All About Romawi

Dipi76

New member
Kerajaan Romawi


Platner_-_Ancient_Rome_city_growth.jpg

Wilayah Kerajaan Romawi​


Kerajaan Romawi (Latin: Regnum Romanum) adalah sebuah pemerintahan monarki di kota Roma dan wilayah kekuasaannya. Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah Kerajaan Romawi karena tidak ada sumber tertulis yang berasal dari zaman tersebut. Kebanyakan sumber ditulis selama masa Republik dan Kekaisaran berdasarkan pada legenda. Sejarah Kerajaan Romawi bermula sejak pendirian kota tersebut, sekitar tahun 753 SM dan berakhir setelah penggulingan kekuasaaan para raja dan pendirian Republik pada tahun 509 SM.

Awal kerajaan

Kerajaan Romawi bermula dari pemukiman di sekitar Bukit Palatine di sepanjang sungai Tiber di Italia Tengah. Wilayah itu subur dan bukit-bukitnya menyediakan perlindungan sehingga tempat itu mudah dipertahankan. Hal ini ikut berperan dalam kejayaan Roma kelak. Pada awalnya Romulus dan Remus berselisih mengenai tempat akan didirikannya kota. Ketika Romulus sedang membangun tembok kota, Remus mengejek dan mengganggu pekerjaannya. Puncaknya adalah ketika Remus melewati wilayah Romulus, Remus dibunuh oleh Romulus. Menurut sumber dari Livy, Plutarch, Dionysius dari Halicarnassus dan yang lainnya, kerajaaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja dalam masa 243 tahun.

Ketika bangsa Galia menyerang Roma setelah Pertempuran Allia pada 390 SM, (menurut Polybius pertempuran tersebut terjadi pada 387/386 SM) mereka menghancurkan semua catatan sejarah, sehingga tidak ada catatan sejarah dari masa kerajaan.
Pertempuran Allia adalah pertempuran yang terjadi akibat invasi pertama bangsa Galia ke Italia. Pertempuran ini berlangsung di dekat Sungai Allia: kekalahan pasukan Romawi dalam pertempuran ini membuka rute bagi bangsa Galia untuk menyerang Roma. Pertempuran ini terjadi pada 390/387 SM.

Lembaga politik

Raja

Romawi awal adalah sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang raja (Latin: rex). Semua raja Romawi dipilih oleh rakyat Roma kecuali Romulus yang menjadi raja karena dia yang mendirikan Roma.

Dengan asumsi bahwa raja berdaulat penuh dan memegang kekuasaan tertinggi negara, maka raja juga adalah sekaligus:
  1. Kepala pemerintahan - memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola semua harta milik negara, dan mengawasi semua pekerjaan umum
  2. Kepala Negara - mengatur hubungan dengan kerajaan lain dan menerima duta besar.
  3. Pemimpin Legislatif - merumuskan dan mengajukan undang-undang.
  4. Panglima tertinggi - komandan militer Romawi dengan kekuasaan mengatur legiun, menunjuk pemimpin militer, dan menyatakan perang.
  5. Pemimpin keagamaan - mewakili Romawi dan rakyatnya di hadapan para dewa, memiliki kendali administratif atas agama Romawi.
  6. Hakim Agung - mengambil keputusan mengenai semua kasus pidana dan perdata.
Daftar raja yang pernah memerintah

Romulus

Romulus adalah raja pertama sekaligus pendiri Roma. Romulus mendirikan Roma di atas bukit Palatine. Setelah mendirikan Roma, Romulus mengizinkan semua laki-laki, baik manusia bebas ataupun budak, untuk datang dan menjadi warga Roma. Untuk menyediakan istri bagi warganya, Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin sehingga kerajaan Sabin memerangi Roma. Setelah berperang dengan kaun Sabin, Romulus berbagi gelar dengan raja Sabin, Titus Tatius. Pada masa pemerintahannya, Roma juga berperang dengan kerajaan Fidenate dan Veii.

Romulus memilih 100 orang bangsawan untuk membentuk senat sebagai dewan penasihat bagi raja. Setelah penggabungan dengan Sabin, Romulus menambah lagi 100 sebagai senat. Romulus membagi rakyatnya menjadi tiga puluh curiae (golongan), dinamai berdasarkan tiga puluh wanita Sabin yang berperan dalam menghentikan perang antara Romulus dan Titus Tatius. Pewakilan tiap Curiae berkumpul membentuk Dewan Curiata.

Setelah kematiannya pada usia 54 tahun, Romulus dipuja sebagai Quirinus, dewa perang.

Numa Pompilius

Numa_pompilius.jpg

Setelah kematian Romulus, terjadi masa interregnum selama satu tahun dimana 10 orang anggota senat terpilih memerintah sebagai interrex. Senat kemudian memilih Numa Pompilius, seorang Sabin, untuk menjadi raja berikutnya. Dia dipilih karena reputasinya sebagai orang yang adil dan beriman. Meskipun awalnya Numa tidak mau menerima jabatan kerajaan, ayahnya meyakinkannya untuk menerima posisi itu sebagai cara untuk melayani para dewa.
Interregnum adalah suatu periode diskontinuitas dalam pemerintahan atau organisasi. Periode ini adalah suatu masa di antara satu pemerintahan dan pemerintahan berikutnya. Dengan demkian interregnum adalah jeda dalam suatu pemerintahan. Pada masa Romawi kuno, interregnum adalah masa setelah seorang raja mati dan sebelum raja baru terpilih. Contoh lainnya yaitu periode di antara monarki, di antara Paus, di antara kaisar (pada masa Kekaisaran Romawi Suci), di antara konsul (Republik Romawi).
Interrex adalah pemimpin jangka pendek pada masa Kerajaan Romawi dan Republik Romawi. Jabatan interrex dibentuk setelah kematian raja pertama Roma, Romulus. Senat Romawi awalnya tidak mampu memilih raja baru. Agar pemerintahan tetap berjalan, senat, yang terdiri dari seratus anggota, dibagi menjadi sepuluh decuriae (kelompok yang terdiri dari sepuluh orang), dan masing-masing decuriae mengirimkan satu orang senator sebagai decurio. Masing-masing dari sepuluh decurio melakukan tugas raja selama lima hari sebagai interrex; dan jika raja baru belum terpilih, pergantian terus berjalan setiap lima hari sampai akhirnya terpilih raja baru. Periode di mana mereka menjalankan kekuasaan disebut sebagai interregnum.
Masa pemerintahan Numa ditandai dengan perdamaian dan reformasi keagamaan. Numa membangun kuil Janus dan melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma. Numa kemudian menutup pintu kuil tersebut untuk menunjukkan keadaan damai. Numa juga banyak menetapkan dan mendirikan jabatan keagamaan di Roma, contohnya perawan vesta, Pontifex Maximus, Salii, flamine. Numa mereformasi kalender Romawi dengan menambahkan bulan Januari dan Februari sehingga totalnya menjadi 12 bulan. Numa mengatur wilayah Roma menjadi distrik-distrik untuk menciptakan aministrasi yang lebih baik, membagi-bagi tanah kepada para penduduk, dan membentuk serikat dagang. Tradisi mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Numa perisai Jupiter jatuh dari langit, dengan masa depan Roma tertulis di atasnya. Numa memerintahkan untuk membuat sebelas salinannya, yang kemudian dipuja sebagai benda suci oleh orang Romawi. Numa memerintah selama 43 tahun dan meninggal secara alami.

Tullus Hostilius

Tulius-Hostilius.jpg

Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka berperang dibanding mengurusi masalah keagamaan. Pada masa pemerintahannya, Roma memusnahkan kerajaan Alba Longa dan mengambil seluruh penduduknya. Dia juga berperang dengan kerajaan Fidenae, Veii, dan Sabin. Dia membangun tempat baru untuk senat, Curia Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah kematiannya.

Dalam suatu cerita, Tullus mengabaikan para dewa hingga akhirnya ia jatuh sakit. Tullus kemudian memanggil Jupiter dan memohon pertolongannya namun Jupiter membakar sang raja dengan petirnya. Tullus memerintah Roma selama 31 tahun.

Ancus Marcius

Ancus-Martius.jpg

Setelah kematian Tullus Hostilius yang misterius, senat Romawi memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius, sebagai raja. Seperti kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang jika dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia banyak membangun infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, pelabuhan, dan pabrik garam. Dia juga membangun jembatan pertama yang melalui sungai Tiber. Setelah memimpin selama 25 tahun, Dia meninggal secara alami seperti kakeknya, menandai berakhirnya pemerintahan raja Latin-Sabin di Roma.

Tarquinius Priscus

Tarquinius-Priscus.jpg

Tarquinius Priscus (juga dikenal sebagai Tarquin I) adalah Raja kelima Kerajaan Romawi yang memerintah dari tahun 616 SM hingga 579 SM. Istrinya bernama Tanaquil.

Setelah kematian Ancus Marcius, Tarquinius Priscus berbicara pada Dewan Curiata dan meyakinkan mereka bahwa dialah yang harus dipilh sebagai raja berikutnya. Menurut Livy, Tarquinius meningkatkan jumlah Senat dengan penambahan 100 orang dari keluarga-keluarga terkemuka. Di antaranya dari keluarga Octavii.

Perang pertama yang dilakukan oleh Tarquinius adalah melawan kaum Latin. Dia berhasil merebut kota Apiolae dan mendapat harta rampasan perang yang banyak. Kemampuan militernya kemudian diuji dengan serangan dari kaum Sabin. Serangan itu pun berhasil dikalahkan melalui pertempuran jalanan yang mematikan di Roma. Dia kemudian menaklukkan lebih banyak lagi wilayah Etruska, kota Corniculum, Firulea, Cameria, Crustumerium, Americola, Medullia, dan Nomentum menjadi bagian dari Romawi. Dia membangun Forum Romawi dan kuil Jupiter di bukit Kapitoline. Dia juga menggandakan anggota Dewan Centuria menjadi 1800 orang.

Servius Tullius

Servius_by_Rouille.jpg

Servius Tullius adalah raja keenam di Kerajaan Romawi dan raja kedua dalam dinasti Etruska. Dia memerintah dari 578 SM - 535 SM.

Setelah kampanye militer melawan kerajaan Veii dan Etruska, ia memperbaiki administrasi dan organisasi politik di Roma. Ia melakukan proyek-proyek pembangunan dan memperluas kota hingga mencakup Quirinal, Viminal dan perbukitan Esquiline. Dia membangun beberapa kuil untuk dewi Fortuna dan Diana. Dia juga membangun istananya sendiri di Esquiline.

Dia lebih memperhatikan memperhatikan kelompok miskin di Romawi sehingga dia tidak disukai oleh kaum bangsawan. Dia meninggal oleh suatu konspirasi yang direncanakan oleh putrinya (Tullia) dan menantunya (Tarquinius Superbus).

Lucius Tarquinius Superbus

Tarquinius-Superbus.jpg

Lucius Tarquinius Superbus adalah Raja ketujuh Roma, yang memerintah dari tahun 535 SM sampai terjadi pemberontakan pada tahun 509 SM yang mengarah pada pembentukan Republik Romawi. Dia lebih dikenal dengan nama Tarquinius Superbus dan merupakan bagian dari Dinasti Etruska. Dikatakan bahwa Superbus menjadi raja setelah membunuh raja sebelumnya, Servius Tullius.

Ayah Superbus, Lucius Tarquinius Priscus, adalah Raja kelima Roma yang memerintah dari tahun 616 SM sampai 579 SM. Kakeknya adalah Demaratus dari Korintus. Priscus berasal dari kota Tarquinii. Tidak puas dengan kehidupan di kota asalnya, Priscus pindah ke Roma bersama istrinya Tanaquil.

Menurut beberapa sumber, Superbus memerintah kerajaan dengan kejam. Dia lebih menyukai peperangan dan sering mencaplok kerajaan di sekitarnya. Pada tahun 509 SM, putranya memperkosa Lucretia, seorang wanita bangsawan, sehingga menimbulkan kemarahan rakyat. Pemberontakan yang terjadi kemudian berhasil menggulingkan kekuasaanya dan dia diasingkan dari Roma.

