Sejarah Samurai & Ninja

Status
Not open for further replies.
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Honda Tadakatsu

    Honda Tadakatsu (1548-1610) adalah samurai dimasa perang saudara Jepang/ periode Sengoku yang mengabdi pada Tokugawa Ieyasu sejak memulai kariernya dari awal hingga menjadi Shogun yang mempersatukan Jepang. Namanya mulai dikenal sejak Pertempuran Anegawa (1570) dimana pasukan gabungan Tokugawa dan Oda Nobunaga mengalahkan pasukan klan Azai dan Asakura.

    Tadakatsu.jpg

    Dalam Pertempuran Mikatagahara (1572), bersama Okubo Tadayo dia berhadapan dengan pasukan klan Takeda. Honda memimpin sayap kiri pasukan Tokugawa dan bertempur melawan pasukan Takeda yang dikomandani Naito Masatoyo. Dalam pertempuran itu pasukan Tokugawa kalah, namun dapat meloloskan diri dari kehancuran tragis berkat kepemimpinannya.

    Tiga tahun kemudian, dia memimpin pasukan senapan dalam Pertempuran Nagashino (1575). Disinilah dendam atas kekalahannya dulu terbalaskan, pasukan Takeda dibawah pimpinan Takeda Katsuyori kehilangan lebih dari 10.000 pasukannya dan Katsuyori sendiri melarikan diri.

    Keperkasaannya di medan perang dibuktikannya sekali lagi dalam Pertempuran Komaki-Nagakute dimana pasukan Tokugawa berhadapan dengan pasukan Toyotomi Hideyoshi. Saat itu Tokugawa kalah dan terpaksa melarikan diri dari kejaran Hideyoshi. Hanya dengan beberapa prajutitnya, Honda bersama Ishikawa Yasumichi menghadang pasukan pengejar yang jumlahnya jauh lebih besar (sekitar 1 banding 50) di sekitar Sungai Shonai. Hideyoshi takjub melihat keberanian dan keperkasaannya sehingga dia memerintahkan pasukannya agar jangan mencelakainya. Tahun 1586, dia mengawal Tokugawa ke Kyoto dan dianugerahi gelar Nakatsukasa-taiyu.

    Tahun 1590, setelah Tokugawa dan Hideyoshi berdamai, dia turut berpartisipasi dalam pengepungan Kastil Odawara menundukkan klan Hojo. Selanjutnya dia juga ikut dalam invasi Hideyoshi menaklukkan Korea.

    Setelah Hideyoshi mangkat, dia turut berperang dalam Pertempuran Sekigahara (1600), pertempuran besar yang paling menentukan dalam sejarah Jepang melawan keturunan Hideyoshi dan daimyo-daimyo yang pro padanya. Atas jasanya itu, Tokugawa menganugerahinya daerah yang subur dan luas di Izu (Kuwana). Honda wafat pada tahun 1610, dia dianggap sebagai salah satu jendral Tokugawa yang paling setia dan paling perkasa, bahkan konon kabarnya dia tidak pernah terluka serius sekalipun dalam setiap pertempurannya. Dalam medan perang dia dapat dikenali dari helmnya yang berhiaskan tanduk rusa. Pelayanannya pada Tokugawa diteruskan oleh anak-anaknya Tadamasa (1575-1638) dan Tadatomo (1582-1615) yang keduanya juga berjasa dalam pertempuran berikutnya, yaitu Pertempuran Osaka (1614 dan 1615).


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Akashi Takenori

    01000000000000119093701269188_s.jpg

    Akashi Takenori (1566-1618) alias Akashi Teruzumi adalah seorang samurai Kristen pada masa perang sipil Jepang/periode Sengoku, nama baptisnya adalah John. Ia bekerja untuk klan Ukita dari Bizen. Pada tahun 1600, bersama atasannya, Ukita Hideie, ia berdiri di pihak pasukan barat dan bertempur di garis depan dalam Pertempuran Sekigahara. Pasukannya bertempur dengan gagah berani melawan Fukushima Masanori. Setelah pasukan barat kalah dalam pertempuran ini, ia tidak bisa melakukan seppuku karena bertentangan dengan ajaran agamanya, maka ia terus bertempur mati-matian dengan harapan agar gugur dengan terhormat, namun karena terlalu tangguh tidak ada seorang pun musuh yang sanggup mengalahkannya. Ketika dia menghadapi seorang jenderal pasukan timur, Kuroda Nagamasa, yang masih kerabatnya, Kuroda memintanya agar menyelamatkan diri dan sengaja memberinya jalan untuk meloloskan diri.

    Pasca Sekigahara, Ukita Hideie dibuang ke pengasingan. Takenori pun hidup mengembara sebagai ronin. Setelah 14 tahun bersembunyi, ia memutuskan untuk kembali mengangkat senjata untuk melawan shogun Tokugawa Ieyasu atas penganiayaannya terhadap orang-orang Kristen. Kebetulan di saat yang sama, Toyotomi Hideyori sedang menghimpun kekuatan untuk membalas kekalahan klan Toyotomi di Sekigahara dulu. Para samurai yang dulu kalah di Sekigahara kini berkumpul di Kastil Osaka untuk menyusun rencana pembalasan.

    Mendengar hal itu, Takenori bersama sejumlah kecil pengikut meninggalkan tempat pengungsiannya di Kyushu untuk bergabung dengan Toyotomi. Sepanjang perjalanan ke Osaka banyak orang Kristen yang bergabung dengan mereka untuk bangkit melawan Tokugawa. Hingga mereka tiba di Osaka jumlah mereka telah mencapai 5000 orang, mereka mengusung enam panji besar bergambar salib. Pertempuran pertama terjadi pada musim dingin 1614, karena pertempuran yang berlarut-larut, Tokugawa mengajukan gencatan senjata dan mundur, namun pertengahan tahun 1615, Tokugawa kembali menyerang Kastil Osaka. Pasukan Toyomi dikalahkan oleh Tokugawa dalam pertempuran ini. Takenori bertempur dengan gigih hingga detik-detik terakhir kejatuhan kastil itu dan sekali lagi ia lolos serta menolak bunuh diri. Nasibnya tidak jelas setelah pertempuran ini walau ada yang mengatakan dia meninggal dalam kemelaratan tiga tahun setelahnya.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Shima Kiyooki


    250px-Shima_Sakon.jpg

    Shima Kiyooki (9 Juni 1540 - 21 Oktober 1600) adalah seorang samurai di zaman Azuchi-Momoyama, sekaligus penasihat militer dan pengikut Ishida Mitsunari. Lebih terkenal dengan nama Shima Sakon, Shima Kiyooki merupakan nama yang digunakan dalam dokumen resmi.

    Nama Shima Sakon yang sebenarnya adalah Katsutake. Putrinya menjadi istri Yagyū Toshiyoshi yang waktu itu telah menjadi duda, dan memiliki cucu seorang ahli beladiri pedang bernama Yagyū Yoshikane.

    Pengikut klan Tsutsui dan klan Toyotomi

    Sakon lahir dari garis keturunan kokujin (samurai lokal) di Provinsi Yamato. Klan Shima diperkirakan menguasai wilayah sekitar kota Heguri, Distrik Ikoma, Prefektur Nara. Pada awalnya Sakon bertugas sebagai shugo (penjaga wilayah) di Provinsi Kawachi yang bertetangga, namun meluaskan pengaruhnya dengan membantu klan Hatakeyama di Provinsi Yamato. Sakon berada di pihak Hatakeyama Takamasa sewaktu bertempur melawan Miyoshi Nagayoshi dalam Pertempuran Kyōkōji. Pihak Hatakeyama mengalami kekalahan besar, dan Sakon melarikan diri.

    Berkat pengalaman bertempur di bawah komando Tsutsui Junsei, Sakon diterima bergabung dengan klan Tsutsui, dan menjadi salah seorang pemilik tanah. Kecerdasan dan kemampuan militer Sakon menjadikan dirinya diangkat sebagai samurai daishō yang memimpin pasukan milik Tsutsui Junkei yang meneruskan kekuasaan ayahnya, Tsutsui Junsei. Sakon memimpin perang berkelanjutan melawan Matsunaga Hisahide yang sedang berusaha merebut Provinsi Yamato. Pada waktu itu, Tsutsui Junkei terkenal dengan dua penasehat militer yang mendampinginya, Matsukura Shigenobu yang terkenal dengan sebutan Ukon, dan Shima Sakon. Duet kedua penasehat militer tersebut dikenal dengan sebutan Ukon-Sakon.

    Setelah tewasnya Tsutsui Junkei, klan Tsutsui dipimpin penerusnya yang bernama Tsutsui Tadatsugu. Sakon merasa tidak cocok dengan Tadatsugu dan meninggalkan klan Tsutsui. Setelah sempat menjadi pengikut Hashiba Hidenaga dan Toyotomi Hideyasu, Sakon menjadi ronin dan mengasingkan diri di Provinsi Ōmi.

    Pengikut Ishida Mitsunari

    Penguasa Ōmi waktu itu, Ishida Mitsunari bermaksud mempekerjakan Sakon yang sedang menjadi ronin. Selama menjadi ronin, Sakon terus menolak tawaran dari klan yang ingin mempekerjakannya. Tawaran Mitsunari juga ditolak Sakon, namun Sakon setuju setelah dibujuk Mitsunari dengan imbalan 15 ribu koku. Imbalan tersebut hampir setengah dari 40 ribu koku penghasilan yang didapat Mitsunari. Penjelasan lain mengatakan Sakon baru bekerja untuk Mitsunari setelah Mitsunari menjadi penguasa Istana Sawayama dengan penghasilan 190 ribu koku.

    Setelah Toyotomi Hideyoshi tutup usia (1598), Tokugawa Ieyasu berusaha merebut pemerintahan dari klan Toyotomi. Sakon menyusun rencana untuk membunuh Ieyasu setelah posisi Mitsunari dan pemerintahan klan Toyotomi dalam keadaan bahaya. Mitsunari tidak menyetujui cara menyingkirkan Ieyasu seperti yang diusulkan Sakon, dan rencana tersebut batal. Dalam rencana Sakon yang banyak diragukan sejarawan, Sakon dibantu Natsuka Masaie, penguasa Istana Minakuchi di Provinsi Ōmi. Sakon meminta Masaie agar mengundang Ieyasu yang sedang perjalanan dalam misi penaklukan Aizu agar datang ke Istana Minakuchi. Di sana, rencananya Ieyasu akan dibunuh oleh Sakon dan kawan-kawan. Masaie menyetujui rencana Sakon, dan berhasil membuat Ieyasu berjanji untuk datang ke Istana Minakuchi. Namun, Ieyasu membatalkan kedatangan ke Istana Minakuchi setelah menerima informasi rencana pembunuhan dari mata-mata Ieyasu.

