Perang Salib (Edisi Lengkap)

Dipi76

New member
Sebenernya sudah ada Thread soal Perang salib. Tapi supaya lebih runtut dan lengkap, saya buat Threadnya lagi dengan memulai dari sejarah awal hingga Perang salib Utara.

================


1099jerusalem.jpg


Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Kekaisaran Bizantium (ejaan lain: Bizantin, Byzantin, Byzantine) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan Kekaisaran Romawi pada masa Zaman Pertengahan, berlokasi di sekitar ibukotanya di Konstantinopel.
Dinasti Seljuk (juga disebut Seljuq) atau Turki Seljuk adalah sebuah dinasti Islam yang pernah menguasai Asia Tengah dan Timur Tengah dari abad ke 11 hingga abad ke 14. Mereka mendirikan kekaisaran Islam yang dikenali sebagai Kekaisaran Seljuk Agung. Kekaisaran ini terbentang dari Anatolia hingga ke Rantau Punjab di Asia Selatan. Kekaisaran ini juga adalah sasaran utama Tentara Salib Pertama. Dinasti ini didirikan oleh suku Oghuz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Dinasti Seljuk juga menandakan penguasaan Bangsa Turki di Timur Tengah.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke 16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Renaisans adalah suatu periode sejarah yang mencapai titik puncaknya kurang lebih pada tahun 1500. Perkataan "renaisans" berasal dari bahasa Perancis renaissance yang artinya adalah "Lahir Kembali" atau "Kelahiran Kembali". Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Namun zaman sekarang hal ini bisa menyangkut segala hal.

Masa ini ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni, pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan. Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan yang berkembang secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi budaya, suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Situasi di Eropa

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.
Kekaisaran Karoling adalah istilah historis yang kadang-kadang digunakan untuk merujukan kekuasaan Frank di bawah dinasti Karoling, yaitu keturuna Karel yang Agung. Dinasti ini dianggap sebagai pendiri Perancis dan Kekaisaran Suci Romawi. Kekaisaran ini dibagi menjadi tiga, masing-masing untuk cucu Karel yang Agung, pada tahun 843 melalui Traktat Verdun. Satu bagian nantinya membentuk Perancis, satu bagian membentuk Jerman, sementara bagian yang di tengah dibagi di antara keduanya, serta sebagian menjadi bagian Italia
Reconquista (bahasa Spanyol dan Portugis untuk "penaklukan kembali"), adalah istilah yang digunakan untuk proses yang dimana kerajaan Kristen menaklukkan kembali Semenanjung Iberia (sekarang Spanyol dan Portugal) dari umat Islam dan negara-negara Moor Al-Andalus. Istilah "penaklukan kembali" digunakan dalam artian daerah-daerah ini dilihat sebagai milik umat Kristen, walaupun kenyataannya pada saat itu orang-orang yang ditaklukkan kebanyakan adalah Muslim dan orang-orang Arab. Di sisi lain sebelum Iberia ditaklukkan kerajaan-kerajaan Islam, semenanjung ini sudah didiami oleh orang-orang yang berbahasa Roman dan mendapat pengaruh Kristen.
Moor adalah orang Muslim dari zaman pertengahan yang tinggal di Al-Andalus (Semenanjung Iberian termasuk Spanyol dan Portugis zaman sekarang) dan juga Maroko dan Afrika barat, yang budayanya disebut Moorish. Kata ini juga digunakan di Eropa untuk menunjuk orang yang memiliki keturunan Arab atau Afrika. Nama Moor berasal dari suku kuno Maure dan kerajaan Mauritania.
Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Semenanjung Iberia, atau Iberia, terletak di ujung baratdaya Eropa, dan terdiri dari Spanyol, Portugal, Andorra, dan Gibraltar dan sedikit Perancis. Dari tiga semenanjung Eropa (Iberia, Italia, dan Balkan), Iberia terletak di wilayah paling barat dan selatan. Berbatasan di selatan dan barat dengan Samudera Atlantik. Pegunungan Pirenia membentuk ujung timurlaut semenanjung, menghubungkannya dengan keseluruhan Eropa. Di selatan, daerah ini mendekati pantai utara Afrika. Merupakan semenanjung terbesar kedua di Eropa, dengan luas 582.860 km². Nama "Iberia" juga digunakan sejak Yunani Kuno dan Romawi Kuno untuk teritori lainnya di sudut seberang Eropa, Iberia Kaukasia, di Georgia.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama.

Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antioch (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini.

Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.



Note:
Semua tulisan di sini bersumber pada:
Buku Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
Dan beberapa dari Wikipedia.


Bersambung

-dipi-
 
Penyebab Langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Alexius I Komnenus adalah seorang kaisar Kekaisaran Bizantium dari tahun 1081 sampai tahun 1118. Ia adalah anak dari John Komnenos dan Anna Dalassena dan keponakan dari Isaac I Komnenos (kaisar 1057–1059). Restorasi Komnenian yang merupakan restorasi militer, keuangan dan teritori dilakukan pada masa ia berkuasa.
Paus Urbanus II/Urban II dilahirkan sekitar tahun 1042 di Lagery (dekat kota Châtillon-sur-Marne) di Perancis. Nama aslinya adalah Odo De Lagery (bisa juga: Otto atau Odo). Dia berasal dari bangsawan Perancis dan memperoleh pendidikan yang baik. Saat muda dia menjadi pendeta di kota Rheims, kemudian naik pangkat setingkat demi setingkat dan jadi Bishop, dan menjadi Paus tahun 1088. Pope Urban II adalah Paus yang menggerakkan orang Kristen berperang merebut tanah suci dari orang-orang Islam, yang kemudian menjadi Perang Salib. Dia adalah Paus Gereja Katolik Roma sejak Maret 1088 sampai 29 Juli 1099.
Pertempuran Manzikert, atau Malazgirt adalah pertempuran yang terjadi antara Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur dan pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Alp Arslan pada tanggal 26 Agustus 1071 di dekat Manzikert, Armenia (Malazgirt, Turki modern) di Basprakania (provinsi) dari kekaisaran. Kekaisaran Bizantium dapat dikalahkan dalam pertempuran ini dan Kaisar Romanos IV Diogenes ditangkap. Pertempuran Manzikert memainkan peran penting dalam kehancuran Bizantium dan membuka jalan bagi orang Turki di Anatolia. Dalam jangka waktu sepuluh tahun setelah pertempuran ini, kaum Turki Seljuk telah merebut kota Nicaea. Kota tersebut berada di tepi Selat Bosporus, di seberang Konstantinopel, Ibukota Kekaisaran Bizantium.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada tahun 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan Leon pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.