Senat


Maccari-Cicero.jpg


Romulus mendirikan Senat setelah dia mendirikan Roma. Dia memilih orang-orang dari kaum bangsawan (orang-orang yang memiliki kekayaan dan istri serta anak yang sah) untuk menjabat sebagai dewan kota. Dengan demikian, Senat adalah dewan penasihat raja. Senat terdiri dari 300 orang Senator, dimana 100 orang Senator mewakili tiga suku kuno di Roma: Ramnes (latin), Tities (Sabin), dan Lukeres (Etruska). Raja memiliki kekuasaan untuk mengangkat Senator namun harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.

Dalam pemerintahan monarki, Senat hanya memiliki sedikit kekuasaan dan kewenangan karena sebagian besar kekuasaan dipegang oleh raja, selain itu raja dapat menjalankan semua kewenangannya tanpa persetujuan Senat. Fungsi utama Senat adalah melayani raja sebagai penasihat dan koordinator legislatif. Setelah undang-undang yang diusulkan oleh raja melewati Comitia Curiata, Senat bisa menolaknya atau menyetujuinya sebagai hukum. Raja bisa meminta pertimbangan pada Senat mengenai masalah tertentu namun pada akhirnya rajalah yang memutuskan. Raja memiliki kewenangan untuk mengadakan rapat Senat kecuali selama interregnum, dimana Senat bisa mengadakan rapatnya sendiri.

Pemilihan raja

Ketika seorang raja mati, Romawi memasuki masa interregnum. Kekuasaan tertinggi negara akan berpindah ke Senat, yang bertanggung jawab untuk mencari raja baru. Senat akan berkumpul dan menunjuk salah satu anggotanya sendiri (interrex) untuk bertugas selama lima hari dengan tujuan mengusulkan raja berikutnya. Setelah lima hari, seorang interrex akan menunjuk (dengan persetujuan Senat) Senator lain sebagai interrex. Proses ini akan terus berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan calon yang cocok, ia akan mengusulkannya pada Senat dan Senat akan meninjau calon tersebut. Jika Senat menyetujuinya, interrex akan memanggil Majelis Curiate untuk mengadakan sidang.

Setelah diusulkan kepada Majelis Curiate, rakyat Romawi dapat menerima atau menolaknya. Jika diterima, raja terpilih tidak segera menjalankan tugas. Dia harus melalui dua proses lagi sebelum mendapatkan kekuasaan penuh. Pertama, raja harus menjalani upacara keagamaan yang dipimpin oleh seorang augur. Kedua, pemberian kewenangan dari Majelis Curiate kepada raja terpilih.

Akhir kerajaan

Raja ketujuh Romawi, Tarquinius Superbus, memerintah dengan kejam. Dia menggunakan kekerasan, pembunuhan, dan teror untuk mempertahankan kekuasaannya. Sang raja juga mencabut banyak konstitusi yang telah ditetapkan oleh pendahulunya. Puncaknya adalah peristiwa pemerkosaan Lucretia yang kemudian menyebabkan rakyat memberontak dan menggulingkan kekuasaan raja. Setelah itu, Romawi menjadi sebuah republik.


Sumber:
http://www.roman-colosseum.info/roman-empire/timeline-of-roman-kingdom.htm


-dipi-
 
Republik Romawi


Republik Romawi adalah fase dari Kebudayaan Romawi kuno yang ditandai dengan bentuk pemerintahan republik. Periode Republik Romawi dimulai dari penggulingan Kerajaan Roma (509 SM), dan diikuti oleh berbagai perang saudara. Di masa Republik Romawi pula terjadi perang terkenal yang bernama Perang Punic antara Republik Romawi dengan Kekaisaran Kartago. Kapan tepatnya Republik Romawi berakhir masih belum disetujui oleh para sejarawan, tergantung definisi yang digunakan. Sebagian sejarawan mengusulkan penunjukan Julius Caesar sebagai diktator seumur hidup pada 44 SM), dan sebagian lainnya mengusulkan Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan sebagian lainnya mengusulkan pemberian kekuasaan penuh bagi Octavianus pada 16 Januari 27 SM sebagai tanggal berakhirnya Republik Romawi dan berdirinya Kekaisaran Romawi.

Pemerintahan Republik Romawi diatur oleh adat, tradisi dan hukum. Secara garis besar, pemerintahan dijalankan bersama-sama oleh tiga pihak: dua orang konsul, senat, dan golongan Pleb.
Dalam peradaban Romawi Kuno, orang-orang Pleb adalah kelompok rakyat biasa dari warga Romawi, berbeda dengan kelompok Patricia yang memiliki hak-hak istimewa. Di dunia barat, istilah pleb atau plebeian sekarang sering digunakan untuk merujuk kepada warga kelas bawah, sekalipun di Romawi, orang Pleb bisa jadi merupakan seorang yang kaya dan berpengaruh.

Lembaga politik

Senat

Senat memiliki wewenang yang disebut Senatus consultum, yaitu pertimbangan senat untuk hakim dan biasanya dipatuhi oleh para hakim. Meskipun secara teknis tidak punya peran resmi dalam konflik militer, pada praktiknya Senat adalah pihak yang mengawasi urusan-urusan seperti itu. Senat juga mengatur administrasi masyarakat sipil. Persyaratan untuk menjadi seorang senator yaitu memiliki tanah senilai minimal 100.000 denarii, terlahir dari golongan bangsawan, dan telah memegang jabatan publik minimal sekali.

Dewan Centuria

Masyarakat Roma dikelompokan berdasarkan centuria-centuria dan suku-suku. Centuria-centuria dan suku-suku berkumpul membentuk kelompok mereka sendiri yang disebut Comitia Centuriata (Dewan Centuria). Pemimpin Dewan Centuria biasanya adalah seorang konsul. Dewan Centuria berwenang memilih hakim-hakim (konsul,praetor, dan censor), mengesahkan hasil suatu sensus, menyatakan perang, dan mengurusi kasus yudisial tertentu.

Dewan Suku

Dewan suku (Comitia Tributa) dipimpin oleh seorang konsul dan terdiri dari tiga puluh lima suku. Suku-suku tersebut tidak didasarkan pada pertalian etnik atau kekerabatan tetapi lebih kepada pembagian wilayah geografis. Dewan suku berwenang memilih quaestor, curule, aedile, dan tribunal militer.

Dewan Pleb

Dewan Pleb adalah perwakilan dari kelompok Pleb. Mereka memilih pejabat mereka sendiri, tribunal pleb, dan tribunal aedile. Biasanya tribunal pleb yang memimpin Dewan Pleb. Kelompk ini bisa bertindak sebagai pengadilan banding.

Hakim Eksekutif

Tiap hakim dapat membatalkan keputusan dari hakim yang setara atau di bawah tingkatannya, tribunal pleb dan tribunal aedile. Hakim-hakim terdiri dari konsul, praetor, censor, aedile, quaestor, tribunal, dan diktator.


-dipi-
 
Pemerkosaan Lucretia


Lucas-Cranach-the-Elder-XX-Suicide-of-Lucretia-1529.jpg

Pemerkosaan Lucretia adalah suatu peristiwa yang menjadi pemicu pemberontakan di Kerajaan Romawi. Pemberontakan tersebut berhasil menggulingkan kekuasaan raja dan mengubah Romawi menjadi Republik. Beberapa sejarawan berpendapat peristiwa ini terjadi pada 508 SM namun tahun pastinya masih diperdebatkan.

Kejadian

Lucius Tarquinius Superbus, raja terakhir Roma, terlibat dalam pengepungan Ardea dan mengirim putranya, Sextus Tarquinius, dalam suatu tugas militer ke Collatia. Sextus diterima dengan sangat ramah oleh gubernur Collatia, Lucius Tarquinius Collatinus dan istrinya, Lucretia. Pada malam harinya, Sextus secara diam-diam mendatangi tempat tidur Lucretia dan memaksanya untuk berhubungan seks. Sextus mengancam bahwa jika Lucretia menolaknya maka Sextus akan membunuh Lucretia serta salah satu budaknya dan menempatkan tubuh mereka bersama. Lucretia yang tak punya banyak pilihan akhirnya menuruti kemauan Sextus.

Keesokan harinya Lucretia pergi menghadap ayahnya dan beberapa orang lainnya termasuk hakim Roma. Lucretia menceritakan peristiwa pemerkosaannya dan meminta pembalasan atas perbuatan tersebut. Sementara para hakim berdebat, Lucretia mengambil sebilah pisau dan menusuk dirinya sendiri. Lucretia kemudian mati di pangkuan ayahnya. Ada beberapa versi lain mengenai kematian Lucretia. Dalam suatu versi, Lucretia bunuh diri di depan Lucius Junius Brutus, kerabatnya. Brutus yang marah kemudian bersumpah untuk menggulingkan raja.

Brutus kemudian mengumpulkan pasukan dan mengajak orang-orang untuk menentang Raja dan keluarga kerajaan. Pada akhirnya, pasukan revolusi berhasil mengepung Roma dan menggulingkan kekuasaan raja. Rakyat Roma kemudian membentuk sistem pemerintahan baru dimana terdapat pembagian kekuasaan dan terbentuklah Republik Romawi yang dipimpin oleh dua orang konsul.


-dipi-
 
Perang Punisia


zama_1.jpg


Perang Punisia adalah peperangan yang terjadi antara Romawi dengan Kartago antara tahun 264 hingga 146 SM, dan merupakan perang terbesar di dunia kuno. Kata Punisia sendiri berasar dari kata Punici, yang memiliki arti Bangsa Fenisia dalam bahasa Latin.

Perang ini terjadi akibat adanya keinginan Republik Romawi untuk memperluas daerah kekuasaannya. Niat ini awalnya berlangsung tanpa hambatan yang berarti (hambatan disini berarti perlawanan dari penduduk asli) hingga akhirnya Republik Romawi berhadapan dengan Kerajaan Kartago. Pertempuran berlangsung dengan korban mencapai ratusan ribu prajurit. Sebelum serangan Republik Romawi pada Perang Punisia I, Kekaisaran Kartago adalah penguasa daerah Mediterania dengan maritimnya yang kuat. Hingga akhirnya pada Perang Punisia III, Republik Romawi berhasil menghancurkan Kartago dan menghancurkan ibukotanya, sehingga menjadikan Republik Romawi sebagai penguasa terkuat di Mediterania bagian barat.

Peperangan ini merupakan titik balik yang berarti bahwa peradaban Mediterania kuno akan menjadi dunia modern melalui Eropa, bukan melalui Afrika. Kemenangan Romawi terhadap Kartago dalam peperangan ini memberikan Romawi status unggul hingga pembagian Romawi menjadi Romawi Barat dan Timur oleh Diocletian tahun 286 M.

Latar belakang

Pada tahun 264 SM, Kartago adalah kota pelabuhan besar yang terletak di pantai Tunisia modern. Didirikan oleh bangsa Fenisia pada pertengahan abad ke-9 SM, Kartago merupakan negara-kota yang kuat. Di Mediterania Barat, hanya Republik Romawi yang dapat menyaingi kekuasaan, kekayaan dan populasi Kartago. Sementara angkatan laut Kartago merupakan yang terbesar di dunia kuno pada saat itu, Kartago tidak memiliki angkatan bersenjata yang besar dan permanen, namun bergantung pada tentara bayaran, menyewanya untuk peperangan. Namun, kebanyakan perwira yang mengkomandokan tentara adalah penduduk Kartago. Kartago terkenal akan kemampuan mereka sebagai pelaut, dan tidak seperti angkatan bersenjata mereka, banyak bangsa Kartago dari kelas bawah bekerja di angkatan laut, yang menyediakan karier dan pendapatan yang cukup.

Pada tahun 264 SM, Republik Romawi telah menguasai semenanjung Italia di sebelah selatan sungai Po. Tidak seperti Kartago, Romawi memiliki angkatan bersenjata besar yang sebagian besar terdiri dari penduduk Romawi. Penduduk kelas bawah atau plebeius biasanya menjadi serdadu di legiun Romawi, sementara penduduk kelas atas atau patricius menjadi perwira. Di sisi lain, pada awal Perang Punisia Pertama, Republik Romawi tidak memiliki angkatan laut dan menjadi kelemahan mereka, hingga mereka mulai membentuk angkatan laut mereka sendiri selama perang.

