi yang manantangnya adu kesaktian. Dalam pertarungan itu Dundubi berhasil dikalahkan. Ia melarikan diri sampai ke Gunung Reksyamuka tempat pertapaan Resi Matangga. Di pertapaan itu Subali membunuh Dundubi. Resi Matangga marah karena pertapaannya dikotori. Ia pun mengutuk Subali akan mati jika berani menginjakkan kaki di Gunung Reksyamuka.

Subali kemudian bertemu saudara Dundubi yang bernama Mayawi. Keduanya pun bertarung. Mayawi kalah dan melarikan diri ke dalam gua. Subali terus mengejarnya. Sugriwa ikut mengejar namun menunggu di luar gua. Ia mendengar suara raungan kakaknya dan melihat darah mengalir keluar gua. Sugriwa sedih dan mengira Subali telah tewas. Sugriwa kembali ke Kiskenda dan didesak rakyatnya untuk menjadi raja baru menggantikan Subali. Tiba-tiba Subali muncul dengan penuh rasa marah. Ternyata yang tewas adalah Mayawi, bukan dirinya. Ia pun menghajar Sugriwa sedemikian rupa. Sugriwa yang ketakutan melarikan diri ke Gunung Reksyamuka, di mana Subali tidak berani mengejarnya.

Kematian

Sugriwa bersembunyi di Gunung Reksyamuka ditemani Hanoman yang setia kepadanya. Hanoman berhasil mempertemukan Sugriwa dengan Sri Rama, seorang pangeran dari Ayodhya yang kehilangan istri karena diculik oleh Rahwana. Keduanya pun mengadakan kesepakatan. Rama akan membantu Sugriwa memperoleh kembali takhta Kiskenda, sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu Rama menyerang negeri Rahwana.

Sesuai rencana, Sugriwa pun datang ke istana Kiskenda untuk menantang Subali bertanding. Subali yang marah hendak menghadapi Sugriwa, namun dicegah oleh Tara, istrinya. Tara mencurigai Sugriwa yang dulu pernah kalah tapi kini tiba-tiba berani datang untuk menantang bertarung. Namun Subali tidak menghiraukan nasihat istrinya itu. Ia memilih keluar untuk melayani tantangan adiknya. Antara Subali dan Sugriwa pun segera terjadi pertarungan sengit. Dari kejauhan, Rama yang ditemani adiknya, Laksmana, serta Hanoman, membidikkan panah ke arah Subali. Namun ia merasa bingung membedakan kedua Wanara kembar tersebut. Sugriwa yang kewalahan memilih melarikan diri. Rama datang menemui Sugriwa yang marah-marah karena merasa dikhianati. Rama mengaku bingung dan takut salah menyerang. Sugriwa pun dimintanya menantang Subali sekali lagi dengan mengenakan kalung untaian bunga sebagai penanda (dalam pewayangan Sugriwa diminta memakai kalung janur kuning).

Sugriwa kembali bertarung melawan Subali. Saat Sugriwa terdesak untuk yang kedua kalinya, Rama muncul dan melepaskan panahnya ke dada Subali. Subali pun roboh tak sempat menghindar. Subali yang sekarat dalam keadaan marah menghina Rama sebagai kesatria pengecut yang tidak tahu dharma. Mendengar penghinaan itu, Rama menjelaskan bahwa Subali sebenarnya telah berdosa, karena apabila masih suci, panah sakti milik Rama tidak akan mampu menembus kulitnya, bahkan senjata tersebut akan berbalik menyerang Rama. Setelah mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Rama, Subali menyadari dosa-dosa dan kesalahannya kepada Sugriwa. Ia pun meminta maaf dan meminta agar Sugriwa merawat putranya yang bernama Anggada dengan baik. Subali juga merestui Sugriwa menjadi raja Kiskenda. Setelah itu, ia pun akhirnya meninggal dunia.

Menurut versi pewayangan, meskipun Subali memiliki Aji Pancasunya, namun saat itu ajalnya telah ditentukan oleh dewata. Oleh karena itu, ilmu tersebut sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana biasanya.

Reinkarnasi Subali

Menurut susastra Hindu, karena Rama telah membunuh Subali, maka Subali pun bereinkarnasi dan membunuh inkarnasi Wisnu pada kehidupan selanjutnya. Konon atma Subali terlahir kembali sebagai seorang pemburu bernama Jara pada zaman Dwapara Yuga. Tokoh Jara inilah yang kemudian membunuh awatara Wisnu pada zaman tersebut, yaitu Sri Kresna meskipun tanpa sengaja. Setelah Jara melepaskan panahnya dan melukai kaki Kresna, Kresna pun moksa dan kembali ke Waikuntha.



-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Anggada

Anggada atau Hanggada adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah wanara muda yang sangat tangkas dan gesit. Kekuatannya sangat dahsyat, sama seperti ayahnya, yakni Subali. Dalam kitab Ramayana disebutkan bahwa ia dapat melompat sejauh sembilan ratus mil. Anggada dilindungi oleh Rama dan akhirnya membantu Rama, berperang melawan Rahwana merebut kembali Dewi Sita, istri Rama.