-dipi-
 
Perang Salib Pertama


SiegeofAntioch.jpeg


Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk merebut serta membebaskan tanah kota suci Yerusalem yang juga merupakan tanah suci bagi umat Kristen dari umat Muslim yang pada saat itu terdapat perkembangan dan banyak kunjungan yang dilakukan oleh terutama para pedagang juga ulama muslim kaum seljuk Turki. perang salib pertama adalah tidak lebih dari suara - suara yang dilebih - lebihkan dari para ulama kristen yang diakibatkan oleh gangguan yang dilakukan oleh segelintir pedagang kaum seljuk Turki juga bukan mengatasnamakan agama yang dilakukan pada jalur perdagangan kaum kristiani. Keberangkatan atau migrasi dari pasukan salib pertama ini berubah dari misi atau tugas yang diberikan yaitu untuk melindungi dan merekonsiliasi antara tiga umat beragama disana menjadi sebuah usaha penaklukan,pembantaian terhadap umat non kristen dan yahudi serta penguasaan keseluruhan wilayah yerusalem.

Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan sedikit pimpinan terpusat, berjalan melalui tanah dan laut menuju Yerusalem dan menguasai kota tersebut pada Juli 1099, serta mendirikan Kerajaan Yerusalem atau kerajaan Latin di Yerusalem. Meskipun penguasaan ini hanya berakhir kurang dari dua ratus tahun, Perang salib merupakan titik balik penguasaan dunia Barat, dan satu-satunya yang berhasil meraih tujuannya.

Latar belakang

Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir.

Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya.

Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.

Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan kotbahnya yang bertujuan untuk menggerakkan bahkan membakar walaupun pada faktanya kabar itu tidak benar dan bersifat propaganda untuk menimbulkan kebencian terhadap umat muslim kabar itu ialah : "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah ia sebagai milikmu." inilah perkataan yang dianggap sebuah momentum pergerakan kaum kristiani eropa dan juga sebuah pencapaian yang luar biasa dari Urbanus untuk dapat menguasai timur yang gerbangnya ialah yerusalem tanah suci bagi tiga agama dan kaum yaitu yahudi,kristiani dan muslim.

"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina dengan menggunakan kata-kata propaganda pemimpin mereka, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang eropa terutama Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak dan terbakar karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat juga untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan kaum Muslim.

Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyuciankata mereka kaum ulama eropa kalau tujuannya benar tetapi ada niat terselubung yang memang kaum eropa ingin lakukan dari zaman Alexander the great sampai zaman imperium roma yaitu penaklukan daerah timur.

Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.

Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah dan pembantaian terhadap kaum muslim mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan" yang kita semua tahu bahwa sebab berhasilnya perang salib I ini adalah ketidaktahuan para umat baik itu muslim, kristen dan yahudi di yerusalem bahwa mereka datang untuk menyerang karena itulah para muslim tidak menyiagakan pasukannya dan memang yang pada waktu itu yerusalem bukan daerah kekuasaan atau jajahan kekaisaran muslim, biadabnya lagi yang mereka bantai adalah para penduduk dan pedagang muslim yang sudah menyerah,inilah yang menyebabkan kebencian umat islam. Seorang pengamat yang merestui tindakan biadab tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda".dan memang kaum kristiani eropa cenderung menutupi kejadian ini dan yang semacam ini, demi nama baik mereka, tidak seperti pembantaian kaum yahudi yang selalu mereka gembar-gemborkan.

Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan yang dikarenakan para kaum muslim telah tersadar dan mengirimkan bala tentaranya Mereka kaum kristiani eropa mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat.

Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri.

Note:
Baca soal Ordo Bait Allah di Thread Knights Templar


-dipi-
 
Perang Salib Rakyat

Perang Salib Rakyat adalah bagian dari Perang Salib pertama dan berakhir kira-kira enam bulan dari April hingga Oktober 1096. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Salib Petani. Dipimpin oleh Walter the Penniless dan Peter the Hermit, pasukan tentara tersebut dikalahkan oleh pasukan tentara Seljuk di bawah pimpinan Kilij Arslan.


Perang Salib Jerman

Perang Salib Jerman 1096 adalah bagian dari Perang Salib pertama di mana tentara Perang Salib Rakyat, kebanyakan dari Jerman dan Perancis, menyerang komunitas Yahudi. Meskipun anti-semitisme telah ada di Eropa selama berabad-abad, ini merupakan pogrom massal pertama yang terorganisasi. Dalam beberapa kasus, otoritas dan pemimpin keagamaan berusaha melindungi orang Yahudi.
Pogrom (menghancurkan) adalah serangan penuh kekerasan besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya, yang dibarengi oleh penghancuran terhadap lingkungannya (rumah, tempat usaha, pusat-pusat keagamaan, dll.). Istilah ini secara historis digunakan untuk mengacu kepada tindakan kekerasan besar-besaran, baik secara spontan maupun terencana, terhadap orang Yahudi, namun kini juga diberlakukan terhadap kejadian-kejadian serupa terhadap kelompok-kelompok lain, yang umumnya adalah kelompok minoritas.

Perang Salib 1101

Perang Salib 1101 adalah sebuah perang salib dari 3 gerakan yang terpisah, diatur tahun 1100 dan 1101 setelah kesuksesan Perang Salib Pertama.

Perang Salib Pertama yang berhasil menyarankan panggilan bantuan dari Kerajaan Yerusalem yang baru dibentuk, dan Paus Paschal II mendorong adanya ekspedisi baru. Ia terutama mendorong yang telah melakukan janji perang salib namun tidak pernah berangkat, dan yang telah memutar balik selama perjalanan. Beberapa orang ini telah menerima caci maki di rumahnya dan menghadapi tekanan agar kembali ke timur; Adela dari Blois, istri Stephen, Raja Blois, yang telah melarikan diri dari Pertempuran Antiokhia tahun 1098, juga sangat kecewa dengan suaminya bahwa dia tidak akan mempersilahkannya tinggal di rumah.
Kerajaan Yerusalem adalah sebuah kerajaan Kristen yang didirikan tahun 1099 setelah terjadinya Perang Salib Pertama. Kerajaan ini terus bertahan selama 200 tahun sampai akhirnya pada tahun 1291 ketika pos terakhir, Akko dihancurkan oleh Mamluk.