Perang Punisia Pertama

Pada Perang Punisia Pertama (264 SM - 241 SM) pertempuran bukan hanya terjadi di daratan (Sisilia dan Afrika), namun juga di laut Mediterania. Beberapa perang laut yang besar juga terjadi. Perang ini berlangsung dengan sengit hingga akhirnya Republik Romawi menang dan menaklukan Sisilia setelah mengalahkan Kartago dalam Pertempuran Kepulauan Aegates yang mengakhiri perang ini. Akibat kekalahannya, selain harus menandatangani perjanjian yang merugikan dengan Romawi, Kartago juga mengalami guncangan politik maupun militer, sehingga Romawi akhirnya dengan mudah merebut Sardinia dan Korsika dari Kartago, ketika Kartago terjerumus ke dalam perang tentara bayaran.

Perang Punisia Kedua

Pada Perang Punisia Kedua (218 SM - 202 SM), pasukan Kartago yang dipimpin oleh Hannibal menyeberangi Laut Mediterania, menyusuri Semenanjung Iberia-dimana dia berhasil menaklukkannya untuk meluaskan kekuasaan Kartago di Iberia. Kemudian, Hannibal melewati daerah Galia, dimana dia berhasil mendapatkan banyak pasukan bayaran. Hannibal dan pasukannya lalu bergerak menuju Pegunungan Alpen untuk menyerang Roma dari utara, sebagai upaya untuk menghindari hadangan Republik Romawi jika melewati daerah pesisir. Hannibal berhasil memenangkan sejumlah pertempuran dahsyat di daratan Italia, seperti Pertempuran Trebia, Pertempuran Danau Trasimene dan Pertempuran Cannae. Tiga pertempuran ini menjadi kejeniusan Hannibal dalam menghadapi pasukan Romawi yang jumlanya lebih banyak. Meski Hannibal berhasil mengalahkan Romawi di daratan Italia, serta beberapa aliansi Republik Romawi terutama daerah Italia bagian selatan menjadi berpihak kepada Hannibal, tetapi itu tidak cukup untuk menaklukkan Roma, selain pasukan Hannibal dirasakan kurang cukup untuk menaklukkan Roma, juga karena Republik Romawi masih didukung oleh sebagian besar aliansi-aliansinya.

Republik Romawi yang berhasil bangkit, balik menyerang daerah yang dikuasai Kerajaan Kartago, yaitu Hispania dan Sisila. Republik Romawi juga mulai menyerang daerah Yunani-aliansi Kerajaan Kartago. Penyerbuan ke Hispania dipimpin oleh Scipio Africanus. Scipio berhasil menaklukan Hispania untuk Republik Romawi setelah melalui banyak perang, diantaranya Pertempuran Ilipa. Setelah Hispania, Romawi mulai menuju benua Afrika. Hannibal yang masih di Italia ditarik kembali oleh Kerajaan Kartago untuk melindungi dari serangan Romawi. Pasukan Romawi yang dipimpin oleh Scipio, dengan bantuan dari Numidia yang dipimpin oleh Masinissa dan pasukan Kartago yang dipimpin oleh Hannibal akhirnya berperang dalam sebuah pertempuran di Zama. Pasukan Kartago mengalami kekalahan telak dalam pertempuran ini. Kekaisaran Kartago kembali harus menandatangani perjanjian yang kali ini membuat Kerajaan Kartago menjadi benar-benar melemah. Hal ini dibuktikan dengan menghilangnya wilayah kekuasaan Kartago, sehingga hanya menyisakan kota Kartago. Isi perjanjian yang lain adalah tidak boleh melakukan peperangan dengan siapa saja dengan alasan apapun dan harus membayar upeti ke Republik Romawi sampai 50 tahun mendatang.

Perang Punisia Ketiga

Pada Perang Punisia Ketiga diwarnai dengan penyerangan Kekaisaran Roma langsung ke jantung Kekaisaran Kartago, Kota Kartago, pada tahun 149 SM - 146 SM. Dilatar belakangi oleh seringnya bangsa Numidia melakukan penjarahan di daerah Kartago, Kartago mulai melawan, yang berarti adalah perang. Republik Romawi yang mengetahui Kartago melanggar janji, memutuskan untuk menyerang Kartago. Selama hampir tiga tahun, Republik Romawi menghadapi perlawanan hebat dari Kartago. Namun, Republik Romawi pada akhirnya menang berhasil menghancurkan Kota Kartago, sekaligus menandai runtuhnya Kekaisaran Kartago. Para penduduk kota Kartago, hampir semuanya dijual sebagai budak.

Pada selang waktu antara akhir Perang Punisia Kedua dengan awal Punisia Ketiga, Republik Romawi berusaha memperluas wilayah menuju daerah peradaban Helenistik, yaitu dengan Kerajaan Seleukus, Makedonia, serta wilayah Illyria.


-dipi-
 
Senat Republik Romawi


Buildig_of_the_Roman_Senate_by_Osokin.jpg

Senat Republik Romawi merupakan institusi politik di masa Republik Romawi. Menurut sejarawan Yunani kuno Polybius, sumber utama tentang Konstitusi Republik Romawi, Senat Romawi merupakan cabang utama pemerintahan. Polybius mencatat bahwa konsullah (pangkat tertinggi dalam kehakiman Romawi) yang memimpin pasukan dan pemerintahan sipil di Roma, dan majelis Romawilah yang memiliki otoritas akhir atas pemilihan umum, legislasi, dan pengadilan. Namun, karena senat mengontrol uang, administrasi, dan rincian kebijakan asing, senat memiliki kendali besar atas kehidupan sehari-hari. Kekuasaan dan otoritas senat diturunkan dari pendahulunya, kaliber dan prestasi tinggi senator, dan garis turunan senat yang berkelanjutan, yang berasal dari pendirian Republik di tahun 509 SM.

Awalnya hakim ketua, konsul mengangkat semua senator baru. Mereka memiliki kekuasaan memberhentikan seseorang dari senat. Sepanjang tahun 318 SM, sebuah hukum disahkan ("Plebisit Ovinius" atau plebiscitum Ovinium) yang memberi kekuasaan ini ke Hakim Romawi lain, Sensor Romawi, yang mempertahankan kekuasaan ini hingga jatuhnya Republik Romawi pada tahun 27 SM. Hukum ini juga memerlukan sensor untuk mengangkat tiap hakim yang baru dipilih ke senat. Sehingga, dari sinilah, pemilihan ke jabatan kehakiman mengakibatkan seseorang dengan sendirinya menjadi senat. Pengangkatan itu bersifat seumur hidup, meskipun sensor dapat menggugat senator kapan saja.

Senat mengarahkan hakim, khususnya konsul, dalam penuntutan konflik militer. Senat juga memiliki beberapa derajat kekuasaan atas pemerintahan sipil di Roma. Kasus ini terjadi dengan memandang pengelolaan keuangan negara, karena hanya itulah yang dapat mengatur pengeluaran uang rakyat ke perbendaharaan. Di samping itu, senat mengesahkan dekrit bernama senatus consultum, yang secara resmi merupakan "nasihat" dari senat ke hakim. Dalam prakteknya, bila secara teknik dekrit tersebut tak harus ditaati, mereka biasanya senada. Selama keadaan darurat, hanya senat yang dapat mengatur pengangkatan diktator Romawi. Namun, diktator luar biasa terakhir diangkat pada tahun 202 SM. Setelah tahun tersebut, senat menanggapi keadaan darurat dengan mengesahkan senatus consultum ultimum ("Dekrit Akhir Senat"), sama dengan keadaan perang.


SPQR

spqr.gif

SPQR adalah singkatan dari kalimat berbahasa Latin Senatus Populusque Romanus yang berarti "Senat Romawi dan Rakyat Roma". Kata ini tercetak di peralatan pasukan Romawi dan merupakan nama resmi Republik Romawi dan Kekaisaran Romawi. Kata ini juga ditulis di simbol kota Roma hingga kini, dan juga diukir di banyak penutup lubang saluran air dan di gedung-gedung pemerintah di kota itu.

Ada beberapa pendapat berbeda mengenai arti dari singkatan sebenarnya, bergantung dari kepanjangan huruf "R". Kata Romanus ("Rakyat Romawi") dan Romae; ("Rakyat Roma") adalah yang paling umum digunakan. Senatus Populusque Romanus adalah versi menurut Pilar Trajan.

Tribun

Tribun (dari Bahasa Latin: tribunus) adalah sebuah lembaga politik yang terdiri dari 10 orang pejabat terpilih di Republik Romawi. Tribun memiliki wewenang memanggil Dewan Pleb utnuk bersidang dan bertindak sebagai pemimpinnya, yang juga memberikan mereka hak untuk mengajukan undang-undang pada Dewan Pleb. Selain itu, tribun juga bisa memanggil Senat dan mengajukan usulan pada senat. Namun, kekuasaan tribun hanya berlaku di dalam kota Roma. Kemampuannya untuk memveto tidak bisa mempengaruhi gubernur provinsi, dan hak spesialnya seperti sacrosanctity hanya berlaku maksimal satu mil di luar tembok kota Roma. Pada sekitar 450 SM jumlah tribun ditambah menjadi sepuluh.

Princeps Senatus

Princeps Senatus adalah anggota yang paling diutamakan di Senat Romawi. Meskipun secara resmi tidak memegang cursus honorum atau imperium, jabatan ini memberikan wibawa dan martabat bagi Senator yang memegangnya. Princeps Senatus dipilih oleh censor setiap lima tahun sekali. Censor juga bisa menunjuk Princeps Senatus untuk periode lima tahun berikutnya.

Posisi Princeps Senatus adalah salah satu kehormatan: ia memiliki hak untuk berbicara pertama pada topik yang disajikan oleh Hakim Ketua. Posisi ini membuat Princeps Senatus bisa mengatur perdebatan di Senat. Pada akhir masa Republik dan masa Principatus, jabatan ini memperoleh hak prerogatif dari Hakim Ketua dan wewenang tambahan, yaitu:
  • Mengumpulkan dan menutup Senat
  • Menentukan agenda
  • Memutuskan dimana sesi harus dilakukan
  • Rapat, atas nama Senat, dengan kedutaan besar negara asing
  • Menulis, atas nama Senat, surat-surat dan kiriman kerajaan
Setelah Republik Romawi runtuh, yang menjadi Princeps Senatus adalah Kaisar Romawi. Namun, selama Krisis Abad Ketiga, beberapa orang lain memegang jabatan ini.


-dipi-
 
Julius Caesar


JuliusCaesar.jpg



Gaius Julius Caesar (Latin: C·IVLIVS·C·F·C·N·CAESAR) (13 Juli 100 SM–15 Maret 44 SM) adalah seorang pemimpin militer dan politikus Romawi yang kekuasaannya terhadap Gallia Comata memperluas dunia Romawi hingga Oceanus Atlanticus, melancarkan serangan Romawi pertama ke Britania, dan memperkenalkan pengaruh Romawi terhadap Gaul (Perancis kini), sebuah pencapaian yang akibat langsungnya masih terlihat hingga kini.

Julius Caesar bertarung dan memenangkan sebuah perang saudara yang menjadikannya penguasa terhebat dunia Romawi, dan memulai reformasi besar-besaran terhadap masyarakat dan pemerintah Romawi. Dia menjadi diktator seumur hidup, dan memusatkan pemerintahan yang makin melemah dalam republik tersebut.

Caesar meninggal dunia pada 15 Maret 44 SM akibat ditusuk hingga mati oleh Marcus Junius Brutus dan beberapa senator Romawi. Aksi pembunuhan terhadapnya pada hari Idi Maret tersebut menjadi pemicu perang saudara kedua yang menjadi akhir Republik Romawi dan awal Kekaisaran Romawi di bawah kekuasaan cucu lelaki dan putra angkatnya, Kaisar Augustus.

Kampanye militer Julius Caesar diketahui secara mendetil melalui tulisannya sendiri Kumpulan Komentar (Commentarii), dan banyak dari kisah hidupnya yang direkam sejarawan seperti Gaius Suetonius Tranquillus, Mestrius Plutarch, dan Lucius Cassius Dio.


Oktavianus

Hw-augustus.jpg


Gaius Julius Caesar Augustus (23 September 63 SM–19 Agustus 14), yang bergelar Kaisar Oktavianus Augustus atau Kaisar Agustus (bahasa Latin: Imperator Caesar Divi Filivs Avgvtvs), adalah Kaisar Romawi pertama dan salah satu yang paling berpengaruh. Ia mengakhiri perang saudara berkepanjangan dan menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan kemegahan di Kekaisaran Romawi, yang dikenal dengan sebutan Pax Romana atau kedamaian Romawi. Ia menikah dengan Livia Drusilla dan langgeng hingga lebih dari 51 tahun.


