Sejarah Samurai & Ninja

Status
Not open for further replies.

Dipi76

New member
Samurai


Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Istilah yang lebih tepat adalah bushi (harafiah: "orang bersenjata") yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: "orang ombak"). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Samurai.jpg

Samurai harus sopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

Perkataan samurai berasal pada sebelum zaman Heian di Jepang di mana bila seseorang disebut sebagai saburai, itu berarti dia adalah seorang suruhan atau pengikut. Hanya pada awal zaman modern, khususnya pada era Azuchi-Momoyama dan awal periode/era Edo pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 perkataan saburai bertukar diganti dengan perkataan samurai. Bagaimanapun, pada masa itu, artinya telah lama berubah, yang kemudian berubah pengertian menjadi “orang yang mengabdi”.

Namun selain itu dalam sejarah militer Jepang, terdapat kelompok samurai yang tidak terikat/mengabdi kepada seorang pemimpin/atasan yang dikenal dengan rōnin. Rōnin ini sudah ada sejak zaman Muromachi (1392). istilah rōnin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman Edo (1603 – 1867). Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga banyak samurai yang kehilangan tuannya kehidupan seorang rōnin bagaikan ombak dilaut tanpa arah tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai menjadi rōnin. Seorang samurai dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk menjalani hidup sebagai rōnin. Adapula rōnin yang berasal dari garis keturunan, anak seorang rōnin secara otomatis akan menjadi rōnin. Eksistensi rōnin makin bertambah jumlahnya diawali berakhirnya perang Sekigahara (1600), yang mengakibatkan jatuhnya kaum samurai/daimyo yang mengakibatkan para samurai kehilangan majikannya.

Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer dan dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum milter harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Selain itu pula pada waktu itu kaum petani juga dibebani wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini. Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan sakimori yang secara harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini tidak ada hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman berikutnya.

Setelah tahun 794, ketika ibu kota dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum bangsawan menikmati masa kemakmurannya selama 150 tahun dibawah pemerintahan kaisar. Tetapi, pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang sangat berat menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah, dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung dengan tuan tanah yang memiliki pengaruh agar mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal dengan samurai.

Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian Barat dan Timur, tetapi mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah pusat, dalam hal ini keluarga Fujiwara, tidak mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan.

Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei seiji. Kaisar Shirakawa,menggantikan kaisar Gonjo akhirnya menjadikan o-tera sebagai markas politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi keagamaan dan fungsi politik.

Tentara pengawal o-tera, souhei pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah (shoen) pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang bertikai.

Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang pada kericuhan yang terjadi di istana menyangkut perebutan tahta, antara Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kotra terhadap o-tera. Perang antara Minamoto, yang memihak o-tera melawan Taira, yang memihak istana, muncul dalam dua pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156) dan Perang Heiji (1159). Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai muncul sebagai kekuatan politik di istana.



Bersambung


Sumber:
http://wiki.samurai-archives.com



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge (bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan.

Keangkuhan keluarga Taira akhirnya melahirkan konspirasi politik tingkat tinggi antara keluarga Minamoto (yang mendapat dukungan dari kaum bangsawan) dengan kaisar Shirakawa, yang pada akhirnya mengantarkan keluarga Minamoto mendirikan pemerintahan militer pertama di Kamakura (Kamakura Bakufu; 1192 – 1333).

Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan diambil alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut Taira. Pada masa kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan tuntunan hidup mereka.

samurai-archer.jpg

Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol) dan mengadopsi taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang menghancurkan armada Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki Jepang. Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (dewa angin).

Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai akibatnya, lambat laun samurai menggantikan busur-panah dengan “pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak menjadi senjata utama di kalangan panglima perang.

Pada zaman Muromachi (1392 – 1573), diwarnai dengan terpecahnya istana Kyoto menjadi dua, yakni Istana Utara di Kyoto dan Istana Selatan di Nara. Selama 60 tahun terjadi perselisihan sengit antara Istana Utara melawan Istana Selatan (nambokuchō tairitsu). Pertentangan ini memberikan dampak terhadap semakin kuatnya posisi kaum petani dan tuan tanah daerah (shugo daimyō) dan semakin lemahnya shogun Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa ini, Ashikaga tidak dapat mengontrol para daimyō daerah. Mereka saling memperkuat posisi dan kekuasaannya di wilayah masing-masing.

Kondisi ini melahirkan krisis panjang dalam bentuk perang antar tuan tanah daerah atau sengoku jidai (1568 – 1600). Tetapi krisis panjang ini sesungguhnya merupakan penyaringan atau kristalisasi tokoh pemersatu nasional, yakni tokoh yang mampu menundukkan tuan-tuan tanah daerah, sekaligus menyatukan Jepang sebagai “negara nasional” di bawah satu pemerintahan pusat yang kuat. Tokoh tersebut adalah Jenderal Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi.

Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, mulai menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan Bakufu Muromachi dan istana kaisar.

Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh.

Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang.

Toyotomi Hideyoshi, yang merupakan pengikut setia Oda, melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590 dengan menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyushu tiga tahun sebelumnya.

Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi : taiko kenchi (peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan perlucutan pedang) bagi para petani. Kedua peraturan ini secara strategis bermaksud “mengontrol” kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan perlawanan atau pemberontakan bersenjata.

Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada tahun 1598, menandakan awal kehancuran bakufu Muromachi.

Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap atasan yang dikenal dengan istilah gekokujō ini telah muncul tatkala Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada di pihak Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

KEMATIAN SAMURAI

kogai_hagakure_medium.jpg

Kematian dianggap sebagai jalan yang mulia bagi seorang samurai daripada tindakan pahlawan-pahlawan lain. Cara kematian dianggap suatu hal yang sangat penting bagi seorang samurai. Ajaran yang menerangkan mengenai “mati yang terbaik” telah ditulis di dalam sebuah buku, Hagakure pada kurun ke-18. Ditulis lama selepas tentera samurai berangkat ke medan peperangan, Hagakure - buku tersebut dikatakan telah membawa semangat dan panji samurai ke arah kemelaratan dan kesesatan. Tidak dapat dinafikan, wujudnya satu idealisme yang baik di dalam buku tersebut tetapi telah telah disalahtafsirkan oleh para samurai kerana kekaburan maksud kalimatnya. Malah, contoh utama yang boleh dipaparkan di sini terletak di Bab Pendahuluan buku Hagakure itu sendiri:

“Jalan Samurai ditemui dalam kematian. Apabila tiba kepada kematian, yang ada di sini hanya pilihan yang pantas untuk kematian.”

Baris-baris kalimat di atas kemudian menjadi ayat-ayat yang paling popular dalam kebanyakan buku dan majalah mengenai samurai atau budaya bela diri masyarakat Jepang. Petikan di bawah merupakan antara isi kandungan buku Hagakure:

“Kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan perkara kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi sekiranya tidak mencapai tujuan kita dan terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang pengecut. Tiada keperluan untuk malu dalam soal ini. Ini adalah Jalan Samurai (Bushido). Jika sudah ditetapkan jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam, seseorang itu akan dapat hidup walaupun jasadnya sudah mati, dia telah mendapat kebebasan dalam Jalan tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan dan dia akan mencapai apa yang dihajatinya.”

Buku Hagakure telah mempengaruhi kehidupan para samurai. Kematian Nobufusa dan Taira Tomomori juga dipengaruhi oleh buku ini.
Taira Tomomori boleh dianggap sebagai Jenderal Taira yang paling agung, telah membunuh diri kerana nasihatnya telah diabaikan pada saat-saat akhir ketika Perang Gempei. Pada pengakhiran konfrontasi ketika Perang Gempei, Tomomori telah mendesak rajanya, Munemori, supaya menyingkirkan seorang jenderal yang diragui kesetiaannya. Munemori telah menolak usulnya, dan ketika berlangsungnya Pertempuran Dan no Ura (1185), jenderal tersebut telah mengkhianati perjuangan Taira. Lantaran kecewa karena nasehat pentingnya diabaikan, Tomomori membuat keputusan untuk menamatkan riwayatnya sendiri.

Cara Kematian 1: Mati Di Medan Pertempuran

Sebagaimana pejuang-pejuang Islam yang menganggap mati syahid dalam peperangan untuk membela Islam sebagai satu kemuliaan, begitu juga dengan para samurai. Mati dibunuh di medan perang adalah lebih baik daripada hidup tetapi ditangkap oleh musuh. Salah seorang samurai yang terkenal, Uesugi Kenshin sempat meninggalkan pesanan kepada para pengikutnya sebelum mati:

“Seseorang yang tidak mau mati karena tertusuk panah musuh tidak akan mendapat perlindungan daripada Tuhan. Bagi kamu yang tidak mau mati karena dipanah oleh tentara biasa, karena mau mati di tangan pahlawan yang handal atau terkenal, akan mendapat perlindungan Tuhan.”

Tidak ada samurai yang pernah terhindar daripada bayangan maut semasa di medan perang. Kebanyakan nama besar dalam dunia samurai tumbang di medan perang. Ayah Uesugi Kenshin terbunuh di dalam pertempuran, sebagaimana Imagawa Yoshimoto, Ryuzoji Takanobu, Saito Dosan, Uesugi Tomosada... sementara yang lain telah mengambil keputusan untuk membunuh diri selepas perjuangan mereka telah dipatahkan, dari zaman Minamoto Yorimasa (kurun ke-12) sampai pada zaman Sue Harukata (kurun ke-16). Kebiasaanya, seseorang samurai akan membuat puisi kematian ketika menjelang maut.

Cara Kematian 2: Seppuku

Tindakan di mana seseorang menyobek perutnya, sebagai suatu cara membunuh diri. Merupakan unsur yang paling popular dalam mitos samurai. Bagi seorang samurai, membunuh diri adalah lebih baik daripada membiarkan ditangkap, karena sekiranya samurai itu masih hidup dan ditangkap, ia dianggap membawa malu kepada nama keluarga dan raja.

seppuku1.JPG

Di Barat, cara membunuh diri ini dipanggil Hara-kiri (artinya tindakan Membunuh Diri dengan membelah perut – tetapi istilah ini tidak digunakan oleh para samurai), tidak diketahui kapan istilah itu digunakan. Walau bagaimana pun, seperti yang tercatat dalam sejarah, Seppuku ini mula dilakukan oleh Minamoto Tametomo dan Minamoto Yorisama pada akhir kurun ke-12. Dari sinilah asalnya seorang samurai memilih cara ini karena lebih mudah melakukan dibandingkan membunuh diri dengan cara memenggal kepala sendiri. Ada juga yang mengatakan bahawa dengan melakukan seppuku, iaitu dengan membelah perut adalah merupakan cara yang paling jujur untuk mati. Ini karena, dia sebelum mati akan merasai kesakitan yang amat sangat dan ini mungkin tidak berani dihadapi oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu, mati dengan cara seppuku dianggap sebagai suatu keberanian dan kehormatan.

Pada zaman Edo, seppuku telah menjadi sebagai salah satu upacara terhormat dalam kebudayaan Jepang. Mula-mula, karpet tatami putih akan dikeluarkan, kemudian satu bantal yang besar akan diletakkan di atasnya . Para saksi pembunuhan akan berdiri di sebelah samurai tersebut (pelaku seppuku), bergantung kepada pentingnya kematian (sebagai satu nilai penghormatan kepada pelaku seppuku). Samurai yang menjalani seppuku, memakai baju kimono putih, akan duduk berlutut (seiza) di atas bantal tersebut. Di sebelah kiri, pada jarak kira-kira satu meter dari samurai tersebut, seorang kaishakunin, atau `kedua’ akan turut berlutut. Kaishakunin atau `Kedua’ adalah sahabat akrab kepada samurai yang telah meninggal kerana melakukan seppuku. Karena perbuatan ini dianggap tidak senonoh dan amat memalukan (tabu), maka hanya orang-orang yang layak dan terpilih (berkesanggupan untuk melakukan tugas membantu) saja yang akan menjadi kaishakunin.

Di depan samurai (pelaku seppuku) ini akan ada sebilah pisau bersarung yang terletak di dalam talam. Apabila samurai tersebut merasakan dia telah siap, samurai tersebut akan menanggalkan kimononya dan membebaskan bagian perutnya. Kemudian dia akan mengangkat pisau dengan sebelah tangan, manakala sebelah tangan lagi menanggalkan sarung pisau tersebut dan meletakkannya ke tepi.

Apabila dia telah bersedia, dia akan mengarahkan mata pisau tersebut pada sebelah kiri perut, dan menggoreskannya ke kanan. Selepas itu, pisau tersebut akan diputar dalam keadaan masih terbenam di dalam perut dan ditarik ke atas. Kebanyakan samurai tidak sanggup lagi untuk melakukan tindakan ini, maka ketika inilah kaishakunin (artinya kedua) akan memenggal kepala samurai tersebut setelah melihat sejauh mana kesakitan yang terpapar pada wajahnya.

Tindakan yang dilakukan sampai selesai dikenali sebagai jumonji (crosswise), sayatan bintang, dan seandainya samurai (pelaku seppuku) dapat melakukannya, maka seppuku yang dilakukannya dianggap amat bernilai dan disanjung tinggi. Seppuku juga mempunyai nama-nama tertentu, bergantung kepada fungsi atau sebab melakukannya:

  • Junshi: Dilakukan sebagai tanda kesetiaan kepada raja, apabila raja tersebut meninggal. Pada zaman Edo, junshi telah diharamkan karena dianggap sia-sia dan merugikan karena negara akan banyak kehilangan perwira yang setia. Semasa kematian Maharaja Meiji pada 1912, Jenderal Nogi Maresue telah melakukan junshi.
  • Kanshi: Membunuh diri semasa demonstrasi. Tidak begitu popular, melibatkan seseorang yang melakukan seppuku sebagai tanda peringatan kepada seseorang raja apabila segala bentuk musyawarah (persuasion) gagal. Hirate Nakatsukasa Kiyohide (1493-1553) telah melakukan kanshi untuk mengubah prinsip dan pemikiran Oda Nobunaga.
  • Sokotsu-shi: Seseorang samurai akan melakukan seppuku sebagai tanda menebus kesalahannya. Ini merupakan sebab yang paling popular dalam melakukan seppuku. Antara samurai yang melakukan sokotsu-shi ini termasuklah Jenderal Takeda, Yamamoto Kansuke Haruyuki (1501-1561), karena telah membuat satu rencana yang akhirnya meletakkan posisi rajanya di dalam bahaya.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Ninja


heroe_ninja.jpg


Ninja atau Shinobi (dalam bahasa Jepang, secara harfiah berarti "Seseorang yang bergerak secara rahasia") adalah seorang pembunuh yang terlatih dalam seni ninjutsu (secara kasarnya "seni pergerakan sunyi") Jepang. Ninja, seperti samurai, mematuhi peraturan khas mereka sendiri, yang disebut ninpo. Menurut sebagian pengamat ninjutsu, keahlian seorang ninja bukanlah pembunuhan tetapi penyusupan. Ninja berasal dari bahasa Jepang yang berbunyi nin yang artinya menyusup. Jadi, keahlian khusus seorang ninja adalah menyusup dengan atau tanpa suara.

Ninja biasanya segera dikaitkan dengan sosok yng terampil beladiri, ahli menyusup dan serba misterius seperti yang tampak di dalam film atau manga (komik Jepang). Kata ninja terbentuk dari dua kata yaitu nin dan sha yang masing-masing artinya adalah "tersembunyi" dan "orang". Jadi ninja adalah mata-mata profesional pada zaman feodal jepang. Sejarah ninja juga sangat sulit dilacak. Info mengenai keberadaan mereka tersimpan rapat-rapat dalam dokumen-dokumen rahasia.

Ninja juga bisa diartikan sebagai nama yang diberikan kepada seseorang yang menguasai dan mendalami seni bela diri ninjutsu. Nin artinya pertahanan dan jutsu adalah seni atau cara. Kata ninja juga diambil dari kata ninpo. Po artinya adalah falsafah hidup atau dengan kata lain ninpo adalah falsafah tertinggi dari ilmu beladiri ninjutsu yang menjadi dasar kehidupan seorang ninja. Jadi ninja akan selalu waspada dan terintregasi pada prinsip ninpo.

Ninja adalah mata-mata profesional di zaman ketika para samurai masih memegang kekuasaan tertinggi di pemerintahan Jepang pada abad ke-12. Pada abad ke-14 pertarungan memperebutkan kekuasaan semakin memanas, informasi tentang aktivitas dan kekuatan lawan menjadi penting, dan para ninja pun semakin aktif. Para ninja dipanggil oleh daimyo untuk mengumpulkan informasi, merusak dan menghancurkan gudang persenjataan ataupun gudang makanan, serta untuk memimpin pasukan penyerbuan di malam hari. Karena itu ninja memperoleh latiham khusus. Ninja tetap aktif sampai Zaman Edo (1600-1868), dimana akhirnya kekuasaan dibenahi oleh pemerintah di Zaman Edo.

Asal-usul ninja

Kemunculan ninja pada tahun 522 berhubungan erat dengan masuknya seni nonuse ke Jepang. Seni nonuse inilah yang membuka jalan bagi lahirnya ninja.

Seni nonuse atau yang biasa disebut seni bertindak diam-diam adalah suatu praktek keagamaan yang dilakukan oleh para pendeta yang pada saat itu bertugas memberikan info kepada orang-orang di pemerintahan. Sekitar tahun 645, pendeta-pendeta tersebut menyempurnakan kemampuan bela diri dan mulai menggunakan pengetahuan mereka tentang nonuse untuk melindungi diri dari intimidasi pemerintah pusat.

Pada tahun 794-1192, kehidupan masyarakat Jepang mulai berkembang dan melahirkan kelas-kelas baru berdasarkan kekayaan. Keluarga kelas ini saling bertarung satu sama lain dalam usahanya menggulingkan kekaisaran. Kebutuhan keluarga akan pembunuh dan mata-mata semakin meningkat untuk memperebutkan kekuasaan. Karena itu permintaan akan para praktisi nonuse semakin meningkat. Inilah awal kelahiran ninja. Pada abad ke-16 ninja sudah dikenal dan eksis sebagai suatu keluarga atau klan di kota Iga atau Koga. Ninja pada saat itu merupakan profesi yang berhubungan erat dengan intelijen tingkat tinggi dalam pemerintah feodal para raja di jepang. Berdasarkan hal itu, masing-masing klan memiliki tradisi mengajarkan ilmu beladiri secara rahasia dalam keluarganya saja. Ilmu beladiri yang kemudian dikenal dengan nama ninjutsu. Dalah ilmu yang diwariskan dari leluhur mereka dan atas hasil penyempurnaan seni berperang selama puluhan generasi. Menurut para ahli sejarah hal itu telah berlangsung selama lebih dari 4 abad. Ilmu itu meliputi filsafat bushido, spionase, taktik perang komando, tenaga dalam, tenaga supranatural, dan berbagai jenis bela diri lain yang tumbuh dan berkembang menurut zaman.

Namun ada sebuah catatan sejarah yang mengatakan bahwa sekitar abad ke-9 terjadi eksodus dari Cina ke Jepang. Hal ini terjadi karena runtuhnya dinasti Tang dan adanya pergolakan politik. Sehingga banyak pengungsi yang mencari perlindungan ke jepang.sebagian dari mereka adalah jendral besar, prajurit dan biksu. Mereka menetap di provinsi Iga, di tengah pulau Honshu. Jendral tersebut antara lain Cho Gyokko, Ikai Cho Busho membawa pengetahuan mereka dan membaur dengan kebudayaan setempat. Strategi militer, filsafat kepercayaan, konsep kebudayaan, ilmu pengobatan tradisional, dan falsafah tradisional. Semuanya menyatu dengan kebiasaan setempat yang akhirnya membentuk ilmu yang bernama ninjutsu.

Bela diri ninjutsu

Gerakan beladiri ninjutsu hanya tendangan, lemparan, patahan, dan serangan. Kemudian dilengkapi dengan teknik pertahanan diri seperti bantingan, berputar dan teknik bantu seperti meloloskan diri, mengendap, dan teknik khusus lainnya. Namun, dalam prakteknya ninja menghindari kontak langsung dengan lawannya, oleh karena itu berbagai alat lempar, lontar, tembak, dan penyamaran lebih sering digunakan. Berbeda dengan seni beladiri lain, ninjutsu mengajarkan teknik spionase, sabotase, melumpuhkan lawan, dan menjatuhkan mental lawan. Ilmu tersebut digunakan untuk melindungi keluarga ninja mereka. Apa yang dilakukan ninja memang sulit dimengerti. Pada satu sisi harus bertempur untuk melindungi, di sisi lain ninja harus menerapkan "berperilaku kejam dan licik" saat menggunakan jurus untuk menghadapi lawan. Di sisi lain ajaran ninpo memberi petunjuk bahwa salah satu tujuan ninjutsu adalah mengaktifkan indra keenam mereka. Paduan intuisi dan kekuatan fisik pada jangka waktu yang lama memungkinkan para ninja untuk mengaktifkan indra keenamnya. Sehingga dapat mengenal orang lain dengan baik dan mengerti berbagai persoalan dalam berbagai disiplin ilmu.

Di dalam ninpo terdapat teknik beladiri tangan kosong (taijutsu), teknik pedang (kenjutsu), teknik bahan peledak dan senjata api (kajutsu), teknik hipnotis (saimonjutsu), dan teknik ilusi (genjutsu). Pada aliran Togaku Ryu dikenal adanya energi yang disebut Kuji Kiri. Prinsipnya adalah penggabungan antara kekuatan fisik dan mental. Penyaluran energi yang tepat dari tenaga kuji kiri dapat bersifat menghancurkan, namun di sisi lain jika digunakan untuk olah pikir dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang pelik.

Ninjutsu akan sia-sia jika ninja tidak memiliki mental dan spiritual yang kuat. Untuk itu ninja harus menguasai Kuji-in, yaitu kekuatan spiritual dan mental berdasarkan simbol yang terdapat di telapak tangan yang dipercaya menjadi saluran energi. Simbol di tangan di ambil dari praktek pada masa awal penyebaran agama Buddha. Kuji-in digunakan untuk membangun kepercayaan diri dan kekuatan seorang ninja. Kuji-in mampu meningkatkan kepekaan terhadap keadaan bahaya dan mendeteksi adanya kematian.

Dari 81 simbol yang ada, hanya 9 yang utama, yaitu rin (memberi kekuatan tubuh), hei (memberi kekuatan menyamarkan kehadiran seseorang), Toh (menyeimbangkan bagian padat dan cair pada tubuh), sha (kemampuan menyembuhkan), kai (memberi kontrol menyeluruh terhadap fungsi tubuh), jin (meningkatkan kekuatan telepati), retsu (memberi kekuatan telekinetik), zai (meningkatkan keselarasan terhadap alam), dan zen (memberi pencerahan pikiran dan pemahaman). Seorang ninja akan menjadi master sejati dengan menguasai simbol-simbol ini.

Walaupun terdapat banyak keluarga ninja di Jepang, baru sekitar tahun enam puluhan keluarga ninja baru dapat di dekati oleh orang luar. Sejak ninja dinyatakan terlarang oleh shogun tokugawa pada abad ke-17. Pada tahun 1950 larangan tersebut dicabut oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1960 televisi jepang menayangkan laporan dokumentasi dan sejarah ninja. Setelah itu salah satu aliran yang dapat membuka diri dan memperkenalkan ninja ke dunia luar adalah aliran togakure-ryu dengan pewaris dari generasi ke 34, masaaki hatsume, yang profesi sehari-harinya adalah seorang tabib ahli penyembuhan dan pengobatan tulang. Pada tahun 1978 ninjutsu berhasil di publikasikan dan diajarkan ke amerika oleh stephen k. hayes. Sejak saat itu ninjutsu menjadi cabang beladiri yang paling banyak diminati.

Peralatan ninja

Ninja diharuskan untuk bisa bertahan hidup di tengah alam, karena itu mereka menjadi terlatih secara alamiah untuk mampu membedakan tumbuhan yang bisa dimakan, tumbuhan racun, dan tumbuhan obat. Mereka memiliki metode cerdik untuk mengetahui waktu dan mata angin. Ninja menggunakan bintang sebagai alat navigasi mereka ketika menjalankan misi di malam hari. Mereka juga mahir memasang perangkap, memasak hewan, membangun tempat berlindung, menemukan air dan membuat api.

shinobi_shozoku.gif


Ninja memakai baju yang menutup tubuh mereka kecuali telapak tangan dan seputar mata. Baju ninja ini disebut shinobi shozoko. Shinobi shozoko memiliki 3 warna. Baju warna hitam biasanya dipakai ketika melakukan misi di malam hari dan bisa juga sebagai tanda kematian yang nyata bagi sang target. Warna putih digunakan untuk misi di hari bersalju. Warna hijau sebagai kamuflase agar mereka tidak terlihat dalam lingkungan hutan.

Shinobi shozoko memiliki banyak kantong di dalam dan luarnya. Kantong ini digunakan untuk menyimpan peralatan kecil dan senjata yang mereka butuhkan, seperti racun, shuriken, pisau, bom asap dan lain-lain. Ninja juga membawa kotak P3K kecil tradisional, yang diisi dengan cairan dan minuman. Ninja juga memakai tabi yang mirip sepatu boot. Celah yang memisahkan jempol kaki dengan jari lainnya memudahkan ninja saat memanjat tali atau dinding.

shuriken.jpg

Shuriken

kusarigama.jpg

Kusarigama​


Ninja wanita atau kunoichi yang biasanya bekerja dengan menggunakan kefemininan mereka ketika melakukan pendekatan pada sang target menggunakan manipulasi kejiwaan dan perang batin sebagai senjata mereka. mereka bisa mendekati target dan membunuhnya tanpa jejak. Kunoichi memiliki misi yang berbeda dengan ninja laki-laki. Mereka lebih sering dekat dengan target, sehingga mereka juga lebih sering menggunakan senjata jarak dekat seperti metsubishi, racun, golok, tali, dan tessen. Selain itu senjata-senjata tersebut juga praktis dibawa tanpa kelihatan.

Ninja memiliki senjata dalam berbagai jenis, bentuk, dan ukuran. Senjata yang biasanya dipakai adalah katana (pedang) dan sering diletakkan di punggung. Senjata lempar seperti pisau kecil, atau cakram berbentuk bintang, dikenal sebagai shuriken. Peralatan canggih ninja lainnya adalah sabit berantai yang disebut kusarigama, kaginawa (jangkar bertali) untuk memanjat dinding, ashiaro untuk membuat jejak kaki palsu agar tidak terlacak saat menjalankan misi, metsubushi (cangkang telur yang diisi dengan pasir dan serbuk logam, biasanya juga kotoran tikus) yang berfungsi untuk membutakan lawan.

Pelatihan

Pada saat anak-anak, ninja telah dilatih untuk waspada dan dididik dalam kerahasiaan dan tradisi ilmu mereka. Pada umur 5-6 tahun mereka diperkenalkan dengan permainan ketangkasan dan keseimbangan tubuh. Anak-anak disuruh berjalan di atas papan titian yang sangat kecil, mendaki papan yang terjal, dan melompati semak-semak yang berduri. Pada umur 9 tahun mereka dilatih untuk kelenturan otot. Anak-anak berlatih berguling dan meloncat. Setelah itu anak-anak diajarkan teknik memukul dan menendang pada target jerami yang di ikat. Setelah itu pelatihan meningkat ke seni bela diri tanpa senjata dan setelahnya dasar-dasar menggunakan pedang dan tongkat.