Kerajaan ini membuat terjadinya jihad dan persatuan di dunia Muslim dan mulai merebut kembali teritori yang telah hilang. Kota Yerusalem jatuh ketangan Salahuddin Ayyubi tahun 1187, dan pada abad ke-13, kerajaan ini mundur menjadi jalur kecil sepanjang pantai laut tengah, didominasi oleh beberapa kota. Pada periode ini, kadang-kadang kerajaan ini merujuk kepada "Kerajaan Akko", kerajaan ini didominasi oleh Dinasti Lusignan dari Kerajaan Siprus. Kerajaan ini juga didominasi oleh Venisia dan Genoa. Sementara itu, teritori Muslim lainnya dipersatukan oleh Dinasti Ayyubiyyah dan nantinya oleh Dinasti Mamluk di Mesir. Sultan Mamluk Khalil dan Baibars menguasai kembali seluruh benteng tentara salib dan menghancurkan kerajaan ini tahun 1291.


Bersambung


-dipi-
 
Perang Salib Kedua

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah Perang Salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini terjadi akibat jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara-negara Tentara Salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali runtuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyebrangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus; setelah melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dapat ditaklukan oleh bangsa Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melakukan serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur gagal dan merupakan kemenangan besar bagi pihak Muslim. Kegagalan ini menyebabkan jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12.

Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.

Latar belakang

Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara salib yang didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah dan memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu, daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka ke arah Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid, nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh penulis kronik Usamah ibn Munqidh.

Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa diberitakan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu kemudian oleh duta besar dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang menerbitkan bula kepausan Quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145, yang memerintahkan dilaksanakannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib: ini merupakan penyebutan Prester John yang pertama kali didokumentasikan. Eugenius tidak menguasai Roma dan tinggal di Viterbo, namun demikian, perang salib diartikan untuk lebih mengatur dan menguasai daripada Perang Salib Pertama: beberapa pendeta akan diterima oleh paus, angkatan bersenjata akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa, dan rute penyerangan akan direncanakan.

Tanggapan terhadap bula kepausan perang salib sedikit, dan harus dikeluarkan kembali saat Louis VII akan mengambil bagian dalam ekspedisi. Louis VII dari Perancis juga telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus, di mana ia mengumumkan kepada istanannya di Bourges pada tahun 1145. Hal ini diperdebatkan saat Louis merencanakan perang salibnya sendiri, saat ia hendak memenuhi janjinya kepada saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi ke Tanah Suci, di mana ia akhirnya dihentikan oleh kematian. Mungkin Louis memilih pilihannya dengan bebas dengan mendengar tentang Quantum Praedecessores.

Dalam beberapa hal, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, di mana ia akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernard dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui kembali ke Eugenius. Kini Louis telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernard untuk berceramah di Perancis.


Bersambung


-dipi-
 
Bernard dari Clairvaux

Paus memerintahkan Bernard untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi yang sama untuk itu sebagaimana diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama. Parlemen diundang di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernard berkhotbah dihadapan dewan. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin hadir dan tiarap dibawah kaki Bernard untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernard. Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernard kemudian menuju ke Jerman, dan mukjizat-mukjizat dilaporkan semakin lama semakin banyak hampir di setiap langkahnya yang menandai keberhasilan misinya.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernard bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan serangan terhadap orang Yahudi; pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer, dengan Rudolf menyatakan Yahudi tidak membantu secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernard menentang serangan tersebut dan berkelana dari Flander ke Jerman untuk menyelesaikan masalah dan menenangkan massa. Bernard lalu bertemu Rudolf di Mainz dan berhasil membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.


Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua dipanggil, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang Jerman Utara tidak mau mengikutinya. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernard bahwa mereka lebih ingin berperang melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan Divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia, dan juga terdapat bangsa Bohemia. Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye itu sendiri dipimpin oleh keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.
Bulla kepausan adalah semacam segel (bahasa Latin: bulla) yang dikeluarkan oleh seorang paus. Bulla kepausan pada awalnya dikeluarkan oleh paus untuk berbagai macam komunikasi untuk publik, tetapi setelah abad ke-15, hanya untuk perayaan formal. Bulla kepausan telah digunakan sejak abad ke-6.

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, menyebabkan pergerakan tentara salib pada akhir musim panas tahun 1147. Setelah mengeluarkan Obotrit dari teritori Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara perang salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, "Apakah itu bukan tanah kita hingga kita hendak menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita hendak bertarung lawan mereka?" Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisiun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah mencapai kota Kristen Stettin, lalu sesudah itu tentara salib dibubarkan setelah bertemu Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania. Menurut Bernard dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan". Namun, tentara salib gagal merubah agama kebanyakan Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen dibubarkan, "Jika mereka ingin agar Kekristenan mengakar kuat ... yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya melalui pengajaran, bukan menggunakan senjata."

Pada akhir perang salib, Mecklenburg dan Pomerania mengalami penjarahan dan depopulasi akibat maraknya pertumpahan darah, terutama oleh tentara Henry si Singa. Hal ini membantu membawa lebih banyak kemenangan Kristen di masa depan. Penduduk Slavia kehilangan banyak metode produksi, membatasi perlawanan mereka di masa depan.

Reconquista dan jatuhnya Lisbon

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur ekspansi perang salib ke semenanjung Iberia. Ia memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua. Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka berhenti di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk bertemu dengan Afonso I dari Portugal.

AfonsoI-P.jpg

Alfonso I dari Portugis

Tentara salib setuju untuk membantu Afonso menyerang Lisbon. Pengepungan Lisbon terjadi dari 1 Juli hingga 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tetapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang hampir sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya memimpin tentara salib Katalan dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari angkatan laut Genova-Pisa, kota ini berhasil diduduki pada Oktober 1147. Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, ia merebut Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova. Satu tahun kemudian, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.