Keluarga

Ayah Anggada adalah Raja Wanara bernama Subali, ibunya adalah Tara. Anggada memiliki paman bernama Sugriwa, yaitu adik Subali. Subali dan Sugriwa memiliki adik perempuan bernama Anjani. Hanoman adalah putera Anjani, maka Anggada bersaudara sepupu dengan Hanoman. Saat masih muda, Subali tewas karena panah Rama. Setelah itu, Anggada dirawat oleh Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Saat Sugriwa mengerahkan ksatria wanara pilihan untuk mencari Dewi Sita, Anggada turut serta bersama para ksatria wanara lainnya seperti Hanoman, Jembawan, Nila, Dwiwida, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi wilayah India Selatan, sampai tiba di sebuah gua, kediaman arsitek Mayasura. Setelah menjelajahi gua, Anggada dan para wanara bertemu dengan Swayampraba. Atas bantuannya, Anggada dan para wanara tiba di sebuah pantai. Di pantai tersebut, para wanara bertemu dengan Sempati. Kemudian Anggada menuturkan maksud perjalanannya dan ia meminta bantuan Sempati. Atas petunjuk Sempati, para wanara tahu bahwa Sita masih hidup dan sedang ditawan di Alengka oleh Raja Rahwana.

Perang di Alengka

Sebelum peperangan di Alengka meletus, Rama mengutus Anggada agar memberi tahu kepada Rahwana untuk segera menyerahkan Dewi Sita. Setelah mendengar pesan Rama yang panjang lebar, Anggada mohon pamit lalu pergi ke tempat Rahwana. Di hadapan Rahwana, Anggada memperingati agar Sita segera dikembalikan jika tidak ingin peperangan meletus. Rahwana yang keras kepala, tidak menghiraukan peringatan Anggada namun mencoba mengerahkan pasukannya untuk menangkap wanara tersebut. dengan sigap, Anggada melompat ke udara sehingga ia lolos. Setelah itu, ia merobohkan menara istana. Dengan sekali lompatan, ia terbang kembali ke tempat Rama.

Saat pertempuran pertama berlangsung, Anggada bertemu dengan Indrajit, putera Rahwana. Dua prajurit tersebut bertempur dengan jurus-jurus yang mengagumkan. Para wanara bersorak-sorak kegirangan karena kagum dengan ketangguhan Anggada, sebab panah-panah yang dilepaskan Indrajit tidak membuat Anggada gentar. Namun kemudian Indrajit mengalihkan serangannya kepada Rama. Pertempuran pada hari itu pun diakhiri sebab Rama tak berkutik. Setelah Rama pulih kembali, para wanara melanjutkan penyerangannya. Pada pertempuran kedua, Anggada bertemu dengan Bajradamstra. Setelah pertarungan sengit terjadi dalam waktu yang lama, Bajradamstra gugur di tangan Anggada.

Ketika peperangan di Alengka usai, Anggada dan para wanara lainnya diundang ke Ayodhya untuk menerima penghargaan atas jasa-jasa mereka karena telah menolong Rama menyelamatkan Sita.

Anggada dalam Pewayangan Jawa

Dalam cerita pewayangan Jawa, Anggada yang terkenal sakti diberi gelar Jaya yang berarti unggul oleh Rama, sehingga disebut Jaya Anggada. Di dalam lakon “Anggada Balik”, ia diutus Rama pergi ke Alengka untuk mengukur kekuatan bala tentara Alengka. Karena hasutan Rahwana, yang mengatakan bahwa pembunuh ayahnya adalah Sri Rama, Anggada kemudian mengamuk dan berbalik akan membunuh Rama. Tetapi Hanoman kemudian dapat menaklukkan dan menginsyafkan serta menyadarkannya. Akhirnya Anggada kembali menyerang Alengka dan berhasil membawa mahkota Rahwana dan dipersembahkan kepada Rama. Dalam pewayangan sering digambarkan sebagai kera berbulu merah.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Jembawan

Dalam mitologi Hindu, Jembawan alias Jambawanta atau Jamwanta, adalah seekor beruang yang dipercaya hidup dari zaman Kertayuga sampai Dwaparayuga.

Konon pada saat pengadukan "lautan susu", Jembawan turut serta dan pernah mengelilingi dunia selama tujuh kali.

Jembawan pernah membunuh seekor singa yang memiliki sebuah permata bernama Syamantaka. Permata itu berasal dari Prasena dan direbut oleh sang singa setelah membunuhnya. Kresna yang curiga dengan kematian Prasena, mengikuti jejak Prasena sampai ia tahu bahwa Prasena dibunuh oleh seekor singa dan singa tersebut dibunuh oleh seekor beruang, yaitu Jembawan. Kresna mengikuti jejak Jembawan sampai ke sebuah gua dan pertempuran pun terjadi. Setelah dua puluh satu hari, Jembawan tunduk dan menyerah sebab ia sadar siapa Kresna sebenarnya. Ia memberikan permata Syamantaka kepada Kresna, dan juga mempersembahkan puterinya yang bernama Jembawati, yang pada akhirnya menjadi salah satu istri Kresna.

Dalam wiracarita Ramayana, Jembawan bersama para wanara membantu Rama menemukan Sita. Ketika Jembawan dan para wanara berada di tepi pantai yang memisahkan pulau Alengka dengan daratan India, Jembawan membujuk Hanoman agar ia mau terbang ke Alengka dan bertemu dengan Sita. Sebelumnya Hanoman terkena kutukan bahwa ia akan melupakan semua kehebatannya, sampai seseorang mengingatkannya kembali. Jembawan adalah orang yang mengingatkan Hanoman, bahwa ia memiliki kekuatan untuk terbang dan melintasi lautan.


-dipi-
 
Back
Top