Pada masa remaja mereka diajari cara menggunakan senjata khusus. Melempar pisau, penyembunyian senjata, teknik tali, berenang, taktik bawah air, dan teknik menggunakan alam untuk mendapat informasi atau untuk menyembunyikan diri. Waktu mereka dihabiskan dalam ruang tertutup atau bergelantungan di pohon untuk membangun kesabaran, daya tahan, dan stamina. Terdapat pula latihan gerak tanpa suara dan lari jarak jauh. Mereka juga diajarkan teknik melompat dari pohon ke pohon atau atap ke atap.

Pada masa akhir remaja ninja belajar menjadi aktor dan psikologi melalui tingkah laku mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Mereka mulai mengerti cara bekerja jiwa manusia, menggunakan kelemahan orang lain untuk keuntungan mereka. Mereka juga belajar membuat obat-obatan, mendapatkan jalan masuk rahasia ke dalam sebuah bangunan, cara memanjat dinding, melewati atap, mencuri di bawah rantai, mengikat musuh, cara kabur, dan menggambar peta, rute, petunjuk jalan, serta wajah.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Para Samurai yang terkenal


  • Oda Nobunaga (23 Juni 1534 - 21 Juni 1582)

    Oda Nobunaga(lahir 23 Juni 1534 – meninggal 21 Juni 1582 pada umur 47 tahun) adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari zaman Sengoku hingga zaman Azuchi-Momoyama.

    Odanobunaga.jpg

    Lahir sebagai pewaris Oda Nobuhide, Nobunaga harus bersaing memperebutkan hak menjadi kepala klan dengan adik kandungnya Oda Nobuyuki. Setelah menang dalam pertempuran melawan klan Imagawa dan klan Saito, Nobunaga menjadi pengikut Ashikaga Yoshiaki dan diangkat sebagai pejabat di Kyoto. Kekuatan penentang Nobunaga seperti klan Takeda, klan Asakura, pendukung kuil Enryakuji, dan kuil Ishiyama Honganji dapat ditaklukkan berkat bantuan Ashikaga Yoshiaki. Nobunaga menjalankan kebijakan pasar bebas (rakuichi rakuza) dann melakukan survei wilayah. Nobunaga diserang pengikutnya yang bernama Akechi Mitsuhide sehingga terpaksa melakukan bunuh diri dalam Insiden Honnōji.

    Nobunaga dikenal dengan kebijakan yang dianggap kontroversial seperti penolakan kekuasaan oleh klan yang sudah mapan, dan pengangkatan pengikut dari keluarga yang asal-usul keturunannya tidak jelas. Nobunaga berhasil memenangkan banyak pertempuran di zaman Sengoku berkat penggunaan senjata api model baru. Selain itu, ia ditakuti akibat tindakannya yang sering dinilai kejam, seperti perintah membakar semua penentang yang terkepung di kuil Enryakuji, sehingga Nobunaga mendapat julukan raja iblis.

    Masa muda

    Nobunaga dilahirkan di Istana Shōbata pada tahun 1534 sebagai putra ketiga Oda Nobuhide, seorang daimyo zaman Sengoku dari Provinsi Owari. Kisah lain mengatakan Nobunaga dilahirkan di Istana Nagoya. Ibunya bernama Dota Gozen (Tsuchida Gozen) yang merupakan istri sah Nobuhide, sehingga Nobunaga berhak menjadi pewaris kekuasaan sang ayah.

    Nobunaga diangkat menjadi penguasa Istana Nagoya sewaktu masih berusia 2 tahun. Sejak kecil hingga remaja, Nobunaga dikenal sering berkelakuan aneh sehingga mendapat julukan "si bodoh dari Owari" dari orang-orang di sekelilingnya. Nama julukan ini diketahui dari catatan tentang Nobunaga yang tertarik pada senapan yang tertulis dalam sejarah masuknya senjata api ke Jepang melalui kota pelabuhan Tanegashima.

    Nobunaga sejak masih muda memperlihatkan sifat genius dan tindakan gagah berani. Tindakan yang sangat mengejutkan sang ayah juga sering dilakukan oleh Nobunaga, seperti menggunakan api untuk melepas sekelompok kuda di Istana Kiyosu. Ketika masih merupakan pewaris kekuasaan ayahnya, Nobunaga dari luar terlihat sangat melindungi para pengikutnya. Di sisi lain, Nobunaga sangat berhati-hati terhadap para pengikut walaupun tidak diperlihatkan secara terang-terangan.

    Pada waktu Toda Yasumitsu dari Mikawa membelot dari klan Imagawa ke klan Oda, Matsudaira Takechiyo berhasil diselamatkan dari penyanderaan pihak musuh. Nobunaga sering melewatkan masa kecil bersama Matsudaira Takechiyo (nantinya dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) sehingga keduanya menjalin persahabatan yang erat.

    Pada tahun 1546, Nobunaga menyebut dirinya sebagai Oda Kazusanosuke (Oda Nobunaga) setelah diresmikan sebagai orang dewasa pada usia 13 tahun di Istana Furuwatari. Nobunaga mewarisi jabatan kepala klan (katoku) setelah Oda Nobuhide tutup usia. Pada upacara pemakaman ayahnya, Nobunaga melakukan tindakan yang dianggap tidak sopan dengan melemparkan abu dupa ke altar. Ada pendapat yang mengatakan cerita ini merupakan hasil karangan orang beberapa tahun kemudian.

    Pada tahun 1553, Hirate Masahide, sesepuh klan Oda melakukan seppuku sebagai bentuk protesnya terhadap kelakuan Nobunaga. Kematian Masahide sangat disesali Nobunaga yang lalu meminta bantuan pendeta bernama Takugen untuk membuka gunung dan mendirikan tempat beristirahat arwah Hirate Masahide. Kuil ini kemudian diberi nama kuil Masahide.

    Pada tahun 1548, Nobunaga mulai memimpin pasukan sebagai pengganti sang ayah. Pertempuran sengit melawan musuh lama Saitō Dōsan dari pPvinsi Mino akhirnya bisa diselesaikan secara damai. Nobunaga kemudian menikah dengan putri Saito Dōsan yang bernama Nōhime.

    Pertemuan Nobunaga dengan bapak mertua Saito Dōsan dilakukan di kuil Shōtoku yang terletak di Gunung Kōya. Ada cerita yang mengatakan dalam pertemuan ini kualitas kepemimpinan yang sebenarnya dari Oda Nobunaga mulai terlihat dan reputasi Nobunaga sebagai anak bodoh mulai terhapus.

    Pada bulan April 1556, sang bapak mertua Saitō Dōsan tewas akibat kalah bertempur dengan putra pewarisnya sendiri Saitō Yoshitatsu. Pasukan Dōsan sebetulnya sudah dibantu pasukan yang dikirim Nobunaga, tapi konon sudah terlambat untuk dapat menolong Saitō Dōsan.

    Klan Oda dan perselisihan keluarga

    Pada tanggal 24 Agustus 1556, Nobunaga memadamkan pemberontakan yang dipimpin adik kandungnya sendiri Oda Nobuyuki, Hayashi Hidesada, Hayashi Michitomo, dan Shibata Katsuie dalam Pertempuran Inō. Oda Nobuyuki terkurung di dalam Istana Suemori yang dikepung pasukan Nobunaga. Sang ibu (Dota Gozen) datang untuk menengahi pertempuran di antara kedua putranya, dan Nobunaga dimintanya untuk mengampuni Nobuyuki.

    Pada tahun berikutnya (1557), Nobuyuki kembali menyusun rencana pemberontakan. Nobunaga yang mendengar rencana ini dari laporan rahasia Shibata Katsuie berpura-pura sakit dan menjebak Nobuyuki untuk datang menjenguknya ke Istana Kiyosu. Nobuyuki dihabisi sewaktu datang ke Istana Kiyosu.

    Pada saat itu, Shiba Yoshimune dari klan Shiba menduduki jabatan kanrei. Kekuatan klan Shiba sebagai penjaga Provinsi Owari sebenarnya sudah mulai melemah, sehingga klan Imagawa dari Provinsi Suruga, klan Mizuno dan klan Matsudaira dari Provinsi Mikawa bermaksud menyerang Provinsi Owari.

    Sementara itu, perselisihan terjadi di dalam klan Oda yang terdiri dari banyak keluarga dan faksi. Klan Oda mengabdi selama tiga generasi untuk keluarga Oda Yamato-no-kami. Oda Nobutomo memimpin keluarga Oda Yamato-no-kami yang menjabat shugodai untuk distrik Shimoyon, Provinsi Owari. Nobunaga bukan merupakan garis keturunan utama klan Oda, sehingga Oda Nobutomo berniat menghabisi keluarga Nobunaga yang dianggap sebagai ancaman.

    Pada saat itu, Oda Nobutomo menjadikan penjaga Provinsi Owari yang bernama Shiba Yoshimune sebagai boneka untuk mempertahankan kekuasaan. Walaupun hal ini lazim dilakukan shugodai pada zaman itu, Yoshimune tidak menyukai perlakuan Nobutomo sehingga hubungan di antara keduanya menjadi tegang. Di tengah panasnya hubungan dengan Yoshimune, Nobutomo menyusun rencana pembunuhan atas Nobunaga. Rencana pembunuhan ini dibocorkan Yoshimune kepada Nobunaga, sehingga ada alasan untuk menyerang Nobutomo.

    Setelah tahu rencana pembunuhan yang disusunnya terbongkar, Nobutomo sangat marah terhadap Yoshimune. Ketika sedang menangkap ikan di sungai ditemani pengawalnya, putra Yoshimune yang bernama Shiba Yoshikane dibunuh oleh Nobutomo. Anggota keluarga Yoshikane (seperti adik Yoshikane yang kemudian dikenal sebagai Mōri Hideyori dan Tsugawa Yoshifuyu) meminta pertolongan Nobunaga untuk melarikan diri ke tempat yang jauh.

    Peristiwa pembunuhan Shiba Yoshikane merupakan kesempatan bagi Nobunaga untuk memburu dan membunuh komplotan pembunuh Yoshikane dari keluarga Oda Kiyosu yang sudah lama merupakan ganjalan bagi Nobunaga. Oda Nobutomo berhasil dihabisi paman Nobunaga yang bernama Oda Nobumitsu (penguasa Istana Mamoriyama). Dengan tewasnya Nobutomo, Nobunaga berhasil menamatkan sejarah keluarga Oda Kiyosu yang merupakan garis keturunan utama klan Oda, sehingga keluarga Oda Nobunaga yang bukan berasal dari garis keturunan utama bisa menjadi pemimpin klan.

    Nobunaga menaklukkan penguasa Istana Inuyama bernama Oda Nobukiyo yang sebenarnya masih satu keluarga. Setelah itu, Nobunaga menyingkirkan Oda Nobuyasu yang merupakan garis utama keturunan klan Oda sekaligus penguasa distrik Shimoyon. Oda Nobuyasu adalah anggota keluarga Oda Kiyosu yang menjadi musuh besar Nobunaga. Nobunaga berhasil mengalahkan Oda Nobuyasu, dan mengusirnya dalam Pertempuran Ukino. Pada tahun 1559, keluarga Nobunaga berhasil memegang kendali kekuasaan Provinsi Owari.

    Pengusiran klan Shiba

    Kesempatan tewasnya Shiba Yoshikane yang merupakan boneka klan Oda digunakan Nobunaga untuk berdamai dengan para daimyo di wilayah tetangga. Nobunaga berhasil menjalin persekutuan dengan klan Shiba, klan Kira (penjaga wilayah Mikawa) dan klan Imagawa (penjaga wilayah Suruga).

    Keadaan berlangsung tenang selama beberapa waktu sampai terbongkarnya rencana komplotan pembunuh Nobunaga. Komplotan terdiri dari klan Ishibashi yang masih keluarga dengan Shiba Yoshikane (pemimpin klan Shiba), dan klan Kira yang masih ada hubungan keluarga dengan klan Ashikaga. Keluarga shogun Ashikaga masih merupakan garis utama keturunan klan Shiba. sewaktu diusir ke Kyoto, Yoshikane pernah meminta perlindungan keluarga Ashikaga. Setelah menghabisi klan Shiba dan keluarga Oda Kiyosu, kekuasaan Provinsi Owari akhirnya benar-benar berada di tangan Nobunaga.

    Pertempuran Okehazama

    Pada tahun berikutnya (1560), penjaga wilayah Suruga yang bernama Imagawa Yoshimoto memimpin pasukan besar-besaran yang dikabarkan terdiri dari 20.000 sampai 40.000 prajurit untuk menyerang Owari. Imagawa Yoshimoto adalah musuh Nobunaga karena masih satu keluarga dengan klan Kira yang merupakan garis luar keturunan keluarga shogun Ashikaga. Klan Matsudaira dari Mikawa yang berada di garis depan berhasil menaklukkan benteng-benteng pihak Nobunaga.

    Pertempuran tidak seimbang karena jumlah pasukan klan Oda hanya sedikit. Di tengah kepanikan para pengikutnya, Nobunaga tetap tenang. Saat tengah malam, Nobunaga tiba-tiba bangkit menarikan tarian Kōwaka-mai dan menyanyikan lagu Atsumori. Setelah puas menari dan menyanyi, Nobunaga pergi berdoa ke kuil Atsuta-jingū dengan hanya ditemani beberapa orang pengikutnya yang menunggang kuda. Sebagai pengalih perhatian, sejumlah prajurit diperintahkan untuk tinggal di tempat. Sementara itu, Nobunaga memimpin pasukan yang hanya terdiri dari 2.000 prajurit untuk menyerang pasukan Imagawa yang sedang mabuk kemenangan. Imagawa Yoshimoto diincarnya untuk dibunuh. Pasukan Nobunaga pasti kalah jika berhadapan langsung dengan pasukan Imagawa yang berjumlah sepuluh kali lipat. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Okehazama. Imagawa Yoshimoto sangat terkejut dan tidak menduga serangan mendadak dari pihak Nobunaga. Pengawal berkuda dari pihak Nobunaga, Hattori Koheita dan Mōri Shinsuke berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto. Setelah kehilangan pemimpin, sisa-sisa pasukan Imagawa pulang melarikan diri ke Suruga. Kemenangan dalam Pertempuran Okehazama membuat nama Oda Nobunaga, 26 tahun, menjadi terkenal di seluruh negeri.

    Seusai Pertempuran Okehazama, klan Imagawa menjadi kehilangan kendali atas klan Matsudaira yang melepaskan diri dari keluarga Imagawa. Pada tahun 1562 dengan perjanjian Persekutuan Kiyosu, Nobunaga bersekutu dengan Matsudaira Motoyasu (kemudian dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) dari Provinsi Mikawa. Kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yakni menghancurkan klan Imagawa.

    Penaklukan Mino

    Penaklukan Saitō Tatsuoki dari Provinsi Mino merupakan tujuan berikut Nobunaga. Pada tahun 1564, Nobunaga bersekutu dengan Azai Nagamasa dari Ōmi utara untuk menjepit posisi klan Saitō. Berdasarkan perjanjian tersebut, adik perempuan Nobunaga yang bernama Oichi dinikahkan dengan Azai Nagamasa.

    Pada tahun 1566, Nobunaga memerintahkan Kinoshita Tōkichirō (Hashiba Hideyoshi) untuk membangun Istana Sunomata yang akan digunakan sebagai batu loncatan penyerangan ke Mino.

    Nobunaga berhasil menaklukkan pasukan Saitō Tatsuoki berkat bantuan klan Takenaka, Kelompok Tiga Serangkai dari Mino bagian barat (pasukan dari klan Inaba, klan Ujiie, dan klan Andō), klan Hachisuka, klan Maeno dan klan Kanamori. Dengan ditaklukkan Provinsi Mino pada tahun 1567, Nobunaga menjadi daimyo dua provinsi sekaligus di usia 33 tahun.

    Keinginan Nobunaga untuk menaklukkan seluruh Jepang dimulai dari Provinsi Mino, karena pada saat itu menguasai Mino sama artinya dengan menguasai seluruh Jepang. Nama bekas pusat kekuasaan klan Toki dan klan Saitō di Inoguchi diganti namanya oleh Nobunaga menjadi Gifu. Aksara kanji "Gi" untuk kota Gifu diambil dari nama Gunung Gi (Qi dalam bahasa Tiongkok) yang merupakan tempat berdirinya Dinasti Zhou. Nobunaga konon bermaksud menggunakan kesempatan ini sebagai titik awal pendirian dinasti Nobunaga.

    Pada tahun itu juga (1567), Nobunaga mulai secara terang-terangan menunjukkan ambisinya menguasai seluruh Jepang. Nobunaga mulai menggunakan stempel bertuliskan Tenka Fubu (di bawah langit, menguasai dengan kekuatan bersenjata) atau penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan bersenjata.

    Pada saat itu, Provinsi Kai dan Shinano yang bertetangga dengan Mino dikuasai daimyo Takeda Shingen. Nobunaga berusaha memperlihatkan sikap bersahabat dengan Shingen, antara lain berusaha mengawinkan Oda Nobutada, putra pewarisnya dengan anggota keluarga Takeda Shingen.

    Bertugas di Kyoto

    Pada masa sebelum tahun 1565, klan Miyoshi adalah bawahan (shitsuji) dari klan Hosokawa yang secara turun temurun telah menjabat kanrei di wilayah Kinai. Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide adalah samurai berpengaruh dari klan Miyoshi yang mengabdi kepada shogun ke-14 Ashikaga Yoshihide yang merupakan boneka klan Miyoshi.

    Sewaktu sedang memperkuat pemerintah keshogunan, Ashikaga Yoshiteru (shogun ke-13) berselisih dengan klan Miyoshi sehingga dibunuh Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide. Selain itu, adik Ashikaga Yoshiteru yang bernama Ashikaga Yoshiaki juga menjadi incaran, sehingga melarikan diri ke Provinsi Echizen yang dikuasai klan Asakura. Pada saat itu, penguasa Echizen yang bernama Asakura Yoshikage ternyata tidak memperlihatkan sikap mau memburu klan Miyoshi.

    Pada bulan Juli 1568, Yoshiaki dengan mengabaikan rasa takutnya, mendekati Nobunaga yang sudah menjadi penguasa Mino. Pada bulan September tahun yang sama, permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki disambut Nobunaga yang kebetulan mempunyai ambisi untuk menguasai Jepang. Nobunaga menerima Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun ke-15 yang kemudian memuluskan rencananya untuk menguasai Kyoto.

    Usaha Nobunaga untuk menaklukkan Kyoto dihentikan di Provinsi Ōmi oleh klan Rokkaku. Pimpinan klan Rokkaku yang bernama Rokkaku Yoshikata tidak mengakui Yoshiaki sebagai shogun. Serangan mendadak dilakukan Nobunaga, dan seluruh anggota klan Rokkaku terusir. Penguasa Kyoto yang terdiri dari Miyoshi Yoshitsugu dan Mastunaga Hisahide juga ditaklukkan Nobunaga. Ambisi Nobunaga menguasai Kyoto tercapai setelah Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi melarikan diri ke Provinsi Awa.

    Berkat bantuan Nobunaga, Ashikaga Yoshiaki diangkat sebagai shogun ke-15 Keshogunan Ashikaga. Nobunaga membatasi kekuasaan shogun agar bisa memerintah seluruh negeri sesuai kemauannya sendiri. Pemimpin militer daerah seperti Uesugi Kenshin juga mematuhi kekuasaan keshogunan yang dikendalikan Nobunaga.

    Nobunaga memaksa Yoshiaki untuk mematuhi Lima Pasal Peraturan Kediaman Keshogunan (denchū okite gokajū) yang membuat shogun Yoshiaki sebagai boneka Nobunaga. Secara diam-diam, Ashikaga Yoshiaki membentuk koalisi anti Nobunaga dibantu daimyo penentang Nobunaga.

    Dalam usaha menaklukkan Kyoto, Nobunaga memberi dana pengeluaran militer sebanyak 20.000 kan kepada kota Sakai dengan permintaan agar tunduk kepada Nobunaga. Perkumpulan pedagang kota Sakai (Sakai Egoshū) menentang Nobunaga dengan bantuanKelompok Tiga Serangkai Miyoshi. Pada tahun 1569, kota Sakai menyerah setelah diserang pasukan Nobunaga.

    Mulai sekitar tahun 1567, Nobunaga berusaha menaklukkan Provinsi Ise. Provinsi Ise dikuasai Nobunaga berkat bantuan kedua putranya yang dikawinkan dengan anggota keluarga klan yang berpengaruh di Ise. Pada tahun 1568, Nobunaga memaksa klan Kambe untuk menyerah dengan imbalan Oda Nobutaka dijadikan penerus keturunan klan Kambe. Pada tahun 1569, Nobunaga menundukkan klan Kitabatake yang menguasai Provinsi Ise. Putra kedua Nobunaga yang bernama Oda Nobuo (Oda Nobukatsu) dijadikan sebagai penerus keturunan Kitabatake.

    Koalisi anti-Nobunaga

    Pada bulan April 1570, Nobunaga bersama Tokugawa Ieyasu memimpin pasukan untuk menyerang Asakura Yoshikage di Provinsi Echizen. Istana milik Asakura satu demi satu berhasil ditaklukkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa. Pasukan sedang dalam iring-iringan menuju Kanegasaki ketika secara tiba-tiba Azai Nagamasa (sekutu Nobunaga dari Ōmi utara) berkhianat dan menyerang pasukan Oda-Tokugawa dari belakang. Nobunaga sudah dalam posisi terjepit ketika Kinoshita Hideyoshi meminta diberi kesempatan bertempur di bagian paling belakang dibantu Tokugawa Ieyasu agar Nobunaga mempunyai kesempatan untuk kabur. Pada akhirnya, Nobunaga bisa kembali ke Kyoto. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Jalan Lolos Kanegasaki (Kanegasaki Nukiguchi).

    Sementara itu, Ashikaga Yoshiaki yang sedang membangun kembali Keshogunan Muromachi, secara diam-diam mengumpulkan kekuatan anti-Nobunaga. Koalisi anti-Nobunaga yang dipimpinnya terdiri dari daimyo seperti Takeda Shingen, Asakura Yoshikage, Azai Nagamasa, Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi, dan kekuatan bersenjata kuil Buddha dan Shinto seperti Ishiyama Honganji dan Enryakuji. Kekuatan yang dipaksa tunduk kepada Nobunaga seperti Miyoshi Yoshitsugu dan Matsunaga Hisahide juga dipanggil untuk bergabung.

    Pada bulan Juni 1570, pasukan Tokugawa Ieyasu bersama pasukan Nobunaga terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Azai-Asakura yang anti-Nobunaga. Pertempuran terjadi di tepi sungai Anegawa (Provinsi Ōmi) yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Sungai Anegawa.

    Pertempuran berlangsung sengit dengan kerugian besar di kedua belah pihak. Pihak Azai dengan Isono Kazumasa di garis depan sudah kehilangan 13 lapis pasukan dari 15 lapis pasukan yang ada. Tokugawa Ieyasu yang berhadapan dengan Kelompok Tiga Serangkai dari Mino juga terlibat pertempuran sengit. Pada akhirnya, pasukan Nobunaga berhasil mengalahkan pasukan gabungan Azai-Asakura. Pada pertempuran berikutnya di Sakamoto (Ōmi), pasukan Nobunaga menderita kekalahan pahit dari pasukan gabungan kuil Enryakuji-Asakura-Azai. Mori Yoshinari dan adik Nobunaga yang bernama Oda Nobuharu tewas terbunuh.

    Pada bulan September 1571, Nobunaga mengeluarkan perintah untuk membakar kuil Enryakuji yang memakan korban tewas sebanyak 4.000 orang. Korban tewas sebagian besar terdiri dari wanita dan anak-anak, termasuk pendeta kepala Enryakuji yang ikut tewas terbunuh. Takeda Shingen dalam pernyataan yang mengecam keras tindakan Nobunaga mengatakan Nobunaga sudah berubah menjadi Raja Iblis. Bangsawan bernama Yamashina Toki dalam pernyataan yang menyesalkan tindakan Nobunaga mengatakan (Nobunaga) sudah menghancurkan ajaran agama Buddha.

    Pada tahun 1572, Takeda Shingen dari Provinsi Kai memutuskan untuk menyerang Kyoto sebagai jawaban atas permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki. Pasukan berjumlah 27.000 prajurit yang dipimpin Shingen berhasil menaklukkan wilayah kekuasaan keluarga Tokugawa.

    Ketika mendengar kabar penyerangan Takeda Shingen, Nobunaga sedang berperang melawanAzai Nagamasa dan Asakura Yoshikage di Ōmi utara. Nobunaga segera kembali ke Gifu setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada Kinoshita Hideyoshi. Nobunaga mengirim pasukan untuk membantu Tokugawa Ieyasu, tapi jumlahnya tidak cukup. Pasukan Takeda Shingen tidak mungkin ditundukkan pasukan bantuan Nobunaga yang hanya terdiri dari 3.000 prajurit. Pada akhirnya, pasukan gabungan Oda-Tokugawa dikalahkan pasukan Takeda dalam Pertempuran Mikatagahara. Selanjutnya, pasukan Takeda terus memperkuat posisi di wilayah kekuasaan Tokugawa.

    Pada musim dingin 1572, Asakura Yoshikage secara tiba-tiba memutuskan persekutuannya dengan Takeda Shingen. Keadaan ini menguntungkan pihak Nobunaga. Pasukan Nobunaga yang dipusatkan di Ōmi utara bisa ditarik mundur. Dengan tambahan pasukan yang baru kembali dari Ōmi utara, kekuatan pasukan gabungan Oda-Tokugawa berada jauh di atas pasukan Takeda. Pasukan Takeda yang menghadapi pasukan gabungan Nobunaga hanya dapat maju pelan-pelan. Takeda Shingen mengirimkan surat kepada Yoshikage sambil terus bergerak maju sedikit demi sedikit di dalam wilayah Tokugawa. Pada bulan Mei 1573, Shingen tutup usia karena sakit sebelum ambisinya menguasai Kyoto tercapai. Setelah membubarkan diri, Pasukan Takeda pulang ke Provinsi Kai, dan sekaligus menandai tamatnya koalisi anti-Nobunaga.

    Pada bulan Juli 1573, pasukan Nobunaga terlibat dua kali bentrokan bersenjata dengan pasukan Ashikaga. Keshogunan Muromachi runtuh setelah diusirnya shogun Ashikaga Yoshiaki dari Kyoto. Selanjutnya, pada bulan Agustus, Nobunaga berhasil menghancurkan pasukan Asakura Yoshikage dalam Pertempuran Ichijōdani. Pada bulan berikutnya (September 1573), Azai Nagamasa tewas akibat penyerangan pasukan Nobunaga. Dalam peristiwa ini, adik perempuan Nobunaga yang bernama Oichi yang diperistri Azai Nagamasa berhasil diselamatkan, namun Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi tewas terbunuh.

