hukum ngucapin 'selamat natal' bg muslim

naufal66

New member
kt guru ngaji ana bilang klo kita mengatakan ke org kristen 'selamat hr natal', maka dia telah murtad dari islam,bila anda tidak tau itu semua sudah dimaafkan dan jangan diulang kembali

for)org muslim
 
bila keluarga anda, ada yang non muslim atau orang kristen ... !!


cukup ucapkan SELAMAT saja .... !!!

( *apabila keadaan memang mendesak )
 
seorang Muslim, sebagai bagian dari masyarakat dunia yg multi kultur etnis dan agama, tidak ada salahnya mengucapkan selamat natal atau selamat nyepi dll..
 
bila keluarga anda, ada yang non muslim atau orang kristen ... !!


cukup ucapkan SELAMAT saja .... !!!

( *apabila keadaan memang mendesak )
ngucapin selamat makan2 ...:D *becanda ...:D

kalu saia sie, walaupun punya sodara yang beragama lain, tidak pernah ngucapin selamat ke mereka, biarpun mereka pasti memberi ucapan selamat idul fitri ...
 
trus dasar 'pe-murtad-an-nya' apaan brooo..? apa karena dia guru ngaji?

broo,, law mrsa muslim lebih baik tanya dulu m yang lebih tau..
jangan ngmg smbarangan..
yang ana tau tu ga boleh bro,, ngucapin slmat hari natal, pa lgi ikut2an ngrayain..:)
 
insya-'Allah ane gk ngomong sembarangan.. yang ente tau nih dasar atau dalil pelarangan itu apaan bro??
 
assalamu'alaikum ukhta dan ukhti....

massalah mengucapkan selamat natal untuk saudara atau rekan yang beragama Kristen Protestan dan Katolik, emang masih menjadi polemik panjang.

Akan tetapi aku punya referensi yang mungkin dapat membantu dalam menyikapi hal ini kebetulan artikel ini aku tulis di blog sekolahku. baca disini

semoga bermanfaat buat kita semua...
 
den pale.. aku bantu tampilin di sini ya infonya..

Selamat Natal menurut Al Qur'an


oleh : Dr. M. Quraish Shihab

Sakit perut menjelang persalinan, memaksa Maryam bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya beliau mati, bahkan tidak pernah hidup sama sekali.

Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: "Ada anak sungai di bawahmu, goyanghan pangkal pohon kurma ke arahmu, makan, minum dan senangkan hatimu. Kalau ada yang datang katakan: 'Aku bernazar tidak bicara.”
"Hai Maryam, engkau melakukan yang amat buruk. Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan penzina," demikian kecaman kaumnya, ketika melihat bayi di gendongannya. Tetapi Maryam terdiam. Beliau hanya menunjuk bayinya. Dan ketika itu bercakaplah sang bayi menjelaskan jati dirinya sebagai hamba Allah yang diberi Al-Kitab, shalat, berzakat serta mengabdi kepada ibunya.
Kemudian sang bayi berdoa:
"Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali."

Itu cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah Maryam ayat 34. Dengan demikian, Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal pertama dari dan untuk Nabi mulia itu, Isa a.s.

Terlarangkah mengucapkan salam semacam itu? Bukankah Al-Quran telah memberikan contoh? Bukankah ada juga salam yang tertuju kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas, serta para nabi lainnya? Setiap Muslim harus percaya kepada Isa a.s. seperti penjelasan ayat di atas, juga harus percaya kepada Nabi Muhammad SAW., karena keduanya adalah hamba dan utusan Allah. Kita mohonkan curahan shalawat dan salam untuk. mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh nabi dan rasul. Tidak bolehkah kita merayakan hari lahir (natal) Isa a.s.? Bukankah Nabi saw. juga merayakan hari keselamatan Musa a.s. dari gangguan Fir'aun dengan berpuasa 'Asyura, seraya bersabda, "Kita lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi pengikut Musa a.s."

Bukankah, "Para Nabi bersaudara hanya ibunya yang berbeda?" seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW.? Bukankah seluruh umat bersaudara? Apa salahnya kita bergembira dan menyambut kegembiraan saudara kita dalam batas kemampuan kita, atau batas yang digariskan oleh anutan kita? Demikian lebih kurang pandangan satu pendapat.

Banyak persoalan yang berkaitan dengan kehidupan Al-Masih yang dijelaskan oleh sejarah atau agama dan telah disepakati, sehingga harus diterima. Tetapi, ada juga yang tidak dibenarkan atau diperselisihkan. Disini, kita berhenti untuk merujuk kepercayaan kita.