Markus Antonius


M_Antonius.jpg

Markus Antonius (Roma, ± 14 Januari 83 SM - 1 Agustus 30 SM) merupakan politikus dan jenderal Romawi Kuno. Ia merupakan pendukung penting Julius Caesar sebagai jenderal dan administrator. Setelah pembunuhan Caesar, Antonius bergabung dengan Oktavianus dan Lepidus untuk membentuk Triumvirat Kedua. Pemerintahan ini berakhir pada tahun 33 SM dan Antonius membunuh diri bersama Cleopatra.


-dipi-
 
Pertempuran Alesia


Pertempuran Alesia atau Pengepungan Alesia adalah konflik yang terjadi pada September 52 SM di sekitar Gallia oppidum di Alesia, pusat kota utama dan kota bukit suku Mandubii, kemungkinan terletak di Chaux-des-Crotenay (Jura). Penyelidikan awal meletakkan Alesia di puncak Gunung Mont Auxois, di atas Alise-Sainte-Reine modern di Perancis, tetapi lokasi ini tidak sesuai dengan gambaran Caesar mengenai pertempuran tersebut. Alise-Sainte-Reine masih merupakan lokasi resmi Alesia. Pertempuran ini terjadi antara tentara Republik Romawi, dikomandoi oleh Kaisar Julius (Julius Caesar), dibantu oleh komandan kavaleri Markus Antonius, Titus Labienus dan Gaius Trebonius, melawan aliansi suku-suku Gallia yang bersatu di bawah pimpinan Vercingetorix dari Averni.

Alesia merupakan pertempuran utama antara bangsa Gallia dan Romawi dan menandakan titik perubahan dalam Perang Gallia oleh Roma. Pengepungan Alesia dianggap sebagai salah satu pencapaian militer Caesar teragung dan masih merupakan salah satu contoh klasik siegewar. Kejadian ini digambarkan oleh beberapa sejarahwan pada zaman tersebut, termasuk Caesar sendiri dalam De Bello Gallico.

Setelah kemenangan Romawi, Gallia (letaknya di sekitar Perancis masa kini) ditaklukkan dan menjadi provinsi Romawi. Penolakan senat Romawi untuk memberikan Caesar penghormatan bagi kemenangannya dalam Perperangan Gallia akhirnya menjadi salah satu faktor penyebab perang saudara Romawi 50-45 SM.

Awal peperangan

Julius Caesar telah berada di Gallia semenjak 58 SM. Adalah menjadi kebiasaan bagi konsul, pegawai lantikan tertinggi Romawi, pada akhir tahun jabatannya sebagai konsul, untuk dilantik sebagai gubernur salah satu jajahan Romawi oleh Senat Romawi.

Setelah jawatan konsul pertamanya pada tahun 59 SM, Caesar dilantik sebagai gubernur Cisalpine Gallia (kawasan antara Alpen, Apennines dan Adriatic), dan Transalpine Gallia ("Gallia di luar Alps"). Dengan promagistrasi imperium, dia mempunyai kekuasaan mutlak dalam jajahan tersebut.

Caesar mengalahkan suku Gallia satu demi satu seperti Helvetii, Belgae atau Nervii, dan mendapatkan sumpah setia sekutu (pledge of alliance) dari suku-suku lain. Kejayaan dalam Perang Gallia memberi kontribusi besar kekayaan kepada Republik dalam bentuk harta rampasan dan tanah baru untuk dikenakan cukai. Caesar sendiri menjadi amat kaya, kerana sebagai jenderal, dia berhak atas kelebihan dari penjualan tahanan perang.

Tetapi kejayaan dan kemashyuran turut membawa musuh. Triumvirate Pertama, gabungan politik (walaupun tidak rasmi) dengan Pompey dan Crassus, berakhir pada 54 SM, dengan kematian Julia (anak perempuan Caesar dan isteri Pompey) dan Crassus dalam pertempuran Carrhae. Tanpa kaitan politik dengan Pompey, orang-orang seperti Marcus Porcius Cato yang Muda memulai kampanye menentang Caesar, mempropagandakan ketidakpercayaan dan menuduhnya ingin menumbangkan bentuk republik dan memulai kekaisaran Romawi.


Pada musim dingin 54-53 SM, suku Eburones yang sebenarnya patuh, di bawah pemerintahan Ambiorix, memberontak menentang penjajahan Romawi dan memusnahkan Legiun XIV dalam serangan kejutan yang dirancang dengan rapi.

Ini merupakan satu pukulan hebat untuk Caesar dari Gallia, karena dia kehilangan seperempat kekuatan militernya, sementara evolusi politik di Romawi membuatnya tidak mungkin meminta bantuan dari senat Romawi. Pemberontakan Eburones merupakan kekalahan Romawi pertama yang nyata dan membuat perasaan kebangsaan Gallia meluas dan memicu pemberontakan lain.

Pertempuran ini memakan waktu hampir setahun, tetapi Caesar berhasil menghancurkan kepungan Gallia dan mengamankan suku-suku di sana. Bagaimanapun, pergolakan di Gallia tidak berakhir. Suku-suku Gallia menyadari bahwa dengan bersatu, kemerdekaan dapat direbut kembali dari Romawi.

Persidangan Majelis Utama (general council) kemudian diadakan di Bibracte atas prakarsa Aedui, yang sebelumnya merupakan penyokong setia Caesar. Hanya Remi dan Lingones yang bersikukuh mempertahankan aliansi dengan Romawi. Majelis Dewan (council) melantik Vercingetorix, salah seorang ketua suku Averni, menjadi komandan Aliansi Pasukan Gallia.

Saat hal ini terjadi Caesar sedang menggelar perkemahan pada musim dingin di Cisalpine Gallia. Ia tidak menyadari adanya persekutuan untuk menentangnya. Tanda pertama dimulai dari Carnutes yang membunuh semua penetap Romawi di daerah Cenabum (modern: Orléans). Keganasan ini diikuti pula dengan penyembelihan seluruh warganegara Romawi, pedagang dan penetap di semua daerah utama Gallia.

Mendengar berita ini, Caesar dengan cepat menggerakkan pasukannya menyeberangi Alps, yang masih diselimuti salju, menuju pusat Gallia. Ini dilakukan dalam waktu singkat dan Caesar berhasil mengejutkan semua suku Gallia. Dia memecah tenteranya menjadi empat legion dengan Titus Labienus untuk melawan Senones dan Parisii di Utara. Caesar sendiri mengejar Vercingetorix dengan enam legiun dan kalaveri sekutu Jermannya.

Kedua pihak bertemu di kota bukit Gergovia, di mana Vercingetorix mendapat posisi pertahanan yang kuat. Caesar terpaksa mundur untuk menghindari kekalahan total setelah mengalami beberapa kekalahan kecil dan menyadari posisinya yang buruk. Pada musim panas 52 SM, beberapa pertempuran terjadi antara pasukan berkuda kavaleri, dengan kemenangan di pihak Caesar yang berhasil merusak tentera Gallia. Vercingetorix memutuskan bahwa belum saatnya perang besar terjadi lalu memerintahkan berkumpul di kota Mandubii di Alesia.

Pertempuran dan pengepungan

Alesia merupakan kota atas bukit yang dikelilingi lembah sungai, dengan ciri-ciri pertahanan yang kukuh. Serangan langsung merupakan bunuh diri, karena itu Caesar memutuskan stratgi siegewar, dengan harapan bisa memaksa musuh menyerah karena kelaparan. Dengan perkiraan 80,000 orang pasukan di Alesia, bersama dengan penduduk asli, hal ini tidak memakan waktu lama.

Untuk memastikan pengepungan berjalan sempurna, Caesar memerintahkan pembangunan tembok kepungan, dikenal dengan nama circumvallation, di sekeliling Alesia. Perincian rekayasa ini diketahui dari tulisan Commentaries Caesar dan penelitian arkeologis di lapangan tersebut. Sekitar 18 kilometer tembok setinggi 4 meter dibangun dalam waktu hanya tiga minggu. Garis ini diikuti pula dengan dua parit selebar empat setengah meter, dan sedalam satu setengah meter. Parit berseberangan dengan tembok diisi dengan air dari sungai sekeliling. Ini merupakan suatu kehebatan rekayasa zaman Romawi. Tetapi hal ini bukanlah hal baru bagi curule aedile, pegawai terpilih dari kota Romawi, yang pernah membelokkan sungai Tiber kedalam Circus Maximus untuk pertunjukan perang maritim, sebagai hiburan. Tembok ini didukukung pula dengan perangkap manusia dan lubang dalam di depan parit, dan watchtower didirikan dengan jarak tertentu dilengkapi artilleri Romawi.

Pasukan berkuda Vercingetorix sering menyerang kerja pembangunan sebagai usaha mencegah pengepungan total. Namun Pasukan kavaleri dukungan Jerman sekali lagi terbukti berguna dan memukul mundur musuh. Setelah dua minggu pembangunan, sepasukan kavaleri Gallia berhasil meloloskan diri melalui tembok yang belum selesai dibangun. Memperkirakan pasukan bantuan akan dipanggil, Caesar memerintahkan pembangunan tembok kedua contravallation, yang menghadap keluar dan mengelilingi pasukannya antara dinding pertahanan pertama dengan dinding pertahanan kedua. Garisan kedua sejajar dengan yang pertama dari segi reka bentuk dan memanjang sejauh 21 kilometer, meliputi pula empat kemah kavaleri. Set dinding pertahanan ini akan melindungi tentara Romawi apabila pasukan bantuan Gallia tiba. Posisi mereka dalam keadaan siap mengepung dan dikepung.

Akibat pengepungan ini, keadaan di Alesia menjadi semakin buruk. Dengan 80,000 tentera ditambah penduduk asli, terlalu banyak manusia terkurung dalam plato dan berebut makanan yang sedikit. Mandubii memutuskan untuk mengeluarkan anak-anak dan wanita dari (citadel), dengan harapan bisa menyimpan makanan untuk pejuang. Ia berharap Caesar akan membuka ruang untuk membiarkan anak-anak dan wanita lewat. Ini juga merupakan kesempatan bagi menerobos garis Romawi. Tetapi Caesar memutuskan untuk tidak memberikan jalan bagi rakyat ini dan dibiarkan kelaparan di tanah antara dinding kota dan dinding kepungan. Nasib buruk mereka menurunkan moral pasukan di dalam kota.

Vercingetorix berusaha untuk membakar semangat pasukannya, tetapi tetap harus berhadapan dengan keinginan menyerah di kalangan pasukannya. Tetapi pasukan bantuan sampai pada saat yang tepat dan membangkitkan harapan pasukan Gallia yang terkepung.

Pada akhir September, suku Gallia di bawah pemerintahan Commius, menyerang dinding contravallation Caesar. Vercingetorix turut mengarahkan serangan secara serentak dari sebelah dalam. Tapi tidak satupun serangan ini yang membuahkan hasil. Hingga menjelang matahari terbenam pertempuran berhenti.

Besoknya serangan Gallia dilakukan pada waktu malam. Kali ini mereka lebih berjaya dan Caesar terpaksa melepaskan sebagian garis kubu pertahanannya. Hanya tindakan antisipasi pasukan berkuda di bawah pemerintahan Marcus Antonius dan Gaius Trebonius yang menyelamatkan keadaan. Dinding sebelah dalam juga diserang, tetapi kehadiran parit, yang terpaksa dilewati pengikut Vercingetorix, menghalangi mereka sehingga mennggagalkan serangan kejutan. Tetapi pada saat ini keadaan pasukan Romawi juga terdesak. Mereka sendiri terkepung, sehingga makanan terpaksa dijatah dan tenteranya hampir letih.

Pada keesokkan harinya, 2 Oktober, Vercassivellaunus, sepupu Vercengetorix, melancarkan serangan besar-besaran dengan 60,000 orang, berkonsentrasi pada kelemahan di kubu pertahanan Romawi (lihat tanda lingkaran di peta). yang meskipun disamarkan Caesar, tetapi tetap berhasil ditemukan Gallia. Di daerah ini tembok tidak dapat dibangun karena kondisi alam yang tidak memungkinkan. Serangan dilakukan pasukan Vercingetorix secara bersama yang mendesak dari setiap sudut dari arah tembok pertahanan dalam.