Bersambung



-dipi-
 
huwaaaaaaaaaaaaa ka dipi, makasih banget ini kan materi Sejarah kelas 8, wah adikku gak perlu repot2 buka2 buku dan cari referensi jauh2 lagi deh
 
Lanjut ya...Masih Perang salib kedua


Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba merebut kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tetapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis bertemu di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh dari Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka melalui Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang memiliki sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhirnya diputuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan untuk berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi lebih lanjut. Di Perancis, Kepala biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan lebih lanjut dilakukan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah perwakilan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana untuk pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tetapi mereka tidak pergi sampai bulan Mei.

Rute Jerman

Tentara Salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di teritori Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Bizantium ditugaskan agar tidak terjadi masalah apapun. Terdapat pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut di dekat Philippopolis dan di Adrianopel, dimana jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Lebih buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel, dimana hubungan dengan Manuel kurang baik dan orang Jerman dipersilakan untuk menyebrang menuju Asia Kecil secepat mungkin. Manuel ingin Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di belakang untuk membantunya bertahan melawan serangan dari Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun ia adalah musuh dari Roger.

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang hampir dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 pada pertempuran kedua Dorylaeum.

Turki Seljuk menggunakan taktiknya dalam berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.

Rute Perancis

Tentara Salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.

Sejak negosiasi awal diantara Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat mengkonsentrasikan pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang memiliki reputasi buruk akibat pencurian dan pengkhianatan sejak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis lebih baik daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat dikendalikan oleh Louis.

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia Kecil melalui kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah merebut Iconium, tetapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Baik Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang dibuat oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang direbutnya kepada Bizantium.

Pasukan Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan mereka tiba di Efesus pada bulan Desember, dimana mereka mempelajari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan serangan terhadap mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak ada jaminan bahwa Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai serangan Seljuk dan lalu bergerak keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus. Pasukan Perancis memenangkan perrtempuran tersebut.

Mereka mencapai Laodicea pada Januari 1148, hampir pada waktu yang sama setelah pasukan Otto dari Freising dihancurkan di wilayah yang sama. Melanjutkan serangan, barisan depan dibawah Amadeus dari Savoy terpisah dari sisa pasukan, dan pasukan Louis diikuti oleh Turki. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang lebih lanjut dan pasukan Perancis bergerak menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga telah dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi ingin bergerak melalui wilayah demi wilayah, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlabuh ke Antiokhia. Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hampir dihancurkan seluruhnya, baik karena serangan Turki maupun karena sakit.


Bersambung



-dipi-
 
Perjalanan menuju Yerusalem

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat akibat badai; Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman dari Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan ia membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tetapi Louis menolak. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan peziarahannya di Yerusalem daripada fokus dalam aspek militer perang salib. Raymond ingin agar Aliénor, istri dari Louis, tetap berada di belakang dan menceraikan Louis jika ia menolak membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai. Fulk, Patriark dari Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang berhenti di Lisbon tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tetapi target yang lebih diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.

Dewan Akko

Kebangsawanan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa dewan harus melaksanakan pertemuan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlangsung pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour bertemu dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, dekat kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Pertemuan ini adalah pertemuan Cour yang paling mengagumkan. Tidak ada orang dari Antiokhia, Tripoli, atau bekas County Edessa yang hadir. Baik Louis dan Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menunjuk bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijaksana, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang patut diperhatikan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan bergerak menuju Damaskus. Dari keseluruhan, terdapat sekitar 50.000 pasukan.

Pengepungan Damaskus

Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, dimana kebun buah akan memberi mereka makanan. Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk serangan tersebut dan langsung menyerang pasukan yang bergerak melalui perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan, dimana mereka rentan terhadap serangan gerilya.

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk bergerak ke bagian timur, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi lebih kurang lagi persediaan makanan dan airnya. Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan Nuruddin di lapangan, sangat tidak mungkin untuk kembali ke posisi mereka yang lebih baik. Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kota. Pertama Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka diikuti oleh pemanah Turki yang menyerang mereka.

Akibat

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain. Rencana baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak ada bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan akibat kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini akan berkepanjangan akibat kekalahan mereka, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon ditinggalkan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperdalam aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernard meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah akibat dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk memanggil perang salib baru gagal, ia mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua. Ia meninggal dunia pada tahun 1153.

Perang Salib Wend mencapai beberapa hasil. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen juga menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark. Namun, pemimpin Kristen yang berbeda memperlakukan pemimpin Kristen lain dengan kecurigaan dan saling menuduh telah mensabotase kampanye. Di Iberia, kampanye di Spanyol, bersama dengan pengepungan Lisbon, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan selesai pada tahun 1492.

Serangan terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada Kerajaan Tentara Salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III akhirnya mengepung Ascalon pada tahun 1153, yang membawa Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan merebut Kairo pada tahun 1160. Namun, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana dari Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Bizantium dan berpartisipasi dalam invasi Mesir tahun 1169, tapi ekspedisi ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jendral Nuruddin, menjadi Sultan Mesir, mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara Salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium berakhir dengan kematian kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut semua ibukota dari negara-negara tentara salib, menyebabkan terjadinya Perang Salib Ketiga.


-dipi-
 
Perang Salib Ketiga

Perang Salib Ketiga (1189–1192), juga dikenal sebagai Perang Salib Para Raja, adalah sebuah perang yang dikobarkan para pemimpin Eropa untuk mendapatkan kembali Tanah Suci dari tangan Shalahudin Al-Ayyubi dalam rangkaian Perang Salib.
Tentang Shalahudin Al-Ayyubi bisa dibaca di thread ini
Setelah Perang Salib Kedua, dinasti Zengid yang berhasil mengontrol Suriah terlibat dalam konflik dengan Mesir pimpinan dinasti Fatimiyah, yang berakhir dengan bersatunya Mesir dan Suriah di bawah pimpinan Shalahudin Al-Ayyubi. Shalahudin Al-Ayyubi kemudian menggunakan kekuatannya untuk menaklukan Yerusalem pada tahun 1187. Serangan salib ketiga ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Eropa yang paling terkenal: Friedrich I Barbarosa dari Jerman, Richard I Lionheart dari Inggris dan Phillip II dari Perancis. Namun di antara mereka ini sendiri terjadi perselisihan dan persaingan yang tidak sehat, sehingga Friedrich mati tenggelam, Richard tertawan (akhirnya dibebaskan setelah memberi tebusan yang mahal), sedang Phillip bergegas kembali ke Perancis untuk merebut Inggris justru selama Richard tertawan.