    Pertempuran Sekigahara

    Sehari sebelum Pertempuran Sekigahara, Sakon memimpin 500 prajurit kubu pasukan barat dalam pertempuran kecil melawan kubu pasukan timur dalam Pertempuran Sungai Kuise. Pertempuran dimenangkan pasukan barat yang dipimpin Sakon dengan bantuan Akashi Takenori (pengikut Ukita Hideie). Malam sebelum pecahnya Pertempuran Sekigahara, Sakon bersama Shimazu Yoshihiro dan Konishi Yukinaga merencanakan serangan mendadak di malam hari terhadap kubu pasukan timur. Rencana tersebut batal karena ditolak Mitsunari. Kubu pasukan barat awalnya unggul dalam Pertempuran Sekigahara, tapi keadaan berubah menjadi keunggulan kubu Ieyasu setelah Kobayakawa Hideaki membelot ke kubu pasukan timur. Sakon tahu dirinya segera akan mati, dan menyerang pasukan timur yang dipimpin Tanaka Yoshimasa dan Kuroda Nagamasa langsung dari depan. Sakon tewas terkena tembakan musuh.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Niwa Nagahide

    Nagahide.jpg

    Niwa Nagahide (1535-1585) adalah seorang samurai semasa perang sipil Jepang/ Periode Sengoku yang mengabdi pada daimyo Owari, Oda Nobunaga sejak berumur 15 tahun. Saat itu dia menjadi salah satu kepala staff dan menikah dengan salah seorang kemenakan Nobunaga. Dia banyak terlibat dalam perang-perang Nobunaga termasuk Pertempuran Anegawa (1570), Nagashino (1575), Honganji (1570-1580), Tedorigawa (1577), dan Invasi Iga II (1581) dan diangkat sebagai salah satu administrator Kyoto setelah Nobunaga memasuki kota itu tahun 1568.

    Tahun 1571, dia merebut Kastil Sawayama milik klan Azai di Provinsi Omi dan kastil itu pun dianugerahkan padanya. Dia hadir dalam pengepungan Kastil Odani yang merupakan kejatuhan klan Azai tahun 1573. Tahun 1575 dia juga berpartisipasi dalam Pertempuran Nagashino dan penghancuran Echizen. Nobunaga memberinya tugas untuk membangun Kastil Azuchi, atas jasanya ini Provinsi Wakasa diberikan sebagai daerah kekuasaannya. Tahun 1582, sepulang dari penaklukan klan Takeda, Niwa mendapat tugas untuk mendampingi Oda Nobutaka dalam invasi Shikoku dan dengan segera dia bertolak ke Provinsi Settsu untuk memulai persiapannya.

    Juni 1582, Akechi Mitsuhide, salah seorang bawahan Nobunaga memberontak dalam peristiwa yang dikenal dengan Insiden Honnoji. Nobunaga bunuh diri dalam peristiwa ini. Pada saat yang sama Niwa dan pasukannya juga sedang dalam perjalanan ke Kyoto untuk bertemu Nobunaga disana. Dia ragu-ragu menyerang Mitsuhide sendirian, maka dia bergabung dengan pasukan Toyotomi Hideyoshi, bawahan Nobunaga lainnya di Osaka dan kemudian ambil bagian dalam Pertempuran Yamazaki menumpas pemberontakan Mitsuhide. Kemungkin besar Niwa lah yang membakar Kastil Azuchi untuk mencegahnya direbut oleh Mitsuhide.

    Pasca kematian Nobunaga, dia mendukung Toyotomi dalam Konfrensi Kiyosu dan mendapatkan Omi sebagai daerah kekuasaannya. Niwa bersikap netral dalam perseteruan antara Toyotomi dengan Shibata Katsuie, namun belakangan dia mendukung Toyotomi. Karena sakit dan tidak bisa mengikuti pertempuran, dia mengirimkan anaknya, Nagashige untuk menghadapi Sassa Narimasa yang pro Shibata.

    15 Mei 1585, dia meninggal karena penyakitnya, namun beberapa teori mengatakan dia melakukan bunuh diri karena ketidaksetujuannya pada Hideyoshi yang menggunakan kesempatan selagi menjadi wali bagi pewaris Nobunaga yang masih muda untuk menumpuk kekuasaan bagi dirinya sendiri.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Sanada Yukimura


    Sanadapic.jpg

    Sanada Yukimura (1567 - 3 Juni 1615) adalah samurai Jepang, anak kedua dari daimyo Sanada Masayuki pada masa perang saudara/periode Sengoku yang mengabdi pada klan Takeda. Nama lainnya adalah Sanada Nobushige mengikuti nama adik Takeda Shingen, Takeda Nobushige yang adalah seorang prajurit yang berani dan terhormat.

    Tahun 1582, aliansi Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu menghancurkan klan Takeda sehingga klan Sanada pun menyerah pada Oda Nobunaga. Namun setelah Nobunaga terbunuh dalam Insiden Honouji, klan Sanada menjadi independen tanpa tuan. Mereka berturut-turut mengabdi pada klan-klan kuat pada masa itu seperti Uesugi, Hojo, dan Tokugawa. Tahun 1585, Yukimura dikirim sebagai sandera untuk klan Uesugi oleh ayahnya, dia tinggal di sana, di bawah pengawasan Suda Chikamitsu. Setelah kembali, dia menikahi salah seorang anak perempuan Otani Yoshitsugu.

    Tahun 1600, Pertempuran Sekigahara meletus antara pasukan barat yang dipimpin Ishida Mitsunari, wali klan Toyotomi dan pasukan timur yang dipimpin Tokugawa Ieyasu. Dalam pertempuran ini Yukimura dan ayahnya, Masayuki berpihak pada pasukan barat, namun kakaknya, Sanada Nobuyuki berpihak pada Tokugawa. Yukimura meraih popularitasnya dalam pertahanan Kastil Ueda dimana dia menahan 40.000 tentara yang dipimpin Tokugawa Hidetada hanya dengan 2000 orang. Tokugawa Ieyasu hampir menghukum mati seluruh klan Sanada karena perlawanan mereka yang keras itu, namun karena memandang Nobuyuki yang berpihak padanya, dia hanya mengasingkan Yukimura dan Masayuki ke Kudoyama, provinsi Kii. Disana, Masayuki meninggal, desas-desus mengatakan dia dibunuh atas perintah Tokugawa Ieyasu.

    Duabelas tahun kemudian, hubungan antara klan Tokugawa dan Toyotomi mulai memanas kembali, Ieyasu merasa Toyotomi Hideyori yang telah menginjak usia dewasa menjadi ancaman baginya. Klan Toyotomi sendiri juga mulai menghimpun kekuatan kembali untuk membalas kekalahan di Sekigahara, mereka merekrut para ronin/ samurai tak bertuan untuk menghadapi Tokugawa. Tahun 1614, Yukimura meloloskan diri dari Kii dan mengabdikan diri pada Toyotomi. Musim dingin tahun itu, Kastil Osaka kediaman Toyotomi dikepung. Yukimura memperkuat pertahanan di sebelah selatan kastil yang lemah, dari sini dia bertempur dengan pasukan Tokugawa dengan menggunakan senjata api. Pasukannya yang berjumlah 7000 orang bertahan dengan gigih menahan 10.000 pasukan Tokugawa selama sebulan. Menghadapi situasi ini, Tokugawa menawarkan negosiasi damai. Hideyori menerima negosiasi ini sehingga memberi kesempatan bagi Tokugawa untuk menghimpun kekuatan untuk mengadakan penyerangan lagi tahun berikutnya.

    Mei 1915, dalam Pertempuran Musim Panas Osaka, Yukimura tidak lagi bertempur secara defensif, kali ini dia melancarkan penyerbuan berskala besar langsung ke posisi penting pasukan musuh. Serbuannya begitu dahsyat sehingga beberapa kali berhasil menerobos kemah utama Tokugawa. Bahkan konon kabarnya Tokugawa sendiri hampir melakukan bunuh diri karenanya, namun cerita ini sepertinya hanya dramatisasi saja. Yukimura menerobos kemah utama sebanyak tiga kali dan hampir mendekati Tokugawa dalam jarak beberapa meter saja. Dalam kepungan pasukan Tokugawa dia bertempur dengan gagah berani. Namun dia harus tumbang karena jumlah pasukan musuh yang demikian banyaknya, tubuhnya sudah lelah dan penuh luka. Dalam kondisi demikian, dia membuka helmnya dan berseru “Aku Sanada Yukimura, seorang musuh yang sepadan dengan kalian, namun aku sudah terlalu lelah untuk bertempur !”. Seorang samurai Tokugawa, Nishio Nizaemon menerjang ke arahnya dan mengakhiri hidupnya.

    Yukimura adalah seorang jago pedang, ahli strategi dan jendral berbakat yang disegani kawan maupun lawan. Tokugawa sendiri mengaguminya dan memendam rasa takut padanya hingga ajalnya. Kematiannya yang heroik membuatnya dianggap sebagai prajurit terhebat dan tokoh paling populer dalam periode Sengoku. Dia seringkali dijuluki pahlawan yang muncul setiap seratus tahun sekali. Legenda mengatakan dia juga anggota salah satu perkumpulan ninja dan mempunyai sepuluh bawahan yang dikenal sebagai Sepuluh Pendekar Sanada yang adalah kaum ninja.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Ōtani Yoshitsugu

    Otani Yoshitsugu (1559-1600) adalah seorang samurai pada masa masa perang sipil Jepang/periode Sengoku. Dia adalah salah satu pengikut Toyotomi Hideyoshi dan ayah mertua dari pahlawan legendaris zaman Sengoku, Sanada Yukimura. Asal-usulnya tidak terlalu jelas, teori sejarah pada umumnya meyakini keluarganya pernah bekerja untuk klan Otomo, penguasa Bungo. Setelah kekalahan Otomo dari klan Shimazu, Yoshitsugu mengembara bersama keluarganya hingga tiba di daerah Hideyoshi. Dia direkomendasikan pada Hideyoshi sekitar tahun 1574 (kemungkinan oleh Ishida Mitsunari) dan sejak itu kariernya menanjak dengan cepat.