    Pada bulan November 1573, Miyoshi Yoshitsugu dari Kawachi dipaksa pasukan Sakuma Nobumori untuk melakukan bunuh diri. Matsunaga Hisahide juga dipaksa menyerah. Tidak sampai setengah tahun setelah wafatnya Takeda Shingen, para daimyo yang menjadi anggota koalisi anti-Nobunaga tewas.

    Penghancuran kelompok Ikkō

    Pada tahun 1574, kelompok Ikkō Ise Nagashima dikepung pasukan Nobunaga dari darat dan laut hingga tidak berdaya akibat terputusnya jalur perbekalan. Pertempuran berlangsung sengit, dan Nobunaga sudah menderita luka-luka tembak. Namun akhirnya kelompok Ikkō menanggapi peringatan untuk menyerah. Nobunaga berpura-pura memberi izin kepada kelompok Ikki untuk menyerahkan diri. Ketika sedang berkumpul untuk menyerahkan diri, kelompok Ikki mendadak diserang. Semua pengikut kelompok Ikki yang sudah menyerah dibakar hidup-hidup, sejumlah 20.000 orang tewas.

    Sebagian besar anggota kelompok Ikki adalah orang tua, wanita dan anak-anak yang tidak pernah ikut berperang. Penjelasan yang dapat dipercaya mengatakan Nobunaga melakukan pembunuhan massal sebagai balasan atas kerugian besar yang diderita Nobunaga dalam pertempuran dengan kelompok Ikki Nagashima. Pengikut terpercaya dan anggota keluarga Nobunaga tewas dalam jumlah besar, sehingga Nobunaga dendam terhadap kelompok Ikki. Kelompok Ikko Nagashima habis diberantas dengan pembunuhan massal yang dilakukan Nobunaga.

    Pertempuran Nagashino

    Pada tahun 1575, pewaris kekuasaan Takeda Shingen yang bernama Takeda Katsuyori menjadikan menantu Ieyasu (Okudaira Nobumasa) sebagai sasaran balas dendam terhadap Ieyasu. Istana Nagashino yang dijadikan tempat kediaman Nobumasa diserang pasukan Takeda Katsuyori yang terdiri dari 15.000 prajurit.

    Permintaan bantuan dari Ieyasu untuk membantu Okudaira Nobumasa mendapat jawaban dari Nobunaga. Pasukan Takeda yang hanya terdiri dari 15.000 prajurit dihancurkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa yang terdiri dari 30.000 prajurit Oda dan 5.000 prajurit Tokugawa. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Nagashino. Di dalam pertempuran ini, korban tewas di pihak pasukan Takeda dikabarkan mencapai lebih dari 10.000 prajurit.

    Nobunaga dikabarkan memakai strategi berperang yang membagi pasukan senapan menjadi tiga lapis prajurit. Strategi ini digunakan untuk menghindari kemungkinan prajurit tewas sewaktu mengisi peluru. Setelah prajurit lapis pertama selesai menembak dan berjongkok untuk mengisi peluru, prajurit lapis kedua mendapat giliran untuk menembak, dan seterusnya. Nobunaga memuji Okudaira Nobumasa dalam Pertempuran Nagashino. Istana Nagashino dipertahankan Nobumasa melawan pasukan Takeda yang jumlahnya lebih banyak.

    Pada tahun yang sama (1575), Nobunaga menunjuk Shibata Katsuie sebagai panglima gabungan untuk menyerang pasukan Ikko Ikki yang terbentuk setelah hancurnya klan Asakura. Pasukan Ikko Ikki dibantai pasukan Katsuie yang dikirim ke Echizen. Korban tewas akibat pasukan Katsuie dikabarkan mencapai puluhan ribu orang yang tidak membedakan usia dan jenis kelamin.

    Atas kejadian tersebut, pengikut Nobunaga yang bernama Murai Sadakatsu menulis surat tentang peristiwa mengerikan di Echizen Fuchū yang penuh mayat bergelimpangan sampai kelihatan tiada tempat kosong. Dalam tulisannya yang masih tersisa dalam bentuk litografi, Maeda Toshiie yang pada waktu itu merupakan bawahan Nobunaga juga menulis tentang sekitar 1.000 tawanan yang disalib, direbus, atau dibakar hidup-hidup.

    Pembangunan Istana Azuchi

    Pada tahun 1576, Nobunaga memulai pembangunan Istana Azuchi di pinggir Danau Biwa, Provinsi Ōmi. Pembangunan dikabarkan selesai tahun 1579. Istana Azuchi konon terdiri dari 5 lantai dan 7 lapis atap, dengan atrium di bagian dalam menara utama. Dalam surat yang dikirimkan ke negeri asalnya, seorang misionaris Yesuit memuji Istana Azuchi sebagai istana mewah yang di Eropa saja tidak ada.

    Nobunaga pindah ke Istana Azuchi yang baru selesai dibangun, sedangkan Istana Gifu diwariskan kepada putra pewaris, Oda Nobutada. Istana Azuchi dijadikan pusat kekuasaan Oda Nobunaga yang sedang berusaha mempersatukan Jepang.

    Pada tahun 1576, Nobunaga menyerang kuil Ishiyama Honganji. Pasukan Nobunaga yang terdiri dari 3.000 prajurit sempat terdesak, tapi akhirnya pihak musuh yang terdiri dari 15.000 prajurit dikalahkan dalam Pertempuran Tennōji.

    Para pendeta kuil Ishiyama sudah dikepung oleh pasukan Nobunaga. Pertempuran laut pecah di muara Sungai Kizu yang disebut Pertempuran Sungai Kizu antara pasukan Nobunaga melawan kapal-kapal angkatan laut Mōri. Pada waktu itu, angkatan laut Mōri yang berada di pihak pendeta kuil Ishiyama sedang mengangkut perbekalan menuju kuil Ishiyama. Kapal-kapal Nobunaga ditenggelamkan dengan serangan api oleh angkatan laut Mōri. Akibatnya, pasukan Nobunaga yang mengepung kuil Ishiyama terpaksa ditarik mundur.

    Selanjutnya, Kuki Yoshitaka diperintahkan Nobunaga untuk membuat kapal dari plat besi baja yang tidak mudah terbakar saat terjadi pertempuran. Kapal-kapal Nobunaga menghancurkan angkatan laut Mōri saat pecah pertempuran laut yang kedua kali pada tahun 1578.

    Peran panglima daerah

    Ketika Nobunaga menyerang Ise pada tahun 1577, pasukan Suzuki Magoichi memaksa kelompok Saikashū untuk menyerah. Pada tahun yang sama, panglima Nobunaga yang bernama Hashiba Hideyoshi memulai serbuan ke daerah Chūgoku. Keberhasilan Nobunaga adalah berkat jasa panglima militer yang tersebar di berbagai daerah:

    * Shibata Katsuie (panglima daerah Hokuriku)
    * Oda Nobutada (panglima daerah Tokai) dan pasukan Takigawa Kazumasa
    * Akechi Mitsuhide (panglima daerah Kinai)
    * Hashiba Hideyoshi (panglima daerah Chūgoku)
    * Niwa Nagahide (panglima daerah Shikoku), Oda Nobutaka
    * Sakuma Nobumori (panglima khusus masalah kuil Honganji).

    Nobunaga pernah berhubungan baik dengan Uesugi Kenshin, tapi akhirnya harus berselisih soal hak penguasaan daerah seperti Noto (sekarang daerah semenanjung Prefektur Ishikawa). Pertempuran Sungai Tetori pecah akibat pertentangan antara Nobunaga dan Kenshin. Pasukan Shibata Katsuie dapat ditaklukkan dengan mudah oleh pasukan Uesugi Kenshin yang merupakan musuh terkuat Nobunaga setelah wafatnya Takeda Shingen. Kesempatan ini dimanfaatkan Matsunaga Hisahide untuk kembali memimpin pemberontakan di Yamato. Nobunaga yang menyadari kekuasaannya dalam bahaya segera mengirim pasukan ke Yamato untuk membunuh Hisahide. Pada bulan Maret 1578, Uesugi Kenshin yang sedang dalam perjalanan menaklukkan Kyoto meninggal karena sakit.

    Pada tahun 1579, pasukan Hashiba Hideyoshi berhasil menaklukkan Ukita Naoie dan menguasai Provinsi Bizen. Hatano Hideharu dari Tamba juga dipaksa menyerah oleh pasukan Akechi Mitsuhide. Nobunaga langsung menghukum mati Hatano Hideharu, padahal Hideharu menyerah setelah dibujuk dengan bersusah payah oleh Mitsuhide. Peristiwa ini nantinya menjadi sumber masalah bagi Nobunaga. Ada cerita yang mengatakan perbuatan Nobunaga menyebabkan terbunuhnya ibu kandung Akechi Mitsuhide yang dijadikan sandera oleh pihak Hatano Hideharu.

    Sementara itu, putra Nobunaga bernama Kitabatake Nobuo (Oda Nobuo) yang menjadi penguasa Provinsi Ise dengan keputusan sendiri menyerang Provinsi Iga. Alasannya, samurai pengikutnya sewaktu membangun Istana Dejiro diganggu para prajurit lokal. Kekalahan besar diderita pasukan Nobuo setelah prajurit lokal dari Ise melakukan serangan balasan. Kekalahan Nobuo diketahui Nobunaga yang memarahi habis-habisan putra keduanya. Prajurit lokal dari Provinsi Iga kemudian dinyatakan sebagai musuh Nobunaga. Peristiwa ini disebut Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian pertama.

    Masih di tahun yang sama (1579), pasukan Nobunaga memadamkan pemberontakan di Kinai yang dipimpin Besso Nagaharu dan Araki Murashige. Nobunaga juga memerintahkan istri sah dari Tokugawa Ieyasu yang bernama Tsukiyama-dono untuk melakukan seppuku. Tsukiyama-dono adalah ibu dari putra pewaris Ieyasu yang bernama Tokugawa Nobuyasu. Peristiwa ini menjadi sumber perselisihan di kalangan kelompok pengikut Tokugawa yang terbagi menjadi kelompok pro dan kelompok anti-Nobunaga. Pada akhirnya Tokugawa Ieyasu memutuskan untuk tidak menyelamatkan nyawa istri dan putra pewarisnya.

    Pada bulan April 1580, Nobunaga berhasil berdamai dengan pihak kuil Ishiyama Honganji. Masalah kuil Ishiyama Honganji dan pendeta Kennyo yang merupakan ganjalan bagi Nobunaga bisa diselesaikan dengan damai berkat keputusan Kaisar Ōgimachi yang menguntungkan pihak kuil Ishiyama Honganji. Sesuai dengan syarat perdamaian, kuil Ishiyama Honganji harus pindah dari Osaka. Pada bulan Agustus 1580, Nobunaga secara tiba-tiba mengusir pengikutnya seperti Sakuma Nobumori, Hayashi Hidesada, Andō Morinari dan Niwa Ujikatsu.

    Pada tahun 1581, Istana Tottori di Inaba yang dikuasai oleh Mōri Terumoto dipaksa menyerah oleh pasukan Hashiba Hideyoshi yang kemudian bergerak maju untuk menyerang Bizen.

    Pada tahun yang sama, Oda Nobuo kembali memimpin pasukan sebanyak 60.000 prajurit untuk membalas kekalahan dari prajurit lokal di Ise. Pembunuhan massal terjadi di Iga, semua orang yang disangka ninja tewas dibantai termasuk wanita dan anak-anak kecil. Korban tewas mencapai lebih dari 10.000 orang. Semua orang dikabarkan lenyap dari Provinsi Iga, semua barang-barang juga lenyap dan Provinsi Iga hancur. Peristiwa ini dinamakan Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian kedua.

    Kehancuran klan Takeda

    Pada bulan Maret 1582, pasukan Oda Nobutada menyerang wilayah Takeda dan secara berturut-turut berhasil menaklukan Provinsi Shinano dan Suruga. Takeda Katsuyori dikejar sampai Gunung Tenmoku di Provinsi Kai, dan terpaksa bunuh diri yang menandai musnahnya klan Takeda.

    Setelah klan Takeda dari Kai takluk, Nobunaga memerintahkan untuk menghukum mati semua pengikut klan Takeda beserta keluarga, dan pembantu yang dianggap akan membalas kematian tuannya. Peristiwa ini dikenal sebagai Perburuan Takeda. Perintah Nobunaga untuk membantai seluruh klan Takeda tidak dapat diterima Tokugawa Ieyasu dan sebagian menteri dari pihak Nobunaga. Walaupun harus bertaruh nyawa, Ieyasu dan para menteri menyembunyikan sisa-sisa pengikut Takeda. Seorang tokoh di zaman Edo yang bernama Takeda Yukari merupakan keturunan dari sisa-sisa pengikut Takeda yang berhasil diselamatkan dari pembunuhan massal.

    Sementara itu, pasukan Shibata Katsuie bertempur dengan putra pewaris Uesugi Kenshin yang bernama Uesugi Kagekatsu, tapi dipaksa mundur setelah hampir merebut Noto dan Etchū.

    Pada saat yang bersamaan, pasukan yang dipimpin putra Nobunaga Kambe Nobutaka dan menteri Niwa Nagahide sedang dalam persiapan berangkat ke Shikoku untuk menyerbu Chōsokabe Motochika.

    Ada pendapat yang mengatakan Akechi Mitsuhide kuatir dengan masa depan sebagai pengikut Nobunaga karena tidak diberi bagian dalam rencana penyerbuan ke Shikoku. Mitushide merasa nasibnya sebentar lagi mirip dengan nasib Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada yang diusir oleh Nobunaga.

    Pendapat lain mengatakan Akechi Mitsuhide merasa dirinya sudah tidak berguna, karena tidak lagi diserahi tugas memimpin pasukan oleh Nobunaga. Mitsuhide juga merasa dipermalukan oleh Nobunaga, karena rencana pernikahan putri salah seorang pengikutnya yang bernama Saitō Toshimitsu menjadi gagal. Pernikahan ini sebenarnya diatur oleh Mitsuhide sesuai strategi pendekatan terhadap Chōsokabe Motochika yang diperintahkan Nobunaga.

    Nobunaga mengirim Takigawa Kazumasa ke Provinsi Kōzuke untuk meredam kekuatan daimyo berpenghasilan 2.400.000 koku bernama Hōjō Ujimasa. Pada saat itu, Ujimasa sedang berperang melawan Uesugi Kagekatsu dan Takeda Katsuyori. Nobunaga juga mengirim Kawajiri Hidetaka ke Provinsi Kai dan Mori Nagayoshi ke Provinsi Shinano sebagai bagian dari strategi untuk menekan kekuatan militer Ujimasa. Setelah dikepung panglima daerah yang berada di pihak Nobunaga, pasukan Nobunaga tidak perlu lagi mengangkat senjata melawan Hōjō Ujimasa yang ruang geraknya sudah dibatasi.

    Insiden Honnōji

    Pada tanggal 15 Mei 1582, Tokugawa Ieyasu berkunjung ke Istana Azuchi untuk mengucapkan terima kasih kepada Nobunaga atas penambahan Suruga ke dalam wilayah kekuasaannya. Nobunaga menugaskan Akechi Mitsuhide sebagai tuan rumah yang mengurus segala keperluan Ieyasu selama berada di Istana Azuchi mulai tanggal 15 Mei-17 Mei 1582.

    Di tengah kunjungan Ieyasu di Istana Azuchi, Nobunaga menerima utusan yang dikirim Hashiba Hideyoshi yang meminta tambahan pasukan dari Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang bertempur merebut Istana Takamatsu di Bitchū dalam keadaan sulit, karena jumlah pasukan Mōri berada di atas jumlah pasukan Hideyoshi.

    Nobunaga menanggapi permintaan bantuan Hideyoshi. Mitsuhide dibebaskan dari tugasnya sebagai tuan rumah bagi Ieyasu dan diperintahkan memimpin pasukan bantuan untuk Hideyoshi. Dalam jurnal militer Akechi Mitsuhide ditulis tentang Nobunaga yang tidak merasa puas dengan pelayanan Mitsuhide sewaktu menangani kunjungan Ieyasu. Nobunaga menyuruh anak laki-laki peliharaannya yang bernama Mori Ranmaru untuk memukul kepala Mitsuhide.

    Nobunaga berangkat ke Kyoto pada 29 Mei 1582 dengan tujuan mempersiapkan pasukan yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri. Nobunaga menginap di kuil Honnōji, Kyoto. Akechi Mitsuhide yang sedang dalam perjalanan memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi berbalik arah, dan secara tiba-tiba muncul di Kyoto untuk menyerang kuil Honnōji. Pada tanggal 2 Juni 1582, Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri, namun jasad Nobunaga kabarnya tidak pernah ditemukan. Peristiwa ini dikenal sebagai Insiden Honnōji.

    Kepribadian

    Nobunaga menggemari barang-barang yang berasal dari Barat. Pada tahun 1581, Nobunaga pernah menyelenggarakan parade pasukan kavaleri dengan mengundang Kaisar Ōgimachi. Pada waktu itu, Nobunaga hadir mengenakan mantel dari kain beludru dan topi gaya Barat.

    Pada masa tuanya, Nobunaga dikabarkan selalu mengenakan baju zirah ala Barat sewaktu tampil dalam pertempuran. Nobunaga sangat tertarik pada pelayan berkulit hitam dari misionaris Yesuit bernama Alessandro Valignano. Nobunaga lalu menjadikan pelayan berkulit hitam yang diberi nama Yasuke sebagai penasehat pribadi.

    Nobunaga konon bisa segera mengerti kegunaan dari barang-barang yang dihadiahkan misionaris Yesuit seperti bola dunia, jam, dan peta. Pada waktu itu orang Jepang masih belum mengetahui bumi itu bulat. Para pengikut Nobunaga walaupun sudah dijelaskan berkali-kali tidak juga paham, tapi Nobunaga kabarnya bisa langsung mengerti dan menganggapnya sebagai sesuatu yang masuk akal.

    Nobunaga dikenal mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Nobunaga sudah menggunakan senapan model Arquebus ketika senapan masih merupakan barang yang tidak umum. Nobunaga terkenal dengan tindakan yang sering dinilai kejam, tapi misionaris Portugis bernama Luis Frois menganggap Nobunaga sebagai orang biasa-biasa saja.

    Nobunaga kabarnya begitu tampan sewaktu masih remaja sehingga sering disangka sebagai wanita. Nobunaga juga punya selera fedofilia seperti lazimnya samurai zaman Sengoku. Nobunaga punya hubungan khusus dengan banyak bocah laki-laki seperti Maeda Toshiie, Hori Hidemasa, dan Mori Ranmaru. Tokoh terkemuka seperti Maeda Toshiie dan Hori Hidemasa sewaktu kecil adalah peliharaan Nobunaga, sedangkan Mori Ranmaru adalah anak laki-laki peliharaan Nobunaga yang terakhir. Nobunaga adalah pemimpin yang sangat berkuasa, tapi dibandingkan dengan besarnya kekuasaan Nobunaga, jumlah istri yang dimiliki sangat sedikit walaupun dikaruniai banyak keturunan.

    Nobunaga benci dengan seni pertunjukan Noh tapi menyenangi Igo dan seni menyanyi dan menari yang disebut Kōwakamai. Salah satu lagu Kōwakamai yang digemari Nobunaga berjudul Atsumori, terutama lirik yang berbunyi "Ningen gojunen, keten no uchi o kurabureba, mugen no gotoku nari, Hitotabi sei o uke, messenu mono no aribeki ka", "Umur manusia hanya lima puluh tahun, Di dunia fana ini, Hidup ini seperti mimpi, Sekali dilahirkan, Adakah orang yang tidak mati). Nobunaga dikabarkan sangat sering menyanyikan lagu ini sambil menari, mungkin karena liriknya mengena di hati atau mungkin juga cocok dengan prinsip hidupnya. Nobunaga sangat menggemari sumo sehingga sering sekali menggelar pertandingan sumo yang dihadiri kaisar dan kalangan atas istana. Nobunaga menyenangi seni bela diri dan beraneka macam olah raga, seperti berenang, berburu memakai burung rajawali, menunggang kuda dan seni memanah kyūdo.

    Lukisan potret

    Lukisan potret Nobunaga disimpan di kuil Chōkōji, kota Toyota, Prefektur Aichi. Lukisan potret Nobunaga oleh pelukis Eropa yang disimpan di gudang kuil Sampoji, kota Tendo, Prefektur Fukui ikut habis terbakar akibat serangan udara dalam Perang Dunia II, padahal dalam lukisan potret tersebut Nobunaga digambarkan sangat mirip dengan aslinya.

    Kebijakan

    Tenka Fubu

    Pada abad pertengahan, rakyat Jepang terdiri dari kelas bangsawan, kelas pendeta, dan kelas samurai. Stempel Nobunaga bertuliskan "Tenka Fubu" (penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan militer) yang sering diartikan sebagai ambisi Nobunaga untuk mendirikan pemerintahan militer oleh kelas samurai dengan menghapus kelas bangsawan dan kelas pendeta. Ambisi Nobunaga menghancurkan kelas pendeta terlihat dari kebijakannya menghancurkan Pemberontakan Ikko Ikki dan Perang Ishiyama yang dilancarkan terhadap kuil Honganji dan pendeta Kennyo. Keshogunan Muromachi yang berada dibawah kendali Nobunaga juga mengeluarkan peraturan pertanahan di Kyoto yang menempatkan kompleks rumah tinggal kelas bangsawan di lokasi khusus agar lebih mudah diawasi.

    Kegiatan beragama

    Walaupun menyatakan dirinya sebagai penganut sekte Hokke, Nobunaga dinilai tidak punya penghormatan sama sekali terhadap agama Buddha. Perintahnya dinilai kejam dalam penyelesaian masalah Ikko Ikki dan pembantaian massal kuil Enryakuji. Nobunaga dikabarkan menggunakan patung batu dewa pelindung anak dalam agama Buddha dan batu nisan sebagai tembok batu di Istana Azuchi.

    Pihak yang pembela Nobunaga menyangkal Nobunaga tidak religius dengan menunjuk pada bukti langit-langit menara utama Istana Azuchi yang dipenuhi hiasan gambar para tokoh dalam agama Buddha, Taoisme dan Konfusianisme. Pendapat lain mengatakan Nobunaga hanya menginginkan pemerintahan militer yang sekuler. Nobunaga juga tidak pernah melarang kegiatan beragama seperti Jōdo Shinshū dan kuil Enryakuji.

    Kebijakan terhadap istana

    Nobunaga tidak menempati jabatan di istana setelah mengundurkan diri dari jabatan Udaijin, bulan April 1578. Pengunduran diri Nobunaga sering dikatakan berkaitan dengan wafatnya Uesugi Kenshin di usia 49 tahun, bulan Maret 1578.

    Ada pendapat yang mengatakan Nobunaga sudah mempunyai kekuasaan yang cukup hingga tidak lagi memerlukan bantuan dari istana, apalagi saingan Nobunaga sudah tidak ada lagi. Musuh-musuh besar Nobunaga seperti Uesugi Kenshin, kekuatan militer dari kuil Honganji dan klan ternama seperti klan Takeda, klan Mōri dan klan Ōtomo semuanya sudah habis.

    Di daerah Kanto, Nobunaga berusaha menjalin persekutuan dengan klan Gohōjō yang menguasai wilayah bernilai 2.400.000 koku. Pemimpin klan juga dikirimi wanita untuk dijadikan istri.

    Nobunaga ikut membantu dalam soal keuangan dan turut campur dalam pengambilan keputusan di istana. Kaisar hanya berperan sebagai boneka Nobunaga, hingga pada puncaknya Nobunaga meminta Kaisar Ōgimachi untuk mengundurkan diri. Kaisar Ōgimachi adalah kaisar yang sudah berpengalaman dan tidak mudah mengikuti setiap perkataan Nobunaga. Nobunaga sebaliknya masih menuruti perintah kaisar setiap kali kaisar tidak sependapat dengan Nobunaga yang ingin selalu menyerang musuh kuatnya di berbagai tempat.

    Pendapat lain mengatakan pameran kekuatan Nobunaga dalam bentuk parade pasukan kavaleri di tahun 1581 diadakan dengan tujuan mengancam Kaisar Ōgimachi. Pendapat yang membela Nobunaga mengatakan parade pasukan tidak dilakukan dengan tujuan mengancam kaisar.

    Kaisar Ōgimachi bermaksud berkompromi dengan Nobunaga dengan cara memberikan gelar-gelar seperti Seitaishogun, Dajō Daijin, dan Kampaku. Pendapat lain mengatakan ada kemungkinan kalangan istana merupakan dalang Insiden Honnōji karena kuatir dengan Nobunaga yang semakin bebas menjalankan politik Tenka Fubu setelah wafatnya Uesugi Kenshin.

    Kebijakan perdagangan

    Nobunaga menjalankan politik pasar bebas (rakuichi rakuza) dalam bentuk penghapusan sistem kartel dan pos-pos pemungutan pajak yang tidak perlu, sehingga peredaran barang dan perekonomian berkembang dengan pesat. Nobunaga juga melakukan survei wilayah dan memindahkan tempat kediaman pengikutnya di kota sekeliling istana.

    Penghapusan sistem kartel hanya berlaku di daerah-daerah yang bisa dibebaskan dari kartel. Distribusi barang dikuatirkan lumpuh jika sistem kartel dihapus di seluruh daerah. Sistem kartel seperti di Kyoto tetap dipertahankan mengingat anggota kartel berpengaruh di bidang politik.

    Kebijakan kepegawaian

    Nobunaga lebih menghargai kemampuan daripada asal-usul keluarga. Pengikut Nobunaga yang kemudian menjadi sukses seperti Takigawa Kazumasu dan Akechi Mitsuhide adalah bekas ronin. Kinoshita Tōkichirō juga berasal dari prajurit berjalan kaki (ashigaru). Para menteri dari klan yang sudah mengabdi dari generasi ke generasi, seperti Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada sebaliknya justru diusir oleh Nobunaga.

    Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada bukannya tidak berprestasi, tapi Nobunaga lebih menghargai hasil pekerjaan Shibata Katsuie yang merupakan pengikut sekaligus panglima pasukan dari wilayah Hokuriku. Nobumori dan Hidesada memang pernah diizinkan untuk terus mengikuti Nobunaga, tapi ketika mencoba berperan aktif justru dikenakan tindakan disiplin berupa pemecatan.

    Upacara minum teh yang sedang populer pada saat itu digunakan Nobunaga sebagai sarana berpolitik dan bisnis dengan kalangan pengikutnya. Para pengikut Nobunaga juga sebaliknya menjadi sangat menghargai tradisi upacara minum teh. Nobunaga menggunakan perangkat minum teh berharga tinggi dari provinsi penghasil keramik terbaik sebagai imbalan pengganti uang tunai. Takigawa Kazumasu yang memiliki wilayah Kanto kabarnya sangat kecewa karena tidak diberi imbalan berupa perangkat minum teh Shukōkonasu. Imbalan yang diterima dari Nobunaga justru penambahan wilayah kekuasaan berupa Provinsi Kōzuke dan gelar penguasa daerah Kanto.