Kegagalan dari Perang Salib Ketiga lalu mengarah pada panggilan untuk Perang Salib Keempat enam tahun setelah Perang Salib Ketiga berakhir pada 1192.
Richard I dari Inggris

Richard I (6 September 1157 – 6 April 1199) adalah raja Inggris antara tahun 1189 sampai 1199. Ia sering juga dijuluki Richard si Hati Singa (Inggris: Lionheart, Perancis: Cœur de Lion) karena keberaniannya. Ia adalah anak ketiga dari Henry II dari Inggris, dan merebut tahta Inggris dari ayahnya dengan bekerja sama dengan Phillip II dari Perancis pada tahun 1189. Richard I terkenal sebagai salah satu tokoh dalam Perang Salib, di mana salah satu keberhasilannya dalam perang tersebut adalah merebut Siprus untuk mendukung pasukan Perang Salib. setelah sampai di Acre Richard kemudian merebut Kota Acre pada tahun 1191 dan kemudian Richard mulai mengarahkan Pasukannya untuk menyerbu Yerusalem. Pasukan Richard berjalan melalui garis pantai antara kota Acre dan Jaffa ketika perjalanan menuju Kota Jaffa pasukan Richard dihadang pasukan Saladin dan terjadilah pertempuran didekat kota Arsuf yang dimenangkan Richard dan memaksa Saladin mundur ke Yerusalem untuk bertahan. Richard akhirnya memasuki kota jaffa tanpa perlawanan karena kota sudah dibakar oleh Saladin.
Fakta-Fakta Menarik dalam Perang Salib