    Tahun 1583 turut berpartisipasi dalam Pertempuran Shizugatake melawan klan Shibata, dalam pertempuran ini dia berhadapan dengan Takigawa Kazumasu. Menyusul kekalahan Shibata Katsuie, Hideyoshi menganugerahinya daerah Tsuruga, di provinsi Echizen. Tahun 1587 dia membantu invasi Hideyoshi ke Kyushu dalam mengurus bidang logistik. Tahun 1590 dia juga berpartisipasi dalam pengepungan kastil Odawara, selain itu dia juga berperan dalam invasi Korea sebagai salah satu dari tiga birokrat bersama dengan Matshita Nagamori dan Ishida Mitsunari.

    Yoshitsugu terkenal akan penyakit kusta yang dideritanya dan persahabatannya dengan Ishida Mitsunari. Ada sebuah anekdot menceritakan tentang awal mula persahabatan sejati mereka. Dalam sebuah jamuan minum teh semua undangan saling meminum dari gelas yang diedarkan secara estafet di antara mereka. Ketika tiba pada giliran Yoshitsugu, tiba-tiba nanah dari wajahnya jatuh ke dalam gelas itu. Ketika dia menyadari hal itu, gelas itu sudah keburu dioper pada tamu berikutnya sehingga tamu yang menerima giliran selanjutnya menunjukkan ekspresi jijik pada wajahnya. Yoshitsugu sangat malu karenanya, namun Mitsunari tiba-tiba maju dan mengambil gelas itu lalu diminumnya dengan tenang sisa minuman di dalamnya beserta nanah itu. Mitsunari berkata, “Memang ini belum giliranku, tapi aku sedang sangat haus dan tidak bisa menahan diri untuk minum”. Yoshitsugu sangat terkesan akan hal ini, sejak itu dia bertekad untuk selalu setia pada Mitsunari.

    Sebelum Pertempuran Sekigahara, Yoshitsugu beberapa kali membujuk Mitsunari untuk mengurungkan niatnya berperang dengan Tokugawa Ieyasu, namun tidak berhasil mengubah keputusan sahabatnya itu. Pada saat yang sama, kesehatannya memburuk, matanya hampir buta, tubuhnya tidak bisa berdiri dan bertarung, namun dia tetap memimpin pasukannya ke medan perang di atas tandu. Dia mengepalai 600 prajurit bersama dengan 4000 lainnya di bawah komando Toda Shigemasa, Hiratsuka Tanehiro, Otani Yoshikatsu (putranya), dan Kinoshita Yoritsugu. Dalam pertempuran itu, Kobayakawa Hideaki yang diposisikan tidak jauh darinya di atas Gunung Matsuo tidak bergerak padahal Mitsunari beberapa kali memerintahkannya bergerak. Yoshitsugu mulai curiga, maka dia memerintahkan pasukannya mengatur posisi bersiap menghadapi kemungkinan serangan bokongan. Dan memang benar, begitu terdengar beberapa kali tembakan dari posisi Ieyasu, Kobayakawa menyerbu turun ke bawah gunung ke posisinya. Pembelotan ini disusul pula oleh Akaza Naoyasu, Ogawa Suketada, Kutsuki Mototsuna, dan Wakizaka Yasuharu sehingga total pasukan yang membelot mencapai lebih dari 20.000.

    Pasukan Yoshitsugu bertempur dengan para pembelot, di beberapa titik mereka berhasil menghalau pasukan Kobayakawa, namun pada akhirnya mereka kalah jumlah dan kekuatan di pihaknya semakin menyusut. Yoshitsugu bertanya pada bawahannya, Yuasa Goro, “Apakah kita kalah ?” Ketika bawahannya itu mengkonfirmasi kekalahan mereka, dia menyuruhnya untuk memenggal kepalanya dan menguburkannya di suatu tempat agar tidak diambil musuh sebagai piala kemenangan.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Saigō Takamori


    Takamori_Saigo.jpg

    Saigō Takamori (lahir di Kagoshima, 7 Februari 1827 – meninggal di Prefektur Kagoshima, 24 September 1877 pada umur 50 tahun) adalah samurai Domain Satsuma sekaligus perwira militer dan politikus Jepang. Bersama teman setia dari Satsuma bernama Ōkubo Toshimichi, dan Kido Takayoshi dari Domain Chōshū, Saigō adalah salah seorang tiga pahlawan Restorasi Meiji yang menumbangkan Keshogunan Tokugawa. Alur cerita film The Last Samurai didasarkan pada Pemberontakan Satsuma yang dipimpin Saigō Takamori.

    Karier

    Ia lahir sebagai putra sulung Saigō Kichibei Takamori. Nama kehormatan (imina) yang diterimanya sewaktu genbuku adalah Takanaga, dan kemudian sebagai Takeo dan Takamori. Nama kecilnya adalah Kokichi alias Zenbei atau Kichinosuke. Nama Saigō Takamori mulai dipakainya setelah namanya salah tulis sewaktu didaftarkan oleh salah seorang temannya yang bernama Yoshii Tomozane. Nama Saigō Takamori sebenarnya adalah nama ayahnya.

    Leluhur keluarga Saigō pindah dari Kumamoto ke Kagoshima. Ayahnya adalah generasi ke-7 setelah leluhurnya menetap di Kagoshima. Adik Saigō Takamori bernama Saigō Kichijirō tewas dalam Perang Boshin (Pertempuran Hokuetsu). Adik Kichijirō adalah politikus zaman Meiji bernama Saigō Jūdō. Adik Jūdō bernama Saigō Kohei, tewas dalam Pemberontakan Satsuma. Ōyama Iwao adalah kemenakannya, sementara Kawamura Sumiyoshi adalah kerabat dekatnya.

    Karier Takamori dimulai dari samurai kelas rendah di Domain Satsuma. Prestasinya membuat Shimazu Nariakira memberi kenaikan pangkat. Setelah tuannya, Nariakira meninggal dunia, Takamori ikut diasingkan ke Kepulauan Amami Ōshima. Ia pulang ke Kagoshima untuk sekali diasingkan ke pulau terpencil Okinoerabujima. Ia diasingkan karena tidak cocok dengan Shimazu Hisamitsu (ayah penguasa Satsuma yang baru). Namun, Takamori bisa pulang ke Satsuma setelah mendapat rekomendasi dari karō bernama Komatsu Kiyokado dan Ōkubo Toshimichi. Kariernya menanjak sejak membela pihak istana dalam Pemberontakan Hamaguri 1864. Ia membantu terbentuknya aliansi Satchō dan kembalinya kekuasan ke tangan kaisar. Takamori menjadi salah seorang pemimpin dalam Perang Boshin. Berkat hasil negosiasi Takamori dengan Katsu Kaishū, Istana Edo bisa diserahkan dengan damai. Pihak Inggris berada di pihak Takamori yang mendukung pemerintah baru dan tidak menginginkan terjadi perang.

    Setelah kembali ke kampung halamannya di Satsuma, Takamori ke Edo sebagai anggota sangi pada tahun 1871. Kariernya terus menanjak hingga menjadi jenderal angkatan darat kepala penjaga istana (konoe totoku). Sewaktu Ōkubo Toshimichi dan Kido Takayoshi sedang ke luar negeri bersama Misi Iwakura, Takamori bertindak penjabat pemerintah. Ia mengusulkan agar dirinya diangkat sebagai duta besar untuk Korea. Usulannya tidak disetujui Kido Takayoshi. Ketika terjadi perselisihan tentang rencana invasi ke Korea 1873, Takamori termasuk salah satu dari separuh anggota sangi yang mengundurkan diri. Ia lalu pulang ke Satsuma untuk menjadi guru sekolah. Mantan samurai yang kehilangan pekerjaan memberontak di sana-sini, dimulai dari Pemberontakan Saga, Pemberontakan Shimpūren, Pemberontakan Akizuki, hingga Pemberontakan Hagi. Pada tahun 1877, murid asuhannya membuat kekacauan. Takamori memimpin Pemberontakan Satsuma, dan akhirnya melakukan seppuku di tempat bernama Shiroyama.

    Pemberontakan Satsuma

    Pemberontakan Satsuma (Seinan Sensō, Perang Barat Daya) adalah pemberontakan klan samurai Satsuma yang dipimpin Saigō Takamori terhadap Tentara Kekaisaran Jepang, yang berlangsung 11 bulan di awal era Meiji, dimulai pada tahun 1877. Perang saudara ini merupakan perang saudara terakhir dan terbesar di Jepang. Perang terjadi di Kyushu, tepatnya di tempat yang sekarang bernama Prefektur Kumamoto, Prefektur Miyazaki, Prefektur Oita, Prefektur Kagoshima.

    Saigorebel.jpg

    Latar belakang

    Pemberontakan Satsuma disebabkan oleh adanya perubahan sistem pada pemerintahan, yang menyebabkan kekecewaan para samurai. Modernisasi Jepang telah menyebabkan hilangnya kekuasaan samurai dan penghancuran sistem tradisional. Peraturan Penghapusan Pedang (Haitō-rei) yang melarang samurai membawa katana juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pemberontakan ini.

    Pemberontakan ini dipimpin oleh Saigō Takamori, yang pada sepuluh tahun lalu memimpin pasukan Jepang untuk mengalahkan samurai klan Tokugawa. Mulanya, Saigō setuju dengan konsep Restorasi Meiji. Tapi, perlahan-lahan, ia jadi ikut membangkang, karena Restorasi Meiji menghapus segala bentuk samurai dan atributnya. Slogan para pemberontak adalah "Pemerintah Baru, Moralitas Tinggi" (Shinsei Kōtoku). Mereka tidak meninggalkan atribut Barat, seperti memakai meriam dan senjata api. Saigō sebagai panglima perang juga memakai baju militer ala barat. Barulah di saat stok senjata mereka habis, mereka memakai katana dan panah.