Caesar mempercayai displin dan keberanian tenteranya dan mengeluarkan perintah menjaga tembok pertahanan. Dia sendiri berkuda di sekeliling kepungan guna menaikkan semangat legiuner. Pasukan berkuda Labienus ditugaskan mendukung pertahanan kawasan di tempat yang garis pertahanannya ditembusi. Dengan tekanan yang terus meningkat, Caesar terpaksa melakukan balasan dari serangan bahagian dalam dan berhasil memukul mundur pasukan Vercingetorix.

Pada saat ini area yang dipertahankan oleh Labienus hampir roboh. Caesar memutuskan untuk mengambil tindakan nekad dan membawa 13 cohort pasukan berkuda (sekitar 6,000 orang) untuk menyerang pasukan bantuan 60,000 dari belakang. Tindakan ini mengejutkan kedua pihak yang sedang bertempur. Di sisi Labienus, melihat pimpinan mereka berani mengambil risiko, menggandakan usaha mereka sementara suku Gallia menjadi panik dan mencoba mundur.

Seperti yang biasa terjadi di pertempuran lain, pasukan musuh yang mundur dalam keadaan kacau menjadi mangsa mudah bagi pasukan Romawi yang berdisplin tinggi. Suku Gallia yang mundur dihancurkan, dan Caesar dalam Commentaries menulis bahawa hanya faktor kelelahan orang-orangnya saja yang menyelamatkan suku Gallia dari pemusnahan.

Di Alesia, Vercingetorix menyaksikan kekalahan pasukan bantuan. Berhadapan dengan kelaparan dan moral yang rendah, dia terpaksa menyerah tanpa pertempuran akhir. Pada hari berikutnya, pemimpin Gallia dengan terhormat menyerahkan senjatanya kepada Julius Caesar, mengakhiri pengepungan Alesia.

Akhir pertempuran

Alesia terbukti mengakhiri pemberontakan massal dan terorganisir terhadap penjajahan Romawi di Gallia. Wilayah tersebut ditundukkan secara penuh menjadi jajahan Romawi dan akhirnya dibagi menjadi wilayah-wilayah administratif yang lebih kecil. Pemberontakan lain baru terjadi pada abad ke 3 di Kerajaan Gallia.

Pasukan pertahanan Alesia dijadikan tawanan termasuk pula pasukan bantuan yang masih selamat. Sebagian dijual sebagai budak atau dijadikan pembantu di legiuner Caesar, kecuali yang berasal dari suku Aedui dan Averni, yang dibebaskan dan diampuni demi mempertahankan aliansi dengan kedua suku penting ini.

Bagi Caesar, Alesia merupakan kemenangan tersendiri yang besar, baik dari segi militer dan politik. Senat Pompey dan Cato mempengaruhi untuk menetapkan 20 thanksgiving untuk kemenangan ini, tetapi menolak penghormatan bagi Caesar untuk melakukan arakan triumvirat kemenangan Romawi, sebuah pengakuan atas prestasi terbesar bagi Jenderal manapun. Akibatnya ketegangan politik meningkat, dan dua tahun kemudian, pada 50 SM, Caesar menyeberangi Rubicon, yang memulai perang saudara Republik Romawi pada 49 SM hingga 45 SM, yang dimenanginya.

Setelah dipilih sebagai konsul, untuk setiap tahun-tahun perang, dan kemudian diberikan beberapa kekuasaan diktatorial sementara Caesar akhirnya dijadikan dictator perpetuus (diktator seumur hidup), oleh senat Romawi pada tahun 44 SM. Penghormatan dan kekuasaannya yang terus meningkat melemahkan tradisi republik Romawi, dan akhirnya menyebabkan runtuhnya Republik Romawi dan dimulainya masa Kerajaan Romawi.

Komandan pasukan berkuda Caesar akhirnya terpecah dalam beberapa haluan. Labienus menyeberang kepada faksi Optimates ("orang baik"), faksi aristokratik konservatif dalam perang saudara, dan terbunuh dalam Pertempuran Munda pada tahun 45 SM. Trebonius, salah seorang letnan Caesar yang paling dipercaya, dilantik sebagai konsul oleh Caesar pada tahun 45 SM sebelum akhirnya menjadi salah seorang senator yang terlibat dalam pembunuhan Caesar pada peristiwa Ides of March (15 Maret 44 SM).Dia sendiri dibunuh setahun berikutnya.

Antonius tetap setia kepada Caesar. Dia dijadikan wakil utama Caesar, sebagai Master of the Horse, dan ditugaskan di Itali dalam perang saudara. Pada tahun 44 SM dia dipilih sebagai rekan consular Caesar. Setelah pembunuhan Caesar, Antonius mengejar pembunuh Caesar dan ikut dalam pemilihan kekuasaan tertinggi bersama Octavian (kemudian menjadi Caesar Augustus). Awalanya ia membentuk aliansi dengan Octavian (dan Marcus Aemilius Lepidus) dalam Triumvirat Kedua, namun kemudian dikalahkan oleh Octavian dalam Pertempuran Actium pada tahun 31 SM. Bersama sekutunya dan kekasihnya ratu Cleopatra dia lari ke Mesir, di mana mereka bunuh diri pada tahun berikutnya.

Vercingetorix dijadikan tahanan dan dilayani dengan penghormatan kebangsawanan selama lima tahun berikutnya, sementara menunggu dipamerkan dalam perayaan triumvirat Caesar. Seperti biasanya tradisi untuk ketua musuh yang ditawan dan diarak, pada akhir perarakan kemenangan dia dibawa ke Tullianum (dikenal juga sebagai Penjara Mamertine) dan dihukum mati.

Beberapa Isu dalam penelitian sejarah

Bertahun-tahun lokasi pertempuran sebenarnya tidak diketahui. Teori berlawanan mulanya menumpu kepada dua kota, Alaise di Franche-Comte dan Alise-Sainte-Reine di Cote-d'Or. Raja Napoleon III dari Perancis mendukung pendapat kedua dan pada masa 1860an membiayai penggalian yang mencari bukti yang mendukung teori adanya perkemahan Romawi di kawasan tersebut. Dia lalu mendirikan patung Vercingetorix di puing yang baru ditemui.

Bagaimanapun, dalam ilmu pengetahuan ketidakpastian adalah abadi. Topografi Alise-Sainte-Reine dianggap tidak mendukung gambaran Caesar. Sebagai contoh, tempat tersebut terlalu kecil untuk menempatkan 80,000 orang infantari Gallia, dan hingga 10,000 lebih pasukan berkuda dan penduduk. Teori baru meyakini lokasi pertempuran di Chaux-des-Crotenay di pintu masuk pergunungan Jura. Penyelidikan di Chaux-de-Crotenay memberikan gambaran sistem pertahanan Romawi lengkap yang serupa dengan gambaran Caesar mengenai tempat tersebut. Tetapi bagaimanapun, penyelidikan arkhaelogikal tetap diperlukan untuk menetapkan dengan tepat lokasi Alesia.

Dalam komik Asterix ("Asterix dan Perisai dari Averna"), ketidakpastian lokasi Alesia secara humoris digambarkan sebagai salah satu kebanggan kaum Gallia yang tidak pernah mengakui kekalahannya dari Caesar. Seluruh penduduk Gallia tidak pernah mengakui adanya peristiwa Alesia dan bahkan menolak anggapan tahu lokasi Alesia tempat pertempuran itu terjadi (dan secara tidak langsung menolak mengakui kekalahan tersebut terjadi).

Jumlah tepat mengenai ukuran pasukan yang terlibat dan jumlah korban sukar diketahui. Jumlah-jumlah seperti ini biasanya tidak lebih dari propaganda, dan biasanya diragukan. Caesar, dalam De Bello Galliaonya, memberi rujukan satu juta tentara bantuan Gallia. Kemungkinan besar hal ini hasil pemalsuan untuk memperbesar rasa kemenangan di pihak Romawi. Sayangnya, catatan tunggal mengenai hal tersebut datang dari Romawi dan bisa dianggap berat sebelah. Ahli sejarah modern biasanya lebih mempercayai jumlah antara 80,000 hingga 100,000 orang.

Fakta yang bisa dipercayai adalah setiap tentara dalam legion Caesar mendapat seorang Gallia sebagai budak, yang berarti sekurang-kurangnya 40,000 tahanan, sebagian besar dari pasukan yang dikepung. Pasukan bantuan kemungkinan hilang atau dibunuh, sebagaimana tentara lain yang kehilangan perintah dan mundur, akan sekaligus dimusnahkan pasukan berkuda Romawi.



sumber:
http://heraklia.fws1.com/battles/The Gallia Wars/alesia/Index.html



-dipi-
 
Kekaisaran Romawi

Kekaisaran Romawi (Latin: IMPERIVM ROMANVM atau Imperium Romanum) adalah sebuah entitas politik yang pernah berkuasa di Italia saat ini dengan Roma sebagai pusat pemerintahannya. Walaupun kota Roma telah berdiri sejak tahun 753 SM, perlu waktu 500 tahun bagi pemerintah Romawi untuk meneguhkan kekuasaannya hingga melewati semenanjung Italia.

Dalam proses memperluas kekuasaannya, Romawi berbenturan dengan Kartago (pemerintahan yang didirikan tahun 814 SM oleh bangsa Fenisia). Akibatnya, keduanya berperang dalam sebuah peperangan yang disebut Perang Punic (264-241 SM). Perang ini berakhir dengan direbutnya kota Kartago oleh Romawi pada tahun 146 SM, yang menandai permulaan dari dominasi pemerintahan Romawi di Eropa, yang terus berkuasa dengan kekuasaan tertinggi selama enam abad berikutnya.

Bagian selanjutnya akan menguraikan peristiwa-peristiwa besar (Major Event) yang terjadi selama Kekaisaran Romawi berdiri.

Pembubaran Republik Romawi (50 SM)

Julius Caesar dikenang sebagai kaisar Romawi paling sempurna (walaupun Roma masih merupakan sebuah republik semasa hidupnya dan jabatan kaisar belum dibentuk hingga ia meninggal). Ia memerintah Republik Romawi beberapa tahun setelah penaklukan kekuatan terakhir bangsa galia di bukit alesia, hingga kematian tragisnya di sidang senat pada 44 SM.

Kekuasaan yang dimiliki Julius Caesar didapatkannya ketika ia masih menjabat sebagai salah satu anggota Triumvirat (sebuah dewan pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai, ketika itu : Caesar, Pompei dan Crassus) sebagai pemimpin militer. Pada saat itulah ia memulai rencananya untuk merebut daerah luas di utara eropa yang dikuasai bangsa Galia dengan dukungan sahabatnya, Pompei (106-48 SM).

Sejak dikalahkannya Kartago, sekitar satu abad sebelum Caesar lahir, Republik Roma dipenuhi dengan perang saudara, pemberontakan kekuatan militer, korupsi, dan ketidak puasan terhadap dewan Senat sebagai pusat pemerintahan. Suatu kondisi politik yang kacau di sebuah republik yang berkuasa di laut tengah. Dengan berdirinya Triumvirat, beberapa masalah mampu ditangani, walaupun Caesar menyadari bahwa sistem republik sudah tidak layak dipertahankan.

Di tangan Julius Caesar bangsa romawi mulai mewujudkan mimpinya untuk menyerang timur laut dan utara eropa. Ia mendesak perbatasan Romawi sampai ke daratan Inggris (Brittania) sehingga lebih dari separuh benua eropa berada di bawah kekuasaan Republik Roma. Namun kemenangan Caesar dianggap ancaman terhadap republik oleh sebagian anggota Senat, bahkan Pompei ikut mendukung Senat untuk melawan Caesar. Keadaan tersebut memaksa Caesar untuk melakukan Kudeta dan mengabaikan hukum pemerintahan republik itu. Dari utara, Caesar bersama tentaranya menyerang dan merebut kota Roma dari tangan Senat, mengalahkan Pompei dan mengejarnya sampai ke Mesir (dimana yang ia dapatkan hanya kepala Pompei yg tersisa akibat pembunuhan yang dilakukan persekongkolan di mesir, hal tersebut sangat disesali oleh Caesar). Kemenangan Julius Caesar menjadikannya sebagai penguasa Roma dengan kekuasaan mutlak. Ia terus memerintah sampai tewas dibunuh oleh sekelompok orang yang masih mendukung republik pada tahun 44 SM.