  1. Richard the Lion heart, yang terkenal sebagai Raja Inggris, dan konyolnya beliau tidak bisa bahasa inggris. Karena sejak kecil dia selalu berada di Prancis. Dia cuma numpang lahir di Inggris. Bahkan konon, beliau lebih mahir bahasa Arab daripada bahasa Inggris.
  2. Raja Richard berada di Inggris dalam masa pemerintahannya hanya selama 11 bulan. Permaisurinya, Queen Berengaria of Navarre, malah tidak pernah ke Inggris sama sekali. Oleh karena itu Richard juga dikenal sebagai ” The Absent King
  3. Saking tidak percayanya dengan motivasi rekannya sesama ekspedisi perang salib, Raja Richard pernah mengatakan : “Saya lebih rela Yerusalem dipimpin oleh seorang Muslim yang bijak dan berjiwa ksatria daripada kota suci itu jatuh ketangan para baron Eropa yang hanya mengejar kekayaan pribadi “
  4. Pada suatu peristiwa di pertempuran di Jaffa, ketika pasukan kavaleri Tentara Salib merasakan kelelahan, Richard sendiri memimpin pasukan tombak melawan kaum muslim. Saladin nyaris berada di sisinya dengan penuh kekaguman. Saat dia melihat kuda Richard terjatuh di bawahnya, seketika Sultan mengirimkan tukang kudanya ke medan pertempuran dengan dua ekor kuda yang masih segar untuk Raja Inggris yang berani itu.
  5. Ada juga cerita mengenai Richard yang memasuki Yerusalem dengan menyamar dan makan malam bersama Saladin : mereka benar-benar saling bersikap ramah. Dalam rangkaian perbincangan, Richard bertanya kepada Sultan tentang bagaimana pandangannya mengenai Raja Inggris. Saladin menjawab bahwa Richard lebih mengunggulinya dalam sifat keberaniannya sebagai seorang ksatria, tapi kadang-kadang dia cenderung menyia-nyiakan sifatnya ini dengan terlalu gegabah dalam pertempuran. Sedangkan menurutnya Richard, Saladin terlalu moderat dalam memperkuat nilai-nilai keksatriaan, bahkan dalam pertempuran
  6. Ketika ada salah satu panglima perang saladin memberontak, Richard membunuhnya dan menyerahkan kepalanya pada saladin serta berkata, “Aku tidak ingin orang ini mengacaukan “permainan” kecil kita”. Dan keesokan harinya mereka bertempur sengit.
  7. Pernah dalam suatu pertempuran, Richard melihat bahwa pedang saladin tumpul dan dia menghentikan perang hari itu untuk memberikan kesempatan agar saladin mengasahnya
  8. Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin mengirimkan dokter terbaiknya untuk mengobati Richard. Kapan lagi kita bisa mendapatkan pemimpin kaum muslim yang memiliki akhlak seperti Salahuddin?
  9. Orang Eropa pada awalnya menyebut orang Muslim sebagai Barbarian, tetapi akibat kontak yang intensif dari perang salib, Lambat laun mereka menyadari bahwa yang barbar sesungguhnya adalah mereka. Jika ditilik dari tingginya peradaban budaya dan ilmu kaum muslimin saat itu.
  10. Menurut catatan sejarah, pada saat perang salib, semua wanita dan pelacur di usir keluar dari kamp crusaders. Seluruh crusaders harus suci secara jasmaniah, bebas dari nafsu. Tapi ada satu grup wanita yg bebas keluar masuk camp crusaders yaitu tukang cuci baju. Bahkan kalau satu grup tukang cuci mau bepergian antar kota, mereka dijaga oleh sepasukan knight, dan dibuntuti pasukan infantri. Kalau iring-iringan ini diserang, keselamatan para tukang cuci ini no.1. Waktu ditawan pasukan muslim, para tukang cuci ini lebih dihormati daripada prajurit biasa. Sampai-sampai Richard The Lion Heart juga rela membayar ransum buat para tukang cuci itu
  11. Ketika Frederick Barbarossa (kakek kaisar Frederik II) meninggal pada ekspedisi perang salib III, banyak ksatrianya yang menganggap bahwa ini adalah kehendak Tuhan dan banyak yang bergabung dengan kaum muslim. Lalu yang tersisa membawa jasad Barbarossa menuju ke yerusalem dengan anggapan nanti Barbarosa akan terlahir kembali.
  12. Frederick II Kaisar Jerman, punya hubungan khusus dengan Sultan Malik dari Mesir di perang salib V. Beliau merasa di jaman itu (jaman dark ages), satu-satunya yang sebanding dengan dia di masalah budaya dan personality adalah pangeran-pangeran dari kerajaan muslim. Oleh karena itu gaya hidupnya agak nyentrik (dia berpoligami, padahal seorang Katolik tidak demikian).
  13. Waktu terpaksa harus berpartisipasi dalam perang salib, Frederick II berhasil merebut Jerusalem, Betlehem dan Nazareth tanpa meneteskan setitik darahpun. Walaupun sebenernya dia cuma menyewa ke 3 kota tersebut dari sahabatnya si sultan Malik dari Mesir
  14. Pernah ada kejadian Frederick II memukul pendeta yang masuk ke dalam masjid dan memperingatkan agar jangan melakukan hal itu lagi. Sedangkan al-Malik pernah dinasehati oleh Knight Templar agar membunuh Frederick II pada saat pengawalannya sedang longgar. Mengetahui hal tersebut, al-Malik segera menyuruh Frederick II agar segera pergi dari situ karena keadaannya ‘berbahaya’.
  15. Kekalahan pasukan Arab lebih sering karena mereka terpancing melakukan serangan terbuka melawan kavaleri berat Eropa. Dimana disiplin serta pengalaman tempur sukarelawan Jihad kalah jauh dari satuan tempur veteran Eropa khususnya ordo-ordo militer seperti Templar, Hospitallers dan Teutonic Knight.
  16. Kekalahan pihak Eropa umumnya akibat dari insubordinasi alias kurang kuatnya komando tunggal dalam kesatuan tentara yang terdiri dari elemen-elemen berbeda dari para baron dan ordo militer yang sebenarnya saling tidak suka satu sama lainnya. Selain itu dalam beberapa kekalahan, para tentara bayaran ( mercenary ) dan sukarelawan Eropa seringkali terlalu cepat meninggalkan barisannya untuk menjarah kota-kota Islam yang hampir ditaklukannya. Hal itu membuat pasukan Islam yg sebenarnya sudah terpojok bisa melakukan counter-attack
  17. Pasukan turki khwaraziman yang menyerang jerusalem tahun 1244 waktu itu dikontrol oleh keturunan genghis khan, Eljigidei. Yang lucu dari pasukan ini adalah pasukannya mayoritas beragama Buddha bahkan komandan Hulegu khan juga seorang Buddhis.
  18. Sebenarnya pengiriman para Crusader salah alamat, kaum Turki Seljuk yang banyak mengganggu ziarah kaum kristiani ke Yerusalem sudah diusir oleh khalifah Mesir. Akan tetapi lamanya perjalanan serta miskinnya informasi membuat pemimpin Crusader tidak mendengar pergantian kekuasaan di Yerusalem.
  19. Divisi elit pasukan berkuda Cossack di Rusia dan Musketer berkuda di Prancis karena terinspirasi suksesnya pasukan berkuda pemanah bangsa Arab. Pasukan berkuda bukan hanya sebagai pasukan sayab tapi menjadi pasukan khusus
  20. Membangun sepasukan knights memakan biaya yang sangat besar. Seorang raja sekalipun di abad pertengahan paling hanya memiliki sekitar 100 – 300 Full Knight dengan Heavy Horse yang berdinas dibawah komandonya secara full – time. Biasanya para raja akan mengumpulkan seluruh Knight yang berada di bawah para duke dan baronnya apabila menghadapi pertempuran besar.
  21. Para Knights umumnya adalah anak para ningrat yang tidak memiliki hak waris. Di masa itu seperti juga para bangsawan dimana saja, kekayaan dan kekuasaan sang ayah hanya diwarisi oleh putra sulungnya, kecuali tingkat raja atau baron kaya dimana putra ke dua hingga ke 3 masih mungkin mewarisi satu county atau estate dengan kastil kecil. Putra-putra yang tidak atau merasa kurang memiliki kekayaan biasanya sejak remaja mengasah diri dengan ketrampilan perang. Mereka kemudian pada usia tertentu (15-16 tahun ) di inagurasi menjadi knight oleh raja atau baron tempat dia mengabdi.
  22. Ada sebuah aturan yang tidak pernah dilanggar oleh kedua belah pihak sewaktu perang salib. Yaitu Fakta Nobility atau Hukum Chivalry yang berlaku di abad pertengahan bahwa raja tidak boleh membunuh sesama raja. Khususnya apabila tertawan. Salah satu kode etik knights dan para noble adalah mereka pantang membunuh keluarga atau orang2 dari keturunan ningrat yang menyerah/tertawan dalam pertempuran. Akan tetapi khusus buat religius-military Order spt Templar, Hospitaller dan Teutonic dalam perang Salib, peraturan itu tidak berlaku terhadap para noble/ningrat Muslim. Kecuali dalam kondisi khusus atau mendapat spesial order dari pemimpin Crusader yang mendapat mandat langsung dari Paus. Dalam tradisi Arab sendiri, seorang raja pantang membunuh sesama raja. Hal itu yang diterapkan Saladin ketika dia tidak membunuh Guy of Lusignan, raja kerajaan Latin di Yerusalem ketika berhasil memenangkan pertempuran Hattin
  23. Saladin pernah melanggar etika dan hukum perang Islam yg selalu dia junjung tinggi ketika dia mengeksekusi semua tawanan Ksatria Templar dan Hospitaller ketika dia memenangkan pertempuran Hattin. Sementara Richard The Lion Heart juga pernah melanggar kode etik Chivalry serta etika Noble-nya saat dia mengeksekusi 2000 serdadu Saladin yang tertawan di depan gerbang Acre/Akko
  24. Kalau selama ini kita mendengar bahwa Saladin itu komandan yg santun, maka salah satu panglima mamluk yaitu Baybar adalah komandan yang garang. Tidak kalah garangnya dalam soal bunuh-membunuh seperti crusaders. Kalau crusaders dibawah pimpinan Richard pernah menghukum mati seluruh tawanan muslim di Aacre, pasukan Baybar juga membunuh semua orang kristen di Acre, termasuk pendeta dan perempuan. bahkan dia berkirim surat ke komandan crusaders untuk menceritakan detil pembantaian di dalam suratnya. Baybar bahkan sampai membuat lingkungan acre jadi gurun agar di masa depan sulit untuk jadi pangkalan crusaders lagi.
  25. Saat pengepungan kota Acre, Baybars menggunakan siege weaponnya selain sebagai senjata penghancur berat jarak jauh, juga sebagai senjata psikologi dan biologi. Senjata katapel-nya tidak hanya melontarkan batu ke arah kota, tapi juga mayat pasukan musuh, tawanan anak-anak yang masih hidup serta bangkai binatang spt kuda, unta dll. Di abad pertengahan hal itu kerap disebut sbg ‘humor pasukan artileri’. Namun Baybars melakukannya lebih intensif dan mengerikan.
  26. Akibat dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Maka, Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad.Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.