    Peperangan

    Pada Januari 1877, pasukan Angkatan Laut Jepang bergerak untuk menguasai kota Kagoshima, sebuah kota utama milik klan samurai dari Satsuma. Tentara ini disambut serangan oleh Saigō dan anak buahnya. Pasukan Saigō memakai senjata api untuk melawan pasukan AL Jepang, tapi mereka masih memakai taktik militer lama.

    Banyak pasukan Jepang yang dikirim merupakan bekas samurai dulunya yang pada waktu itu sudah mengadopsi sistem Barat dan sudah bersumpah kepada kaisar Meiji.

    Pada bulan Februari 1877, pasukan Saigō Takamori yang terdiri dari 25 ribu hingga 40 ribu prajurit bersiap-siap menantikan penyerangan pasukan pemerintah di garis depan kota Kagoshima. Hal ini dicatat oleh para sejarawan sebagai kesalahan dalam strategi berperang Saigō Takamori karena pasukan pemerintah di bawah komando Sumiyoshi Kawamura memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan penyerbuan dengan 300 ribu prajurit. Seorang samurai berhasil membunuh dua pasukan pemerintah seperti direncanakan sebelumnya. Namun, para samurai kalah dalam jumlah dibandingkan prajurit pemerintah. Pertempuran berlangsung selama enam minggu, dan Saigō Takamori hanya memiliki 300-400 prajurit yang tersisa. Pada pertempuran terakhir, yaitu pertempuran Shirōyama, Saigō luka berat. Dalam keadaan hampir tertangkap pasukan pemerintah, Saigō melakukan seppuku pada 24 September 1877. Peperangan ini menghabiskan dana besar di pemerintah Jepang, sekaligus merupakan akhir dari kelas samurai di Jepang. Sepuluh tahun kemudian, Kekaisaran Jepang meminta maaf dan memberikan gelar kemuliaan kepada Saigō Takamori sebagai samurai yang terakhir.



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Chōsokabe Motochika

    Chōsokabe Motochika adalah samurai dari zaman Sengoku hingga zaman Azuchi Momoyama. Sengoku daimyō dari Provinsi Tosa. Klan Chōsokabe berasal dari keturunan klan Hata yang leluhurnya adalah keturunan kaisar Shi Huang Di dari Dinasti Qin.

    Tyousokabe_Mototika.jpg

    Setelah menjadi kepala klan Chōsokabe generasi ke-21, Motochika memulai karier sebagai kokujin di Provinsi Tosa hingga diangkat sebagai daimyo. Istrinya adalah putri Ishigai Mitsumasa yang bernama Nana (adik lain bapak dari Saitō Toshimitsu, penasehat bagi Akechi Mitsuhide).

    Motochika menjadi penguasa Shikoku setelah menaklukkan klan Miyoshi dari Awa, klan Sogō dari Sanuki, dan klan Kōno dari Iyo. Kedudukannya sebagai penguasa Shikoku merupakan ancaman bagi Oda Nobunaga. Setelah ditaklukkan Toyotomi Hideyoshi, Motochika hingga akhir hayatnya mengabdi sebagai pengikut Hideyoshi.

    Pengangkatan sebagai kepala klan

    Dilahirkan tahun 1539 di Istana Okō, ayah Motochika bernama Chōsokabe Kunichika yang menjabat kepala klan Chōsokabe generasi ke-20. Klan Chōsokabe mengabdi kepada klan Ichijō yang bermarkas di Nakamura, bagian barat Provinsi Tosa. Ibunya yang bernama Shōhō adalah putri dari klan Saitō asal Provinsi Mino.

    Motochika sudah berumur 22 tahun, usia yang tergolong lambat bagi samurai, ketika pertama kali terjun ke medan perang. Pertempuran pertama adalah Pertempuran Nagahama pada tahun 1560. Lawannya adalah klan Motoyama yang menjadi penguasa Istana Asakura di Tosa. Bulan berikutnya, setelah sang ayah tutup usia, Motochika diangkat sebagai kepala klan Chōsokabe generasi ke-21.

    Pemersatu Provinsi Tosa

    Kekuatan militer Motochika bertambah kuat berkat didukung kelompok prajurit Ichiryō Gusoku yang di masa damai berprofesi sebagai petani. Motochika bersama pasukan klan Ichijō kembali menyerang Istana Asakura pada tahun 1562. Pernikahan Motochika dengan Nana, putri Ishigai Yoritoki berlangsung tahun 1563. Masih pada tahun yang sama, adiknya yang bernama Chikasada diangkat sebagai pewaris klan Kira. Sewaktu sang ayah masih hidup, adik laki-laki Motochika yang bernama Chikayasu sebelumnya juga diangkat menjadi pewaris klan Kōsokabe. Musuh Chikayasu adalah Aki Kunitora yang menguasai Tosa bagian timur.

    Pada tahun 1568, Motochika menghancurkan klan Motoyama yang sudah lama menjadi musuh klan Chōsokabe. Tahun berikutnya merupakan giliran klan Aki yang dihancurkan dalam Pertempuran Yaru 1569. Selanjutnya pada tahun 1571, Motochika menaklukkan klan Tsuno yang merupakan pengikut klan Ichijō. Putra ketiga, Chikatada dikirimnya untuk dijadikan putra angkat klan Tsuno. Pada tahun 1574, Motochika mengusir Ichijō Kanesada yang menjabat kepala klan Ichijō. Setelah Kanesada melarikan diri ke Provinsi Bungo, kekuasaan klan Chōsokabe mencakup hampir seluruh wilayah Tosa. Sewaktu berada di Provinsi Bungo, Kanesada menerima bantuan dari klan Ōtomo. Tahun berikutnya (1575), Kanesada datang menyerang untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya. Dalam Pertempuran Sungai Shimanto, Motochika sempat terdesak, tapi berhasil ditolong oleh Kira Chikasada adiknya. Kanesada dan pasukannya berhasil ditaklukkan, dan seluruh Provinsi Tosa menjadi milik klan Chōsokabe.

    Pemersatu Shikoku

    Setelah bersekutu dengan Oda Nobunaga yang menguasai pemerintah pusat, Motochika berusaha memperluas kekuasaan dengan melakukan invasi ke Provinsi Iyo, Provinsi Awa, dan Provinsi Sanuki. Pada waktu itu, kekuatan militer klan Miyoshi di Awa dan Sanuki sudah mulai lemah. Klan Miyoshi yang disegani di wilayah Kinai sebelumnya sudah kalah berperang melawan Oda Nobunaga. Walaupun demikian, pengikut klan Miyoshi yang masih tersisa, antara lain Sogō Masayasu dan Miyoshi Yasunaga masih melakukan perlawanan. Usaha Motochika mempersatukan Shikoku juga tidak mengalami kemajuan. Adik Motochika, Kira Chikasada meninggal dalam usia muda pada tahun 1576.

    Kekuatan klan Miyoshi akhirnya melemah setelah Miyoshi Nagaharu tewas di medan perang pada tahun 1577. Keadaan tersebut dimanfaatkan Motochika dengan menyerang Awa dan Sanuki. Pada tahun 1578, Motochika mengirimkan putra keduanya, Chikakazu untuk dijadikan putra angkat oleh klan Kagawa. Dua tahun kemudian (1580), Provinsi Awa dan Provinsi Sanuki berada dalam penguasaan Motochika. Namun usaha Motochika menyatukan Shikoku terhenti di Provinsi Iyo. Pengikutnya yang bernama Hisatake Chikanobu tewas sewaktu menyerbu Istana Okamoto di Iyo.

    Nobunaga tidak senang dengan ambisi Motochika untuk mempersatukan Shikoku. Pada tahun 1580, Motochika diminta tunduk di bawah kekuasaan Nobunaga dengan imbalan pengakuan atas wilayah kekuasaan di Tosa dan Awa. Permintaan tersebut ditolak Motochika yang menjadikan dirinya musuh Nobunaga. Pada tahun 1581, Sogō Masayasu menyerbu masuk ke wilayah kekuasaan Motochika setelah mendapat bantuan dari Nobunaga.

    Tahun berikutnya (1582), Motochika berada dalam keadaan genting. Nobunaga mengutus putra ketiganya, Kanbe Nobutaka sebagai komandan pasukan gabungan untuk menaklukkan Shikoku. Motochika akhirnya lepas dari bahaya setelah Nobunaga tewas dalam Insiden Honnoji dan dibubarkannya pasukan gabungan pimpinan Nobutaka. Masih pada tahun yang sama, Motochika kembali bertempur melawan Sogō Masayasu musuh lamanya. Setelah Masayasu takluk dalam Pertempuran Sungai Nakatomi, Provinsi Awa dan Sanuki seluruhnya berada di bawah kekuasaan klan Chōsokabe.

    Tahun berikutnya dalam Pertempuran Shizugatake (1583), Motochika bertempur melawan Toyotomi Hideyoshi. Motochika menjadikan bekas pengikut Nobunaga, Shibata Katsuie sebagai sekutu. Motochika juga berada di pihak Oda Nobukatsu dan Tokugawa Ieyasu sewaktu melawan Hideyoshi dalam Pertempuran Komaki dan Nagakute tahun 1584. Pasukan di bawah pimpinan Sengoku Hidehisa yang dikirim Hideyoshi berhasil dihancurkan.

    Pada tahun 1585, Provinsi Iyo berada dalam kekuasaan Motochika setelah berhasil ditundukkannya Saionji Kinhiro dan Kōno Michinao. Namun ambisi Motochika sebagai penguasa seluruh wilayah Shikoku tidak pernah terwujud. Kekuasaan pusat sudah berada di tangan Toyotomi Hideyoshi yang menjadi pengganti Nobunaga. Hideyoshi sudah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar untuk menyerang Shikoku.

    Invasi Shikoku

    Penyerbuan ke Shikoku dilakukan Hideyoshi pada tahun 1585. Lebih dari seratus ribu prajurit dikirimnya dengan pimpinan adiknya sendiri, Hashiba Hidenaga. Setelah mempertimbangkan kekuatan militernya berada jauh di bawah kekuatan militer musuh, Motochika mengajak Hideyoshi untuk berdamai dengan iming-iming Provinsi Iyo. Usul tersebut ditolak mentah-mentah oleh Hideyoshi. Pasukan yang dipimpin Ukita Hideie mendarat di Sanuki sementara Kobayakawa Takakage dan Kikkawa Motonaga mendaratkan pasukan di Iyo. Hashiba Hidenaga dan Hashiba Hidetsugu secara bersamaan mendaratkan pasukan di Awa.