Julius Caesar mengubah perjalanan sejarah Roma - dan tentu saja, sejarah Eropa. Di Roma sendiri, ia menggulingkan pemerintahan republik (walaupun harus melakukan kudeta dan berperang melawan teman seperjuangannya, Pompeius magnus) dan menciptakan jabatan yang menurut faktanya adalah seorang kaisar, yang dijadikan jabatan resmi oleh kemenakannya Octavianus (63 SM-14 Masehi) ketika ia memegang kekuasaan setelah kematian pamannya. Tatkala Caesar baru mulai memerintah, Roma adalah penguasa utama di Laut Tengah. Pada waktu kematiannya, Roma juga menjadi pemerintahan adikuasa yang pertama di Eropa-atau boleh jadi di seluruh dunia (dengan pengecualian Persia dibawah Cyrus dan Macedonia dibawah Alexander).

Kelahiran Kekaisaran Romawi (30 SM)

Setelah Julius Caesar tewas, ia digantikan oleh kemenakannya yang bernama Octavianus. Namun bukan hanya jabatan besar, masalah-masalah besar pun turut diwariskan sang paman, selain mendapat banyak perlawanan dari saingan-saingannya, Octavianus juga harus membongkar skandal pembunuhan caesar yang dilakukan oleh sebuah sindikat persekongkolan yang dipimpin Gaius Cassius dan Markus Yunius Brutus. Oleh karenanya, ia sepakat untuk memimpin sebuah Triumvirat (sebuah dewan pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai) bersama-sama Marcus Lepidus (?-13 SM) dan Marcus Antonius (83-30 SM).

Namun sekali lagi, pemerintahan Triumvirat ini tidak cukup berhasil, sehingga menimbulkan banyak masalah termasuk kisah percintaan Markus Antonius dengan ratu mesir Cleopatra di kemudian hari. Cleopatra sendiri adalah pemimpin terakhir dari dinasti terakhir mesir (ptolemy), seorang ratu yang di masa sebelumnya juga pernah memiliki skandal percintaan dengan Caesar. Kita tinggalkan dulu Cleopatra, setelah para pembunuh Julius Caesar berhasil ditangkap dan dihancurkan, Triumvirat sepakat untuk membagi kekuasaan secara geografis, dengan Octavianus di Eropa, Lepidus di Afrika dan Antonius di Mesir.

Di Mesir, Markus Antonius mengawali pemerintahannya di kota kosmopolitan Alexandria, disanalah ia bertemu Cleopatra (69-30 SM) yang kemudian ia nikahi (walau besar kemungkinan keduanya pernah bertemu di saat Caesar masih hidup). Perlahan tapi pasti, sahabat seperjuangan Julius Caesar ini mulai berpindah pihak. Ia menetapkan ketiga anaknya sebagai penggantinya dan sering kali ia menghadiahi istrinya dengan benda-benda yang mahal, bahkan timbul kabar angin bahwa ia akan menghadiahkan kota Roma (yang dikuasai Octavianus) kepada Cleopatra, sebagai hadiah.

Ketika kabar angin itu merebak dan terdengar oleh Octavianus, ia menjadi berang dan mendeklarasikan perang melawan Anthony. Kedua belah pihak berhadapan muka di Pertempuran Actium Pada tahun 31 SM. Pada pertempuran itu, pasukan Anthony berhasil di desak dan di kalahkan (Anthony dan Cleopatra kemudian mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri pada tahun 30 SM). Octavianus mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar romawi dengan berbagai gelar baru, termasuk Imperator dan Kaisar Augustus (Augustus Caesar). Dengan pendeklarasian ini, maka Kekaisaran Romawi, puncak dari dominasi politik yang dibangun selama 7 abad, resmi berdiri. Tepatnya tahun 27 SM.

Tahun empat kaisar (69 Masehi)

Setelah Kasiar Nero meninggal karena bunuh diri pada tahun 68, meletuslah suatu perang saudara di Kekaisaran Romawi (perang saudara pertama sejak kematian Antonius pada tahun 30 SM), masa yang dikenal juga dengan sebutan Tahun empat Kaisar (Year of the four emperors). Antara bulan Juni 68 hingga bulan Desember 69, Kaisar Romawi berganti hingga 3 kali dalam satu tahun (Nero digantikan Galba, Galba digantikan Otho, Otho digantikan Vitellius, Vitellius digantikan Vespasian, penguasa pertama dari dinasti Flavian). Periode perang saudara ini sendiri dianggap menjadi awal catatan hitam dalam sejarah Kekaisaran Romawi, karena akibat yang ditimbulkannya berimplikasi besar pada kestabilan politik dan militer Roma saat itu.

Krisis Pada Abad ke-3 (253 - 284)

Setelah Augustus mendeklarasikan berakhirnya perang saudara pada abad ke-1 Sebelum Masehi, Kekaisaran Romawi mengalami periode dimana perluasan daerah, kedamaian, dan kemakmurah ekonomi terasa diseluruh penjuru Kekaisaran (Pax Romana). Namun pada abad ke-tiga, Kekaisaran dihadapkan pada sebuah krisis dimana serangan bangsa bar-bar, perang saudara, dan hiperinflasi terjadi dalam waktu yang bersamaan dan terus menerus, yang hampir menyebabkan runtuhnya Kekaisaran Romawi.

Kekacauan ini sala satunya disebabkan karena tidak adanya suatu sistem yang jelas yang mengatur tentang pergantian kekuasaan (succesion) sejak Augustus meninggal tanpa menunjuk penerus Kekaisaran (normalnya, kekuasaan akan diserahkan kepada anak sang kaisar, namun saat itu Augustus tidak memiliki anak). Hal ini menyebabkan kekacauan saat pergantian kekaisaran pada abad ke-1 dan ke-2, namun biasanya kekacauan yang terjadi tidak berlangsung lama.

Pada abad ke-3 ini, puncak kekaisaran dipimpin sekurang-kurangnya 25 Kaisar antara tahun 235 - 284 (biasa disebut Kaisar-Militer (Soldier-Emperor). Kebanyakan dari 25 kaisar ini tewas dibunuh atau terbunuh dalam konflik abad ke-3 ini. periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.

Penyebaran Agama Kristen di Romawi

Kurang lebih tiga abad setelah kematian Kaisar Augustus (wafat pada tahun 14 Masehi), Roma yang berbentuk kekaisaran telah berkembang dengan pesatnya. Dengan wilayah yang luas dan kekuatan militer yang tak terkalahkan, kekaisaran Romawi menjadi kekaisaran terbesar di dunia yang telah dikenal ketika itu, masa yang biasa disebut Pax Romana, di mana pun terwujud.

Pada saat inilah, agama Kristen mulai tumbuh dan berkembang di Roma. Tidak seperti agama-agama sebelumnya, yang diwariskan dari generasi ke generasi sebagai ciri-ciri budaya suatu bangsa, agama Kristen secara aktif mempertobatkan mereka yang belum percaya. Agama Kristen bermula dari Timur Tengah dan menyebar hingga ke Yunani dan Mesir. Para utusan Injil Kristen terutama murid Yesus, Petrus (?-67 Masehi), perintis penyebaran agama Kristen, bersama-sama Saulus dari Tarsus (5-67 Masehi), kini dikenal sebagai Paulus, memberitakan agama yang baru itu ke seluruh wilayah Kekaisaran dan bahkan sampai ke Roma.

Pada awalnya, kedatangan agama baru ini bisa ditoleransi oleh orang Romawi. Namun pada perkembangan selanjutnya, orang Romawi mulai khawatir akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepatnya. Mereka mengkhawatirkan agama ini akan memecahbelah persatuan bangsa Romawi. Maka dimulailah pembantaian terhadap orang-orang yang memeluk agama Kristen. Mereka dibunuh, ditindas atau dijadikan umpan singa di arena sirkus. Meskipun demikian, gerakan-gerakan bawah tanah orang Kristen tetap aktif menyebarkan agama, mereka menjadikan Roma sebagai pusat gerakan mereka.

Hingga suatu ketika, keadaan ini berubah ketika Constantinus (280-337 Masehi), yang memeluk agama Kristen, berkuasa. Di bawah kepemimpinannya, agama yang awalnya ditentang ini, mulai diterima dan bahkan dikembangkan. Bahkan, ia sempat menjadi penengah dalam sebuah perselisihan serius mengenai doktrin antara golongan barat dan timur dalam Gereja. Ia mengundang para uskup yang mewakili kedua golongan itu untuk menghadiri sebuah Konsili Nicea tahun 325 Masehi. Di sana perbedaan-perbedaan di antara mereka diselesaikan. Pengakuan Iman Nicea, yang naskahnya dibuat pada konferensi tersebut, menetapkan keyakinan-keyakinan Kristen yang mendasar yang dapat disepakati kedua golongan.

Selanjutnya, Constantinus mengambil sejumlah langkah untuk menyelamatkan orang Kristen dari kehancuran, baik sebagai akibat penganiayaan eksternal ataupun perselisihan internal. Ia juga menetapkan agama Kristen sebagai agama negara di seluruh pemerintahan Kekaisaran Romawi.

Karena jasa-jasanya itulah, agama tersebut mulai tersebar bahkan menjadi dominan di seluruh Eropa (karena ketika itu, Romawi menguasai hampir seluruh daratan Eropa).



-dipi-
 
Pembagian Kekaisaran Romawi (395)

Pembagian Kekaisaran Romawi yang tunggal menjadi dua (Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur) terjadi sekitar tahun 395 setelah kematian Thedosius I. Pembagian kekuasaan ini dilakukan melalui serangkaian peristiwa yang saling terkait.

Pembagian Wilayah oleh Diocletian (305)

Kaisar Romawi ketika itu, Diocletian mulai mengalami kesulitan-kesulitan yang serus dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya :
  • Daerah yang terlalu luas mengakibatkan koordinasi pusat dengan daerah lainnya terhambat, perlu waktu berbulan-bulan agar maklumat atau hukum dari pusat pemerintahan samapai ke daerah terpencil.
  • Daerah yang terlalu luas itu juga mengakibatkan rendahnya pengawasan dan penjagaan dari serangan bangsa lain seperti Goth, Visigoth, Vandal dan Frank.
Diocletian melihat bahwa Kekaisaran Romawi tidak akan bisa bertahan jika dipimpin oleh satu pemerintahan saja, maka ia pun membagi Kekaisaran menjadi dua pada sekitar daerah timur Italia (lihat), dan menyebut pemimpinnya dengan sebutan Augustus
  • Kekaisaran Romawi Bagian Barat dengan Diocletian sebagai Augustus bagi Wilayah Barat
  • Kekaisaran Romawi Bagian Timur dengan Maximian, sahabat karib Diocletian, sebagai Augustus wilayah Wilayah Timur
Walaupun begitu, kekaisaran Romawi pada saat itu tetap menjadi suatu Kekaisaran tunggal, pemisahan menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur terjadi pada masa kepemimpinan Theodisius I.

Tetrachy (Empat Pemimpin)(285 – 324)

Setelah wilayah Kekaisaran Romawi dibagi menjadi dua wilayah. Pada tahun 293 masing-masing Augustus memilih kaisar muda yang disebut Caesar (bedakan antara Kaisar (Emperor) dengan Caesar) sebagai pembantu urusan administratif dan sebagai penerus Kekaisaran jika mereka meninggal; Galerius menjadi Caesar dibawah Dioclotian dan Constantius Chlorus dibawah Maximian. Konstitusi ini disebut Tetrachy dalam ilmu pemerintahan modern.

Pada awalnya, sistem ini cukup berhasil mencegah kehancuran Kekaisaran Roma. Penurunan kekuasaan pun berlangsung dengan damai. Setiap Caesar, dari barat ataupun timur, menggantikan Augustus masing-masing dan mengangkat Caesar Baru; Galerius mengangkat keponakannya Maximinus, dan Constantius mengangkat Flavius Valerius Severus sebagai Caesar nya. Namun keadaan berubah ketika Constantius Chlorus meninggal pada tanggal 25 Juli 306. Pasukan Constantius di daerah Eboracum segera mengangkat Constantine, anak Constantius, sebagai Augustus. Dan pada bulan agustus di tahun yang sama, Galerius juga memutuskan untuk mengangkat Severus menjadi Augustus.