    Kepemimpinan
    • Nobunaga mempunyai kemampuan untuk memimpin para pengikut yang terdiri dari kalangan yang sudah sangat terpilih, tapi sering dikatakan tidak berusaha untuk mengerti sifat orang-orang yang berada di sekelilingnya. Pendapat lain mengatakan para pengikut sering tidak mendapat penjelasan dari Nobunaga tentang maksud kebijakan politik yang sedang diambil.
    • Nobunaga sangat mengawasi gerak-gerik para daimyo. Nobunaga sering mengirim berbagai macam barang berharga untuk Uesugi Kenshin dan Takeda Shingen yang dianggap sebagai ancaman terbesar dengan maksud untuk menjalin hubungan persahabatan.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Uesugi Kenshin

    Uesugi Kenshin(18 Februari 1530 atau 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku - 19 April 1578 atau 13 Maret tahun ke-6 era Tenshō) adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Echigo.


    Kenshin.jpg

    Uesugi Kenshin menggunakan beberapa nama sepanjang hidupnya. Nama aslinya adalah Nagao Kagetora. Nama resmi sewaktu masih menggunakan nama keluarga Nagao adalah Taira no Kagetora, dan nama resmi yang dipakai sewaktu menggunakan nama keluarga Uesugi adalah Fujiwara no Masatora, sedangkan Fujiwara no Terutora adalah nama resmi yang dipakai sebelum menggunakan nama Uesugi Kenshin.

    Lahir dari klan Nagao yang secara turun temurun menjabat shugo di provinsi Echigo. Kenshin menerima marga Uesugi dari ayah angkatnya yang bernama Uesugi Norimasa dan mewariskan jabatan Kantō kanrei (penguasa wilayah Kanto). Pada masa pemerintahannya, Echigo mengalami masa perang dan masa damai yang berulang-ulang akibat pertikaian berkelanjutan Uesugi Kenshin dengan Takeda Shingen dan Hōjō Ujiyasu.

    Uesugi Kenshin dijuluki sebagai Harimau dari Echigo atau Naga dari Echigo karena keahliannya dalam seni berperang. Kenshin sendiri menyebut dirinya perwujudan dewa perang Bishamonten. Takeda Shingen yang mempunyai julukan Harimau dari Kai merupakan musuh besarnya. Di dalam pemerintahan Keshogunan Moromachi, Uesugi Kenshin merupakan pejabat Kantō kanrei yang terakhir.

    Penguasa Echigo

    Lahir tanggal 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku (1530) di Istana Kasugayama dari ayah bernama Nagao Tamekage yang menjabat shugodai provinsi Echigo. Setelah sang ayah wafat karena sakit di tahun 1536 dan jabatan katoku (kepala keluarga) diteruskan oleh kakak Kenshin yang bernama Nagao Harukage, Kenshin terpaksa mondok di kuil Risenji untuk belajar agama Buddha di bawah bimbingan pendeta Tenshitsu Kōiku.

    Di sekitar tahun 1543 setelah diresmikan menjadi orang dewasa, Kenshin menyebut dirinya sebagai Nagao Kagetora dan menjadi penguasa Istana Tochio. Sementara itu, perang saudara terjadi di Echigo akibat kontroversi pengangkatan anak dari Date Tanemune oleh pejabat shugo yang bernama Uesugi Sadazane. Nagao Kagetora yang baru saja diresmikan sebagai orang dewasa terpaksa tampil untuk pertama kali dalam pertempuran karena sang kakak (Nagao Harukage) sakit-sakitan dan tidak dapat menumpas pemberontakan yang didalangi kalangan bangsawan di Echigo.

    Pada tahun 1564, penguasa Istana Kurotaki yang bernama Kuroda Hidetada memimpin pemberontakan melawan klan Nagao. Kagetora menerima perintah dari Uesugi Sadazane untuk memimpin pasukan sebagai pengganti sang kakak Nagao Harukage. Pasukan Nagao yang dipimpin oleh Kagetora akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Kuroda.

    Pada tahun 1548 berkat jasa Uesugi Sadazane sebagai penengah, Nagao Harukage mengundurkan diri setelah menyerahkan jabatan kepala keluarga (katoku) kepada Nagao Kagetora yang saat itu berusia 19 tahun. Kagetora kemudian memasuki Istana Kasugayama dan menjabat shugodai provinsi Echigo. Dua tahun kemudian di tahun 1550, Sadazane wafat dengan tidak dikaruniai keturunan sehingga Kagetora berhasil menjadi penguasa provinsi Echigo.

    Pewaris nama keluarga Uesugi

    Pada tahun 1550, Nagao Masakage mengajak para pengikutnya melakukan pemberontakan karena tidak puas Nagao Kagetora berhasil menjabat kepala keluarga klan Nagao. Pemberontakan ini bisa diredakan Kagetora di tahun berikutnya. Sementara itu, Uesugi Norimasa pejabat Kantō kanrei (penguasa wilayah Kanto) yang berkedudukan di Kōzuke (Istana Hirai) diserang klan Gohōjō dari Odawara. Norimasa meminta pertolongan pasukan Kagetora untuk menghadapi pasukan klan Gohōjō. Kagetora langsung menanggapi permintaan bantuan Norimasa karena klan Hōjō memang selalu mengincar Echigo. Keberadaan Kōzuke juga penting sebagai wilayah penyangga bagi Echigo. Pasukan Kagetora berhasil menaklukkan pasukan Hōjō dan Norimasa kemudian bisa kembali ke Istana Hirai.

    Pada tahun 1553, Kagetora bertugas ke Kyoto untuk Kaisar Gonara dan Ashikaga Yoshiteru yang merupakan shogun ke-13 dari Keshogunan Muromachi. Pada tahun yang sama, Murakami Yoshikiyo dan pengikutnya dari provinsi Shinano diserang oleh Takeda Harunobu (Takeda Shingen) dari provinsi Kai. Provinsi Shinano berhasil direbut oleh pasukan Takeda, sehingga Murakami Yoshikiyo dan pengikutnya datang meminta pertolongan Kagetora untuk merebut kembali Shinano. Kagetora menanggapi permintaan bantuan Yoshikiyo dan pasukan Uesugi dikerahkan untuk menghadapi pasukan Takeda. Pasukan Uesugi berhadap-hadapan dengan pasukan Takeda di tempat yang bernama Kawanakajima (sekarang berada di sebelah selatan luar kota Nagano, Prefektur Nagano). Pertempuran yang pertama kali antara pasukan Uesugi dan pasukan Takeda terjadi Kawanakajima pada tahun 1553. Pertempuran antara pasukan Takeda dengan pasukan Uesugi terkenal sebagai Pertempuran Kawanakajima yang pecah secara berulang-ulang hingga 5 kali di tahun 1553, 1555, 1557, 1561 dan 1564.

    Pada tahun 1554, pengikut Kagetora bernama Kitajō Takahiro memimpin pemberontakan bekerja sama dengan Takeda Shingen. Kagetora turun sebagai pemimpin pasukan dan berhasil menumpas pemberontakan di tahun 1555. Pada tahun yang sama juga pecah Pertempuran Kawanakajima tahap kedua tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Perdamaian bisa dicapai berkat jasa Imagawa Yoshimoto dari provinsi Suruga sebagai penengah dan pasukan kedua belah pihak ditarik mundur.

    Pada tahun 1556, Kagetora secara tiba-tiba menyatakan niatnya untuk menjadi biksu di Gunung Hiei, melepas jabatan katoku dan mengundurkan diri sebagai penguasa Echigo. Kagetora sudah lelah secara fisik dan mental berperang menghadapi Takeda Shingen serta mengatasi pemberontakan yang dipimpin oleh pengikutnya sendiri Nagao Masakage, Kitajō Takahiro, dan Ōkuma Tomohide. Kagetora akhirnya membatalkan niat untuk menjadi biksu setelah berhasil dibujuk oleh pendeta Tenshitsu Kōiku dan Nagao Masakage.

    Pada tahun 1559, Kagetora kembali bertugas di Kyoto untuk Ōgimachi dan shogun Ashikaga Yoshiteru. Kagetora menerima jabatan setingkat Kanrei dari shogun Yoshiteru. Pada tahun 1561, Kagetora memimpin pasukan berjumlah 10.000 prajurit untuk membantu pejabat Kantō Kanrei Uesugi Narimasa karena Istana Odawara lagi-lagi berhasil direbut oleh pasukan Hōjō Ieyasu. Pasukan Uesugi ternyata tidak juga berhasil untuk merebut kembali Istana Odawara. Setelah bertempur selama 1 bulan, pasukan yang dipimpin Kagetora terpaksa mundur ke Kamakura. Atas permintaan Uesugi Norimasa, Kagetora yang saat itu sedang berada di kuil Tsurugaoka Hachimangū (Kamakura) menerima jabatan katoku atas klan Yamauchi Uesugi dan mewarisi jabatan Kantō Kanrei. Sejak saat itu, Uesugi Kagetora dikenal dengan nama Uesugi Masatora.

    Klan Nagao yang berasal dari keturunan klan Taira merupakan pengikut (kashin) dari klan Uesugi yang berasal dari keturunan klan Fujiwara. Ada pendapat yang mengatakan Nagao Kagetora yang berasal dari garis keturunan kashin dapat mewarisi nama keluarga Uesugi karena klan Nagao dan klan Uesugi masih terpaut hubungan darah. Penawaran anak angkat dari klan Satake ditolak oleh Norimasa, karena anak angkat dari klan Nagao lebih diharapkan oleh klan Uesugi. Dari garis keturunan pihak ayah Nagao Kagetora, klan Nagao masih mempunyai hubungan darah dengan klan Uesugi karena anak laki-laki klan Uesugi juga pernah menjadi anak angkat di klan Nagao.

    Pertempuran Kawanakajima

    Pada tahun 1561, pasukan Uesugi yang bermaksud merebut kembali Shinano lagi-lagi harus berhadapan dengan pasukan Takeda dalam Pertempuran Kawanakajima ke-4. Pertempuran berakhir tanpa ada pihak yang menang atau kalah. Pada akhirnya pasukan Uesugi hanya bisa menguasai sebagian wilayah Shinano bagian timur, sedangkan bekas wilayah kekuasaan klan Murakami dan klan Takanashi tidak berhasil direbut kembali. Pertempuran Kawanajima yang ke-5 kembali terjadi di tahun 1564, tapi tidak juga bisa menentukan pihak yang menang atau kalah.

    Hōjō Ujiyasu memanfaatkan kesempatan untuk melakukan serangan balasan ke Echigo ketika Kenshin berkali-kali harus berhadapan dengan Takeda Shingen dalam Pertempuran Kawanakajima. Pada saat itu, Uesugi Kenshin yang sedang dikenal dengan nama Uesugi Masatora sekali lagi mengganti nama menjadi Uesugi Terutora untuk mengikuti nama shogun Ashikaga Yoshiteru. Sebagian besar wilayah klan Uesugi di wilayah Kanto berhasil direbut klan Gohōjō. Selama beberapa tahun, Terutora berusaha merebut kembali wilayah kekuasaannya tapi tidak berhasil. Akibat perang berkelanjutan untuk merebut wilayah yang telah direbut klan Gohōjō, Terutora gagal mengamankan wilayah kekuasaan yang masih dimiliki, misalnya Istana Karasawayama di Shimotsuke dan Istana Oda di Hitachi yang berkali-kali berganti kepemilikan dari klan Uesugi ke klan Hōjō dan sebaliknya. Pada akhirnya hanya sebagian kecil bagian timur provinsi Kōzuke yang tetap menjadi milik klan Uesugi.

    Uesugi Terutora kemudian mengalihkan perhatian pada provinsi Etchū. Pada tahun 1568, pasukan Uesugi mulai menyerang Etchū. Pada tahun yang sama, salah seorang menteri bernama Honjō Shigenaga yang merupakan kaki tangan Takeda Shingen mengadakan pemberontakan yang gagal di tengah jalan. Di tahun berikutnya (1569), Honjō Shigenaga kembali melakukan pemberontakan tapi kembali dapat ditumpas pasukan Uesugi.

    Pada tahun 1570, Terutora menjalin persekutuan dengan Hōjō Ujiyasu dengan maksud untuk mengepung Takeda Shingen dari dua front. Persekutuan dibuat dengan Hōjō Ujiyasu yang sebetulnya merupakan musuh besar Terutora. Pada saat itu, putra ke-7 dari Hōjō Ujiyasu yang bernama Hōjō Saburō dijadikan anak angkat. Terutora ternyata sangat menyukai putra angkatnya yang baru dan memperlakukan Saburō seperti layaknya anggota keluarga sendiri. Hōjō Saburō kemudian dikenal sebagai Uesugi Kagetora setelah Terutora memberinya nama Kagetora yang merupakan nama kecil Kenshin.

    Pada saat itu, Uesugi Terutora juga mengganti nama menjadi Uesugi Kenshin.

    Akhir hayat

    Pada tahun 1571, persekutuan antara klan Uesugi dan klan Gohōjō bubar dengan wafatnya Hōjō Ujiyasu. Pada tahun 1572, Uesugi Kenshin menjalin persekutuan dengan Oda Nobunaga untuk menekan Takeda Shingen. Pada saat yang hampir bersamaan, Kenshin juga harus berhadapan dengan kekuatan pemberontak Ikko Ikki di Etchū.

    Takeda Shingen tutup usia karena sakit di tahun 1573. Dengan hilangnya ancaman dari klan Takeda, Kenshin dengan mudah dapat menguasai provinsi Etchū dan bergerak maju menyerang provinsi Kaga.

    Pada tahun 1574, Kenshin memimpin pasukan ke Kantō untuk bertempur melawan Hōjō Ujimasa. Pada saat itu, Kenshin juga perlu menghadapi kekuatan Oda Nobunaga yang semakin kuat dan telah menjadi ancaman. Pada tahun 1576, Kenshin membuat perjanjian perdamaian dengan pendeta Kennyo dari kuil Honganji sehingga perjanjian perdamaian dengan Nobunaga menjadi batal. Kenshin berhasil menjadi kekuatan anti Nobunaga yang harus diperhitungkan setelah bersekutu dengan kuil Honganji.

    Kenshin dapat menguasai provinsi Noto setelah hancurnya Klan Hatakeyama di tahun 1577. Pada tahun yang sama, pasukan Uesugi dengan mudah berhasil mengalahkan pasukan Oda yang dipimpin Shibata Katsuie dalam Pertempuran Tetorigawa.

    Pada tanggal 13 Maret 1578, Uesugi Kenshin meninggal karena sakit. Pada waktu itu Uesugi Kenshin masih berusia 49 tahun.

    Sebelum wafat, Uesugi Kenshin sedang mempersiapkan ekspedisi panjang untuk menaklukkan wilayah yang dikuasai Nobunaga, dengan tujuan akhir Kyoto sekaligus menghabisi Oda Nobunaga. Ada juga pendapat yang mengatakan Kenshin sedang bersiap-siap melakukan penyerangan atas Kanto. Setelah wafatnya Takeda Shingen dan Uesugi Kenshin, Oda Nobunaga kehilangan musuh yang patut diperhitungkan sekaligus merupakan kemunduran besar kekuatan anti Nobunaga.

    Kepribadian

    Uesugi Kenshin terkenal sangat berwibawa dan disenangi oleh pengikut klan Nagao dan kalangan bangsawan. Kenshin sangat memuja dewa perang Bishamonten, sampai-sampai pasukan Kenshin mengibarkan bendera perang bertuliskan Bi yang merupakan aksara Kanji untuk Bishamonten.

    Kenshin juga terkenal cerdas dalam soal taktik berperang dan pandai berdiplomasi dengan musuh sehingga selama hidupnya hampir selalu menang dalam pertempuran. Kenshin sekalipun tidak pernah kalah dalam berbagai pertempuran melawan Takeda Shingen dan Hōjō Ujiyasu yang merupakan musuh besarnya.

    Pada usia 27 tahun, Kenshin sempat membuat gempar para pengikutnya atas keputusannya untuk menjadi biksu. Kelelahan fisik dan mental menghadapi para pengikutnya yang terus bertikai mungkin menjadi alasan Kenshin ingin meninggalkan kehidupan duniawi. Pendapat lain mengatakan semua ini cuma sandiwara Kenshin agar pengikutnya berhenti bertikai. Kelompok pengikutnya sampai mengeluarkan surat sumpah berisi janji setia karena kuatir terjadi huru-hara akibat mundurnya Kenshin.

    Di masa kecilnya, Kenshin merupakan penganut agama Buddha aliran Sōtō hingga belajar Zen di kuil Risenji. Sewaktu bertugas di Kyoto, Kenshin belajar Zen di kuil Daitokuji beraliran Rinzai di bawah bimbingan biksu Tetsushū Sōkyū dan menerima nama Sōshin. Di akhir hayatnya, Kenshin menganut aliran Shingon. Kenshin menerima upacara Denpōkanjō dan mendapat gelar Ajari Gondaisōzu dari biksu Shōin di kuil Kongōbuji yang terletak di Gunung Kōya.

    Ada pendapat yang mengatakan Kenshin pandai berperang tapi tidak cukup pandai dalam mengurus pemerintahan dalam negeri. Pendapat ini dibantah sejarawan yang menunjuk pada administrasi distribusi barang di provinsi Echigo yang begitu rapi sehingga pemerintah bisa menangguk keuntungan yang besar. Ketika Kenshin wafat, Istana Kasugayama dipenuhi perbekalan militer sebanyak 27140 ryō. Pengeluaran militer pasukan Uesugi sebagian besar berasal dari perdagangan.

    Kisah kepahlawanan Uesugi Kenshin yang ditulis oleh sejarawan Rai Sanyō di zaman Edo memuji Kenshin yang pernah mengirimkan garam ke wilayah musuh besarnya yang sedang mengalami kelangkaan garam. Pendapat lain mengatakan, perdagangan garam dengan provinsi Kai yang merupakan wilayah Takeda Shingen memang tidak dilarang karena hasil penjualan bisa digunakan untuk pengeluaran militer. Perdagangan dengan wilayah musuh memang sempat membuat bingung samurai lokal di Echigo.

    Sisi lain Uesugi Kenshin adalah sifatnya yang cepat marah. Di upacara pelantikannya sebagai Kantō Kanrei di tahun 1561, Kenshin marah atas kelakuan Narita Nagayasu penguasa Istana Oshi yang dianggap tidak sopan. Kenshin menganggap Nagayasu tidak tahu sopan santun karena hanya bersalam dengan menganggukkan badan dari atas kuda, sedangkan para bushi yang lain turun dari kuda untuk berlutut. Kenshin sampai memukul muka Narita Nagayasu dengan kipas lipat, sehingga Nagayasu yang merasa dipermalukan di depan para bushi langsung memimpin pasukannya kembali ke istana. Narita Nagayasu sebenarnya tidak melanggar kesopanan dan boleh-boleh saja memberi salam dari atas kuda. Nagayasu berasal dari keluarga terhormat yang merupakan keturunan dari klan Fujiwara. Anggota klan Narita bahkan boleh memberi salam dari atas kuda terhadap Minamoto no Yoshiie yang dianggap nenek moyang para samurai. Uesugi Kenshin justru yang tidak mengetahui tentang kebiasaan ini, sehingga para bushi daerah Kanto langsung merasa tidak suka terhadap Kenshin. Peristiwa ini nantinya menjadi masalah sewaktu Kenshin berusaha memperluas pengaruhnya di daerah Kanto.

    Kenshin sedang makan sewaktu pengikutnya datang memberitakan kematian musuh besar Takeda Shingen. Kenshin begitu terkejut hingga sumpit yang sedang dipegangnya jatuh dan berkata sambil menangis tersedu-sedu "Laki-laki hebat telah meninggal (tiada akan ada gantinya)." Para pengikutnya menganjurkan Kenshin agar mengambil kesempatan wafatnya Shingen untuk menyerbu ke wilayah Takeda, tapi langsung ditolak Kenshin yang berpendapat perbuatan seperti itu kekanak-kanakan.

    Kenshin selama hidupnya tidak pernah menikah, tapi memiliki 2 orang anak yang merupakan anak angkat: Uesugi Kagekatsu dan Uesugi Kagetora. Ada pendapat yang mengatakan Kenshin sewaktu muda pernah jatuh cinta kepada putri salah seorang musuhnya tapi ditentang habis-habisan oleh para pengikutnya. Kekasihnya lalu menjadi bikuni dan akhirnya bunuh diri sehingga Kenshin tidak pernah menikah. Ada pendapat yang mengatakan Uesugi Kenshin menderita kelainan interseksualitas (berkelamin ganda).

    Penyebab kematian Kenshin merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Pendarahan dalam otak (Cerebral hemorrhage) akibat kebiasaannya menenggak minuman keras merupakan teori yang umum diterima oleh sejarawan. Sumber lain mengatakan Kenshin dibunuh ninja yang dikirim oleh Oda Nobunaga. Sumber lain mengatakan Kenshin meninggal akibat penyakit kandungan.

    Puisi kematian Kenshin berbunyi "gokuraku mo, jigoku mo saki wa, ariake no, tsuki no kokoro ni, kakaru kumo nashi" (Di surga, juga di neraka sana, di saat dini hari, di dalam hati sang bulan, tiada diliputi awan) dan "yonjūkyū-nen, issui yume, ichigo eiga, ippai sake" (Empat puluh sembilan tahun, bagai mimpi dalam tidur, kejayaan yang sekejap, secangkir sake).

    Pasca kematian Kenshin

    Setelah wafatnya Kenshin, terjadi perang saudara yang memperebutkan kedudukan pewaris kekuasaan. Kenshin mempunyai dua putra angkat, Uesugi Kagekatsu (anak dari kakak perempuannya yang bernama Sentōin dan Nagao Masakage) dan Uesugi Kagetora (anak dari Hōjō Ujiyasu). Pada tahun 1579 terjadi Perang Otate yang berakhir dengan tewasnya Uesugi Kagetora. Pengikut klan Uesugi yang bernama Shibata Shigeie memutuskan untuk berdiri sendiri, sehingga pasukan Oda yang dipimpin oleh Shibata Katsuie berhasil merebut provinsi Noto, Kaga hingga berhasil masuk ke dalam provinsi Etchū.

    Pada akhirnya, kekuatan militer luar biasa yang dibangun oleh Kenshin habis tidak bersisa akibat perang saudara dan klan Uesugi pun mengalami kemunduran besar. Berkat usaha keras Naoe Kanetsugu dan Uesugi Kagekatsu berhasil membangun kembali kekuatan klan Uesugi dengan penerimaan 1.200.000 koku. Akibat berpihak pada kubu Pasukan Barat dalam Pertempuran Sekigahara, wilayah kekuasaan klan Uesugi ditukar dengan wilayah han Yonezawa yang hanya bernilai 300.000 koku dan terus berada di bawah kekuasaan klan Uesugi hingga Restorasi Meiji.

    Pada zaman Edo, anak cucu Uesugi Kagekatsu yang menjadi penguasa Yonezawa terus mengagungkan jasa Uesugi Kenshin sebagai pendiri Yonezawa. Setelah Restorasi Meiji, di Istana Yonezawa dibangun kuil untuk Uesugi Kenshin yang diberi nama Uesugi Jinja. Kenshin secara anumerta menerima gelar Jūni-i (setingkat di bawah perdana menteri).

    Lokasi makam

    Jenazah Kenshin dimakamkan di dalam lingkungan Istana Yonezawa, tapi kemudian dipindahkan ke makam keluarga Uesugi (Uesugike Byōsho) bersama-sama dengan makam penguasa han Yonezawa dari generasi ke generasi. Makam Kenshin juga ada di Gunung Kasuga kuil Risenji (Prefektur Niigata, kota Jōetsu) dan Gunung Kōya. Pada tahun 1872, anak cucu Kenshin membangun Uesugi Jinja di kawasan Honmaru bekas reruntuhan Istana Yonezawa.

    Uesugi Kenshin adalah wanita?

    Uesugi Kenshin senang memakai baju merah menyala yang hanya dipakai wanita. Selain itu, sebab kematian Uesugi Kenshin adalah penyakit kandungan. Dalam surat yang ditulis Kenshin kepada Ratu Spanyol, Kenshin juga menyebut dirinya sebagai "Bibi dari Kagekatsu", sehingga banyak orang yang berspekulasi bahwa Uesugi Kenshin adalah seorang wanita.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Miyamoto Musashi

    Miyamoto Musashi, atau biasa disebut Musashi saja, adalah seorang samurai dan ronin yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584, dan meninggal tahun 1645. Nama aslinya adalah Shinmen Takezo. Kata Musashi merupakan lafal lain dari "Takezo" (huruf kanji bisa memiliki banyak lafal dan arti). Musashi memiliki nama lengkap Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.

    miyamoto-musashi.jpg

    Panggilan masa kecil Musashi adalah Bennosuke. Nama Miyamoto sendiri adalah nama kuno sebuah daerah di barat daya Tokyo. Nama No Kami berarti kaum bangsawan daerah setempat. Pada umumnya, Fujiwara adalah nama asal dari keluarga leluhur para bangsawan di Jepang yang diturunkan ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang keluarga Musashi (Hirada/Hirata) adalah keturunan keluarga Shinmen, penguasa di Kyushu, pulau bagian selatan Jepang.

    Ayah Musashi, Munisai Hirata, meninggal ketika ia diperkirakan baru berusia 7 tahun. Setelah ibunya kemudian juga meninggal, maka Musashi kemudian ikut paman dari pihak ibu. Dengan demikian, ia sudah yatim piatu ketika Toyotomi Hideyoshi menyatukan Jepang pada tahun 1590. Tidak jelas apakah keinginan bermain Kendo adalah berkat pengaruh pamannya ataukah keinginan Musashi sendiri.

    Musuh pertama Musashi ditemuinya ketika ia baru berusia 13 tahun. Ia adalah Arima Kihei, samurai perguruan Shinto Ryu bidang seni militer yang terampil bermain pedang dan tombak. Musashi mengalahkannya dengan cara melemparnya ke tanah dan memukulnya dengan tongkat, sehingga musuhnya tersebut mati berlumuran darah.

    Ketika ia berusia 16 tahun, Musashi mengalahkan lawan berikutnya, dan sejak itu ia kabur dari rumah dan terlibat dalam berbagai kontes pertarungan dan peperangan sampai ia berusia 50 tahun. Musashi mengembara keliling Jepang dan menjadi legenda. Berbagai musuh terkenal pernah dikalahkannya, antara lain samurai-samurai keluarga Yoshioka di Kyoto, jagoan ilmu tongkat kondang Muso Gonosuke di Edo, bangsawan Matsudaira di Izumo, dan Sasaki Kojiro di Bunzen.

    Pertempuran lain adalah pertempuran melawan salah satu perguruan bela diri terkenal di Jepang pada masanya di Ichijoji. Musashi bertempur melawan sekitar 50 samurai, dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh Miyamoto Musashi dengan teknik dua pedangnya. Hingga saat ini, bekas pertempuran Musashi di Ichijoji dijadikan monumen oleh masyarakat Jepang.

    IchijojiSagarimatsuKyoto.jpg

    Batu peringatan Musashi di Ichijoji​


    Salah satu peperangan terkenal yang sering dikatakan melibatkan Musashi adalah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, antara pasukan Tokugawa Ieyasu dan pasukan pendukung pemerintahan Toyotomi Hideyori, dimana ribuan orang tewas terbantai dalam peperangan itu sendiri dan pembantaian sesudahnya oleh tentara pemenang perang. Saat itu Musashi memihak pasukan Toyotomi Hideyori (anak dari Toyotomi Hideyoshi).