    Dimulai dari Tosa, satu demi satu benteng pertahanan Motochika jatuh ke tangan musuh. Ketika garis depan pertempuran sudah berada di Provinsi Awa, dan jalan menuju Istana Hakuchi yang menjadi markasnya sudah terbuka, Motochika menyerah. Saran untuk menyerah merupakan usul pengikutnya, Tani Tadasumi yang tidak setuju berperang melawan Hideyoshi. Provinsi Awa, Sanuki, dan Iyo diserahkan kepada Hideyoshi. Setelah bersumpah setia kepada Hideyoshi, Motochika tetap berhak menguasai Provinsi Tosa.

    Sebagai pengikut Toyotomi

    Pada tahun 1586, Motochika bersama putra pewarisnya, Chōsokabe Nobuchika berangkat membantu ekspedisi Penaklukan Kyushu yang dilancarkan Hideyoshi. Kepergian keduanya ke Provinsi Bungo untuk menolong klan Ōtomo dari kepungan klan Shimazu yang ingin menguasai seluruh Kyushu. Dalam Pertempuran Sungai Hetsugi yang terjadi akhir tahun 1586, komandan pasukan gabungan Shikoku, Jenderal Sengoku Hidehisa mengabaikan perintah mundur dari Motochika dan Sogō Masayasu. Pasukan Shimazu menghantam pasukan gabungan dari Shikoku hingga lari cerai-berai. Di tengah kacaunya pertempuran, Nobuchika tewas. Pertempuran berakhir dengan terusirnya klan Ōtomo, dan jatuhnya Provinsi Bungo ke tangan klan Shimazu.

    Pada tahun 1588, markas klan Chōsokabe dipindahkan ke Istana Ōtakasa. Kedudukan sebagai pewaris klan direbutkan kedua putra angkatnya, Kagawa Chikakazu dan Tsuno Chikatada. Motochika justru memilih untuk mewariskan jabatan kepala klan kepada putra ke-4, Chōsokabe Morichika. Keputusan tersebut ditentang oleh pengikut yang juga kerabatnya, Hieyama Chikaoki dan keponakan yang bernama Kira Chikazane. Motochika memerintahkan keduanya untuk melakukan seppuku demi memuluskan jalan bagi Morichika sebagai kepala klan.

    Pada tahun 1590, bersama angkatan laut klan Chōsokabe yang dipimpinnya sendiri, Motochika membantu pihak Hideyoshi dalam peristiwa Penyerbuan Odawara. Dibantu lebih dari seratus orang kurir dan belasan perahu, seekor ikan paus dipersembahkannya ke Istana Osaka. Hideyoshi dan penduduk kota Osaka menjadi terkejut. Paus yang panjangnya lebih dari 16 meter tersebut sebelumnya ditemukan terdampar di Teluk Orado, Provinsi Tosa. Pada akhir tahun, Motochika kembali ke markasnya di Istana Urato, Tosa.

    Motochika dan pasukannya juga ikut serta ketika Hideyoshi melakukan invasi ke Joseon tahun 1592. Pada tahun 1596, Hideyoshi menugaskan Motochika untuk menyelesaikan kasus kapal San Felipe dari Spanyol yang kandas di pantai Provinsi Tosa.

    Di bidang administrasi dan hukum, Motochika memerintahkan sensus kepemilikan tanah di Provinsi Tosa yang berlangsung dari tahun 1587 hingga 1598. Ia juga terus dikenang berkat sebuah undang-undang lokal zaman Sengoku, Seratus Pasal Chōsokabe Motochika yang ditetapkan di Tosa tahun 1597.

    Akhir hayat

    Setelah tutup usianya Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1598, Jepang dilanda ketidakstabilan politik. Sebagai bukti kesetiaannya terhadap Ieyasu, Motochika antara lain memenjarakan putra ke-3, Tsuno Chikatada.

    Motochika baru saja pindah ke Fushimi, Kyoto ketika jatuh sakit pada bulan April 1599. Walaupun sudah berusaha diobati, Chōsokabe Motochika, 61 tahun, tutup usia pada tanggal 19 Mei 1599. Putra pewarisnya, Morichika memihak Ishida Mitsunari dalam Pertempuran Sekigahara hingga akhirnya klan Chōsokabe kehilangan hak atas Provinsi Tosa.

    Menurut cerita turun temurun, makam Motochika berada di kota Kōchi, Prefektur Kōchi.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Sanada Nobuyuki


    Sanada_Nobuyuki2.jpg

    Sanada Nobuyuki (1566-12 November 1658), adalah seorang samurai Jepang pada periode Sengoku. Ia adalah anak daimyo Sanada Masayuki dan kakak dari Sanada Yukimura. Ia memihak Tokugawa Ieyasu setelah mendapat pertimbangan dari ayahnya Sanada Masayuki. Nobuyuki mempunyai tujuan mendukung pasukan Tokugawa dikarenakan setelah tunduknya klan Sanada terhadap Tokugawa, Ieayasu mengadakan perburuan terhadap keluarga Sanada, oleh karena itu dengan mengabdinya Nobuyuki, Ieayasu memperlonggar perburuan terhadap keluarga Sanada dan mengasingkan mereka ke Gunung Kudo.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Musashibō Benkei

    Musashibō Benkei (? - 15 Juni 1189) atau populer dengan sebutan Benkei adalah seorang sōhei (pendekar biksu) di akhir zaman Heian. Benkei adalah seorang biksu di Gunung Hiei yang menggemari seni bela diri. Pengikut setia Minamoto no Yoshitsune setelah kalah berduel dengannya di atas Jembatan Gojō, Kyoto.

    Yoshitsune_with_benkei.jpg

    Yoshitsune dan Benkei​

    Kisah kehidupan Benkei sulit dibedakan antara kisah nyata dan fiksi. Tokoh Benkei sering sekali ditampilkan dalam folklor Jepang. Dalam seni bercerita tradisional Kōdan, Benkei dikisahkan sebagai biksu eksentrik dengan kekuatan tanpa tanding. Kronologi sejarah Keshogunan Kamakura (Azuma Kagami) mencatat tentang tokoh bernama Musashibō Benkei di tahun 1185, tapi kisah kehidupan yang sebenarnya tidak diketahui pasti. Tokoh Musashibō Benkei dulunya bahkan sempat dianggap sebagai tokoh fiksi. Dalam buku Heike Monogatari, pasangan Yoshitsune dan Benkei merupakan dua tokoh utama.

    Perjalanan hidup

    Benkei memiliki asal-usul keluarga yang tidak jelas, namun sering disebut kelahiran Provinsi Kii. Dalam brosur pariwisata, kota Tanabe di Prefektur Wakayama sering disebut-sebut sebagai kota kelahiran Benkei. Ia dikisahkan sebagai putra dari pendeta Buddha di kuil Shinto bernama Tanzō yang menjabat penguasa wilayah sekaligus panglima angkatan laut Kumano. Dalam kisah Gikeiki, ayah Benkei disebut bernama Benshō, sedangkan dalam Benkei Monogatari ayah Benkei bernama Benshin.

    Benkei lahir sebagai anak luar nikah dari putri seorang pejabat Dainagon. Menurut Gikeiki, Benkei berada dalam kandungan ibunya selama 18 bulan, tapi menurut Benkei Monogatari, ia dikandung selama 3 tahun. Sewaktu baru dilahirkan, ia sudah memiliki penampilan fisik seperti anak berusia 2 atau 3 tahun. Panjang rambutnya sampai menutupi bahu, dengan semua gigi yang sudah tumbuh lengkap. Sewaktu masih kecil, ayahnya bermaksud membunuh Benkei yang dikira anak keturunan iblis. Perbuatan ini dicegah oleh bibinya yang lalu membesarkan Benkei di Kyoto, dan memberinya nama Oniwaka (anak jin).

    Selanjutnya, Oniwaka dititipkan ke kuil di Gunung Hiei namun diusir karena gemar berbuat kekerasan. Setelah mencukur sendiri rambutnya hingga gundul, Oniwaka menyebut dirinya sebagai Musashibō Benkei. Sebagai Benkei, ia berkelana ke Shikoku hingga ke Provinsi Harima, dan berulang kali menimbulkan keonaran di sana. Di Harima, Benkei sempat membakar menara di kuil Shoshazan Engyō-ji.

    Sesampainya di Kyoto, Benkei bercita-cita mengumpulkan 1.000 bilah pedang (Tachi). Pedang-pedang dirampasnya dengan cara menantang duel samurai yang kebetulan sedang lewat. Ketika bertemu dengan Yoshitsune yang sedang meniup seruling di atas Jembatan Gojō, Benkei sudah berhasil mengumpulkan 999 bilah pedang dan tinggal merampas satu bilah pedang lagi. Perhatian Benkei tertuju pada pedang bagus yang dibawa Yoshitsune, dan berusaha merampasnya lewat suatu pertarungan. Yoshitsune dengan lincah melompat-lompat di atas kisi-kisi jembatan untuk menghindari serangan Benkei. Pada akhirnya, Benkei justru berhasil ditaklukkan Yoshitsune. Sejak itu pula Benkei menjadi pengikut Yoshitsune yang setia, dan ikut bersama Yoshitsune dalam menghancurkan klan Taira. Kisah duel yang terkenal antara Yoshitsune dan Benkei di atas Jembatan Gojō merupakan cerita karangan orang, karena jembatan tersebut belum dibangun sewaktu Yoshitsune masih hidup. Menurut kisah Gikeiki, pertarungan terjadi di lingkungan kuil Kiyomizu-dera.

    Sewaktu Yoshitsune bertikai dengan Yoritomo, Benkei mendampingi Yoshitsune melarikan diri ke Provinsi Ōshu untuk meminta perlindungan kepada Fujiwara no Hidehira. Benkei membela Yoshitsune yang diserang pasukan Fujiwara no Yasuhira dalam pertempuran di Koromogawa no tachi. Pertempuran berjalan tidak seimbang. Benkei menghadapi pasukan lawan yang jumlahnya lebih banyak dengan mengayun-ayunkan naginata. Namun akhirnya Benkei tewas dihujani anak panah. Peristiwa kematian Benkei dikenal sebagai "Benkei tewas berdiri" (Benkei no Tachi Ōjō) karena Benkei tewas sambil berdiri kaku. Kisah kesetiaan Benkei merupakan kisah karangan orang berdasarkan buku Gikeiki. Dalam kronologi sejarah Azuma no Kagami, Benkei menyertai Yoshitsune dan Yukiie sewaktu diusir dari Kyoto, tapi tidak ditemukan catatan lebih jauh mengenai diri Benkei.