Ketika ketidakpuasan merajalela, Roma dihadapkan pada sebuah revolusi yang menginkan Maxentius anak Maximian, menjadi Augustus (akhirnya ia menjadi Augustus pada tanggal 28 Oktober 306). Berbeda dengan yang lainnya, pengangkatan Maxentius ini didukung oleh pasukan Praetorian. Hal ini menyebabkan Kekaisaran memiliki 5 pemimpin: Empat Augustus (Galerius, Constantine, Severus dan Maxentius) dan seorang Caesar (Maximinus)

Dan pada tahun 307, Maximian juga memproklamirkan dirinya sebagai Augustus, bersebelahan dengan anaknya Maxentius (sehingga secara total, ada 6 orang Augustus di Kekaisaran Romawi yaitu : Maximinus, Maximian, Maxitius, Galerius, Constantine dan Severus). Namun hal ini tidak disetujui oleh Galerius dan Severus, sehingga menimbulkan perang saudara di daerah Italia. Akhirnya, Serverus terbunuh di tangan Maxentius pada tanggal 16 September 307. Keduanya (Maximinus dan Maxentius) pun berusaha memikat Constantine untuk bekerjasama dengan cara menjodohkan Constantine dengan Fausta, anak Maximian sekaligus kakak kandung Maxentius.

Keadaan semakin rumit ketika Domitius Alexander, Vicarius (semacam Gubernur) dari Provinsi Afrika memproklamirkan diri sebagai Augustus pada 308. Melihat perkembangan ini, maka diadakanlah Kongres Carnuntum yang dihadiri oleh Diocletian, Maximian, and Galerius. Kongres ini menghasilkan keputusan antara lain :

  • Galerius menjadi Augustus di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur
  • Maximinus menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur
  • Maximian Dipecat
  • Maxentius tidak diakui, kepemimpinannya dianggap ilegal
  • Constantine mendapat pengakuan, namun jabatannya di turunkan menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Bagian Barat
  • Licinius menggantikan Maximian sebagai Augustus di Kekaisaran Romawi Wilayah Barat
Namun masalah terus berlanjut. Maximinus menuntut agar gelarnya sebagai Augustus dikembalikan. Akhirnya dia memproklamirkan dirinya kembali sebagai Augustus pada tanggal 1 Mei 310. Diikuti oleh Maximian yang memproklamairkan dirinya, untuk yang ketiga kalinya, menjadi Augustus. Namun ia (Maximian) tewas dibunuh oleh menantu-nya sendiri, Constantine, pada bulan Juli 310. Pada akhir tahun 310, Kekaisaran Romawi masih dipimpin oleh 4 Augustus resmi (Galerius, Maximinus, Constantine, dan Licinius) dan seorang Augustus ilegal (Maxentius)

Galerius tewas pada bulan Mei 311 meninggalkan Maximinus sebagai penguasa tunggal Kekaisaran Romawi Wilayah Timur. Disaat bersamaan, Maxentius mendeklarasikan perang terhadap Constantine, yang telah membunuh ayahnya (Maximian adalah ayah kandung Maxentius). Namun peperangan itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Ia tewas dalam suatu pertempuran melawan Constantine, Pertempuran di Jembatan Milvian, pada tanggal 28 Oktober 312.

Akibat kematian Maxentius, Augusti (kata jamak dari Augustus) hanya bersisa 3 orang; Maximinus, Constantine, dan Licinius. Licinius kemudian menikahi Constantia, adik Constantine, untuk mengikat persahabatan dengan Constantine.

Pada bulan Agustus 313, Maximinus tewas di daerah Tarsus, Cilicia. Augusti yang tersisa (Licius dan Constantine) akhirnya sepakat membagi 2 wilayah Kekaisaran Romawi, seperti yang dilakukan oleh Diocletian; Constantine di Kekaisaran Romawi Bagian Barat, dan Lucius di Kekaisaran Romawi Bagian Timur.

Pembagian kekuasaan ini berlangsung selama sepuluh tahun. Samapai pada tahun 324, peperangan antara dua Augusti yang tersisa terjadi. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Lucius, menjadikan Constantine sebagai penguasa tunggal di seluruh Kekaisaran Romawi.

Kemudian Constantine memutuskan bahwa Kekaisaran yang hampir musnah ini, membutuhkan ibukota baru sebagai pusat pemerintahan. Ia memutuskan memindahkan pusat pemerintahan ke Kota kuno Byzantium dan merubah namanya menjadi Nova Roma (namun dikemudian hari, kota ini dikenal dengan Constantinople, kota Constantine). Constantineople terus menjadi pusat pemerintahan Constantine yang agung sampai kematiannya pada tanggal 22 Mei 337.

Theodosius I, Kaisar Terakhir (395)

Pada tahun 392, Valentinian tewas di Vienne. Theodosius I menggantikan dia, memerintah seluruh Kekaisaran Romawi.

Theodosius mempunyai dua putra (Arcadius dan Honorius) dan seorang putri bernama Pulcheria, dari istri pertamanya, Aelia Flacilla. Putri dan istrinya pertamanya kemudian tewas pada tahun 385. Dari istri keduanya, Galla, dia mendapatkan seorang putri, Galla Placidia, ibu dari Valentinian III, seseorang yang kemudian menjadi Kaisar di Kekaisaran Romawi Barat.

Setelah kematiannya pada tahun 395, kekuasaannya dibagi kepada dua anaknya Arcadius dan Honorius; Arcadius menjadi penguasa Kekaisaran Romawi Timur, dengan ibukota Konstantinopel, dan Honorius menjadi penguasa di Barat, dengan ibukota Milan. Pembagian ini dianggap sebagai akhir dari Kekaisaran Romawi yang Tunggal.


-dipi-
 
Kaisar Nero

Kaisar Nero

Pada tahun 64 masehi, karena wataknya yang penuh curiga dan berprasangka, Nero, kaisar imperialis Roma yang lalim
(37-68 M), mengadakan penindasan jahat terhadap penganut agama Nasrani pengikut Yesus.
- Menurut catatan sejarawan Roma Tacitus (56-120 M), agar dapat mendirikan sebuah kota Roma yang baru, maka Nero dengan sengaja membakar kota Roma. Setelah kebakaran besar terjadi, penduduk Roma umumnya percaya bahwa biang keladi kebakaran itu adalah Nero, namun Nero mengkambinghitamkan pengikut Nasrani sebagai penyebab kebakaran, dan menggunakan cara yang sangat jahat untuk menghukum mereka.

Dalam sebuah arena perlombaan, sebagian pengikut Nasrani ditutupi dengan kulit hewan lalu melepas serombongan anjing pemburu, untuk menggigit dan mencabik-cabik mereka hingga mati. Bagi pengikut Nasrani yang masih tersisa, Nero memerintahkan anak buahnya supaya mengikat mereka bersama jerami kering untuk dijadikan obor, dan disusun di dalam sebuah taman, dan dibakar pada tengah malam, menjadi hiburan bagi Nero yang lalim. Pengikut Yesus yang bernama Peter dan Paul meninggal dalam penindasan itu.
Dalam sejarah kekaisaran Roma, Nero diakui sebagai seorang yang paling kejam. Seperti apakah iblis yang bernama Nero itu?

Menuju Tangga Kekuasaan

Pada tahun 37 M, Nero lahir di sebuah kota pesisir yang ramai sekitar Roma bernama Anchio. Ayahnya adalah seorang pejabat administrasi yang mempunyai reputasi jelek dan berperilaku buruk, dia pernah membunuh banyak rakyat yang tak berdosa dengan sewenang-wenang. Ibu Nero bernama Aklibina, adik dari Kaisar Kaligula, cantik bagaikan bidadari tapi jahatnya seperti ular berbisa, seorang yang penuh dengan tipu muslihat dan licik, gemar akan kekuasaan dan serakah terhadap kedudukan. Suka melakukan pembunuhan massal, dan menyiksa orang lain untuk meraih kesenangan.

Dia menikah lagi dengan seorang bangsawan kaya, sehingga berkesempatan menyediakan pendidikan kelas satu bagi Nero. Kemudian, ketika istri ketiga dari kaisar imperialis Roma Klautikse meninggal dunia, dengan mengandalkan hubungan famili berdalih bahwa kaisar yang juga pamannya hendak menikahinya, dia pun memanfaatkan kecantikannya untuk memikat kaisar tua itu. Akhirnya pada tahun 49 M, dia berhasil menjadi seorang permaisuri. Tahun berikutnya, dia berusaha membuat kaisar menerima Nero sebagai anak angkat, serta mengupayakan agar putri kaisar menikah dengan Nero, dan menghapus kedudukan Bunitanix yang tadinya putra mahkota, dan mengangkat Nero sebagai penggantinya. Ketika kaisar tua merasa menyesal atas pengangkatan Nero sebagai pewaris takhta, dia melancarkan intrik pembunuhan yang keji dengan seporsi hidangan jamur beracun untuk meracuni kaisar tua itu, dan menggunakan uang dalam jumlah besar untuk membeli pasukan pengawal istana, kemudian memproklamirkan Nero yang baru berusia 17 tahun itu sebagai kaisar baru Roma. Setelah Nero naik takhta, sudah tergenggam tampuk kekuasaan besar.

Disebabkan oleh pengaruh dan didikan sang ibu dalam jangka waktu panjang, maka sejak kecil Nero sudah terdidik dengan sifat yang bengis, serakah dan sewenang-wenang, serta haus kekuasaan.

Membunuh Ibu, Istri dan Adiknya

Begitu Nero yang masih belia itu naik takhta, dia sudah menganggap Bunitanix sang adik sebagai musuh bebuyutan. Pada kesempatan sebuah pesta kerajaan, dia berhasil meracuni Bunitanix yang masih berusia 14 tahun dengan arak beracun. Ketika pesta sedang berlangsung, pada saat adiknya sekarat, Nero tetap dengan asyik menikmati hidangan, sambil menjelaskan dengan tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa. “Ini hanyalah penyakit ayan yang sedang kumat saja,” katanya yang membuat para tamu di pesta ini ketakutan.

Aklibina, sang ibu yang juga gila kekuasaan, sering mengatasnamakan Nero untuk melakukan tindakan kekerasan dan acap kali tampil dengan kedudukannya bagai seorang ratu. Ini membuat Nero sangat marah. Disebabkan karena takut pada suatu hari kekuasaan di tangannya akan direbut oleh sang ibu, maka dia berniat menghabisinya. Dia pun merencanakan sebuah intrik jahat lalu menciptakan sebuah insiden kapal tenggelam untuk membunuh ibunya, tapi ibunya berhasil berenang sampai pantai, serta mengutus seorang untuk mengirim surat. Ketika Nero menerima surat dan berbicara dengan pengantar surat itu, dengan diam-diam dia menaruh sebilah belati di atas tanah dan melaporkan pada pengawalnya bahwa ibunya mengirim seseorang untuk membunuhnya. Ini dijadikan alasan untuk membunuh ibunya sesuai dengan fakta yang ada. Aklibina pun menerima balasan yang setimpal untuk perbuatan jahatnya selama ini.

Nero bahkan memukul hingga mati istrinya yang sedang hamil, ketiga istrinya dibunuh satu per satu. Istri keduanya bernama Bobia dibunuh karena mengeluh Nero pulang kemalaman. Istri ketiganya Statilia yang didapatkan dengan membunuh suaminya, tak lama kemudian pun dibunuh oleh Nero. Ia pun perintahkan gurunya untuk bunuh diri, sebab Nero berpendapat bahwa sang gurunya itu mencoba mendominasi dirinya. Setelah itu, Nero pun kehilangan kontrol diri dan berbuat sewenang-wenang serta berfoya-foya, tenggelam dalam kemewahan, berpesta pora serta meboroskan uang dengan seenaknya saja.

Negara Kuat yang Lemah

Ketika itu, daerah kekuasaan Nero sangatlah luas, membentang mulai dari bagian utara daerah Britania selatan hingga ke selatan daerah Marokko, daerah timur Atlantik hingga barat laut Kaspia, sedemikian kuat penampilan luarnya. Namun Roma justru ada di pusat dari seluruh negara imperialis itu, dan Nero pun memegang tampuk kekuasaan secara total, segala kekuasaan negara berada di tangan sang kaisar seorang. Satuan tentara Roma adalah basis dari kekuasaannya. Rakyat tak punya hak bicara, lembaga tinggi negara sepertinya hanya nama saja. Kaisar ialah penguasa tertinggi, hukum dan segala perangkatnya ada dalam genggamannya. Nasib orang di seluruh negeri tergantung pada suka atau tidaknya sang kaisar seorang, rakyat di seluruh negeri berfoya-foya dan bercabulan, sama seperti negara China saat ini.