    Masa penyepian dan karya

    Setelah melewati periode pertarungan (terakhir melawan Sasaki Kojiro) dan peperangan tersebut, Musashi kemudian menetap di pulau Kyushu dan tidak pernah meninggalkannya lagi, untuk menyepi dan mencari pemahaman sejati atas falsafah Kendo. Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Kuil Kumamoto, Musashi kemudian pensiun dan menyepi di gua Reigendo. Di sana lah ia menulis Go Rin No Sho, atau Buku Lima Cincin/Lima Unsur. Buku ini adalah buku seni perang yang berisi strategi perang dan metode duel, yang diperuntukkan bagi muridnya Terao Magonojo. Namun oleh peneliti barat, buku ini dianggap rujukan untuk mengenal kejiwaan dan pola berpikir masyarakat Jepang. Buku ini menjadi klasik dan dijadikan rujukan oleh para siswa Kendo di Jepang. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan Kensei, yang berarti Dewa Pedang. Tak lama setelah itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645. Musashi tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, tapi ia mempunyai seorang anak angkat sekaligus murid yang juga masih saudara sepupunya bernama Iori Miyamoto.

    Pengaruh

    Studi kehidupan dan hasil karya Musashi masih tetap relevan pada masa kini, karena mencakup taktik dan strategi yang dapat diaplikasikan untuk berbagai kegiatan praktis seperti periklanan, bisnis, dan militer. Berbagai produk budaya seperti film dan buku sastra juga tetap diminati masyarakat, diantaranya yang terkenal ialah buku karya penulis Eiji Yoshikawa dan film karya sutradara Hiroshi Inagaki. Inspirasi yang diberikan oleh Musashi tidak saja terjadi pada masyarakat Jepang, tetapi juga pada masyarakat dari berbagai penjuru dunia.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Baba Nobuharu

    Baba Nobuharu (1514-1575) atau dikenal dengan nama Baba Nobufusa adalah samurai pada masa perang saudara Jepang (periode Sengoku) yang mengabdi pada daimyo dari klan Takeda. Dia adalah salah satu dari 24 Jendral terbaik klan Takeda dan melayani tiga generasi Takeda yaitu Nobutora, Shingen, dan Katsuyori. Tahun 1541, dia membantu Takeda Shingen mengkudeta Takeda Nobutora, ayah Shingen. Untuk jasanya ini, Shingen menganugerahinya Kastil Fukashi di Shinano.

    baba+nobufusa.jpg

    Di bawah Shingen, kariernya menanjak pesat dan seringkali berpartisipasi dalam berbagai pertempuran. Prestasinya yang menonjol terutama dalam Pertempuran Kawanakajima II (1555), Kawanakajima IV (1561), Odawara (1569), dan Mikatagahara (1572). Dia dikenal sebagai jendral yang bijak baik dalam pertempuran maupun di luar pertempuran.

    Takeda Shingen meninggal pada tahun 1573 dan digantikan anaknya Takeda Katsuyori yang tidak cocok dengan para jendral tua termasuk Baba. Sekalipun dikucilkan, Baba tetap menunjukkan kesetiaan yang puncaknya pada Pertempuran Nagashino, 29 Juni 1575 ketika pasukan Takeda menderita kekalahan besar dengan kehilangan lebih dari 10.000 orang melawan pasukan Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu. Dia menghalangi pasukan pengejar yang memburu Katsuyori bersama delapanpuluhan prajurit yang tersisa. Setelah melihat Katsuyori telah jauh, dia menerjang ke barisan musuh sambil berseru, “Akulah Baba, Gubernur Mino, bunuh aku kalau kalian bisa dan dapatkan hadiahmu!”. Diapun gugur oleh tikaman tombak musuh yang bertubi-tubi.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Takeda Shingen

    Takeda Shingen (1 Desember 1521 atau 3 November tahun pertama era Daiei – 13 Mei 1573 atau 12 April tahun ke-14 era Genki) atau dikenal sebagai Takeda Harunobu adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Kai.

    itel.jpg


    Takeda Shingen dilahirkan sebagai putra sah pewaris klan Takeda yang secara turun temurun menjabat shugo di Kai. Setelah berhasil menaklukkan provinsi tetangga Shinano, Takeda Shingen bertarung melawan musuh besarnya Uesugi Kenshin dalam Pertempuran Kawanakajima. Takeda Shingen terus memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, berikut sebagian wilayah Mikawa dan Mino. Takeda Shingen dikabarkan meninggal karena sakit di tengah perjalanan untuk menaklukkan Kyoto.

    Shingen merupakan nama kaimyō sedangkan Harunobu merupakan nama kehormatan (imina). Nama resmi yang diberikan kaisar adalah Minamoto no Harunobu.

    Dalam pertempuran, Takeda Shingen yang dijuluki "Harimau dari Kai" mengibarkan bendera perang yang disebut Fūrinkazan (angin, rimba, api, gunung). Pasukan berkuda yang dipimpin Takeda Shingen merupakan pasukan kavaleri terkuat di zaman Sengoku. Pada zaman Taishō, Shingen secara anumerta menerima jabatan Jusan-i yang berkedudukan tiga tingkat di bawah jabatan perdana menteri.

    Penjaga provinsi Kai

    Takeda Shingen lahir pada tanggal 3 November 1521 sebagai putra pewaris Takeda Nobutora di provinsi Kai. Tarō atau Katsuchiyō adalah nama panggilannya sewaktu kecil.

    Ayah Shingen (Takeda Nobutora) adalah daimyō zaman Sengoku yang mempersatukan provinsi Kai sekaligus pendiri klan Takeda. Nobutora adalah pemimpin generasi ke-18 klan Kai Genji atau klan Takeda yang turun temurun menjabat shugo di provinsi Kai sejak zaman Kamakura.

    Pada saat kelahiran Shingen, provinsi Kai sedang diserang oleh 15.000 prajurit dari pasukan Imagawa yang dipimpin oleh Fukushima Masanori atas perintah Imagawa Ujichika. Semangat tempur pasukan Takeda menjadi berkobar-kobar begitu mengetahui berita kelahiran si kecil Shingen, sehingga pasukan Imagawa yang berjumlah berkali-kali lipat bisa dikalahkan.

    Klan Takeda berdamai dengan klan Imagawa segera setelah Imagawa Yoshimoto diangkat sebagai kepala keluarga (katoku) menggantikan Imagawa Ujiteru yang wafat tahun 1536. Takeda Shingen yang waktu itu masih dipanggil Tarō menikah dengan putri dari keluarga Sanjō berkat pertolongan Imagawa Yoshimoto.

    Di tahun yang sama (1536), Ashikaga Yoshiaki yang merupakan shogun ke-12 Keshogunan Muromachi memberi nama kehormatan (imina) "Harunobu" untuk si kecil Tarō pada upacara genbuku (peresmian sebagai orang dewasa). Karier Takeda Harunobu dimulai dari penyerbuan Istana Uminokuchi yang dikuasai oleh Hiraga Genshin. Setelah kelahiran adiknya yang bernama Takeda Nobushige pada tahun 1525, Harunobu mulai dijauhkan karena kasih sayang sang ayah telah beralih kepada adiknya.

    Pada tahun 1541, Harunobu memaksa ayahnya (Takeda Nobutora) untuk mengundurkan diri atas saran penasehat senior Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu. Takeda Harunobu diangkat menjadi pemimpin ke-19 klan Takeda setelah mengasingkan Nobutora ke Provinsi Suruga (wilayah kekuasaan Imagawa). Alasan Takeda Harunobu mengusir ayahnya masih merupakan kontroversi sampai sekarang ini. Dalam buku sejarah ditulis "kelakuan buruk" sebagai alasan pengusiran Takeda Nobutora yang kabarnya terus melakukan invasi ke provinsi tetangga. Nobutora disukai para samurai lokal (kokujin) sebagai pemimpin, tetapi para penasehat tidak menyenanginya dan memimpin pemberontakan. Dalam buku sejarah juga ditulis bahwa rakyat Kai menyambut gembira pengusiran Nobutora.

    Penaklukan Shinano

    Harunobu yang menjadi pewaris klan Takeda berhasil membentuk pemerintahan yang kuat berkat bantuan pengikutnya yang bernama Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu. Harunobu kembali menghidupkan rencana penaklukan provinsi Shinano yang sudah dirintis sejak masa pemerintahan Nobutora. Harunobu turut campur dalam perang saudara antara anggota klan Suwa. Pada tahun 1542, Harunobu menguasai distrik Shuwa di Shinano setelah menewaskan Suwa Yorishige dengan bantuan Takatō Yoritsugu dari distrik Ina. Perselisihan antara Haronobu dan Yoritsugu kemudian terjadi akibat perbedaan pendapat soal wilayah kekuasaan. Pada tahun 1545, pasukan klan Takeda menyerang Istana Takatō. Dalam pertempuran ini, Harunobu berhasil menewaskan Takatō Yoritsugu, Ōi Sadataka dan Fujisawa Yorichika, sehingga Shinano bagian selatan seluruhnya berhasil ditaklukkan. Takeda Nobukata kemudian diangkat menjadi penguasa distrik Suwa.

    Pada tahun 1547, Harunobu melanjutkan ambisi ekspansi wilayah kekuasaannya dengan menyerang bagian timur provinsi Shinano. Pasukan Takeda berhasil menaklukkan Istana Shiga yang dikuasai oleh Kasahara Kiyoshige. Dalam penaklukan Istana Shiga, pasukan Takeda menyandera wanita dan anak-anak serta menghukum mati 3.000 orang prajurit lawan yang tertangkap. Peristiwa ini menjadi sebab Harunobu keterlambatan penaklukan provinsi Shinano. Pada tahun 1547, pemerintah Takeda Shingen mengeluarkan Bunkokuhō (kitab undang-undang di dalam wilayah kekuasaan sengokudaimyō) yang disebut Kōshūhatto no shidai (undang-undang wilayah Kai) atau Shingen kahō (hukum wilayah Shingen).

    Pada tahun 1548, Harunobu memimpin pasukan untuk menyerang distrik Saku tetapi mendapat perlawanan sengit dari Murakami Yoshikiyo. Pada tahun yang sama, Harunobu kembali melancarkan serangan yang gagal terhadap Yoshikiyo yang disebut Pertempuran Uedahara. Pada tahun 1550 Harunobu melakukan serangan ke Istana Toishi, tapi juga gagal sehingga dikenal sebagai drama Toishigure. Pengikut Harunobu yang sudah berpengalaman seperti Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu banyak yang tewas akibat kekalahan berturut-turut dalam dua kali pertempuran. Keadaan Harunobu yang sedang lemah dimanfaatkan oleh Ogasawara Nagatoki dari bagian barat provinsi Shinano yang menyerbu masuk ke wilayah klan Takeda, tapi dipukul mundur pasukan Takeda dalam pertempuran di lintasan pegunungan Shiojiri.

    Pada tahun 1553 Harunobu dengan strategi yang disusun Sanada Yukitaka akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Murakami Yoshikiyo, tapi Yoshikiyo dan Ogasawari Nagatoki meminta bantuan dari Nagao Kagetora (Uesugi Kenshin) dari Echigo sehingga berhasil lolos. Pada tahun 1555, Harunobu berhasil menundukkan Kiso Yoshimasa yang menguasai Istana Kiso fukushima sehingga sebagian besar provinsi Shinano berhasil ditaklukkan.

    Pertempuran Kawanakajima

    Pada tahun 1553, pasukan Nagao (Uesugi Kenshin) tiba untuk menolong pasukan Yoshikiyo dan menggelar pasukan di Kawanakajima (sekarang kota Nagano) untuk menghadang pasukan Takeda yang sudah memasuki dataran Zenkōjidaira (lembah Nagano). Bentrokan bersenjata yang terjadi antara pasukan Takeda dan pasukan Nagao terkenal sebagai Pertempuran Kawanakajima tahap pertama. Pertempuran sempat terhenti tapi kemudian pecah secara berulang-ulang hingga 5 kali (tahun 1553, tahun 1555, tahun 1557, tahun 1561, tahun 1564).

    Harunobu menggunakan segala upaya untuk menghadapi Uesugi Kenshin, antara lain dengan mengawinkan putranya yang bernama Takeda Yoshinobu dengan putri dari Imagawa Yoshimoto. Anak perempuan Harunobu juga dikawinkan dengan putra pertama Hōjō Ujiyasu yang bernama Hōjō Ujimasa agar bisa bersekutu dengan Hōjō Ujimasa. Klan Imagawa dan klan Hōjō juga menjalin persekutuan dengan bantuan klan Takeda yang berperan sebagai penengah. Persekutuan ini disebut Persekutuan Tiga Negara Kōsōsun. Pada tahun 1555 pecah Pertempuran Kawanakajima yang kedua kali tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Kedua belah pihak mundur berkat klan Imagawa yang bertindak sebagai penengah.

    Pada tahun 1559, Harunobu memutuskan untuk menjadi pendeta Buddha dan mengganti namanya menjadi Shingen. Pada tahun 1561 pecah Pertempuran Kawanakajima yang ke-4 kali antara pasukan Takeda dan pasukan Uesugi. Pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar yang memakan korban tewas di kedua belah pihak hingga 6.000 prajurit. Pasukan Takeda kehilangan tokoh-tokoh seperti Takeda Nobushige (adik laki-laki Shingen) Murozumi Torasada dan Yamamoto Kansuke. Lembah Kawanakajima menjadi tempat pelampiasan dendam kedua belah pihak.

    Takeda Shingen kemudian mengganti sasaran dengan menyerang provinsi Kōzuke. Perlawanan Nagano Narimasa membakar semangat bertempur Shingen, tapi Narimasa keburu meninggal karena sakit. Pasukan Takeda berhasil menguasai bagian barat Kōzuke setelah berturut-turut menaklukkan Istana Minowa, Istana Kuragano dan Istana Sōja.

    Penaklukan Kyoto hingga wafat

    Pada tahun 1560, Oda Nobunaga dan pasukannya berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto yang merupakan sekutu klan Takeda. Klan Imagawa mulai kelihatan melemah dengan terbunuhnya Imagawa Yoshimoto sehingga Shingen memutuskan untuk membatalkan persekutuan dengan klan Imagawa dan menyerang masuk ke provinsi Suruga. Putra pewaris Shingen yang bernama Takeda Yoshinobu menentang rencana ini dan memimpin pemberontakan melawan kekuasaan ayahnya. Pada tahun 1565, pembantu terdekat Takeda Yoshinobu yang bernama Obu Toramasa dipaksa melakukan seppuku, sedangkan Takeda Yoshinobu dicabut haknya sebagai pewaris kekuasaan klan Takeda dan dipaksa melakukan bunuh diri.

    Penyerangan ke provinsi Suruga yang dinanti-nanti Takeda Shingen akhirnya bisa dimulai pada tahun 1568. Pasukan Takeda Shingen bisa memasuki wilayah Sunpu setelah berhasil mengalahkan pasukan Ogi Kiyotaka di gunung Matsuno dan pasukan Imagawa Ujizane di gunung Satta.

    Pasukan Takeda kemudian harus berhadapan dengan pasukan gabungan Hōjō Ujiyasu dan Hōjō Ujimasa yang datang membantu pasukan klan Imagawa. Pada waktu itu klan Hōjō bersekutu dengan Uesugi Kenshin, sehingga Shingen menarik pasukannya kembali ke Kai. Pada bulan Oktober 1569, pasukan Takeda kembali menyerang klan Hōjō. Markas klan Hōjō di Istana Odawara kali ini berhasil dikepung oleh pasukan Takeda. Shingen kembali harus memerintahkan pasukannya untuk mundur dari Istana Odawara. Pasukan Hōjō yang dipimpin oleh Hōjō Ujiteru dan Hōjō Ujikuni segera melakukan pengejaran terhadap pasukan Takeda, tapi pihak yang mengejar justru dikalahkan dalam Pertempuran Mimasetōge. Dengan berhasil ditaklukkannya pasukan Hōjō, Takeda Shingen berhasil menganeksasi provinsi Suruga pada tahun 1570.

    Pada waktu itu wilayah kekuasaan klan Takeda sudah mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, Mikawa dan sebagian Mino. Penaklukan wilayah kekuasaan klan Tokugawa merupakan langkah berikut Takeda Shingen. Pada tahun 1571 setelah Hōjō Ujiyasu meninggal karena sakit, putranya yang bernama Hōjō Ujimasa membatalkan persekutuan dengan Uesugi Kenshin dan kembali menjalin persekutuan dengan Takeda Shingen. Ujimasa konon menjalankan kata terakhir dari ayahnya Hōjō Ujiyasu agar memutuskan hubungan dengan Kenshin dan bersekutu dengan Shingen.

    Pada bulan Oktober 1572, Shingen melakukan penyerangan atas provinsi Tōtōmi dan merebut secara berturut-turut istana milik Tokugawa seperti Istana Futamata sebagai jawaban atas undangan dari shogun Ashikaga Yoshiaki. Shingen sudah lama menanti-nanti kesempatan bertugas di Kyoto. Pada bulan Desember 1572, pasukan gabungan Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu berhasil ditaklukkan oleh Pasukan Takeda dalam Pertempuran Mikatagahara.

    Pada saat itu, Asakura Yoshikage sedang menggelar pasukan sejumlah 15.000 prajurit di bagian utara provinsi Ōmi untuk membantu Azai Nagamasa yang diserang pasukan Oda Nobunaga. Ketika Shingen sedang merayakan kemenangan atas pasukan Nobunaga-Ieyasu, pasukan Asakura Yoshikage yang sedang mempertahankan wilayah kekuasaan Azai secara tiba-tiba ditarik pulang ke markasnya di Echizen. Takeda Shingen menjadi sangat marah mendengar berita penarikan mundur pasukan Ashikage. Takeda Shingen berada di bawah Oda Nobunaga dalam soal kokudaka yang menentukan jumlah prajurit yang dapat direkrut. Gerak pasukan Takeda bisa terhambat tanpa adanya pasukan Yoshikage yang memecah kekuatan pasukan Tokugawa Ieyasu dan Oda Nobunaga. Shingen lalu menulis surat yang meminta agar Yoshikage menggelar kembali pasukan yang ternyata tidak ditanggapi. Surat ini kemudian dikenal sebagai Dokumen Inō. Yoshikage Asakura Yoshikage bersikeras untuk mempertahankan pasukan di Echizen walaupun sudah dibujuk oleh para daimyo yang tergabung pada koalisi anti Nobunaga agar Yoshikage mau bekerjasama dengan Shingen.

    Langkah berikut Takeda Shingen adalah penaklukan provinsi Mikawa. Pada bulan Februari 1573, Shingen berhasil merebut Istana Noda dalam pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Istana Noda. Keadaan kesehatan Takeda Shingen makin menurun setelah Pertempuran Istana Noda berakhir. Pengobatan Shingen ternyata tidak berhasil sehingga pasukan harus ditarik mundur pada pertengahan bulan Maret. Pada tanggal 12 April 1573, sewaktu memimpin pasukan dalam perjalanan pulang ke Kai, Takeda Shingen wafat pada usia 53 tahun di Komanba, provinsi Shinano.

    Takeda Shingen meninggalkan buku jurnal dan strategi militer berjudul "Kōyō gunkan" yang di dalamnya tertulis pesan terakhir yang berbunyi "Ashita wa seta ni hata o tateyo" ("Besok kita naikkan bendera di Seta"). Seta adalah tempat di bagian selatan danau Biwa yang menurut pandangan orang pada zaman itu merupakan pintu gerbang ke Heian kyō. Menurut catatan lain, Takeda Shingen dalam pesan terakhirnya meminta para pengikutnya untuk merahasiakan kematian dirinya selama 3 tahun.

    Puisi kematian yang ditulis Shingen berbunyi Taiteiwa, chi ni makasete, kikotsu eshi, kōfun o nurazu, mizukara fūryū (Seperti biasa, serahkan pada tanah, baik untuk kulit dan daging, tanpa perlu berlumur merah dan putih, sendiri bersama hembusan angin). Lokasi makam Takeda Shingen di kuil Erinji (sekarang terletak di kota Kōshū, Prefektur Yamanashi).

    Kebijakan politik

    Pembukaan lahan sawah baru

    Pemasukan dari pajak tanah tidak bisa banyak diharapkan karena wilayah klan Takeda di provinsi Kai hanya memiliki sedikit lahan di dataran rendah. Agar pendapatan dari pajak bisa ditingkatkan, pemerintahan klan Takeda berusaha keras dalam pembukaan lahan-lahan sawah baru. Lahan yang selama ini selalu banjir karena luapan air sungai juga diusahakan agar bisa digunakan untuk bertani. Pembukaan hutan untuk lahan sawah dilakukan di dataran tinggi dan aliran sungai dialihkan dengan membangun bendungan yang dinamakan sebagai "Bendungan Shingen."

    Mata uang

    Pemerintahan Takeda Shingen mencetak mata uang berupa koin emas pertama di Jepang yang disebut Kōshū kin (emas Kōshū). Provinsi Kai memiliki gunung yang kaya dengan cadangan emas. Eksplorasi emas di provinsi Kai dilakukan dengan menggunakan teknik penggalian dan pemurnian emas dari Barat. Emas yang ditambang dalam jumlah besar-besaran digunakan untuk biaya pengendalian banjir dan pengeluaran militer, termasuk biaya diplomasi dan konflik militer dengan Oda Nobunaga dan Uesugi Kenshin.

    Profil

    Patung perunggu Takeda Shingen di depan stasiun Kōfu didasarkan pada lukisan potret Takeda Shingen yang kebenarannya diragukan oleh para sejarawan. Kemungkinan besar lukisan potret Takeda Shingen yang banyak dikenal orang sebenarnya adalah lukisan potret orang lain dari zaman yang lebih modern.

    Peran sumber daya manusia

    Takeda Shingen terkenal dengan ucapannya yang berbunyi "Hito wa shiro, hito wa ishigaki, hito wa hori. Nasake wa mikata, ada wa teki nari" (Istana atau tembok batu yang dibangun sekuat apapun tidak ada artinya jika orang yang berada di belakangnya tidak berusaha sepenuh hati. Kasih sayang adalah tali pengikat antara manusia, hasilnya negara menjadi makmur atau musuh yang bertambah banyak yang akibatnya negara hancur). Sesuai dengan ucapannya yang terkenal, Takeda Shingen selama hidupnya tidak pernah membangun istana barang satu pun juga. Rumah kediaman Shingen disebut Tsutsujigasaki yang merupakan warisan dari ayahnya. Konon rumah kediaman ini dikelilingi sebuah parit sehingga bisa disebut sebagai istana.

    Pengagum Sun Tzu

    Bendera perang Takeda Shingen bertuliskan Fūrinkazan yang mengutip buku seni berperang oleh Sun Tzu yang berbunyi "Dalam bergerak hendaknya cepat laksana angin, diam laksana rimba, menyerang dengan ganas laksana api, dalam bertahan hendaknya tidak tergoyahkan laksana gunung." Bendera perang Fūrinkazan yang dikibarkan oleh Takeda Shingen kabarnya ditulis sendiri pendeta kuil Erinji yang bernama Kaisen Jōki.

    Takeda Shingen pernah menulis surat bernada penyesalan kepada kekasih lelakinya yang bernama Kasuga Gensuke (nantinya dikenal sebagai Kōsaka Masanobu).

    Di rumah kediaman Takeda Shingen yang bernama Tsutsujigasaki diciptakan toilet dengan air penggelontor yang pertama di Jepang. Air yang mengalir di belakang rumah digunakan sebagai air penggelontor kotoran. Toilet ini bisa digunakan sebagai tempat membaca selain buang air.

    Kontroversi

    Sebab kematian

    Sebagian sejarawan yang mengatakan Takeda Shingen menderita penyakit batuk yang menahun, walaupun ada juga penjelasan yang mengatakan Shingen menderita Tuberkulosa. Penjelasan lain mengatakan Shingen menderita kanker perut. Ada juga cerita yang mengatakan Shingen meninggal akibat luka infeksi yang disebabkan tembakan senapan pasukan Tokugawa. Luka tembak yang diderita Shingen kabarnya didapat sewaktu pasukan Takeda sedang mengepung Istana Noda di provinsi Mikawa. Shingen terpancing suara peluit dari dalam istana dan tertembak sewaktu mendekati sumber suara. Kematian Takeda Shingen merupakan salah satu sebab kemunduran klan Takeda yang membuka kesempatan bagi Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu untuk memusnahkan klan Takeda.

    Pengusiran sang ayah

    Ada penjelasan yang mengatakan Takeda Shingen cuma dijadikan sekadar boneka oleh para menteri senior. Ayah Shingen (Takeda Nobutora) diasingkan atas petunjuk para menteri senior dalam kudeta tidak berdarah. Ada pendapat yang meragukan Takeda Shingen pertama kali memimpin pasukan di usia 16 tahun. Pada waktu itu, buku harian yang ditulis pengikut Shingen yang bernama Akiyama Nobutomo justru mengisahkan pertikaian untuk merebut jabatan kepala keluarga (katoku) di keluarga Imagawa dan tidak menyinggung soal Shingen memimpin pasukan untuk pertama kali di usia 16 tahun. Para sejarawan umumnya sepakat bahwa Shingen baru bertempur pertama kali di usia 20 tahun, tapi pendapat ini bertentangan dengan tradisi daimyō zaman Sengoku yang tampil bertempur untuk pertama kali dalam usia muda.

    Pengikut

    Para pengikut Takeda Shingen memiliki keahlian bertempur yang tinggi. Para ksatria pengikut Shingen dikenal sebagai "Dua Puluh Empat Ksatria Takeda," walaupun sering dikatakan berjumlah 25 orang. Kisah 24 orang ksatria pengikut Shingen mulai dikenal pada zaman Edo berkat lukisan Ukiyo-e yang menggambarkan para ksatria pengikut Shingen, dan seni bercerita diiringi musik (Jōruri). Nama-nama ksatria yang dipilih sebagai "Dua Puluh Empat Ksatria Takeda" juga tidak berasal dari zaman yang sama. Kriteria pemilihan 24 ksatria yang menjadi pengikut Shingen kemungkinan besar didasarkan pada selera rakyat zaman itu. Nama tokoh yang termasuk masuk ke dalam daftar 24 orang ksatria Takeda juga berbeda-beda bergantung pada rujukan yang dipakai dan jumlahnya sering tidak mencapai 24 orang.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

mantaaap kak dipi..
xixi..
mhh.. ada ninja ninja terkenalnya juga gak yaa..??
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Minamoto no Yoshitomo

    Minamoto no Yoshitomo adalah samurai kepala klan Kawachi Genji di akhir zaman Heian. Ayah dari Minamoto no Yoritomo yang mendirikan Keshogunan Kamakura. Lahir sebagai putra sulung Minamoto no Tameyoshi, ibunya adalah anak dari Fujiwara no Tadakiyo.