    Menurut legenda, Benkei dimakamkan di kota Hiraizumi, Prefektur Iwate.

    Noh dan kabuki

    Kisah pelarian Benkei dan Yoshitsune sering diangkat sebagai naskah sarugaku, noh, dan kabuki. Di antara kisah yang paling terkenal adalah peristiwa di pos pemeriksaan Ataka yang terletak di Provinsi Kaga. Ketika itu, Benkei dan Yoshitsune sedang menyamar sebagai pendeta Yamabushi yang meminta sumbangan untuk kuil Tōdai-ji di Nara. Di pos pemeriksaan, Yoshitsune dan Benkei dihentikan penjaga bernama Togashi Saemon (Togashi Suke menurut Gikeiki). Saemon meminta Benkei membacakan Kanjinchō (daftar para pemberi sumbangan) yang dibawanya. Benkei tidak memiliki daftar nama pemberi sumbangan, tapi dengan lantang membacakan nama-nama penyumbang dari gulungan kertas yang sebenarnya kosong. Saemon tahu bahwa dirinya sedang dikelabui, tapi membiarkan mereka lewat karena kagum dengan kecerdasan Benkei. Sebagai pelengkap untuk meyakinkan penjaga, Yoshitsune bahkan sempat dipukuli Benkei dengan tongkat besi.

    Kisah pelarian Benkei ke Jepang bagian barat juga diangkat sebagai naskah sarugaku yang berjudul Funa Benkei. Selain itu, Benkei tampil dalam naskah kabuki berjudul Yoshitsune Senbonzakura yang menceritakan kisah hidup Yoshitsune.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Kusunoki Masashige


    Kusunoki_masashige_statue.jpg

    Kusunoki Masashige adalah samurai dari akhir zaman Kamakura hingga zaman Nanboku-cho. Masashige ikut membantu Kaisar Go-Daigo dalam menumbangkan Keshogunan Kamakura, dan bertindak sebagai pejabat di pemerintahan Kaisar Go-Daigo. Menurut silsilah, ayahnya bernama Masatoo, namun kebenarannya tidak bisa dipastikan. Ayah Masashige juga disebut-sebut bernama Seigen, Masazumi, Masayasu, atau Toshichika.

    Klan Kusunoki dikabarkan sebagai keturunan Tachibana no Tooyasu asal klan Iyo Tachibana (klan Ochi) dari Provinsi Iyo. Walaupun demikian, silsilah sebelum keluarga Masashige saling tidak cocok satu sama lainnya, dan kemungkinan dikarang oleh orang dari zaman sesudahnya. Selain itu, di Provinsi Kawachi juga tidak ada tempat bernama "Kusunoki" yang mungkin diambil menjadi nama keluarga Kusunoki. Cerita lain mengatakan Provinsi Musashi adalah tempat kelahiran Kusunoki Masashige. Keluarganya adalah hikan dari garis keturunan utama (tokusō) klan Hōjō yang pindah ke Kawachi. Penjelasan lain mengatakan ia berasal dari garis keturunan klan Hata.

    Perjalanan hidup

    Masashige dilahirkan di desa Akasaka, distrik Ishikawa, Provinsi Kawachi (sekarang desa Chiyaasaka, distrik Minami Kawachi, Prefektur Osaka). Tidak ada buku sejarah yang bisa membuktikan tahun kelahirannya. Kisah kehidupan Masashige sebelum menjadi samurai hampir-hampir tidak diketahui orang. Tidak ada tokoh sejarah Jepang dengan masa lalu yang begitu misterius seperti Masashige. Penelitian yang dilakukan sejarawan untuk mengungkap kisah hidupnya tidak pernah berhasil. Kisah hidup Masashiga hanya selama enam tahun yang diketahui orang, mulai dari bertempur untuk Kaisar Go-Daigo pada tahun 1331 (tahun 1 Genkō) hingga tewas bunuh diri dalam Pertempuran Minatogawa tahun 1336.

    Dari pengawal kaisar hingga menjadi pahlawan

    Catatan sejarah tahun 1331 memuat tentang "Kusunoki pemberontak yang menjadi pengawal kaisar". Tokoh yang dimaksudkan adalah Kusunoki Masashige asal wilayah kuil Risen-ji. Namanya tidak termasuk dalam daftar gokenin Keshogunan Kamakura sehingga disebut pemberontak (akutō). Kusunoki diperkirakan sebagai tuan tanah berpengaruh yang memimpin kelompok samurai di Provinsi Kawachi. Ketika namanya pertama kali disebut pada tahun 1331, Masashige kemungkinan sudah bekerja prajurit di istana sebagai pengawal Kaisar Go-Daigo atau tokoh-tokoh penting di sekelilingnya.

    Pada tahun 1331, Kaisar Go-Daigo melarikan diri dari istana, dan memulai perlawanan bersenjata melawan Keshogunan Kamakura. Masashige menyambut ajakan Kaisar Go-Daigo untuk mengangkat senjata. Istana Shimoakasaka dipertahankannya bersama Pangeran Morinaga (putra Kaisar Go-Daigo) dari serbuan pihak keshogunan yang dipimpin Yuasa Jōbutsu (peristiwa yang disebut Pertempuran Istana Shimoakasaka). Biksu Monkan dari sekte Shingon atau Iga Kanemitsu diperkirakan sebagai tokoh yang mempertemukan Kaisar Go-Daigo dengan Masashige. Walaupun Kaisar Go-Daigo sudah tertangkap dan dibuang ke Pulau Oki, Masashige terus memerangi keshogunan ditemani Pangeran Morinaga yang berjuang dari wilayah Yoshino, Provinsi Yamato. Setelah Istana Shimoakasaka direbut pasukan keshogunan, Masashige melarikan diri ke Istana Chihaya di Gunung Kongō. Di Chihaya, ia terus melakukan perlawanan walaupun berada dalam keadaan terkepung dalam istana. Pasukan Kusunoki bertempur dengan gigih melawan kepungan pasukan keshogunan yang berjumlah lebih besar. Pasukan keshogunan akhirnya dapat dikalahkan Masashige dengan taktik yang sekarang disebut gerilya.

    Setelah dipicu perlawanan Masashige dan kawan-kawan, pemberontakan untuk melawan keshogunan semakin marak pada tahun 1333 di berbagai daerah. Pada akhirnya, Keshogunan Kamakura tumbang akibat perlawanan yang dipimpin Ashikaga Takauji, Nitta Yoshisada, dan Akamatsu Enshi (Perang Genkō). Masashige menyambut kembalinya Kaisar Go-Daigo, dan mengawalnya hingga sampai di Kyoto.

    Ketika Kaisar Go-Daigo menjalankan pemerintah Restorasi Kemmu, Masashige menjadi pejabat kepercayaan kaisar di lembaga peninjauan keputusan pemerintah (Kiroku-jo), polisi lembaga peradilan perkara agraria (Zasso Ketsudansho), serta penguasa (shugo) Provinsi Kawachi dan Provinsi Izumi. Menurut Taiheiki, Kusunoki Masashige dan tiga tokoh besar lain, Yūki Chikamitsu, Nawa Nagatoshi yang bergelar Hōki no kami (penguasa Provinsi Hōki), dan Chigusa Tadaaki diperlakukan "secara istimewa oleh istana". Mereka berempat dijuluki Sanboku Issō (Tiga "ki" satu "sō") karena nama ketiganya memiliki aksara kanji yang dibaca sebagai "ki". Nama keluarga "Chigusa" ditulis dengan aksara kanji untuk "sen" (seribu) dan "tane" (biji atau benih), tapi "tane" dibaca sebagai "kusa" (onyomi untuk "kusa" adalah "so"). Sementara Masashige meninggalkan Kyoto untuk menumpas sisa klan Hōjō (musim dingin 1334), Pangeran Morinaga ditangkap akibat difitnah telah memberontak, dan diserahkan kepada Ashikaga Takauji. Setelah kehilangan Pangeran Morinaga yang selama ini menjadi pelindungnya, berbagai jabatan yang dipercayakan kepada Masashige dicopot satu demi satu.

    Akhir hayat

    Pada tahun 1335, Takauji berangkat untuk memadamkan Pemberontakan Nakasendai yang dilakukan sisa-sisa pengikut klan Hōjō. Setelah menguasai Kamakura, Takauji terus mendudukinya dan tidak mau pulang ke Kyoto. Peristiwa ini membuat Takauji berada di pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Kaisar Go-Daigo mengutus Nitta Yoshisada dan pasukan untuk menghabisi Takauji, namun Yoshisada dikalahkan Takauji dalam Pertempuran Hakone-Takenoshita. Kyoto bahkan sempat diduduki Takauji, namun berhasil diusir oleh pasukan gabungan Kitabatake Akiie dan kawan-kawan (termasuk di dalamnya Masashige dan Nitta Yoshisada).

    Takauji mengundurkan diri untuk menggalang kekuatan militer di Kyushu. Pada tahun 1336, Takauji kembali menyerang Kyoto. Masashige mengusulkan agar Kaisar Go-Daigo memutuskan hubungan dengan Nitta Yoshisada, dan berdamai dengan Takauji. Kaisar Go-Daigo tidak setuju. Di bawah pimpinan Yoshisada sebagai panglima, Masashige diperintahkan menghabisi Takauji. Namun, Ashikaga Tadayoshi dan pasukannya jauh lebih kuat. Pasukan gabungan Nitta Yoshisada dan Masashige takluk dalam Pertempuran Minatogawa di Provinsi Harima. Masashige dan adiknya, Masasue bunuh diri dengan cara saling menikam.

    Mengikuti jejak sang ayah, ketiga putra Masashige semuanya bertempur untuk pihak Istana Selatan, mulai dari putra sulung yang bernama Masatsura (Shōnankō), Masatoki, hingga putra bungsu Masanori. Setelah suami dan putra sulungnya tewas, istri Masashige meninggalkan Kawachi untuk menjadi biksuni di sebuah biara di Kamagatani, Provinsi Mino.