-dipi-
 
Perang Salib Keempat


Perang Salib Keempat (1202-1204) pada awalnya dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir. Sebaliknya, pada April 1204, Tentara Salib dari Eropa Barat menyerang dan menaklukkan Kristen (Ortodoks Timur) kota Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan terakhir di skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma.
Gereja-Gereja Ortodoks, adalah nama sebuah kelompok denominasi gereja yang pengikutnya terutama berada di Eropa Timur dan daerah pesisir timur Laut Tengah. Selain itu, Gereja Ortodoks juga terdapat di India, Jepang, dan sekarang juga di Indonesia.

Umat gereja Ortodoks beribadat mengikuti Ritus Bizantin dan tata-tertib gerejawi Bizantium karena pengaruh Gereja Konstantinopel (Bizantium). Selama milenium (seribu tahun) pertama Kekristenan, lima wilayah yaitu Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia, Roma dan Konstantinopel berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci), Katolik (Penuh/Universal) dan Apostolik (Rasuli). Perkembangan politik dan jatuhnya Romawi Barat ke tangan suku-suku Jerman mengakibatkan jarangnya komunikasi antara Gereja Barat (Roma) dan Gereja Timur (Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia dan Konstantinopel). Pada tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi Patriarkh Konstantinopel, yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma (satu-satunya wilayah patriarkhal Gereja Barat), Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut pandangan Gereja Timur (empat wilayah patriarkhal), Roma lah yang jatuh dalam kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea) dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Perpecahan ini disebut skisma. Sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang sama.
Latar belakang

Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192), Yerusalem kini telah dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah, yang memerintah seluruh Syria dan Mesir, kecuali untuk beberapa kota di sepanjang pantai masih dikuasai oleh tentara salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat di Acre. Perang Salib Ketiga juga telah mendirikan sebuah kerajaan di Siprus.

Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyeruan perang salib baru menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang berangkat dari Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis. Beberapa daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci, termasuk orang-orang di bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari Halberstadt, bersama-sama dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus Innosensius, dengan larangan penyerangan terhadap negara-negara Kristen.



-dipi-
 
Perang Salib Anak-anak (The Children's Crusade)


ChildrensCrusade02-l.jpg


Perang Salib Anak-Anak merupakan julukan yang diberikan untuk beberapa karangan atau kejadian sesungguhnya yang terjadi pada tahun 1212. Seluruh peristiwa ini mengandung berbagai unsur seperti: tujuan dari seorang anak laki-laki dari Perancis atau Jerman; hasrat untuk memurtadkan masyarakat Islam di Tanah Suci secara damai; sekumpulan anak-anak yang menuju ke Italia; dan anak-anak yang dijual menjadi budak. Suatu analisa yang diterbitkan pada tahun 1977 memaparkan sebuah keganjilan kepada peristiwa ini dan kebanyakan ahli sejarah sekarang percaya bahwa mereka itu bukanlah (atau bukan hanya) anak-anak tetapi beberapa kumpulan orang miskin di Jerman dan Perancis yang setengahnya hijrah ke Tanah Suci dan sebagian lainnya tidak. Kebanyakan versi awal peristiwa ini yang diceritakan selama berabad-abad diragukan kebenarannya.

Versi kuno

Pandangan tradisi mengenai Perang Salib anak-anak yang terdapat pelbagai versi yang mempunyai tema serupa. Seorang anak laki-laki awalnya berkotbah di Perancis atau Jerman dengan menyerukan Yesus memberkatinya dan memberitahu dia supaya memimpin pasukan untuk memurtadkan orang Islam secara damai. Melalui beberapa kejadian mukjizat, budak ini mendapat pengikut yang dapat dikatakan banyak sekitar 30,000 anak-anak. Dia memimpin pengikutnya ke selatan ke arah Laut Mediterania, dengan kepercayaan laut itu akan terbelah apabila ketika mereka sampai dan mempersilahkan mereka melanjutkan perjalanan menuju Yerusalem. Tetapi itu semua tidak pernah terjadi. Dua orang saudagar pun kemudian bersedia kanak-kanak ini menumpang ke dalam kapal mereka. Tetapi malah anak-anak tersebut dibawa ke Tunisia dan dijual sebagai budak dan sebagian mati karena kapal mereka karam di Pulau San Pietro ketika angin ribut kencang. Dalam versi yang lain, mereka gagal sampai ke laut karena mati kelaparan.

Versi modern

Dalam analisa terkini menunjukkan terdapat dua pergerakan manusia pada setiap tingkatan usia pada tahun 1212 di Jerman dan Perancis. Persamaan kedua pergerakan ini untuk menyamakan dengan cerita ini.

Dalam pergerakan pertama, Nicholas, seorang penggembala dari Jerman, memimpin satu kumpulan dari Alps ke Italia pada awal musim semi tahun 1212. Sebanyak 7,000 orang sampai di Genoa pada akhir bulan Agustus. Tetapi rencana mereka gagal karena air laut tidak terbelah seperti yang dijanjikan dan kumpulan itu berpecah. Setelah kembali ke kampung halaman, ada yang ke Roma dan mungkin ada yang ke Marseilles di mana kemungkinan mereka dijual sebagai budak. Hanya sedikit yang kembali ke kampung halaman dan tidak ada seorang pun sampai ke Tanah Suci.