    Lahir dan menghabiskan masa kecil di Kyoto, Yoshitomo menjalani masa muda hingga dewasa di wilayah Kanto. Di sana, ia mendapat pengikut seperti Miura Yoshiaki dan Ōba Kageyoshi. Pada masa itu, Kawachi Genji berusaha memperluas pengaruh dari Provinsi Kawachi sampai ke wilayah Kanto. Yoshitomo hampir saja bertempur dengan adik dari kakeknya, Minamoto no Yoshikuni yang sudah lebih dulu berkuasa di wilayah Kanto. Setelah Minamoto no Tsunekuni tampil sebagai penengah, perselisihan antara Yoshitomo dan Yoshikuni berakhir dengan persekutuan di antara keduanya.

    Selanjutnya, Yoshitomo bertugas di Kyoto dan menjadi dekat dengan Minamoto no Yoshiyasu (putra dari Yoshikuni). Setelah Yoshitomo dan Yoshiyasu menjadi pengikut Kaisar Toba serta Fujiwara no Tadamichi, Yoshitomo diberi tugas sebagai penguasa Shimotsuke pada tahun 1153. Di Shimotsuke, Yoshitomo kembali menjalin hubungan baik dengan Yoshikuni.

    Sementara itu, hubungan Yoshitomo dengan ayahnya tidak begitu baik. Yoshitomo menyukai ayahnya, tapi tidak demikian sebaliknya dengan sang ayah. Selama berada di Kanto, adik Yoshitomo yang bernama Minamoto no Yoshitaka dikirim ayahnya sebagai mata-mata. Setelah berada di Kanto, Yoshitaka juga mendapat pengikut sehingga berubah menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan. Pada tahun 1155, Yoshitomo akhirnya memerintahkan putranya yang bernama Yoshihira untuk menyingkirkan Yoshitaka.

    Pemberontakan Hōgen

    Ketika pecah Pemberontakan Hōgen tahun 1156, Minamoto no Tameyoshi dan Minamoto Yorikata (ayah dan adik Yoshitomo) berpihak pada mantan Kaisar Sutoku. Di pihak yang berlawanan, Yoshitomo bersama Taira no Kiyomori berada di pihak Kaisar Go-Shirakawa. Setelah mengalahkan pasukan pimpinan ayahnya, Yoshitomo menolak kenaikan pangkat yang diberikan kepadanya. Sebagai ganti untuk penghargaan atas jasanya dalam peperangan, Yoshitomo meminta agar nyawa ayah dan adiknya diampuni. Permintaan Yoshitomo tidak dikabulkan, ayah dan adiknya tetap dihukum mati. Rasa tidak puas Yoshitomo semakin menjadi setelah mengetahui penghargaan yang diterimanya atas pencapaian di bidang militer ternyata lebih sedikit dibandingkan yang diterima Kiyomori.

    Pemberontakan Heiji

    Tiga tahun kemudian pada tahun 1159, Yoshitomo setuju ketika diajak melakukan pemberontakan oleh pengikut mantan Kaisar Go-Shirakawa yang bernama Fujiwara no Nobuyori. Setelah berhasil menyerang istana, Go-Shirakawa dikenakan tahanan rumah dan pengikutnya, Fujiwara no Michinori dibunuh. Pada akhirnya, pasukan Taira no Kiyomori yang mendukung Go-Shirakawa berhasil mengalahkan pasukan Yoshitomo. Kaisar Go-Shirakawa dibebaskan, dan Nobuyori tewas berikut dua orang putra tertua Yoshitomo.

    Minamotonoyoshitomo.jpg

    Pedang kayu di atas makam Minamoto no Yoshitomo di kota Mihama, Prefektur Aichi

    Yoshitomo melarikan diri dan sampai di Provinsi Owari, namun tewas setelah dikhianati oleh pengikutnya. Anak laki-lakinya yang tersisa, Yoritomo, Yoshitsune, dan Noriyori menerima hukuman pengasingan setelah nyawa mereka diampuni oleh Kiyomori.

    Yoshitomo diserang dalam keadaan tidak bersenjata sewaktu sedang mandi di pemandian air panas (onsen). Menurut legenda, kata terakhir yang diucapkan Yoshitomo adalah "Kalau saja aku pegang bokuto." Di atas makam Yoshitomo dijumpai banyak sekali bokuto (pedang kayu) yang dipersembahkan para peziarah.

-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Minamoto no Yoritomo

    Minamoto no Yoritomo adalah pendiri sekaligus shogun pertama Keshogunan Kamakura. Lahir sebagai putra ketiga Minamoto no Yoshitomo, ayahnya adalah garis keturunan utama Kawachi Genji (klan Minamoto dari Kawachi).

    250px-Minamoto_no_Yoritomo.jpg

    Yoritomo diasingkan ke Izu setelah ayahnya tewas dan klan Minamoto tersingkir akibat Pemberontakan Heiji. Atas perintah resmi Pangeran Mochihito, Yoritomo bertempur untuk menyingkirkan klan Taira. Setelah menguasai wilayah Kanto, Yoritomo mendirikan markas besar di Kamakura. Yoshitomo menghabisi Minamoto no Yoshinaka (adik sepupu) dan menghancurkan klan Taira dengan bantuan adik-adiknya. Minamoto no Yoshitsune, adik lain ibu yang membantunya dalam peperangan dikucilkan dan dibunuh. Klan Ōshū Fujiwara dihancurkan dalam Perang Ōshū, dan Yoritomo diangkat sebagai Sei-i Taishōgun di tahun 1192. Pemerintahan militer yang dirintisnya disebut Keshogunan Kamakura dan bertahan sekitar 680 tahun hingga Restorasi Meiji.

    Masa kecil

    Nama kecilnya adalah Onimusha, ibunya bernama Yura Gozen, putri ke-3 Fujiwara no Suenori (pejabat kepala kuil Atsuta). Tempat kelahiran Yoritomo diperkirakan di Kyoto atau Provinsi Owari. Ayahnya adalah kepala klan Kawachi Genji yang bernama Minamoto no Yoshitomo, keturunan Kaisar Seiwa yang menetap di Provinsi Kawachi.

    Pemberontakan Heiji

    Pada tahun 1159, Yoshitomo diajak Fujiwara no Nobuyori (pengikut mantan Kaisar Go-Shirakawa) untuk memimpin Pemberontakan Heiji. Kaisar Nijō dan mantan Kaisar Go-Shirakawa dikenakan tahanan rumah, sedangkan Yoshitomo mengangkat diri dan pengikutnya dengan berbagai jabatan, termasuk jabatan bagi Yoritomo yang berusia 13 tahun.

    Pemberontakan tidak direncanakan dengan matang, Kaisar Nijō melarikan diri ke kediaman Taira no Kiyomori di Rokuhara. Ketika pasukan klan Taira datang menyerang, Yoritomo bertempur membantu Minamoto no Yoshihira (kakak tertua). Pemberontakan berakhir dengan kekalahan klan Minamoto. Kekuasaan berada di tangan klan Taira, sedangkan klan Minamoto hancur dan dibebaskan dari semua jabatan pemerintahan.

    Rombongan berkuda Yoritomo diperintahkan kembali ke daerah Kanto. Salju tebal membuat Yoritomo terpisah dari rombongan, dan terpaksa bersembunyi di Azai. Sementara itu, rombongan klan Minamoto sudah tiba di Aohaka Provinsi Mino yang menjadi tempat tinggal istri dan keluarga Yoshitomo. Di Aohaka, kakak nomor dua, Minamoto no Tomonaga tewas akibat luka-luka yang dideritanya. Akibat pengkhianatan Ōsada Tadamune, ayah Yoritomo tewas dibunuh di Noma, Provinsi Owari. Yoshihira yang ingin membalas dendam, kembali ke Kyoto dengan menyamar bersama pengikutnya. Usaha pembunuhan Taira no Kiyomori gagal, Yoshihira ditangkap dan dihukum mati di Rokujōgawara.

    Setelah bersembunyi sebulan penuh, Yoritomo meninggalkan Azai, tapi tertangkap di Provinsi Owari dan dikirim ke Kyoto sebagai tawanan. Ketika menunggu hukuman mati, Yoritomo menyatakan niatnya untuk menjadi biksu. Namun nyawa Yoritomo akhirnya diampuni atas permintaan Ike no Zenni (ibu tiri Taira no Kiyomori) yang teringat kepada putranya, Taira no Iemori yang mati muda. Pada bulan berikutnya, Yoritomo diasingkan ke Hirugakojima, Provinsi Izu.

    Dalam pengasingan di Izu

    Kehidupan Yoritomo di Izu diceritakan dalam Hikayat Soga. Sekitar tahun 1167, Yoritomo berada dalam pengasingan di bawah pengawasan Itō Sukechika. Di Izu, Yoritomo bertemu Toi no Sanehira, Amano Tōkage, dan Ōba Kageyoshi yang menjadi pengikutnya. Selama Itō Sukechika pergi ke Kyoto, Yoritomo berhubungan asmara dengan anak perempuan Sukechika hingga lahir anak bernama Sentsurumaru. Sepulangnya dari Kyoto, Sukechika dengan marah menenggelamkan Sentsurumaru di kolam, dan mengawinkan putrinya dengan Ema no Kojirō. Yoritomo dicari untuk dibunuh, namun melarikan diri dan berlindung kepada Hōjō Tokimasa.

    Selama dilindungi Hōjō Tokimasa, Yoritomo kembali jatuh cinta dengan anak perempuan Tokimasa, Hōjō Masako yang berusia 21 tahun. Hubungannya dengan Masako tidak disetujui Tokimasa yang berjanji mengawinkan putrinya dengan Taira no Kanetaka. Masako dikirim ke kediaman Kanetaka untuk diperistri, tapi melarikan diri dan menikah dengan Yoritomo.

    Kebangkitan klan Minamoto

    Pada tahun 1180, klan Minamoto kembali bangkit setelah Pangeran Mochihito mengeluarkan perintah resmi untuk menghancurkan klan Taira. Yoritomo sedang berada di Izu ketika mendengar perintah tersebut dari pamannya yang bernama Minamoto no Yukiie. Namun, Pangeran Mochihito lebih dulu dibunuh klan Taira di Uji sewaktu berusaha memasuki Kyoto bersama pasukan Minamoto no Yorimasa di bulan Juni 1180. Setelah peristiwa ini, bentrokan antara klan Taira dan klan Minamoto tidak dapat dihindarkan. Klan Taira bermaksud menghabisi seluruh anggota klan Minamoto. Yoritomo bertindak dengan meminta Adachi Morinaga untuk mengumpulkan pengikut klan Minamoto yang menetap di wilayah Kanto. Kelompok samurai pimpinan Miura Yoshizumo dan Chiba Taneyori juga mematuhi perintah Pangeran Mochihito, dan memutuskan untuk membantu menyingkirkan Taira no Kanetaka. Yoritomo menghabisi Kanetaka dengan bantuan Katō Kagekado dan Sasaki bersaudara. Setelah menguasai Izu, Yoritomo menuju wilayah milik klan Doi di Provinsi Sagami

    Dalam Pertempuran Ishibashiyama, 300 prajurit berkuda klan Minamoto kalah melawan lebih dari 3 ribu prajurit berkuda klan Taira pimpinan Ōba Kagechika, Shibuya Shigekuni, Kumagai Naozane, dan Itō Sukechika. Yoritomo bersama Toi no Sanehira dan beberapa pengikutnya bersembunyi di gunung. Lokasi persembunyian Yoritomo tidak dapat diketahui pengejarnya, berkat laporan palsu yang disampaikan Kajiwara Kagetoki kepada Ōba Kagechika. Yoritomo lolos dan menyeberang dengan perahu ke Provinsi Awa dari Tanjung Manazuru.

    Penaklukan Kanto

    Setiba di Awa, Yoritomo memerintahkan dua kekuatan besar di Semenanjung Bōsō, Kazusa Hirotsune dan Chiba Tsunetane untuk menemuinya, karena Hōjō Tokimasa sudah diutus ke tempat Takeda Nobuyoshi untuk memperkuat klan Kai Genji. Di bulan berikutnya, Yoritomo dibantu Chiba Tsunetane menghabisi wakil penguasa Provinsi Kazusa yang berada di pihak klan Taira. Kazusa Hirotsune datang terlambat dengan membawa sekitar 20 ribu prajurit berkuda.

    Pasukan pimpinan Yoritomo memasuki Provinsi Musashi, dan mendapat tambahan kekuatan dari pasukan Kasai Kiyoshige dan Adachi Tōmoto. Tokoh-tokoh samurai yang sebelumnya ingin disingkirkan Yoritomo, seperti Hatakeyama Shigetada, Kawagoe Shigeyori, dan Edo Shigenaga ikut bergabung. Di bulan Oktober 1180, pasukan gabungan yang dipimpin Yoritomo memasuki Kamakura. Di sana, Yoritomo memulai pemindahan kuil Tsurugaoka Hachiman ke kaki gunung sebelah utara, dan mendirikan markas besar Keshogunan Kamakura.

    Pada 16 Oktober 1180, pasukan berkuda klan Taira yang dipimpin Taira no Koremori tiba di Provinsi Suruga dengan tujuan menghancurkan Kamakura. Keesokan harinya di Sungai Kise, Takeda Nobuyoshi bersama Hōjō Tokimasa, dan 20 ribu prajurit berkuda datang bergabung. Pasukan klan Minamoto menghadapi pasukan klan Taira dalam Pertempuran Fujigawa. Pasukan Taira melarikan diri karena ketakutan mendengar suara burung air yang dikira serangan mendadak pasukan Minamoto.

    Keesokan harinya, Yoritomo menyatakan niatnya untuk menyerang Kyoto, tapi tidak disetujui Chiba Tsunetane, Miura Yoshizumi, dan Kazusa Hirotsune. Alasannya, klan Satake asal Hitachi Genji belum ditundukkan dan wilayah sebelah timur Jepang belum dikuasai. Pada hari yang sama, Yoritomo menerima kedatangan adiknya, Minamoto no Yoshitsune, dan keduanya bersumpah untuk membalas kematian ayah mereka dengan menghancurkan klan Taira.

    Setelah tiba kembali di Sagami, Yoritomo menghukum mati Ōba Kagechika yang berhasil ditawan dalam pertempuran, dan berangkat ke Provinsi Hitachi untuk menyingkirkan Satake Hideyoshi. Pertempuran berakhir setelah Satake Hideyoshi melarikan diri karena takut terhadap Kazusa Hirotsune. Wilayah kekuasaan Satake dibagi-bagikan, dan sekembalinya di Kamakura, Yoritomo menunjuk Wada Yoshimori sebagai pimpinan dewan Samurai Dokoro. Lembaga ini nantinya membawahi bidang kepolisian dan militer dalam pemerintahan Keshogunan Kamakura.

    Pada tahun berikutnya (1181), Kikuchi Takanao asal Provinsi Higo dan Minamoto no Yukiie asal Owari ikut berperang melawan klan Taira. Di tengah ancaman serangan besar-besaran klan Minamoto, Taira no Kiyomori meninggal pada 4 Februari 1181 akibat demam dan panas tinggi. Pimpinan klan Taira beralih kepada Taira no Munemori. Dalam pesan terakhirnya sebelum meninggal, Kiyomori mengatakan bahwa dirinya tidak perlu upacara pemakaman, melainkan agar di atas makamnya diletakkan potongan kepala Yoritomo. Putra ke-5, Taira no Shigehira bermaksud melaksanakan pesan terakhir ayahnya dan berangkat dari Kyoto untuk membunuh Yoritomo. Yoritomo bermaksud menahan serangan pasukan Shigehira di Matsuhama, Provinsi Totomi dengan mengutus Yasuda Yoshisada asal klan Kai Genji dan kawan-kawan. Namun di tengah perjalanan, Shigehira sudah dihadang Minamoto no Yukiie dalam Pertempuran Sunomata. Pertempuran berakhir dengan kekalahan pasukan Minamoto, dan Shigehira kembali ke Kyoto.

    Sekitar bulan Juli 1181, Yoritomo mengirim surat pernyataan kepada mantan Kaisar Go-Shirakawa bahwa dirinya tidak bermaksud memberontak. Klan Taira tetap ingin mewujudkan pesan terakhir Kiyomori, dan kembali memberangkatkan pasukan untuk menyingkirkan Yoritomo. Perintah yang sama juga dikeluarkan kepada Fujiwara no Hidehira di Provinsi Ōshū. Di tengah perjalanan, pasukan Taira dialihkan ke Provinsi Echigo untuk memadamkan pemberontakan Minamoto no Yoshinaka.

    Peperangan reda hingga di tahun berikutnya (1182), Yoritomo menyatakan permohonan kepada Kami di Kuil Ise untuk menghancurkan klan Taira. Selain itu, Yoritomo mengirimkan teluh untuk Fujiwara no Hidehira, dan mendirikan cabang kuil Benzaiten ke Pulau Enoshima.

    Tahun berikutnya (1183), paman Yoritomo yang berdiam di Provinsi Hitachi, Minamoto no Yoshihiro menyerbu Kamakura. Sebagian besar pasukan sedang bersiap-siap menghadapi serbuan klan Taira di Suruga, sehingga Yoritomo kesulitan mempertahankan Kamakura. Yoritomo pergi mengunjungi kuil Tsurugaoka Hachiman, dan hanya bisa berdoa atas keberhasilan Oyama Tomomasa dan rekan-rekan yang ditugaskannya menghadapi pasukan klan Taira. Yoshihiro akhirnya dikalahkan dalam Pertempuran Nogimiya dan melarikan diri. Pasukan Yoshihiro yang melarikan diri dihancurkan oleh adik Yoritomo yang bernama Minamoto no Noriyori.

    Pertempuran melawan Yoshinaka

    Di musim semi tahun 1183, Minamoto no Yukiie yang berdiam di Matsuda, Provinsi Sagami meminta pembagian wilayah kekuasaan dari Yoritomo. Permintaan tersebut ditolak, dan Yukiie lari berlindung kepada Minamoto no Yoshinaka di Shinano. Akibat fitnah yang disampaikan Takeda Nobumitsu, Yoritomo memutuskan untuk menyingkirkan Yoshinaka. Sekitar 2 ribu prajurit berkuda Yoshinaka yang menunggu di Echigo tidak mampu mengatasi serangan 100 ribu prajurit berkuda Yoritomo. Sadar posisinya yang lemah, Yoshinaka mundur ke Echigo dan mengirim surat pernyataan setia kepada Yoritomo. Sebagai jawaban, Yoritomo mengutus Amano Tōkage dan Okazaki Yoshizane untuk menyampaikan permintaan agar menyerahkan Yukiie atau Yoshitaka putra sulungnya. Yoshinaka memilih untuk mengirimkan Yoshitaka yang masih berusia 11 tahun. Di Kamakura, Yoshitaka diasuh Yoritomo dan dinikahkan dengan Putri Ō, putri sulungnya yang masih kecil.

    Setelah berdamai dengan Yoritomo, Yoshinaka dibantu Yukiie melanjutkan pertempuran demi pertempuran melawan klan Taira dan menang. Pada bulan Juli 1183, Kyoto jatuh dan klan Taira terusir ke provinsi sebelah barat. Mantan kaisar Go-Shirakawa memberi mandat kepada Yoshinaka untuk menghabisi klan Taira. Kekejaman di luar batas oleh pasukan Yoshinaka membuat penduduk Kyoto dan kalangan istana meminta bantuan Yoritomo untuk menguasai Kyoto. Mantan kaisar Go-Shirakawa menugaskan Yoshinaka pergi memburu klan Taira di provinsi sebelah barat, supaya Kyoto dapat dijaga pasukan Yoritomo. Permintaan bantuan ditolak Yoritomo dengan alasan Kamakura sedang dalam bahaya diserang Fujiwara no Hidehira dan Satake Takayoshi. Dengan terusirnya klan Taira, pihak istana memulihkan jabatan Yoritomo yang dicabut setelah Pemberontakan Heiji.

    Yoshinaka cemas dengan kemungkinan Kyoto direbut Yoritomo, sehingga langsung kembali ke Kyoto setelah kalah dalam pertempuran melawan klan Taira. Setibanya di Kyoto, Yoshinaka meminta mandat kaisar untuk membunuh Yoritomo tapi tidak diizinkan. Atas perintah Yoritomo, pasukan klan Minamoto di bawah pimpinan Yoshitsune sudah sampai di Provinsi Ōmi. Yoshinaka menyerbu istana, dan Kaisar Go-Shirakawa ditahan agar mau mengeluarkan mandat untuk menyingkirkan Yoritomo. Pada bulan Januari 1184, Yoshinaka diangkat sebagai Seii Taishogun. Selanjutnya di bulan Februari 1184, beberapa puluh ribu prajurit berkuda yang dipimpin Noriyori dan Yoshitsune bergerak menuju Kyoto. Yoshinaka berusaha mengatasi pasukan Yoshitsune dan tewas terbunuh di Awazu, Provinsi Ōmi.

    Setelah Yoshinaka tewas, Yoritomo menyusun rencana untuk membunuh Yoshitaka (putra Yoshinaka) yang dikawinkan dengan Putri Ō. Rencana tersebut dibocorkan istrinya, dan Yoshitaka dengan menyamar sebagai wanita melarikan diri dari Kamakura. Pasukan dikirim untuk mengejar Yoshitaka, dan pengejaran berakhir dengan tewasnya Yoshitaka di Provinsi Musashi. Putri Ō menjadi sangat sedih dan ibunya, Hōjō Masako menghukum mati prajurit yang membunuh menantunya. Sepeninggal suami, Putri Ō terus larut dalam kesedihan dan meninggal pada usia 20 tahun.

    Kehancuran klan Taira

    Pasukan Minamoto yang dipimpin Yoshitsune dan Noriyori mengalahkan pasukan Taira dalam Pertempuran Ichi no Tani di Provinsi Settsu di bulan Maret 1184. Taira no Shigehira ditawan dan dibawa pulang ke Kyoto. Yoritomo masih belum puas dan mengeluarkan surat perintah kepada samurai di Shikoku dan Kyushu untuk menghancurkan sisa klan Taira yang melarikan diri ke Shikoku.

    Pada 6 Agustus 1184, Yoshitsune yang sedang berada di Kyoto menerima kenaikan jabatan dan gelar dari istana tanpa seizin Yoritomo. Yoritomo menjadi marah dan mencopot Yoshitsune dari jabatan komandan pasukan. Pada 8 Agustus 1184, Noriyori memimpin pasukan Minamoto berangkat dari Kamakura. Di dalamnya bergabung pengikut klan Minamoto, seperti Hōjō Yoshitoki, Ashikaga Yoshikane, Chiba Tsunetane, Miura Yoshizumi, Ōyama Tomomitsu, Hiki Yoshikazu, Wada Yoshimori, dan Amano Tōkage.

    Di bulan berikutnya, 6 Oktober 1184, Keshogunan Kamakura membuka kantor pemerintahan yang pertama. Kantor administrasi ini disebut Kumonjo dan dikepalai Ōe Hiromoto. Setelah berganti nama menjadi Mandokoro, kantor ini mengurusi pemerintahan dan keuangan. Pada 20 Oktober 1184, Keshogunan Kamakura membuka kantor pengadilan (Monchūjo) yang dikepalai Miyoshi no Yasunobu. Pejabat tingkat menengah ke bawah makin bertambah jumlahnya di Keshogunan Kamakura, antara lain politisi terkenal seperti Nikaidō Yukimasa dan Taira no Moritoki.

    Pada 6 Januari 1185, Yoritomo menerima surat permintaan tambahan perbekalan dan kapal dari Noriyori yang sedang bertugas mengamankan Kyushu. Yoritomo mengirim surat balasan yang memerintahkan agar Noriyori tidak menggerakkan pasukan dan berbaik hati pada samurai setempat. Selain itu, Yoritomo mengirimkan surat kepada kelompok samurai di Provinsi Tsukushi agar membantu Noriyori menghancurkan klan Taira. Sementara itu, 10 Januari 1185, Yoshitsune diberangkatkan juga ke Yashima di Provinsi Sanuki dengan tujuan menyerang basis klan Taira. Setelah samurai dari Kyushu datang membawa perbekalan dan kapal-kapal pada tanggal 26 Januari 1185, Noriyori menyeberang dari Provinsi Sūo ke Provinsi Bungo.

    Pada 22 Maret 1185, pasukan Yoshitsune mengusir pasukan klan Taira ke tengah laut dalam Pertempuran Yashima. Pertempuran Dan no Ura (25 April 1185) menandai tamatnya klan Taira. Semua pimpinan klan Taira tewas atau ditawan. Taira no Munemori dan Taira no Noriko ditawan, sedangkan Kaisar Antoku mati tenggelam. Atas keberhasilan menangkap Munemori, Yoritomo menerima kenaikan pangkat dari istana.

    Pengusiran Yoshitsune

    Di bulan April 1185, Yoritomo menerima surat dari Kajiwara Kagetoki yang ditugaskan mendampingi Yoshitsune. Kagetoki menulis fitnah bahwa Yoshitsune berkali-kali menegaskan bahwa kesuksesan menghancurkan klan Taira adalah semata-mata berkat jasanya seorang diri. Di bulan berikutnya (Mei 1185), Yoshitsune dan pasukannya sampai di Provinsi Sagami untuk mengantar pasangan bapak-anak Taira Munemori yang menjadi tawanan. Namun Yoshitsune tidak diizinkan memasuki kota Kamakura, dan hanya para tawanan yang diizinkan memasuki kota. Setelah bertemu dengan Munemori, Yoritomo tetap tidak mengizinkan Yoshitsune memasuki Kamakura. Pada 9 Juni 1185, Yoshitsune diperintahkan kembali ke Kyoto dengan membawa Taira no Shigehira dan bapak-anak Taira no Munemori. Yoshitsune sangat kecewa dan berpidato di hadapan pasukan, "Untuk semua yang dendam dengan Yoritomo, kau harus berpihak padaku." Pidato Yoshitsune disampaikan kepada Yoritomo yang langsung menyita semua wilayah kekuasaan adiknya.

    Pada 4 Agustus 1185, Yoritomo memerintahkan Sasaki Sadatsuna untuk membunuh Yukiie yang berada di pihak Yoshinaka. Memasuki bulan September 1185, Yoritomo mengutus Kajiwara Kagesue untuk menyelidiki Yoshitsune yang sedang berada di Kyoto. Perintah membunuh Yukiie ditolak Yoshitsune yang sedang sakit kelelahan dan tidak ingin membunuh sesama klan Minamoto. Setelah mendengar kabar dari Kagetsue, Yoritomo menganggap Yoshitsune melawan perintah, dan mengutus Tosanobō Shōshun untuk menghabisinya. Sebaliknya, Yoshitsune sudah meminta mantan Kaisar Go-Shirakawa agar mengeluarkan mandat kaisar untuk membunuh Yoritomo.