Nabi Isa a.s. datang mermbawa kasih, "Kasihilah seterumu dan doakan yang menganiayamu. "Nabi Muhammad SAW. datang membawa rahmat, "Rahmatilah yang di dunia, niscaya yang di langit merahmatimu." Manusia adalah fokus ajaran keduanya; karena itu, keduanya bangga dengan kemanusiaan.

Nabi Isa a.s menunjuk dirinya sebagai "anak manusia," sedangkan Nabi Muhammad SAW. diperintahkan oleh Allah SWT untuk berkata: "Aku manusia seperti kamu." Keduanya datang membebaskan manusia dari kemiskinan ruhani, kebodohan, dan belenggu penindasan. Ketika orang-orang mengira bahwa anak Jailrus yang sakit telah mati, Nabi Isa Al-Masih yang menyembuhkannya meluruskan kekeliruan mereka dengan berkata, "Dia tidak mati, tetapi tidur. "Dan ketika terjadi gerhana pada hari wafatnya putra Nabi Muhammad SAW, orang berkata: "Matahari mengalami gerhana karena kematiannya." Nabi Muhammad SAW. lalu menegur, "Matahari tidak mengalami gerhana karena kematian atau kehahiran seorang."
Keduanya datang membebaskan maanusia baik yang kecil, lemah dan tertindas -dhu'afa' dan al-mustadh'affin dalam istilah Al-Quran.

Bukankah ini satu dari sekian titik temu antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa Al-Masih? Bukankah ini sebagian dari kandungan Kalimat Sawa' (Kata Sepakat) yang ditawarkan Al-Quran kepada penganut Kristen (dan Yahudi (QS 3:64)? Kalau demikian, apa salahnya mengucapkan Selamat natal, selama akidah masih dapat dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Al-Quran sendiri yang telah mengabadikan selamat natal itu?

Itulah antara lain alasan yang membenarkan seorang Muslim mengucapkan selamat atau menghadiri upacara Natal yang bukan ritual . Di sisi lain, marilah kita menggunakan kacamata yang melarangnya.

Agama, sebelum negara, menuntut agar kerukunan umat dipelihara. Karenanya salah, bahkan dosa, bila kerukunan dikorbankan atas nama agama. Tetapi, juga salah serta dosa pula, bila kesucian akidah ternodai oleh atau atas nama kerukunan.

Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas,dan tidak juga rinci. Itu semula untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Bahkan Al-Q!uran tidak menggunakan satu kata yang mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman, sampai dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak disalahpahami. Kata "Allah," misalnya, tidak digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam. Kata yang digunakan sebagai ganti ketika itu adalah Rabbuka (Tuhanmu, hai Muhammad) Demikian terlihat pada wahlyu pertama hingga surah Al-Ikhlas. Nabi Muhamad SAW sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun bertanya, "Dimana Tuhan?" Tertolak riwayat yang menggunakan redaksi itu karena ia menimbulkan kesan keberadaan Tuhan pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi. Dengan alasan serupa, para ulama bangsa kita enggan menggunakan kata "ada" bagi Tuhan, tetapi "wujud Tuhan."

Natalan, walaupun berkaitan dengan Nabi Isa Al-Masih, manusia agung lagi suci itu, namun ia dirayakan oleh umat Kristen yang pandangannya terhadap Al-Masih berbeda dengan pandangan Islam. Nah, mengucapkan "Selamat Natal" atau menghadiri perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat mengantar kepada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami sebagai pengakuan akan ketuhanan Al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Dengan kacamata itu, lahir larangan dan fatwa haram itu, sampai-sampai ada yang beranggapan jangankan ucapan selamat, aktivitas apa pun yang berkaitan dengan Natal tidak dibenarkan, sampai pada jual beli untuk keperluann Natal.

Adakah kacamata lain? Mungkin!

Seperti terlihat, larangan ini muncul dalam rangka upaya memelihara akidah. Karena, kekhawatiran kerancuan pemahaman, agaknya lebih banyak ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau demikian, jika ada seseorang yang ketika mengucapkannya tetap murni akidahnya atau mengucapkannya sesuai dengan kandungan "Selamat Natal" Qurani, kemudian mempertimbangkan kondisi dan situasi dimana hal itu diucapkan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan akidah baik bagi dirinya ataupun Muslim yang lain, maka agaknya tidak beralasan adanya larangan itu. Adakah yang berwewenang melarang seorang membaca atau mengucapkan menghayati satu ayat Al-Quran?

Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dankeyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS34 : 24-25. Kalaupun non-Muslim memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan laranganitu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.
Dostojeivsky (1821-1881), pengarang Rusia kenamaan, pernah berimajinasi tentang kedatangan kembali Nabi Isa Al-Masih. Sebagian umat Islam pun percaya akan kedatangannya kembali. Terlepas dari penilaian terhadap imajinasi dan kepercayaan itu, kita dapat memastikan bahwa jika benar beliau datang, seluruh umat berkewajiban menyambut dan mendukungnya, dan pada saat kehadirannya itu pasti banyak hal yang akan beliau luruskan. Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi juga sikap dan ucapan umat Nabi Muhammad SAW. Salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari kebangkitannya nanti.
 
Tidak bolehkah kita merayakan hari lahir (natal) Isa a.s.?
http://mtsende.blogspot.com/2009/12/selamat-natal-menurut-al-quran.html

masalahnya, hari natal bukanlah hari lahir nabi isa, dalam injil disebutkan, ketika mengkabarkan tanda kelahiran yesus :

"Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam." (matius 2:8)

pada bulan desember, biasanya di yerusalem atau daerah sekitarnya mengalami musim dingin, gak ada gembala yang mau menjaga ternaknya sampai malam hari di musim dingin bersuhu hingga 10 derajat celsius.

kebiasaan penduduk disana menjada ternak sampai malam hari, hanya ketika musim semi saja (april-mei)

Bolehkah kita merayakan hari natal yang bukan kelahiran nabi isa ?
 
masalahnya, hari natal bukanlah hari lahir nabi isa, dalam injil disebutkan, ketika mengkabarkan tanda kelahiran yesus :

"Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam." (matius 2:8)

pada bulan desember, biasanya di yerusalem atau daerah sekitarnya mengalami musim dingin, gak ada gembala yang mau menjaga ternaknya sampai malam hari di musim dingin bersuhu hingga 10 derajat celsius.

kebiasaan penduduk disana menjada ternak sampai malam hari, hanya ketika musim semi saja (april-mei)

Bolehkah kita merayakan hari natal yang bukan kelahiran nabi isa ?

Yang aku pernah baca gini den.. tappi aku lupa judul bukunya...:
sebenarnya tanggal 25 desember itu bukanlah hari kelahiran Nabi Isa Al Masih, sampai dengan saat ini belum dapat di ketahui dengan pasti tanggal berapa beliau dilahirkan.... hanya tempat dan kisah menjelang kelahirannya itu yang ada riwayatnya...
berkaitan dengan apakah Nabi Isa Al Masih itu Tuhan Yesus (biasa kaum Nasrani mengucapkan seperti itu) atau bukan itu menjadi topik baru nih.., tetapi dari beberapa kisah yang sering kita ikuti tentang Tuhan Yesus dalam kaum NAsrani, kisahnya persis sama dengan kisah Nabi Isa Al MAsih yang kita percayai sebagai salah satu Nabi kita...
kembali ke tanggal 25 Desember di atas..., tanggal tersebut sebenarnya dalam sejarah kerajaan Romawi kuno adalah hari bersejarah di mana salah seorang Kaisar pada jaman itu (kalau tidak salahingat Kaisar Julius namanya) mengadakan semacam persembahan kepada para dewa sebagai ucapan rasa syukur...dan kemudian berkembang dan dianggap sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus .... Kata NATAL sendiri berasal dari bahasa yunani yang artinya Lahir... hanya belum diketahui dengan pasti siapa yang dilahirkan pada tanggal tersebut..
 
Ini aq kutipkan juga fatwa dari seorang ulama salaf.......


Menyikapi Perayaan Natal oleh Syaikh Muhammad ibn Sholih Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan: Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka ? (Misal : Merry Christmas, Selamat hari Natal dan Tahun Baru dst, red) Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Dan apakah dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang rasa, atau karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawaban: Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ”Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: “Bahwa mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, “Selamat Hari rraya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.” –Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)–

(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya : “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS Az Zumar 39: 7].

Dan dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS Al Maaidah: 3]

Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS Aali 'Imran: 85]

Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah”. –Akhir dari perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
 
kan natal kan hari kelahiran nabi isa kt.x. trus klo kita ngucapin selamat natal berarti kita mengakui kelahiran yesus pd natal
 
Back
Top