Pada saat Nero mewarisi takhta kerajaan, Roma waktu itu masih tergolong sangat makmur, termasuk bagian dari tahun yang paling makmur dan jaya di sejarah Roma. Di awal beberapa tahun sejak kekuasaan yang diserobot oleh Nero pun masih berlangsung sedikit sisa kecemerlangan dari matahari terbenam itu. Sama sekali persis dengan di awal beberapa tahun ketika Jiang Zemin menyerobot kekuasaan tertinggi di negeri China.

Akan tetapi kecemerlangan segemerlap apa pun tetaplah sebuah kecemerlangan yang tersisa, ditambah lagi dengan sifat bawaan Nero yang jahat dan tidak terkendali, maka dengan cepat sekali mengembang, jadi saat-saat yang baik pun layu dengan cepat seperti bunga. Dia mulai menghambur-hamburkan uang seenaknya, berjudi gila-gilaan, ketika bepergian dan piknik dia dikawal oleh 1.000 iring-iringan kereta mewah. Ketika kas negara kosong, dia menyita harta kekayaan pribadi, membunuh puluhan tuan tanah Spanyol dan Afrika Utara dan merampas harta-kekayaan mereka. Dia pun menghapus pengurangan pajak serta subsidi terhadap fakir miskin dan orang jompo yang diterapkan di masa lalu, menguasai paksa harta kekayaan kuil dan mendepresiasi nilai mata uang. Nero bahkan memaksa istri para anggota parlemen imperialis yang mengenakan perhiasan emas dan perak itu agar masuk ke gelanggang gulat untuk saling bunuh-membunuh, sedangkan dia sendiri justru menyaksikan adegan gumulan berdarah dan gila-gilaan itu.

Nero merasa dirinya seorang yang serba bisa, baik melukis, mengukir, bernyanyi, bermain musik, maupun bahasa Yunani dan bahasa Latin serta berpuisi dan sebagainya, dikuasai semua. Dia sudah memulai pertunjukan terbukanya di tahun 59 M. Sering mengundang rakyat kecil untuk menyaksikan bermain musik dan nyanyi di teater terbuka pada taman istana atau di jalanan. Pada hari raya, dia menyelenggarakan sebuah pertunjukan sangat mewah di dalam istana, dia sendiri mengadakan pertunjukan di atas panggung sebagai seorang penyair, penyanyi, konduktor bahkan pegulat. Ketika dia mengadakan pertunjukan di teater, pintu teater pun ditutup rapat olehnya tidak diizinkan penonton pulang sebelum pertunjukan selesai. Bagi beberapa penonton yang tak tahan terhadap suara nyanyian yang memekakkan telinga dan pertunjukannya yang jelek itu, mereka satu per satu terpaksa kabur dengan meloncat tembok. Merasa tidak mendapat pendengar yang setia di Roma, maka Nero mengadakan dan memimpin rombongan teater untuk pertunjukan keliling di Yunani selama setahun, orang-orang Yunani menikmatinya. Karena kegembiraan sesaat, dia pun menganugerahkan hak otonomi kepada Yunani, karena orang Yunani mengerti dan bisa menikmati keseniannya.

Karena berfoya-foya terhadap pemakaian uang dalam jumlah sangat besar, negara imperialis Roma yang tampak kuat dan besar dari luar itu dalam waktu cepat sudah mengeruk habis kas negara.

Sifat Keiblisannya Keluar

Pada malam tanggal 18 Juli 64 M, terjadi kebakaran besar di Roma. Berlangsung selama 39 hari, 3 daerah musnah terbakar, 7 rusak berat, sisanya 4 dari 14 daerah seluruhnya. Rakyat Roma mengalami bencana yang tak pernah ada sebelumnya, mereka luntang-lantung tak bertempat tinggal.

Ada yang melihat, dalam menghadapi kondisi lautan api yang menelan seluruh kota itu, Nero malah berpakaian opera, berdiri di menara dan memetik instrumen Lira, melantunkan sebuah balada yang ada hubungannya dengan musnahnya Troya, menikmati pemandangan kobaran api yang takjub. Ada rumor di sana-sini mengatakan bahwa Nero-lah yang melakukan pembakaran secara sengaja waktu itu, Nero-lah yang memerintahkan pembakaran terhadap Roma supaya mendirikan sebuah kota baru.

Sungguh, setelah kebakaran besar terjadi, ia tidak pergi menolong rakyat korban bencana itu, malah sibuk melakukan pembangunan besar-besaran dan bikin “rumah emas” untuk pribadi. Dekorasi dalam istananya dihiasi dengan emas, intan permata dan mutiara serta bingkai langit-langit yang ditatah gading, langit-langit yang bisa berputar itu bisa menaburkan bunga dan menyemperotkan parfum ke arah bawah, istananya itu terletak di tempat paling sentral kota Roma, beraneka bunga, pemandangan gunung dan danau, kolam mandi di dalamnya dapat medatangkan air laut sekaligus air dari mata air. Ketika bangunan mentereng dan mewah ini rampung dibangun, Nero memuji dan mengagumi dengan gembira ria: “Ini baru mirip tempat tinggal manusia.”

Untuk menghadapi kecaman dari kebakaran yang disengaja, maka Nero memilih penganut Nasrani untuk mengemban tanggung jawab, pertama-tama ia menuduh merekalah yang melakukan pembakaran secara sengaja, lalu menuduh mereka “bermusuhan terhadap umat manusia”. Karena kebanyakan penganut Nasrani waktu itu orang miskin semuanya, budak belian dan orang asing, jadi untuk menindas mereka itu sangatlah mudah.

Tapi justru karena Nero dalam kedudukan yang sangat kuat dan lupa daratan, tiba-tiba di Italia bagian tengah kota Napules muncul seorang ahli kebatinan, dia beteriak dengan keras dari bawah tembok dan mencela Nero adalah seorang raja lalim serta bengis dan juga mengatakan bahwa arwah Bunitanix tidak akan membiarkan selamanya. Akhirnya, ahli kebatinan ini dijebloskan ke dalam penjara, setiap orang mengira bahwa pasti dia bakal mati karena siksaan berat, namun siapa pula bakal tahu bahwa dia adalah seorang yang sakti, tak sampai setengah hari sudah lolos dari penjara. Sejak saat itu, orang Roma menyebutnya seorang ahli kebatinan pembalas dendam, Nero yang marah besar karena dipermalukan, mengutus orang untuk menangkapnya ke semua tempat, namun ternyata gagal. Setahun kemudian, ahli kebatinan ini meninggal dunia, bukan karena dibunuh tapi karena sakit, kalimat terakhir yang diucapkan sebelum meninggal: “Kekaisaran Nero pasti tidak lebih dari 15 tahun.” Kala itu kekuasaan Nero sudah memasuki 11 tahun setengah.

Sepeninggalnya ahli kebatinan itu, Nero pun berubah menjadi orang yang lebih curiga, kalau melakukan sesuatu pun lebih gila-gilaan lagi. Dia membunuh orang terus-menerus, dia tega melakukan cara sekejam apa pun apalagi terhadap kaum Nasrani itu. Akan tetapi menurut informasi pengawal yang dekat dengan Nero mengatakan bahwa Nero sering mendengar suara teriakan arwah Bunitanix, dia takut bercampur benci, jika melakukan sesuatu lebih dipenuhi dengan emosi sesat.
Pembunuhan secara kejam oleh Nero akhirnya menimbulkan tantangan rakyat Roma. Saat itu Nero terus-menerus timbul rasa curiga terhadap orang di sekelilingnya, dia memastikan ada sebuah komplotan makar sedang kontra dengannya. Dalam kondisi yang teramat takut serta mata gelap itu, dia pun mengumumkan bahwa seluruh negeri dalam kondisi darurat perang. Seluruh Roma diselimuti suasana ketakutan. Begitu dia menyebut nama seseorang, maka orang tersebut akan dihukum mati. Banyak anggota parlemen, birokrat senior, tokoh terkemuka serta petugas pasukan pengawal pun dihukum mati. Ada beberapa orang dipenggal kepalanya, beberapa lagi diperintahkan untuk bunuh diri, dan sejumlah lagi dibelah urat nadinya. Bahkan guru dan Shonyka sang penasihat pun dipotong kedua tangannya.

Pengkhianat Massal dan Dijauhi Sanak Saudara

Kemewahan Nero yang luar biasa, kekuasaan yang mengerikan, pembunuhan secara gila-gilaan dan penindasan terhadap kaum Nasrani itu, membangkitkan rasa kontra bagi lembaga tinggi negara. Tak seorang rakyat yang tidak terasa benci terhadapnya. Dari kalangan rakyat kecil, tentara, orang terkemuka dan terpandang hingga pejabat tinggi, serta parlemen, tidak tahan terhadap pemerintahan tirani itu. Akhirnya pada 68 M, gubernur jenderal sementara dari Provinsi Kaolu dan Spanyol mengimbau agar rakyat bangkit untuk memberontak. Sementara pasukan Roma memberontak di daerah Kaolu, bahkan induk pasukan di Spanyol dan Afrika Utara nan jauh itu pun menyusul memberontak, pasukan-pasukan yang ada di masing-masing daerah menuju ke Roma, pejabat daerah pun satu per satu mengumumkan pembelotannya terhadap Nero. Lembaga tinggi negara di Roma menghapuskan takhta kerajaan Nero, memproklamirkan bahwa dia itu ilegal, sekaligus merupakan musuh rakyat.

Pasukan tentara beserta rakyat mengepung istana hendak memberi perhitungan dengan Nero. Sampai saat itu, Nero sudah ditentang oleh rakyatnya dan ditinggalkan pengikutnya. Dia minta tolong pada pengawal istana untuk membantunya dalam pelarian, tapi ditolak. Dia menulis sepucuk surat agar rakyat mengampuninya, akan tetapi ia tidak berani keluar dari istana untuk menyerahkannya. Dia tahu bahwa dosanya sudah amat berat, akhirnya pada malam hari dia dengan mengenakan mantel tanpa lengan melarikan diri dengan menunggangi kuda bersama empat orang jongos ke tempat liar.

Nasib Orang yang Memalukan

Akhirnya Nero kabur di sebuah rumah mantan budak istananya. Dia duduk di ruang bawah dan membiarkan budaknya menggali sebuah kubur di belakang rumah untuknya. Jongosnya menggali liang kubur buatnya, Nero yang enggan berpisah itu terus berkata: “Dunia ini telah kehilangan seorang seniman yang hebat!” Saat itu pesuruhnya datang memberi tahu: Lembaga tinggi negara mengumumkan bahwa Nero itu adalah musuh rakyat, serta mengeksekusi mati Nero dengan cara leluhur yakni hukuman mati dengan cambuk.

Nero tahu bahwa ini berarti akan melucuti bajunya, lalu memakai pasung kayu untuk menopang tengkuknya dan diayunkan cambuk oleh sang algojo, hingga akhir napasnya. Tak terpikirkan bahwa Nero yang selalu kejam sejak dulu malah ketakutan setengah mati oleh siksaan kejam itu, dia merasa lebih baik bunuh diri untuk mengurangi penderitaan, lalu memutuskan untuk melakukan itu.

Sebelum ajal tiba, Nero pun tak lupa untuk mempertunjukkan kebolehannya, dia pegang belati tajam lalu mengayunkan ke sana kemari, tetapi tidak berani menusuk tenggorokannya sendiri. Sebab dia tidak punya keberanian, lalu dengan tak diduga-duga dia mohon pada seorang jongos untuk bunuh diri lebih duluan, memperagakan untuknya, tapi ditolak. Kaisar yang lalim itu sebenarnya seorang pengecut bernyali kecil.

Pada saat menjelang fajar, tiba-tiba dari kejauhan sana terdengar suara teriakan manusia dan pekikan kuda, karena tempat persembunyiannya telah diketahui. Nero yang sudah putus asa itu meletakkan sebilah belati ke tangan seorang jongos, lalu menggenggam tangan sang jongos untuk menusukkannya ke leher dia sendiri. Dia berteriak dengan kencang sekali dan tersungkur ke dalam genangan darah, tamat sudah riwayatnya. Nero meninggal pada usia 31 tahun, dia bertakhta 14 tahun, persis dan klop seperti ucapan ahli kebatinan.
 
Last edited by a moderator:
Re: Kaisar Nero

ada banyak tulisan di web lain soal ini, jadi kalo misalnya mengutip dari salah satunya, sebisa mungkin ditambahkan ya Non....:)


-dipi-
 
Back
Top