    Pada 17 Oktober 1185, Tosanobō Shōshun menyerbu kediaman Yoshitsune di Kyoto dengan membawa sekitar 60 prajurit berkuda. Penyerbuan gagal karena sudah ditunggu-tunggu Yoshitsune yang dibantu tambahan prajurit dari Yukiie. Tosanobō Shōshun ditawan dan mengaku bertindak atas perintah Yoritomo. Yoshitsune sekali lagi menemui mantan Kaisar Go-Shirakawa, dan setelah didesak mau mengeluarkan mandat untuk menyingkirkan kakaknya. Walaupun mengetahui dirinya sedang diincar, Yoritomo meneruskan persiapan upacara Hōyō untuk memperingati hari meninggalnya ayah Yoshitsune dan Yoritomo. Upacara tersebut membuat Yoshitsune tidak berhasil mengumpulkan pengikutnya, karena sebagian di antaranya menghadiri upacara di kediaman Yoritomo. Sebaliknya, Yoritomo yang berangkat dari Kamakura untuk menghabisi Yoshitsune. Ketika pasukan Yoritomo sudah menyeberangi Sungai Kisegawa di Provinsi Suruga pada 1 November 1185, Yoshitsune dan pasukannya melarikan diri dari Kyoto. Perintah penangkapan Yoshitsune dan Yukiie diumumkan ke seluruh provinsi. Pada 12 Mei 1185, Yukiie dibunuh setelah lokasi persembunyian di Provinsi Izumi terbongkar.

    Pada 29 Juli tahun yang sama, Yoritomo memerintahkan pengikutnya untuk membunuh bayi laki-laki Shizuka Gozen dengan Yoshitsune. Pengikut Yoritomo membuang bayi Shizuka Gozen di Yuigaura, Kamakura. Pada waktu itu, Yoshitsune berhasil sampai di Provinsi Ōshū dan meminta perlindungan dari Fujiwara no Hidehira.

    Pertempuran Ōshū

    Sebelum wafat di bulan November 1187, Fujiwara no Hidehira meninggalkan pesan kepada putranya, Fujiwara no Yasuhira agar membantu Yoshitsune menjadi shogun. Pada bulan 4 tahun berikutnya, Yoritomo meminta mandat dari kaisar untuk menyingkirkan Yoshitsune. Setelah mandat diterima, Yoritomo memerintahkan Yasuhira untuk menyerbu Yoshitsune. Pada tahun berikutnya (1189), pasukan Yasuhira menyerbu Yoshitsune yang sedang berada di Koromogawa no Tachi. Dalam keadaan terkepung, Yoshitsune bunuh diri.

    Selanjutnya, tanggal 25 Juni 1189, Yoritomo meminta mandat kaisar untuk menyingkirkan Fujiwara no Yasuhira di Ōshū, tapi izin tidak kunjung turun walaupun pengikutnya sudah siap berangkat. Pada 19 Juli 1189, Yoritomo berangkat menyerbu Yasuhira walaupun belum mendapat izin dari istana.

    Setibanya di Kunimi (Provinsi Mutsu) pada 7 Agustus 1189, pasukan Yoritomo berhadapan dengan pasukan Fujiwara no Kunihira. Pasukan Fujiwara yang berjumlah sekitar 20 ribu prajurit bertahan di balik dinding benteng dan parit berisi air sungai. Pertempuran dimenangkan pasukan Yoritomo. Kunihira yang berusaha melarikan diri tewas oleh Wada Yoshimori.

    Sementara itu, Oyama Tomomasa dan Oyama Tomomitsu mendapat berita bahwa Yasuhira berada di distrik Tamatsukuri. Pasukan Yasuhira dikepung tapi Yasuhira sudah melarikan diri. Yoritomo mengejarnya sampai di rumah kediaman Yasuhira di Hiraizumi, namun Yasuhira lebih dulu melarikan diri setelah membakar rumah kediamannya. Pada 26 Agustus 1189, Yoritomo menerima surat dari Yasuhira yang memohon pengampunan nyawanya. Yasuhira ingin Yoritomo meletakkan surat jawaban di distrik Hinai. Permintaan tersebut dijawab Yoritomo dengan melakukan pencarian di Hinai yang diduga sebagai lokasi persembunyian Yasuhira. Pada 2 September 1189, Yoritomo memindahkan pasukan ke Kuriyagawa di distrik Iwai. Di lokasi tersebut, Minamoto no Yoriyoshi menghabisi Abe no Sadatō dalam Perang Zenkunen. Di tempat yang sama, Yoritomo menunggu-nunggu kesempatan untuk menghabisi Yasuhira. Keesokan harinya, Yasuhira ternyata lebih dulu dibunuh pengikutnya sendiri yang bernama Yasuda Jirō. Tiga hari kemudian, Yasuda Jiro datang menemui Yoritomo dengan membawa potongan kepala majikannya. Setelah memastikan potongan kepala tersebut milik Yasuhira, Yoritomo menghukum mati Yasuda Jirō karena membunuh majikannya sendiri. Mandat dari kaisar untuk menyingkirkan Yasuhira baru diterima Yoritomo pada 9 September 1189 setelah wilayah Ōshū berhasil dikuasai.

    Diangkat sebagai shogun

    Pada 3 November 1189, Yoritomo menerima surat dari istana yang berisi pujian atas kesuksesan penaklukan Ōshū. Surat tersebut sekaligus memberi jabatan baru yang ditolak oleh Yoritomo. Setahun kemudian, 3 Oktober 1190, Yoritomo akhirnya berangkat dari Kamakura menuju Kyoto, dan memasuki ibu kota pada 7 November 1190 dengan membawa sekitar seribu prajurit berkuda. Yoritomo tinggal di rumah kediaman yang baru dibangunnya di lokasi bekas kediaman Taira no Kiyomori di Rokuhara.

    Pada 9 November 1190, Yoritomo menghadap mantan Kaisar Go-Shirakawa yang memintanya untuk menerima jabatan Dainagon. Yoritomo menolak dan kembali ke kediamannya di Rokuhara setelah bertemu dengan Kaisar Go-Toba. Setelah beberapa kali menolak jabatan tinggi yang memang tidak diinginkannya, Yoritomo memutuskan untuk kembali ke Kamakura.

    Pada 26 April 1192, mantan Kaisar Go-Shirakawa mangkat. Yoritomo diangkat sebagai Sei-i Taishōgun pada tanggal 21 Agustus 1192 tanpa ada pihak yang menghalangi. Pemerintahan militer yang didirikan Yoritomo di Kamakura dikenal sebagai Keshogunan Kamakura.

    Pada 28 Mei 1193, sewaktu para Gokenin sedang berburu di Provinsi Suruga, seorang Gokenin bernama Kudō Suketsune dibunuh sebagai Pembalasan Dendam Soga Bersaudara. Berita kematian Suketsune menimbulkan kegemparan, dan sampai di Kamakura sebagai kabar terbunuhnya Yoritomo. Hōjō Masako sangat terkejut mendengar berita kematian suaminya dan berusaha ditenangkan oleh Noriyori. Sekembalinya di Kamakura, Yoritomo menuduh Noriyori ingin memberontak, dan memaksa Noriyori untuk menulis surat pernyataan setia. Di akhir surat, Noriyori menulis namanya sebagai Minamoto no Noriyori. Yoritomo makin bertambah marah karena nama klan Minamoto hanya boleh dipakai oleh dirinya sendiri. Noriyori mengutus seorang pengikutnya, Taima Tarō untuk menyelinap ke ruang tidur Yoritomo namun tertangkap. Hukuman buang ke Izu dijatuhkan kepada Noriyori, walaupun setelah itu juga dikabarkan dihukum mati.

    Di puncak kekuasaannya, Yoritomo mengunjungi kuil-kuil yang sudah selesai dibangun kembali, termasuk di antaranya Kuil Tōdaiji, menghadiri upacara resmi, dan menjadi penengah dalam pertikaian. Pada tahun 1194, Yoritomo menjatuhkan hukuman mati bagi seorang Gokenin berpengaruh, Yasuda Yoshisada yang dituduh memberontak. Di bulan Maret 1195, Yoritomo melangsungkan ajang kompetisi Yabusame yang diikuti para Gokenin di kuil Sumiyoshi Taisha, Provinsi Settsu. Selanjutnya, Yoritomo bermaksud menikahkan anak perempuannya, Putri Ō dengan Kaisar Go-Toba. Keinginan Yoritomo tidak terlaksana akibat ditentang banyak pihak.

    Di akhir tahun 1198, Yoritomo jatuh sakit di tengah perjalanan pulang dari upacara di jembatan Sungai Sagami. Ada berita yang mengatakan Yoritomo terjatuh dari kuda, walaupun tidak bisa dipastikan kebenarannya. Di tahun berikutnya, 17 Februari 1199, Yoritomo ditahbiskan sebagai biksu dan meninggal dua hari kemudian, 19 Februari 1199 pada usia 53 tahun.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Minamoto no Yoshinaka

    Minamoto no Yoshinaka adalah samurai dari klan Shinano Genji di akhir zaman Heian. Dikenal juga dengan nama Kiso Yoshinaka atau Kiso Jirō, ia sempat menjabat Seii Taishogun sebelum tewas dalam pertempuran.

    Kiso-Yoshinaka%26Tomoe-gozen_statue_Kiso-t.jpg

    Patung Minamoto no Yoshinaka bersama Tomoe Gozen

    Nama kecilnya Komaōmaru dan diberi gelar Asahi Shōgun oleh Mantan Kaisar Go-Shirakawa. Keluarganya berasal dari klan Kawachi Genji yang masih keturunan klan Seiwa Genji. Keponakan dari Minamoto no Yoshitomo, dan saudara sepupu Minamoto no Yoritomo serta Minamoto no Yoshitsune.

    Masa kecil

    Dilahirkan di Provinsi Musashi (sekarang kota Arashiyama, Prefektur Saitama) sebagai putra kedua Minamoto no Yoshikata. Ayahnya pindah dari Kyoto ke wilayah Kanto atas perintah kakeknya, Minamoto no Tameyoshi. Pada saat itu, Tameyoshi sedang bermusuhan dengan paman Yoshinaka yang bernama Minamoto no Yoshitomo.

    Ayah Yoshinaka yang memimpin kelompok Tameyoshi tewas di tangan keponakannya sendiri Minamoto no Yoshihira dalam pertempuran di wilayah Kanto melawan pihak Yoshitomo. Setelah sang ayah tewas, si kecil Yoshinaka dilarikan oleh Hatakeyama Shigeyoshi dan Saitō Sanemori ke Provinsi Shinano. Di sana, Yoshinaka disebut Kiso Jirō Yoshinaka karena dibesarkan di Lembah Kiso, Shinano oleh kepala klan berpengaruh bernama Nakahara Kanetō. Di sana, ia menikahi putri Kanetō, Tomoe Gozen yang dikenal sebagai wanita ksatria.

    Perjuangan menuju Kyoto

    Pada tahun 1180, Pangeran Mochihito mengeluarkan perintah untuk menghancurkan klan Taira. Pada waktu itu, Mochihito bersama ayahnya, Mantan Kaisar Go-Shirakawa sedang bertikai dengan pemimpin klan Taira bernama Taira no Kiyomori. Paman Yoshinaka, Minamoto no Yukiie (Shingū Yukiie) menyerukan kepada anggota klan Minamoto untuk berperang melawan klan Taira. Pada tahun yang sama, Yoshinaka untuk pertama kali turut serta dalam pertempuran antara klan Minamoto dan klan Taira di Ichihara.

    Pada tahun berikutnya (1181) terjadi Pertempuran Yokotagawara. Yoshinaka mengalahkan pasukan Jō Sukemoto yang menyerang dari Provinsi Echigo atas perintah klan Taira. Yoshinaka sempat maju ke Provinsi Kōzuke. Minamoto no Yoritomo yang sedang berperang di wilayah Kanto tidak mau bergabung, sehingga Yoshinaka menuju wilayah Hokurikudō. Putra Pangeran Mochihito yang melarikan diri ke wilayah Hokuriku diangkat oleh Yoshinaka sebagai Hokuriku no Miya (penguasa Hokuriku). Dengan keberadaan Hokuriku no Miya, Yoshinaka menjadi kekuatan berpengaruh di wilayah Hokuriku. Pada bulan Mei 1183, Yoshinaka menaklukkan pasukan klan Taira yang dipimpin Taira no Koremori dalam Pertempuran Kurikara di Tonamiyama, Provinsi Etchū. Pada bulan Juli tahun yang sama (1183), pasukan Yoshinaka memasuki ibu kota Kyoto, dan klan Taira melarikan diri ke provinsi di sebelah barat Jepang.

    Di Kyoto, Yoshinaka diangkat sebagai Shōgun Asahi oleh Mantan Kaisar Go-Shirakawa. Jabatan tersebut sebelumnya tidak pernah ada dan secara tiba-tiba saja diciptakan Go-Shirakawa. Pada 16 Agustus 1183, lebih dari 60 orang pejabat tinggi asal klan Taira dipecat dan diusir dari Kyoto. Yoshinaka mengganti jabatan yang dipegangnya sebagai penguasa Provinsi Echigo menjadi penguasa Provinsi Iyo di Shikoku.

    Yoshinaka memiliki rencana mengangkat Hokuriku no Miya sebagai kaisar. Rencana tersebut ditentang Go-Shirakawa yang mengangkat cucunya yang masih berusia 3 tahun sebagai Kaisar Go-Toba. Sejak itu pula, Go-Shirakawa dan kalangan bangsawan yang terdidik dalam adat istiadat dan formalitas menjadi tidak senang dengan Yoshinaka yang dianggap tidak sopan.

    Pada waktu itu, Yoshinaka gagal memulihkan keamanan di Kyoto. Rakyat Kyoto waktu itu sedang dilanda gagal panen selama beberapa tahun berturut-turut, dan persediaan pangan dalam kondisi kritis. Di beberapa tempat terjadi perampasan bahan makanan milik rakyat oleh pasukan Yoshinaka. Go-Shirakawa tidak ingin lagi melihat keberadaan Yoshinaka dan pasukannya di Kyoto. Ia memerintahkan Yoshinaka untuk mengejar sisa-sisa klan Taira yang melarikan diri ke provinsi sebelah barat. Setelah menitipkan Go-Shirakawa kepada Higuchi Kanemitsu yang sangat dipercayanya, Yoshinaka dan pasukannya menuju Provinsi Harima untuk menyerang klan Taira.

    Pasukan Yoshinaka tidak terlatih dalam pertempuran laut dan dikalahkan angkatan laut klan Taira dalam Pertempuran Mizushima di Provinsi Bitchū. Pasukan Yoshinaka melarikan diri kembali ke Kyoto, namun tidak diterima pihak Go-Shirakawa. Penjagaan istana sudah diperkuat Go-Shirakawa yang meminta bantuan pendekar biksu asal Gunung Hiei dan Onjō-ji. Pada bulan November tahun yang sama, Yoshinaka kembali diperintahkan untuk berangkat dari Kyoto memerangi klan Taira. Merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi, Yoshinaka menyerang pusat kekuasaan Go-Shirakawa di kuil Hōjū-ji. Mantan Kaisar Go-Shirakawa ditahan, dan kekuasaan pemerintah berada di tangan Yoshinaka. Selanjutnya, Yoshinaka dengan paksa menikahi anak perempuan dari Fujiwara no Motofusa (mantan pejabat Kampaku) yang bernama Fujiwara no Ishi), dan memecat 49 pejabat tinggi istana yang mendukung Go-Shirakawa.

    Di akhir tahun yang sama, Yoshinaka memaksa Go-Shirakawa agar mengeluarkan mandat untuk menyingkirkan Minamoto no Yoritomo. Pada tahun berikutnya (1184), Yoshinaka mengangkat diri sebagai Seii Taishōgun. Namun tidak lama kemudian, pasukan klan Minamoto asal Kamakura di bawah pimpinan Minamoto no Noriyori dan Minamoto no Yoshitsune memasuki ibu kota Kyoto. Yoshinaka berusaha memperkuat ibu kota untuk menghadapi Yoshitsune dan Noriyori, tapi pasukannya melarikan diri sedikit demi sedikit. Setelah kalah dalam dua kali pertempuran, Yoshinaka tewas dalam Pertempuran Uji di Awazu, Provinsi Ōmi. Sewaktu tewas, Yoshinaka berusia 31 tahun.

    Putra pewaris Yoshinaka yang bernama Minamoto no Yoshitaka tinggal di Kamakura dan menikah dengan anak perempuan Yoritomo yang bernama Putri Ō. Setelah mendengar ayahnya tewas, Yoshitaka melarikan diri tapi tewas terbunuh dan garis keturunan Yoshinaka terputus. Walaupun demikian, klan Kiso penguasa Lembah Kiso di zaman Sengoku mengaku sebagai putra ke-3 Yoshinaka yang bernama Minamoto no Yoshimoto (Kiso no Yoshimoto).

    Makam

    Makam Yoshinaka terletak di kuil Asahiyama Gichū-ji yang berdekatan dengan lokasi tewasnya Yoshinaka. Kuil Gichū-ji berada di kota Ōtsu, Prefektur Shiga dan didirikan pada zaman Muromachi. Nama kuil ini berasal dari aksara kanji untuk menulis nama Yoshinaka yang bisa dibaca sebagai Gichū. Kuil Gichū-ji juga terkenal sebagai makam penyair zaman Edo bernama Matsuo Bashō. Dalam pesan terakhirnya, ia meminta dikuburkan di kuil Gichū-ji.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Minamoto no Yoshitsune

    Minamoto no Yoshitsune (1159 - 15 Juni 1189) adalah samurai klan Minamoto di akhir zaman Heian yang berasal dari klan Kawachi Genji. Yoshitsune adalah adik lain ibu dari pendiri Keshogunan Kamakura, Minamoto no Yoritomo. Nama aliasnya adalah Kurō Yoshitsune.

    minamoto-no-yoshitsune-3-765578.jpg

    Yoshitsune dilahirkan sebagai Ushiwakamaru, putra ke-9 dari kepala klan Kawachi Genji bernama Minamoto no Yoshitomo. Setelah ayahnya terbunuh dalam Pemberontakan Heiji melawan Taira no Kiyomori, Ushiwakamaru dititipkan di kuil Kurama. Selanjutnya ia dipindahkan ke Hiraizumi di Mutsu, dan dititipkan kepada Fujiwara no Hidehira yang menjabat kepala klan Ōshū Fujiwara sekaligus penguasa Mutsu. Sementara itu, kakak tertua Yoshitsune, Yoritomo terus memimpin perlawanan untuk menggulingkan klan Taira yang disebut Pemberontakan zaman Jishō-Jūei (Perang Genpei). Setelah dewasa, Yoshitsune bergabung membantu Yoritomo, dimulai dari Pertempuran Ichi-no-Tani, Pertempuran Yashima, hingga akhirnya klan Minamoto berhasil menghancurkan armada klan Taira dalam Pertempuran Dan-no-ura. Walaupun berjasa besar sebagai pemimpin perang, Yoshitsune tidak diberi penghargaan yang pantas oleh Yoritomo, dan sebagian wilayah kekuasaannya dirampas. Yoshitsune dianggap memperlihatkan sikap memberontak sehingga dicap sebagai musuh kaisar dan menjadi buronan di seluruh negeri. Dalam pelariannya, Yoshitsune meminta perlindungan klan Ōshū Fujiwara yang pernah membesarkannya. Fujiwara no Yasuhira berhasil didesak Yoritomo agar menangkap Yoshitsune. Yasuhira menyerang Yoshitsune yang sedang berada di Koromogawa no tachi (sekarang ada di kota Ōshū, Prefektur Iwate). Yoshitsune yang sudah terkepung akhirnya bunuh diri.

    Kematian Yoshitsune menerima banyak simpati dari banyak orang. Dari kisah Yoshitsune dikenal istilah Hōgan biiki yang merupakan ungkapan simpati orang Jepang terhadap pihak yang kalah (istilah ini tidak dibaca sebagai Han-gan biiki). Hōgan adalah jabatan yang diberikan kaisar kepada Yoshitsune, sedangkan hiiki berarti "simpati" atau "melindungi". Ungkapan ini kurang lebih berarti, "Pihak yang lemah dengan alasan ia lemah, maka banyak orang yang bersimpati."

    Masa kecil

    Minamoto no Yoshitomo dan Tokiwa Gozen memberi nama Ushiwakamaru kepada putra ke-9 mereka yang nantinya dikenal sebagai Minamoto no Yoshitsune. Di tahun 1159, setelah ayahnya ikut dalam Pemberontakan Heiji dan tewas, Ushiwakamaru bersama dua orang kakaknya, Imawaka dan Otowaka dibawa lari oleh ibunya ke tengah gunung di Provinsi Yamato untuk menghindar dari hukuman mati. Tokiwa Gozen akhirnya keluar dari persembunyian dan menyerahkan diri kepada Taira no Kiyomori setelah mengetahui ibunya tertangkap. Sebagai pengganti nyawa ibunya dan ketiga orang putranya, Tokiwa Gozen bersedia dijadikan wanita simpanan Kiyomori.

    Setelah ibunya menjadi selir seorang kuge bernama Ichijō Naganari, Ushiwakamaru yang waktu itu masih berusia 7 tahun dititipkan di kuil Kurama. Nama panggilannya saat itu Shanaou (Shanaō). Di usianya yang ke-11 (15 tahun dalam cerita versi lain), Ushiwakamaru baru mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya. Menurut legenda, Ushiwakamaru menerima pelajaran pedang di kuil Kurama dari seorang ksatria bertopeng Tengu yang kemungkinan besar sisa-sisa pengikut ayahnya (Minamoto no Yoshitomo). Di usia ke-16, Ushiwakamaru berada di bawah pengawasan Fujiwara no Hidehira yang menjadi Chinjufu shōgun di Hiraizumi, Provinsi Oshu. Setelah itu, Ushiwakamaru menjalani upacara kedewasaan (genbuku) di kuil Atsuta Jingū, Provinsi Owari yang dulu merupakan wilayah kekuasaan ayahnya. Sebagai orang dewasa, Ushiwakamaru mendapat nama Yoshitsune. Nama "Yoshitsune" diambil dari aksara kanji "yoshi" yang turun-temurun dipakai klan Minamoto, sedangkan "tsune" diambil dari nama Minamoto no Tsunemoto (cucu Kaisar Seiwa).

    Pemberontakan zaman Jishō-Jūei

    Di zaman Jishō tahun 4 (1180), Yoshitsune pergi menolong kakaknya, Minamoto no Yoritomo yang sedang berperang melawan klan Taira di Provinsi Izu. Fujiwara no Hidehira mengutus dua bersaudara, Satō Tsugunobu dan Satō Tadanobu beserta 80 pasukan berkuda untuk membantu Yoshitsune. Yoshitsune bertemu dengan Yoritomo di front Sungai Kise (sekarang terletak di Prefektur Shizuoka). Pada saat itu, pasukan Yoritomo yang baru saja menang dalam Pertempuran Fujigawa. Yoshitsune diserahi tugas oleh Yoritomo sebagai pemimpin pasukan klan Minamoto dalam menghadapi klan Taira. Pada waktu itu, Yoritomo ingin mundur ke markasnya di Kamakura agar bisa berkonsentrasi pada pembentukan pemerintahan militer wilayah Kanto.

    Di tahun berikutnya, Yoshitsune yang memimpin kekuatan militer Kamakura mengalahkan sepupunya, Minamoto no Yoshinaka di Pertempuran Ujigawa. Di tahun 1183, Yoshitsune memimpin pasukan untuk memasuki Kyoto sebagai wakil Yoritomo. Pasukan klan Taira yang sudah diusir dari Kyoto oleh pasukan Yoshinaka ternyata berhasil menggalang kekuatan di sebelah barat negeri, dan sudah bergerak maju sampai di Fukuhara. Yoshitsune bersama kakaknya (Minamoto no Noriyori) diperintahkan untuk menghancurkan pasukan klan Taira. Pasukan penyerang dari belakang yang dipimpin Yoshitsune berangkat ke Provinsi Harima dengan mengambil jalan memutar. Di tengah perjalanan, Minamoto no Yukitsuna dan kawan-kawan turut bergabung dengan pasukan Yoshitsune. Sementara itu, Noriyori berangkat dengan memimpin pasukan utama yang akan menyerang dari depan. Kedua pasukan yang dipimpin Yoshitsune dan Noriyori berhasil menghancurkan pasukan klan Taira dalam Pertempuran Ichi-no-Tani.

    Seusai Pertempuran Ichi-no-Tani (1184), Kaisar Goshirakawa mengangkat Yoshitsune dengan berbagai jabatan dan gelar kehormatan. Selain itu, Yoshitsune mendapat hak istimewa untuk masuk ke bagian istana yang hanya boleh dimasuki kaisar dan keluarganya. Di bulan September tahun yang sama, Yoshitsune menikah dengan Satō Gozen.

    Pada bulan Februari 1185, Yoshitsune berangkat ke Provinsi Sanuki di Pulau Shikoku untuk menyerang basis klan Taira di sepanjang pantai Laut Pedalaman Seto. Pertempuran ini dikenal sebagai Pertempuran Yashima dan pasukan Yoshitsune menang besar atas pasukan klan Taira. Kemenangan pasukan Yoshitsune memberi kekuatan moral bagi pasukan Kamakura yang langsung mengumpulkan kapal-kapal untuk menyerbu Pulau Hiko yang merupakan benteng pertahanan terakhir klan Taira. Pada bulan April 1185, klan Minamoto berhasil menghabisi klan Taira dalam Pertempuran Dan-no-Ura.

    Strategi berperang yang jitu dan kecerdasannya dalam Perang Genpei membuat nama Yoshitsune sering disebut-sebut dalam legenda maupun buku sejarah sebagai panglima yang mampu mengubah jalannya pertempuran. Seusai perang, Yoshitsune diangkat sebagai wakil Yoritomo dan berdiam di ibu kota Heian-kyo, atau di Istana Horikawa yang merupakan rumah utama kediaman klan Kawachi Genji.

    Pertikaian dengan Yoritomo

    Setelah menghancurkan klan Taira, Yoshitsune berselisih dengan kakaknya sendiri. Keinginan Yoshitsune untuk berdiri sendiri tidak terkabulkan dan malah menjadi musuh kaisar dan menjadi buronan di seluruh negeri.

    Pada 15 April 1185, Yoritomo merasa tidak senang kaisar mengangkat kelompok samurai dari Kanto tanpa rekomendasi informal darinya lebih dulu. Yoritomo memerintahkan kelompok samurai tersebut untuk tetap berada di Heian-kyo, dan mengabaikan perintah kembali ke wilayah Kanto. Pada bulan yang sama, saingan Yoshitsune sekaligus perwira bekas pendamping Yoshitsune, Kajiwara Kegetoki mengirim surat kepada Yoritomo. Di dalam surat ini, Kagetoki menulis bahwa Yoshitsune telah berlagak sebagai satu-satunya pahlawan yang berjasa dalam menghancurkan klan Taira. Sementara itu, Yoshitsune tidak mengindahkan perintah Yoritomo dan tetap membawa Taira no Munemori dan putranya sebagai tawanan ke Kamakura. Yoshitsune berangkat dari Heian-kyo menuju Kamakura pada 7 Mei 1185. Sesampainya Yoshitsune di Kamakura, Yoritomo secara terang-terangan tidak mengizinkannya memasuki kota. Yoshitsune waktu itu dipaksa menunggu di kuil Manpuku-ji yang ada di Koshigoe, pinggiran kota Kamakura, dan hanya para tawanan saja yang diizinkan masuk kota. Pada 24 Mei 1185, Yoshitsune menulis surat pernyataan yang ditujukan kepada Yoritomo bahwa dirinya tidak bermaksud memberontak. Surat ini nantinya terkenal sebagai Surat Koshigoe (Koshigoe-jō) dan dititipkannya kepada Ōe no Hiromoto yang merupakan pengikut tepercaya Yoritomo. Surat bernada protes ini tidak ditanggapi Yoritomo.