    Peninggalan Masashige

    Literatur klasik Taiheiki yang ditulis pihak Istana Selatan sangat menyanjung kepahlawanan Masashige. Sebaliknya, buku sejarah klan Ashikaga yang berjudul Baishō Ron juga memuat kisah Masashige yang ditulis dengan nada bersimpati. Ashikaga Takauji juga mengembalikan secara terhormat potongan kepala Masashige kepada keluarga agar dapat dimakamkan secara layak. Pada zaman Edo, akademi militer aliran Kusunoki mengajarkan taktik berperang Masashige yang sekarang dikenal sebagai gerilya. Ahli strategi militer Yui Shōsetsu yang mengajar di akademi militer aliran Kusunoki adalah murid dari keturunan Masashige yang bernama Kusunoki Masatatsu.

    Menurut cerita turun temurun, pedang (tachi) yang disebut Koryūkagemitsu (sekarang disimpan di Museum Nasional Tokyo) adalah bekas milik Masashige. Berkat jasa baik Yamada Asaemon, Koryūkagemitsu dijadikan pedang yang dikenakan di pinggang Kaisar Meiji. Pedang ini kabarnya ikut dibawa Kaisar Meiji sewaktu negara dalam keadaan perang, dan Markas Besar Kekaisaran (Daihon'ei) berada di Hiroshima.

    Pada tahun 1559, keturunan Masashige yang bernama Kusunoki Masatora meminta pihak kekaisaran untuk membatalkan status musuh kaisar yang waktu itu disandang Masashige. Pengampunan diberikan Kaisar Ōgimachi sehingga status Masashige bukan lagi musuh kaisar. Sepanjang zaman Edo, kalangan sejarawan mitogaku pendukung kekuasaan kaisar menjadikan kisah hidup Masashige sebagai lambang kesetiaan terhadap kaisar. Pada akhir zaman Edo, kalangan royalis (pendukung kekuasaan kaisar) sering mengadakan ritual untuk menghormati Masashige. Pada tahun 1872, Kuil Minatogawa dibangun untuk memuliakan Kusunoki Masashige.

    Pada zaman Meiji, Kaisar Meiji menyatakan Istana Selatan sebagai pewaris kekaisaran yang sah, dan nama Masashige kembali terangkat. Masashige diberi nama kehormatan Dainankō. Dalam seni bercerita Kōdan, Masashige digambarkan sebagai panglima perang dengan kejeniusan yang menandingi ahli strategi Zhuge Liang dari Kisah Tiga Negara. Menurut pandangan sejarah kekaisaran, walaupun kalah perang, kisah kepahlawanan Masashige di medan perang dijadikan "teladan kesetiaan" dan "teladan bagi orang Jepang". Dari zaman Meiji hingga zaman Showa sebelum perang, kisah kepahlawanan Masashige bahkan diajarkan dalam pendidikan moral dan etika di sekolah.

    Akibat perubahan sudut pandang seusai Perang Dunia II dan penelitian historiografi sejarah abad pertengahan, Masashige kembali digambarkan ke sosok sebelumnya sebagai seorang pemberontak. Penggambaran Masashige oleh Eiji Yoshikawa dalam roman sejarah Shihon Taiheiki sangat berbeda dengan kisah-kisah yang ditulis hingga sebelum Perang Dunia II.

    Makam dan kuil
    • Makam Kusunoki Masashige (Dainankō Kubizuka)
      Lokasi makam berada di dalam kompleks Kanshin-ji, kuil milik Kōyasan Shingonshū di Kawachinagano. Ashikaga Takauji memerintahkan potongan kepala Masashige untuk dimakamkan di kampung halaman. Menurut cerita, pembangunan kembali bangunan tatchū Kanshin-ji dilakukan kakek buyut Masashige yang bernama Kusunoki Shigeuji. Secara turun temurun, Kanshin-ji adalah kuil keluarga milik klan Kusunoki.
    • Kuil Nagi (Nagi jinja)
      Kusunoki Masashige dimuliakan sebagai kami di Kuil Nagi yang berdekatan dengan Kuil Takemikumari di Chihayaasaka, Distrik Minamikawachi, Prefektur Osaka. Masashige juga dijadikan ujigami bagi keluarga Kusunoki. Pada tahun 1337, Kaisar Go-Daigo memerintahkan pembuatan patung Masashige untuk dijadikan obyek pemujaan. Di kemudian hari, Kaisar Go-Murakami mendewakan Masashige sebagai Nagi Myōjin.
    • Kuil Minatogawa di Kobe
      Kuil ini memuliakan Kusunoki Masashige (Dainankō) dan Kusunoki Masatsura (Shōnankō). Selain itu, kuil ini merupakan tempat persemayaman Kikuchi Takeyoshi, serta 16 arwah pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Minatogawa. Setelah Perang Dunia II, arwah istri Masashige (Hisako) juga ikut disemayamkan di kuil ini. Sebagai kuil Shinto, Kuil Minatogawa tergolong baru karena selesai dibangun tahun 1872. Sebelum dibangun sebagai kuil, lokasi kuil merupakan sebuah pemakaman. Tokugawa Mitsukuni mendirikan batu nisan untuk Masashige. Lokasi bunuh diri dan makam pasukan pengikut Masashige juga berada di dalam kompleks kuil.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Hasekura Tsunenaga


    210007954_18e3917d40.jpg

    Hasekura Tsunenaga (lahir 1571 – meninggal 7 Agustus 1622) adalah samurai pengikut Date Masamune dari Domain Sendai pada awal zaman Edo di Jepang. Ia memimpin misi diplomatik ke Vatikan, dan melakukan perjalanan hingga Spanyol Baru (tiba di Acapulco dan berangkat dari Veracruz), serta singgah di berbagai pelabuhan di Eropa antara tahun 1613 dan 1620.

    Nama lainnya adalah Rokuemon Nagatsune. Dalam buku sejarah Eropa, namanya ditulis sebagai Faxecura Rocuyemon.

    Misi diplomatik ke Vatikan yang dipimpinnya disebut Misi Zaman Keichō yang dikirim sesudah Misi Zaman Tenshō. Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura dan delegasinya mengambil rute pelayaran yang sama seperti sewaktu berangkat menuju Meksiko pada tahun 1613. Kapalnya berlayar dari Acapulco ke Manila, lalu terus ke utara menuju Jepang pada tahun 1620. Ia dianggap sebagai duta besar Jepang pertama untuk Amerika dan Eropa.

    Meskipun misi diplomatik Hasekura diterima dengan ramah di Eropa, misi berlangsung ketika Jepang sedang menuju ke zaman penindasan Kekristenan. Monarki Eropa seperti Raja Spanyol menolak perjanjian perdagangan seperti diusulkan Hasekura. Pada tahun 1620, Hasekura tiba kembali di Jepang, dan meninggal dunia karena sakit setahun kemudian. Misi diplomatiknya hanya sedikit membawa hasil karena pemerintah Jepang makin menerapkan kebijakan negara tertutup.

    Misi diplomatik Jepang berikutnya ke Eropa dikirim 200 tahun kemudian setelah membuka diri dari isolasi selama dua abad. Jepang mengirim Misi Diplomatik Jepang Pertama ke Eropa pada tahun 1862.

    Karier

    Ia dilahirkan pada tahun 1571 dari ayah bernama Yamaguchi Tsunenari. Pamannya yang bernama Hasekura Tokimasa belum memiliki anak laki-laki, dan mengangkatnya sebagai anak. Setelah lahir putra Tokimasa (Hasekura Hisanari), Date Masamune memerintahkan harta keluarga sebesar 1.200 koku dibagi rata antara Tsunenaga dan Hisanari, masing-masing mendapat 600 koku.

    Sewaktu Toyotomi Hideyoshi melakukan invasi ke Korea, ia ikut sebagai komandan senapan dan ashigaru. Namanya juga dicatat buku sejarah ketika diturunkan untuk menumpas Pemberontakan klan Kasai-klan Ōsaki.

    Pada tahun 1612, ayahnya, Yamaguchi Tsunenari ditangkap dan dihukum mati pada tahun 1613. Tsunenari terbukti melakukan korupsi, tanah kekuasaannya disita, dan anak laki-lakinya harus dihukum mati. Namun Date Masamune memberi kesempatan Tsunenaga untuk menebus kesalahan. Ia diberinya tugas memimpin misi diplomatik ke Eropa, dan tanah milik keluarganya dikembalikan.

    Kontak pertama Jepang dan Spanyol

    Spanyol memulai perjalanan trans-Pasifik antara Spanyol Baru (Meksiko) dan Filipina pada tahun 1565. Galiung Manila mengangkut perak dari tambang-tambang di Meksiko ke entrepot Manila di Filipina koloni Spanyol. Di Manila, perak digunakan untuk membeli rempah dan barang dagangan yang dikumpulkan dari seluruh Asia, termasuk barang-barang dari Jepang (hingga tahun 1638). Rute perjalanan pulang galiung Manila yang dipetakan navigator Basque, Andrés de Urdaneta membawa kapal ke timur laut mengikuti Arus Kuroshio di lepas pantai Jepang, dan kemudian menyeberangi Pasifik melalui pantai barat Amerika Utara sebelum sampai di Acapulco.

    Kapal-kapal Spanyol secara berkala terdampar di pantai-pantai Jepang akibat cuaca buruk, dan awak kapalnya memulai kontak dengan orang Jepang. Spanyol berkeinginan untuk menyebarluaskan Kekristenan di Jepang. Usaha memperluas pengaruh Spanyol di Jepang menemui perlawanan keras dari Serikat Yesuit yang sudah memulai pengabaran injil di Jepang sejak tahun 1549, serta Portugis dan Belanda yang tidak ingin persaingan dagang dengan Spanyol. Namun, beberapa orang Jepang, seperti Christopher dan Cosmas, diketahui lebih dulu menyeberangi Pasifik sebagai penumpang kapal galiung Spanyol paling tidak pada tahun 1587. Kabar tersebut diketahui dari pertukaran hadiah antara gubernur Filipina dan Toyotomi Hideyoshi. Dalam surat yang ditulisnya pada tahun 1597, Hideyoshi mengucapkan terima kasih untuk, "gajah hitam itu, terutama, menurut aku paling tidak biasa."