Dalam pergerakan kedua dipimpin oleh penggembala Perancis bernama Stephen dari Cloyes yang menyerukan bahwa dia mempunyai perjanjian antara Raja Perancis dengan Yesus. Dia berhasil membuat pasukan sebanyak 30,000 orang di mana beliau digosipkan mempunyai keajaiban. Dengan perintah Raja Philip II dan penasehat dari Universitas Paris, mereka kemudian pulang kembali ke rumah masing-masing.



-dipi-
 
Perang Salib Kelima


Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.

Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan terhadap Yerusalem akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim. Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba. Untuk menyerang Damietta di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia, yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara Salib dari pertempuran di dua front.

Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam oleh Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian perdamaian delapan tahun dengan Mesir.

Seruan untuk berperang

Pada musim semi 1213, Paus Inosensius III menerbitkan bula kepausan Quia maior, yang menyerukan kepada seluruh Dunia Kristen untuk bergabung dalam sebuah Perang Salib yang baru. Namun raja-raja dan kaisar-kaisar Eropa, sedang sibuk berperang di antara mereka sendiri. Pada saat yang sama, Paus Inosensius III tidak menginginkan bantuan mereka, karena perang salib sebelumnya yang dipimpin oleh raja-raja pernah gagal. Ia memerintahkan diadakanya prosesi, doa, dan mengkhotbahkan seruan untuk mengorganisir Perang Salib itu, dengan harapan untuk melibatkan penduduk umumnya, para bangsawan kecil, dan para ksatria.

Pesan yang mengandung seruan berperang ini disampaikan di Prancis oleh Robert dari Courçon. Namun, berbeda dengan Perang Salib lainnya, tidak banyak ksatria Prancis yang ikut serta, karena mereka sudah berperang dalam Perang Salib Albigensia melawan sekte Kathar yang sesat di Pranis selatan.

Pada 1215 Paus Inosensius III menghimpun Konsili Lateran IV. Dengan rekan-rekannya, antara lain Patriarkh Latin dari YJerusalem, Raoul dari Merencourt, ia membahas perebutan kembali Tanah Suci, di antara urusan gereja lainnya. Paus Inosensius ingin peperangan ini dipimpin oleh kepausan, seperti yang mestinya terjadi dengan Perang Salib Pertama untuk menghindari kesalahan-kesalahan Perang Salib Keempat, yang diambil alih oleh bangsa Venezia. Paus Inosensius merencanakan para perwira Salib bertemu di Brindisi pada 1216, dan melarang perdagangan dengan pihak Muslim, untuk memastikan bahwa para perwira Salib akan memiliki kapal dan senjata. Setiap perwira Salib akan menerima indulgensi, termasuk mereka yang hanya ikut menolong membayar biaya-biaya seorang perwira Salib, namun tidak pergi sendiri dalam peperangan.
Indulgensi adalah pengurangan hukuman (yang diakibatkan oleh dosa) untuk dosa yang sudah diampuni.

Dalam ajaran Katolik, Tuhan memberikan wewenang kepada Gereja untuk memberikan indulgensi karena melakukan perbuatan-perbuatan atau doa-doa tertentu, sehingga saat melakukan perbuatan atau doa tersebut, dapat memperoleh indulgensi. Meskipun indulgensi tidak dapat dipergunakan untuk orang lain yang masih hidup, seseorang dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian agar lebih cepat tiba di surga dengan mempergunakan indulgensi yang kita terima untuk membantu mereka melunasi hutang dosa mereka kepada Tuhan.



-dipi-
 
Perang Salib Keenam

Perang Salib Keenam dimulai pada tahun 1228 sebagai upaya untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu dimulai tujuh tahun setelah kegagalan Perang Salib Kelima. Frederick II, Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya secara luas dalam Perang Salib Kelima, dengan pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia gagal mendampingi pasukannya secara langsung, walau ada dorongan dari Honorius III dan kemudian Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan posisinya di Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun, Frederick berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III.

Pada 1225 Frederick menikahi Yolande dari Yerusalem (juga dikenal sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan Yerusalem, dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada kerajaan yang terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha memulihkannya. Pada 1227, setelah Gregorius IX menjadi Paus, Frederick dan pasukannya berlayar dari Brindisi menuju Acre, tetapi karena sebuah epidemi penyakit menyebabkan ia kembali ke Italia. Gregorius mengambil kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick untuk tentara salib yang melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti Frederick sudah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan.

Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk bernegosiasi dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, dan berlayar ke Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan September.

Perang Salib Ketujuh

Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah perang salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan tahunan dari Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap dan Mesir dikalahkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.

Latar Belakang

Pada 1244, para Khwarezmians merebut Yerusalem dalam perjalanan mereka ke sekutu dengan Mamluk Mesir. Sehingga kembali Yerusalem dikuasai muslim, namun kejatuhan Yerusalem tidak lagi merupakan sebuah peristiwa menghancurkan dunia Kristen Eropa, yang telah melihat perpindahan kota itu dari kistiani kepada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk perang salib baru.

Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan perjuangan kepausan-kekaisaran. Frederick ditangkap dan dipenjarakan ulama dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan pada 1245 ia secara resmi digulingkan oleh Innosensius IV. Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya saudara Raja Louis, pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan demikian, Kaisar Romawi Suci tidak dalam posisi untuk perang salib. Henry III dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan masalah lain di Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik, yang terlibat dalam Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis sedang pergi berperang raja Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak menyerang tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari Norwegia untuk perang salib, mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta besar, tapi sekali lagi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang tertarik memulai perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi Timur pada 1245.

Perang Salib Utara

Perang Salib Utara atau Perang Salib Baltik adalah perang salib yang dilakukan oleh raja Denmark dan Swedia, melawan orang-orang yang menganut paganisme di Eropa Utara sekitar pantai utara dan timur Laut Baltik. Kampanya Swedia dan Jerman melawan Gereja Ortodoks Rusia juga dikatakan sebagai bagian dari Perang Salib Utara.


-dipi-
 
Kondisi Sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa bagian Barat dimana pada masa Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Sungguh pun demikian, banyak pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada masa Renaissance.

Politik dan Budaya

Perang Salib amat mempengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.

Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Di antara narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya perang salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.


-dipi-
 
Sejarah sering kali berulang.......atau malah sudah terulang spt di Ambon & Poso??...semoga tidak ada lagi konflik spt ini di bumi Indonesia...
 
Back
Top