    Yoritomo memiliki sejumlah alasan untuk menyingkirkan Yoshitsune, termasuk kenaikan pangkat dan golongan yang diterima Yoshitsune dari kaisar tanpa persetujuan Yoritomo. Alasan lain adalah pertengkaran mengenai strategi sewaktu bertempur antara Yoshitsune dengan Kajiwara Kagetoki yang merupakan pengikut setia Yoritomo. Dalam persiapan menyerang posisi klan Taira, Yoshitsune pernah berselisih dengan Kagetoki sehubungan dengan perintah penggunaan kapal perang. Kagetoki melaporkan kepada Yoritomo tentang perbuatan Yoshitsune yang dianggap melanggar disiplin militer dan menurunkan moral prajurit. Laporan Kagetoki memang selalu dipercaya Yoritomo.

    Di lain pihak, rakyat sangat menyenangi Yoshitsune sebagai pahlawan yang berhasil menghancurkan klan Taira. Kepopuleran Yoshitsune di mata rakyat menyebabkan kedudukan Yoritomo sebagai pemimpin klan Minamoto menjadi terancam. Yoritomo begitu kesal karena dirinya sendiri tidak cukup diberi wewenang dari kaisar untuk memberi kenaikan pangkat dan golongan bagi para bawahan. Selain itu, Surat Koshigoe yang ditulis Yoshitsune diperkirakan membuat kemarahan Yoritomo menjadi memuncak. Surat tersebut ditandatangani Yoshitsune sebagai "Minamoto no Yoshitsune", dan Yoritomo menganggap Yoshitsune memakai nama klan Minamoto untuk kepentingan pribadi. Pada waktu itu, Yoritomo memang baru saja mengeluarkan perintah tentang penggunaan nama keluarga Minamoto. Selain itu, di dalam pemerintahan Yoritomo sedang berlangsung pemberian gelar dan jabatan berdasarkan jasa-jasa. Yoritomo memang bermaksud tidak mengizinkan Yoshitsune dan Noriyori untuk menggunakan nama keluaga Minamoto. Nama keluarga Minamoto hanya boleh dipakai Yoritomo sendiri, dan sebagian kecil penasehat senior yang masih kerabat dekat.

    Sewaktu masih di Kamakura, Yoshitsune diberi peringatan oleh Yoritomo karena menerima kenaikan pangkat dari kaisar tanpa seizin Yoritomo. Yoritomo melarang Yoshitsune untuk kembali ke Kamakura dan wilayah kekuasaannya dirampas. Pada 9 Juni 1185, Yoshitsune diperintahkan untuk kembali ke Kyoto dengan membawa Taira no Shigehira, Taira no Munemori serta putranya kembali ke Kyoto. Tentang kekecewaannya terhadap Yoritomo, Yoshitsune berpidato di hadapan para pasukan, "Untuk semua yang dendam dengan Yoritomo, kamu harus berpihak padaku." Ucapan Yoshitsune ini disampaikan ke Yoritomo yang menjadi berang dan langsung menyita semua wilayah kekuasaan Yoshitsune satu demi satu. Sementara itu, Yoritomo bertugas menghukum penggal pasangan bapak-anak Taira no Munemori di Provinsi Ōmi, dan mengirim Taira no Shigehira ke kuil Tōdaiji yang dulu pernah dibakar Shigehira. Sekembalinya Yoshitsune di Kyoto, Yoritomo merasa perlu mengetahui kegiatan Yoshitsune yang waktu itu sedang berada di rumah kediaman bernama Rokujōhorikawa. Pada bulan September 1185, Yoritomo mengutus Kajiwara Kagesue untuk menyelidiki Yoshitsune. Seperti pernah dilakukan terhadap Minamoto no Yoshinaka, kali ini Yoritomo memerintahkan Yoshitsune untuk membunuh pamannya sendiri, Minamoto no Yukiie yang berpihak pada Yoshinaka. Yoshitsune menolak perintah Yoritomo karena sedang sakit karena terlalu lelah bertempur dan tidak mau membunuh sesama Minamoto.

    Pemberontakan

    Di bulan berikutnya (Oktober 1185), Yoritomo memutuskan untuk menghabisi Yoshitsune. Yoritomo mengirim prajuritnya yang bernama Tosanobō Shōshun ke Kyoto. Pada 17 Oktober 1185, Tosanobō Shōshun dan sekitar 60 prajurit berkuda datang menyerbu ke rumah kediaman Yoshitsune di Horikawa. Minamoto no Yukiie yang berpihak pada Yoshitsune sudah menantikan kedatangan mereka dan penyerbuan berakhir dengan kekalahan pihak penyerang. Tosanobō Shōshun malah berhasil ditawan dan mengaku bahwa mereka hanya menjalankan perintah Yoritomo. Sementara itu, sang paman, Minamoto no Yukiie dan pengikutnya juga ikut menyatakan perang untuk menggulingkan Yoritomo. Yukiie dan pengikutnya sekali lagi berhasil mendapat restu dari Kaisar Go-Shirakawa untuk menyingkirkan Yoritomo. Tanggal 24 Oktober 1185 ternyata bertepatan dengan upacara agama Buddha (Hōyō) untuk memperingati hari meninggalnya ayah Yoritomo dan Yoshitsune. Pengikut klan Minamoto banyak yang berkumpul di kediaman Yoritomo di Kamakura untuk mengikuti upacara, dan sangat sedikit pengikut Yukiie yang setuju dengan rencana penyerangan terhadap Yoritomo. Keadaan makin bertambah buruk karena setelah itu kaisar mengeluarkan perintah untuk membunuh Yoshitsune.

    Pada 29 Oktober 1185, Yoritomo memimpin pasukan untuk menghabisi Yoshitsune. Setelah mendengar rencana penyerangan pasukan Yoritomo, Yoshitsune merencanakan pergi ke Kyushu dan menggalang kekuatan di sana. Ketika pasukan Yoritomo sudah menyeberangi Sungai Kisegawa di Provinsi Suruga pada 1 November 1185, Yoshitsune dan pasukan meninggalkan Kyoto untuk bergabung dengan klan Kikuchi di Kyushu. Armada kapal Yoshitsune berangkat menuju Kyushu dari Pelabuhan Ōmonoura, Provinsi Settsu (sekarang kota Amagasaki). Di tengah perjalanan, kapal-kapal Yoshitsune tenggelam dihantam badai. Kapal-kapal yang tersisa terpaksa kembali di Provinsi Settsu dan rencana melarikan diri ke Kyushu menjadi batal. Sementara itu, Kaisar Goshirakawa pada 11 November 1185 mengeluarkan perintah penangkapan atas Yoshitsune dan Yukiie dan keduanya dalam status buron di semua provinsi. Keinginan Yoritomo untuk menangkap Yoshitsune begitu besar hingga mengutus Hōjō Tokimasa ke Kyoto untuk berunding supaya diberi kekuasaan untuk mengerahkan semua shugo dan jitō di semua provinsi untuk menangkap Yoshitsune.

    Yoshitsune dan pengikutnya semakin terdesak, dan bersembunyi di kuil di Pegunungan Yoshino bersama selirnya, Shizuka Gozen. Tempat persembunyian mereka berhasil diketahui dan Yoshitsune diserang. Penyerbuan ini berakibat pada tertangkapnya Shizuka Gozen, namun Yoshitsune berhasil melarikan diri dan meminta perlindungan kepada Fujiwara no Hidehira. Sebagai buronan, Yoshitsune berhasil lepas dari berbagai usaha penangkapan. Yoshitsune meneruskan perjalanan hingga sampai di Provinsi Mutsu dan bersembunyi di Hiraizumi. Menurut legenda, perjalanan Yoshitsune dan pengikutnya menuju Provinsi Mutsu dilakukannya lewat rute Hokurikudō (pulau Honshu sisi Laut Jepang) sambil menyamar di antara rombongan Yamabushi yang meminta sumbangan bagi pembangunan kembali kuil Tōdaiji.

    Kematian Yoshitsune

    Fujiwara no Hidehira kuatir dengan kekuatan militer Yoritomo yang terus bergerak ke arah barat Kanto sampai ke Provinsi Mutsu dengan alasan untuk menghabisi Yoshitsune. Hidehira bermaksud menjadikan Yoshitsune sebagai shogun untuk menumbangkan pemerintah Kamakura pimpinan Yoritomo, tapi tidak sempat karena lebih dulu meninggal pada 29 Oktober 1187. Putra pewaris Hidehira, Fujiwara no Yasuhira berhasil ditekan Yoritomo untuk mau bekerja sama menghabisi Yoshitsune. Yasuhira melanggar wasiat sang ayah agar melindungi Yoshitsune dan membunuh adiknya sendiri, Fujiwara no Yorihira yang merupakan sahabat dekat dan pelindung Yoshitsune. Cerita lain mengatakan bukan Fujiwara no Yorihira yang dibunuh, melainkan Fujiwara no Tadahira. Pada 30 April 1189, sekitar 500 pasukan berkuda menyerang Yoshitsune yang hanya dilindungi belasan pasukan berkuda. Pada waktu diserang, Yoshitsune sedang berada di tempat bernama Koromogawa no tachi yang merupakan wilayah Fujiwara no Motonari (sekarang tempat ini disebut kota Ōshū). Dalam keadaan terkepung pasukan Hidehira, Yoshitsune sama sekali tidak berniat melawan, dan malah mengunci diri di ruang altar keluarga (jibutsudō). Setelah membunuh istri dan anak perempuannya yang masih berusia 4 tahun, Yoshitsune bunuh diri. Yoshitsune meninggal di usia 31 tahun.

    Potongan kepala Yoshitsune dikirim ke Kamakura dengan dikawal adik Fujiwara no Yasuhira yang bernama Fujiwara no Takahira. Perjalanan ke Kamakura memakan waktu 43 hari, dan berdasarkan identifikasi potongan kepala oleh Wada Yoshimori dan Kajiwara Kagetoki, bisa dipastikan potongan kepala tersebut adalah milik Minamoto no Yoshitsune.

    Menurut legenda, potongan kepala Yoshitsune dikuburkan dan dipuja di kuil Shirahata yang terletak di Fujisawa. Di kuil tersebut sekarang masih bisa dijumpai sumur tempat mencuci potongan kepala Yoshitsune.

    Silsilah

    Yoshitsune memiliki 5 kakak laki-laki dan 1 adik laki-laki. Tiga orang kakak Yoshitsune merupakan kakak tiri dari lain ibu, secara berturut-turut: Yoshihira, Yoritomo, dan Noriyori. Ibu kandung Yoshitsune bernama Tokiwa Gozen. Selain Yoshitsune, Tokigawa Gozen masih memiliki 2 orang putra lagi yang bernama Ano Zenjō dan Gien. Kedua kakak Yoshitsune ini hidup sebagai biksu. Setelah menikah dengan suami kedua (Ichijō Naganari), Tokiwa Gozen melahirkan seorang putra bernama Ichijō Yoshinari.

    Istri sah Yoshitsune adalah putri dari Kawagoe Shigeyori, sedangkan selirnya bernama Shizuka Gozen yang berprofesi sebagai Shirabyoshi. Keturunan Yoshitsune semuanya terdiri dari 3 orang putra, 2 orang putri. Satu-satunya putra Yoshitsune dengan Shizuka Gozen meninggal karena dibuang segera setelah dilahirkan di Yuigaura, Kamakura.

    Selama berada di Provinsi Mutsu dan sebelum berselisih dengan Yoritomo, Yoshitsune sempat menikah dengan seorang wanita dan dikaruniai seorang anak perempuan. Putri Yoshitsune ini menikah dengan Minamoto no Aritsuna dari Izu (cucu Minamoto no Yorimasa dari klan Minamoto Settsu).

    Lukisan potret

    Sampai sekarang belum ditemukan lukisan potret Yoshitsune yang digambar oleh pelukis dari zaman yang sama. Berdasarkan bukti helm dan mantel tempur yang sekarang disimpan di kuil Ōyamazumi, tinggi badan Yoshitsune diperkirakan sekitar 150 cm.

    Kisah Heike Monogatari mulai dikumpulkan tidak lama setelah Yoshitsune meninggal. Di dalam kisah ini, penampilan Yoshitsune digambarkan dengan teliti, di antaranya "pria berperawakan kecil, berkulit putih, dengan gigi sedikit tonggos". Penulis Heike Monogatari mungkin sengaja ingin mendiskreditkan sosok Yoshitsune, atau penilaian publik terhadap Yoshitsune pada waktu itu tidak terlalu baik. Dalam cerita lain mengenai Yoshitsune, Gikeiki (Kisah Yoshitsune), penampilan Yoshitsune justru sama sekali tidak disebut-sebut. Dalam cerita Heiji Monogatari, ibu kandung Yoshitsune (Tokigawa Gozen) digambarkan sebagai wanita yang luar biasa cantik pada zaman itu, sehingga dijadikan istri simpanan Minamoto no Yoshitomo (ayah Yoshitsune). Di dalam Heiji Monogatari, ayah Yoshitsune juga digambarkan sebagai pria tampan berpenampilan dingin.

    Di zaman Edo, kisah Yoshitsune mulai banyak dipentaskan sebagai naskah kabuki dan sarugaku. Yoshitsune selalu ditampilkan sebagai pria tampan, dan sejak itu pula citra Yoshitsune sebagai pria tampan melekat hingga sekarang.

    Legenda dan mitos

    Yoshitsune terus dikenang orang sebagai ahli strategi berperang yang ulung namun harus mati dengan tragis. Orang Jepang mengungkapkan simpati kepada pihak yang lemah dengan mengambil contoh nasib Yoshitsune. Istilah Hōgan biiki berasal dari kata Hōgan yang digunakan untuk menyebut posisi yang diberikan Kaisar Go-Shirakawa kepada Yoshitsune. Perjalanan hidup Yoshitsune sering dikisahkan banyak orang, dan terus ditambah-tambah hingga menjadi cerita fiksi atau legenda. Kisah kepahlawanan Yoshitsune akhirnya menjadi lebih hebat dari kisah kehidupan yang sebenarnya.

    Di antara legenda Yoshitsune yang paling terkenal adalah adegan duel antara Yoshitsune dengan Musashibō Benkei di Jembatan Gojō. Selain itu terdapat kisah Yoshitsune belajar seni berperang dari buku seni berperang Tiongkok, Liu tao dan San lue yang didapatnya dari hasil mencuri bersama Putri Minatsuru, anak dari Kiichi Hōgen seorang ahli Onmyōdō. Sementara itu, Musashibō Benkei terkenal dengan kisah Pertempuran Koromogawa. Benkei mempertahankan jembatan menuju istana melawan ratusan prajurit supaya Yoshitsune yang ada di dalam bisa melakukan bunuh diri. Peristiwa kematian Benkei dikenal dengan sebutan Benkei no Tachi Ōjō, karena Benkei tewas sambil terus berdiri dengan kaku. Kisah-kisah seperti ini mulai diceritakan orang di zaman Muromachi atau sekitar 200 tahun sesudah kematian Yoshitsune dalam cerita berjudul Gikeiki (Kisah Yoshitsune). Yoshitsune dikatakan banyak membaca buku kunci (tora no maki) dalam seni berperang seperti Liu tao sehingga bisa menang dalam Perang Genpei.

    Legenda Yoshitsune tidak tewas

    Simpati rakyat terhadap Yoshitsune melahirkan kisah-kisah bahwa Yoshitsune tidak tewas di Koromogawa. Yoshitsune berhasil menyelamatkan diri dan lari ke negeri di sebelah utara. Salah satu Otogizōshi asal zaman Muromachi yang berjudul Onzōshi shimawatari dijadikan model untuk Legenda perjalanan Yoshitsune ke negeri utara. Dalam cerita Onzōshi shimawatari, Yoshitsune yang masih remaja dan belum jadi musuh Yoritomo, pergi menyeberang ke Watarijima (sebutan untuk Hokkaido sekarang). Di tengah perjalanan, Yoshitsune bertemu dengan berbagai macam monster dan makhluk mengerikan. Sejalan dengan bertambahnya pengetahuan orang Jepang pada waktu itu tentang Suku Ainu, para pencerita keliling menambah-nambah kisah Onzōshi shimawatari. Cerita tersebut akhirnya berubah menjadi legenda Yoshitsune melarikan diri ke Hokkaido dan menjadi raja Suku Ainu di sana.

    Legenda Yoshitsune menjadi Jengis Khan

    Di antara berbagai kisah pelarian Yoshitsune ke negeri utara, legenda Yoshitsune menjadi Jenghis Khan adalah legenda yang paling aneh di Jepang. Legenda ini didasarkan pada beberapa kebetulan. Yoshitsune diduga bunuh diri pada tahun 1189, sedangkan nama Jenghis Khan pertama kali disebut-sebut dalam buku sejarah Tiongkok di sekitar tahun 1200. Dalam legenda Yoshitsune adalah Jenghis Khan, Yoshitsune melarikan diri ke Hokkaido dan menyeberang ke daratan Tiongkok. Di dataran Mongolia, Yoshitsune menjadi pemersatu berbagai suku Mongolia dan diangkat sebagai Jenghis Khan.

    Asal-usul kisah ini adalah lambang Jenghis Khan yang mirip dengan lambang klan yang disebut Sasarindō pada bendera klan Minamoto. Aksara kanji untuk menuliskan nama Minamoto no Yoshitsune, bila dibaca seperti membaca aksara hanzi berbunyi "Gengikei" yang agak terdengar seperti "Jenghis". Legenda ini memang tidak didasarkan bukti-bukti yang bisa dipercaya. Lambang Sasarindō hanya dipakai klan Minamoto (Murakami Genji), sedangkan Yoshitsune walaupun menyandang nama Minamoto, berasal dari klan Seiwa Genji yang tidak memakai lambang klan Sasarindō. Walaupun Jenghis Khan diketahui memiliki tahun lahir yang berbeda-beda, Jenghis Khan berasal dari garis keturunan yang jelas dan tidak ada hubungannya dengan Yoshitsune.

    Legenda Jengis Khan adalah Yoshitsune dibuat orang Jepang yang mulai melihat ke utara pada zaman Edo. Pada waktu itu juga beredar cerita palsu tentang Kaisar Qianlong asal Dinasti Qing yang mengaku "nenek moyangnya adalah keturunan klan Minamoto, namanya Yoshitsune. Aksara kanji untuk 'Qing' berasal dari aksara kanji yang digunakan untuk menulis nama Kaisar Seiwa." Lebih jauh lagi menurut dokumen palsu berjudul Kinshi Beppon (Buku Lain Sejarah Dinasti Jin) yang merupakan karangan orang Jepang, Minamoto no Yoshitsune merupakan salah satu jenderal Dinasti Jin.


    Note: Semua angka tahun masih menggunakan kalender Julian


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Akechi Mitsuhide


    Akechi.jpg

    Akechi Mitsuhide (1526-1582) adalah seorang samurai zaman perang sipil Jepang/ periode Sengoku. Dia adalah anak sulung dari Akechi Mitsukuni. Awalnya mengabdi pada klan Saito dari Mino. Dia meninggalkan Mino setelah klan Saito terjerumus dalam kerusuhan internal antara Saito Dosan dan anaknya Yoshitatsu. Sejak itu dia mengembara sebagai ronin dan sempat mengabdi pada klan Asakura dari Echizen. Dia kembali ke Mino tahun 1567 dan mengabdi pada Oda Nobunaga yang telah menaklukkan daerah itu.

    Mitsuhide seorang yang mempunyai banyak bakat, bukan saja seorang samurai yang handal, dia juga piawai dalam berpuisi dan upacara minum teh sehingga statusnya naik dengan cepat dibawah Nobunaga. Sebagai pendatang baru dalam jajaran staff Nobunaga, dia sudah menerima tanah sebanyak 100.000 koku di Sakamoto, provinsi Omi. Tahun 1570, Nobunaga menugasinya mengadakan survei daerah di Yamato. Tahun 1571, Nobunaga menyerang kompleks biara di Gunung Hiei untuk menumpas pemberontakan para biksu militan, Mitsuhide adalah salah satu yang mencoba membujuk Nobunaga mengurungkan niatnya, namun tidak berhasil. Dia dipindahkan ke Echizen tahun 1574 kemudian mendapat misi menaklukkan provinsi Tamba tahun 1577 yang kemudian dianugerahkan padanya setelah takluk.

    Tahun 1579, Mitsuhide terlibat konflik dengan klan Hatano dalam pengepungan kastil Yakami. Mitsuhide menawarkan negosiasi damai bila Hatano Hideharu menyerah dan untuk menunjukkan itikad baiknya, dia menyerahkan ibunya sebagai sandera untuk tinggal di daerah kekuasaan Hatano. Namun belakangan Nobunaga mengkhianati kesepakatan ini dan menghukum mati Hideharu. Hal ini tentu menyulut kemarahan klan Hatano, merekapun membalas dengan membunuh ibu Mitsuhide yang tinggal di daerah mereka. Tahun berikutnya dia bersama Hosokawa Fujitaka mencaplok provinsi Tajima dan membantu Toyotomi Hideyoshi menghancurkan kastil Tottori di provinsi Inaba tahun 1581.

    Juni 1582, Nobunaga memerintahkannya bergabung dengan Hideyoshi dalam ekspedisi ke barat melawan klan Mori. Namun bukannya menuju ke barat, Mitsuhide malah menuju ke Kyoto dimana Nobunaga sedang beristirahat di kuil Honno sekembalinya dari ekspedisi menaklukkan klan Takeda. Pagi hari tanggal 21 Juni, pasukan Mitsuhide sudah mengepung kuil itu dan pertempuran terjadi disana. Nobunaga yang hanya dikawal oleh beberapa pengawal pribadi dan hanya mempunyai sedikit prajurit bersamanya tidak menyangka Mitsuhide akan memberontak. Di kuil yang sudah mulai dilalap api itu Nobunaga melakukan seppuku, anaknya yang juga penerusnya, Nobutada juga tewas dalam pertempuran itu.

    Setelah mendengar kabar kematian Nobunaga, Hideyoshi yang sedang berada di wilayah barat, mengadakan gencatan senjata dengan Mori dan buru-buru kembali ke daerah Oda untuk misi pembalasan. Mitsuhide gagal meraih dukungan dari para penguasa setempat, bahkan besannya, Hosokawa Fujitaka juga tidak mendukungnya. Tidak lama kemudian dia dikalahkan Hideyoshi dalam pertempuran Yamazaki. Dia lolos dari pertempuran dan bermaksud kembali ke kastilnya di Sakamoto, namun di tengah jalan dia dibunuh para bandit. Keluarganya di Sakamoto juga dihabisi oleh sepupunya sendiri, Akechi Hidemitsu sebelum pasukan Hideyoshi mencapai kastil itu. Ada desas-desus mengatakan bahwa dia tidak mati setelah kekalahannya, melainkan memulai hidup baru sebagai biksu dengan nama Tenkai.

    Motif pengkhianatan Mitsuhide masih diperdebatkan. Salah satu kemungkinan adalah membalas dendam atas kematian ibunya akibat Nobunaga melanggar perjanjian damai dengan Hatano. Ada yang mengatakan karena ketidaksukaan Mitsuhide terhadap sikap Nobunaga melindungi misionaris dari barat dalam menyebarkan agamanya di Jepang. Juga mungkin karena Nobunaga yang iri dengan bakat Mitsuhide sehingga sering menghinanya di depan umum. Mitsuhide juga mendapat julukan shogun 13 hari.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Mbak dipi, bahas juga donk aliran pedang and jenis samurai, itu yang paling terkenal, pedang yang paling terkenal dari jepang: 10000 malam yang dingin ... :p

Nice thread mbak dipi... :D
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Konishi Yukinaga

    Konishi Yukinaga (1560?-1600) adalah seorang samurai Kristen dari zaman perang sipil Jepang/ periode Sengoku, nama baptisnya adalah Dom Agostinho. Lahir dari keluarga pedagang di Sakai. Mengawali kariernya dengan mengabdi pada klan Ukita dari Bizen. Dia bertemu dengan Toyotomi Hideyoshi ketika ekspedisi penaklukan wilayah barat yang dipimpin Hideyoshi, saat itu dia bertindak sebagai negosiator dari pihak Ukita. Hideyoshi terkesan dengan Yukinaga dan membujuknya untuk bekerja padanya.

    Konishi-yukinaga3A.jpg

    Setelah ekspedisi Kyushu tahun 1587, Yukinaga dianugerahi kastil Udo dan setengah provinsi Higo (sekitar 240.000 koku) sementara setengah lainnya diduduki oleh rivalnya, Kato Kiyomasa. Kedua orang ini sering bersitegang terutama dalam isu agama Kristen yang dianut dan dilindungi Yukinaga di daerahnya sementara dianiaya Kiyomasa.

    Pada ekspedisi penaklukan Korea pertama tahun 1592, Yukinaga menjadi salah satu komandan utama bersama rivalnya itu. Dia memimpin pasukannya menduduki kota-kota penting dari Busan hingga Pyongyang sebelum akhirnya dipukul mundur oleh pasukan Korea yang dibantu pasukan Ming Tiongkok dan kekurangan bahan pangan. Dalam perang ini, Yukinaga cenderung lebih memakai pendekatan-pendekatan damai tidak seperti Kiyomasa yang lebih suka memakai cara-cara kekerasan.

    Untuk mencapai gencatan senjata, Yukinaga memalsukan negosiasi dengan Tiongkok padahal Hideyoshi sendiri menganggap negosiasi itu adalah antara dua negara yang sederajat. Ketika utusan Ming Tiongkok datang ke Jepang untuk mengangkat Hideyoshi sebagai raja Jepang, dia sangat marah karena ini berarti menjadikan Jepang sebagai salah satu negara vasal Tiongkok. Yukinaga dipersalahkan atas tindakan ini dan dia kembali dikirim untuk invasi Korea kedua.

    Kematian Hideyoshi tahun 1598 menyebabkan invasi Korea pun terhenti dan Jepang terpecah menjadi dua kubu bermusuhan yaitu kubu barat yang dipimpin oleh Ishida Mitsunari, wali klan Toyotomi dan kubu timur yang dipimpin oleh Tokugawa Ieyasu. Yukinaga berpihak pada Ishida dan dia memimpin 4000 pasukannya dalam pertempuran Sekigahara (1600). Menyusul kekalahan pasukan barat, Yukinaga tertangkap. Sebagai seorang Kristen dia menolak melakukan seppuku/ bunuh diri karena bertentangan dengan agamanya, maka dia dihukum mati di Kyoto bersama Ishida Mitsunari dan biksu Ankokuji Ekei.

    Selama hidup Yukinaga banyak menyumbangkan hartanya untuk Gereja. Konon kabarnya setelah dia dihukum mati dan rumahnya disita disana tidak ditemukan barang-barang berharga.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Mbak dipi, bahas juga donk aliran pedang and jenis samurai, itu yang paling terkenal, pedang yang paling terkenal dari jepang: 10000 malam yang dingin ... :p

Nice thread mbak dipi... :D

Iya...nanti...sabar ya...:)


-dipi-
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top