    Pada tahun 1609, galiung Manila milik Spanyol, San Francisco dilanda cuaca buruk dalam pelayaran dari Manila ke Acapulco, dan kandas di pantai Jepang, di Chiba. Para pelaut diselamatkan dan disambut. Kapten kapal Rodrigo de Vivero, mantan gubernur interim Filipina bertemu dengan pensiunan Shogun Tokugawa Ieyasu. Rodrigo de Vivero menyusun perjanjian yang ditandatangani 29 November 1609. Isi perjanjian antara lain Spanyol diizinkan membangun sebuah pabrik di bagian timur Jepang, ahli pertambangan akan didatangkan dari Spanyol Baru, kapal-kapal Spanyol akan diizinkan singgah di Jepang dalam keadaan darurat, dan misi diplomatik Jepang akan dikirim ke istana di Spanyol.

    Ekspedisi Jepang pertama ke benua Amerika

    San Buena Ventura (1610)

    Dalam rangka memenuhi perjanjian dengan Spanyol, biarawan Fransiskan, Luis Sotelo yang mengabarkan injil di Edo, mengusulkan kepada Tokugawa Ieyasu dan putranya, Tokugawa Hidetada, agar dirinya dikirim sebagai wakil ke Spanyol Baru (Meksiko) dengan menumpang kapal Spanyol. Namun Rodrigo de Vivero bersikeras agar keshogunan mengirim biarawan Fransiskan yang lain, Alonso Muños. Ia juga mengusulkan agar pelayaran ke Spanyol Baru memakai kapal Jepang supaya mereka diterima dengan ramah. Pada tahun 1610, Rodrigo de Vivero kembali ke Jepang. Ia mengajak beberapa pelaut Spanyol, pastor Fransiskan, dan 22 wakil Jepang yang dipimpin pedagang Tanaka Shosuke untuk berlayar memakai San Buena Ventura menuju Spanyol Baru. Kapal tersebut dibangun untuk keshogunan oleh petualang Inggris William Adams. Setiba mereka di Spanyol Baru, Alonso Muños bertemu dengan Viceroy Luis de Velasco yang setuju untuk mengutus penjelajah terkenal, Sebastian Vizcaino sebagai duta besar untuk Jepang. Misi tambahan ditugaskan kepada Vizcaino untuk menjelajahi "pulau perak dan emas" (Isla de Plata) yang waktu itu diperkirakan terletak di timur kepulauan Jepang.

    Vizcaino tiba di Jepang pada 1611, dan melakukan berbagai pertemuan dengan shogun dan para daimyo. Pertemuan tersebut dinodai tingkah laku Vizcaino yang kurang menghargai adat istiadat Jepang, serta meningkatnya perlawanan terhadap penyebaran agama Katolik dan intrik-intrik orang Belanda untuk menghalangi ambisi Spanyol. Vizcaino akhirnya berangkat meninggalkan Jepang untuk mencari "Pulau Perak". Di tengah perjalanan, kapalnya dilanda badai, dan ia terpaksa kembali ke Jepang dengan kapal rusak berat.

    San Sebastian (1612)

    Sebuah kapal lainnya dibangun di Izu oleh Keshogunan Tokugawa di bawah pimpinan Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen. Setelah selesai, kapal diberi nama San Sebastian, dan berangkat menuju Meksiko pada 9 September 1612. Ekspedisi bertujuan memajukan perjanjian dagang dengan Spanyol Baru, membawa Luis Sotelo serta dua orang wakil dari Date Masamune. Kapal karam beberapa mil dari Uraga, dan ekspedisi dibatalkan.

    Proyek misi diplomatik 1613

    Shogun kembali memutuskan untuk membangun galiung baru di Jepang untuk mengirim pulang Vizcaino ke Spanyol Baru bersama misi diplomatik Jepang yang didampingi Luis Sotelo. Kapal galiung tersebut diberi nama Date Maru oleh orang Jepang, atau San Juan Bautista oleh orang Spanyol. Pembangunan kapal berlangsung selama 45 hari, dikerjakan oleh ahli pembuatan kapal dari keshogunan. Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen mengutus kepala tukang kayu (Shogen bersama rekannya, William Adams telah berpengalaman membangun beberapa kapal). Keshogunan mengerahkan 800 tukang kapal, 700 pandai besi, dan 3.000 tukang kayu. Shogun menunjuk Daimyo Sendai, Date Masamune sebagai pimpinan proyek. Masamune kemudian menunjuk Hasekura Tsunenaga untuk memimpin misi diplomatik ke Eropa.

    "Kapal besar ini berangkat dari Toshima-Tsukinoura menuju Nanban pada bulan 9 tanggal 15 [kalender Jepang], dipimpin Hasekura Rokuemon Tsunenaga, dan bawahannya yang bernama Imaizumi Sakan, Matsuki Shusaku, Nishi Kyusuke, Tanaka Taroemon, Naito Hanjuro, Sonohoka Kyuemon, Kuranojo, Tonomo, Kitsunai, Kyuji, berikut beberapa pengikut Rokuemon, juga 40 orang Nanban, 10 orang wakil Mukai Shogen, beserta para pedagang, semuanya ada 180 orang." (Catatan klan Date, Keichō-Genna, Gonoi p. 56).

    Misi diplomatik Jepang dikirim untuk membahas perjanjian dagang dengan tahta Spanyol di Madrid, sekaligus bertemu Paus di Roma. Date Masamune memperlihatkan itikad baik terhadap agama Katolik di domain yang dipimpinnya. Ia mengundang Luis Sotelo, dan mengizinkan penyebaran agama Kristen pada tahun 1611. Dalam surat Masamune yang ditujukan kepada Paus, dan disampaikan oleh Hasekura, ia menulis: "Saya menawarkan wilayah kekuasaan saya sebagai markas tugas misionaris Anda. Mohon kirimkan padri sebanyak mungkin."

    Sotelo, dalam catatan perjalanan pribadinya, menekankan dimensi religius dari misinya, dan menulis bahwa tujuan utama dari misi tersebut adalah menyebarkan agama Kristen di utara Jepang:

    "Saya dulu diutus sebagai duta besar oleh penguasa Kerajaan Oxu [Ōshū] (di bagian timur Jepang) Idate Masamune—walaupun belum dilahirkan kembali dengan cara dibaptis, ia telah menerima katekisasi, dan mengingini iman Kristen disebarkan di kerajaannya—beserta seorang bangsawan lainnya dari istana, Philippus Franciscus Faxecura Rocuyemon, diutus pergi ke Senat Roma, yang waktu itu dipimpin oleh Tahta Apostolik, Bapa Suci Paus Paulus V." (Luis Sotelo De Ecclesiae Iaponicae Statu Relatio, 1634).

    Pelayaran trans-Pasifik

    Kapal San Juan Bautista yang ditumpangi Hasekura berangkat pada 28 Oktober 1613 menuju Acapulco dengan membawa penumpang 180 orang, termasuk 10 samurai wakil shogun (diutus oleh Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen Tadakatsu), 12 samurai dari Sendai, 120 pedagang Jepang, pelaut, pelayan, dan sekitar 40 orang Spanyol dan Portugis, termasuk Sebastian Vizcaino yang menurutnya, "tidak lebih dari seorang penumpang."

    Spanyol Baru (Acapulco)

    San Juan Bautista tiba di Tanjung Mendocino di tempat yang sekarang disebut California. Sesudah itu kapal berlayar menyusuri pesisir benua Amerika, dan tiba di Acapulco pada 25 Januari 1614. Pelayaran dari Jepang menuju Acapulco memakan waktu tiga bulan. Mereka menunggu di Acapulco hingga ada perintah cara mengatur perjalanan mereka berikutnya.

    Perkelahian terjadi antara orang Jepang dan orang Spanyol, terutama Vizcaino, tampaknya karena beberapa perselisihan mengenai cara penanganan hadiah dari penguasa Jepang. Dalam sebuah jurnal kontemporer, sejarawan Aztek kelahiran Amecameca bernama Chimalpahin Quauhtlehuanitzin—nama resmi Domingo Francisco de San Anton Muñon—menulis bahwa Vizcaino terluka parah akibat perkelahian,

    "Señor Vizcaino perlahan-lahan mulai sembuh, terluka ketika datang; orang Jepang melukai mereka ketika dia dipukuli dan ditusuk di Acapulco, seperti diketahui orang di Meksiko, karena semua hal yang berkaitan dengan apa yang telah menjadi tanggung jawabnya di Jepang."

    Setelah perkelahian terjadi, perintah dikeluarkan pada 4 Maret dan 5 Maret untuk mendamaikan mereka. Perintah mengumumkan bahwa,

    "Jepang tidak boleh memiliki kemampuan untuk menyerang di tanah ini, senjata mereka harus diserahkan hingga saat keberangkatan, kecuali Hasekura Tsunenaga dan delapan dari para pengikutnya ... Orang Jepang bebas pergi ke tempat yang mereka inginkan, dan harus diperlakukan dengan baik. Mereka tidak boleh diserang dalam bentuk kata-kata atau tindakan. Mereka bebas menjual barang-barang mereka. Perintah ini telah diumumkan ke orang Spanyol, orang Indian, orang mulato, orang mestizo, dan orang kulit hitam, dan mereka yang tidak menaati peraturan akan dihukum."

    Spanyol Baru (Meksiko)

    Misi Hasekura berada dua bulan di Acapulco sebelum memasuki Mexico City pada 24 Maret, dan diterima dengan upacara besar. Tujuan utama misi Hasekura adalah pergi ke Eropa. Hasekura dan rombongan tinggal beberapa lama di Meksiko sebelum berangkat ke Veracruz menaiki armada Don Antonio Oquendo.

    Chimalpahin menulis tentang kunjungan Hasekura,

    "Ini untuk kedua kalinya orang Jepang telah mendaratkan salah satu dari kapal-kapal mereka di pantai Acapulco. Mereka membawa ke sini segala sesuatu dari besi, dan meja tulis, dan sejumlah kain yang mereka jual di sini." (Chimalpahin, "Annals of His Time")
    "Di Meksiko sini semua orang tahu dan katanya alasan penguasa mereka, Kaisar Jepang mengirim utusan bangsawan dan duta besar ke sini, adalah untuk pergi ke Roma untuk menemui Bapa Suci Paulus V, dan untuk menyerahkan kepatuhan mereka kepada gereja suci, supaya semua orang Jepang mau menjadi pemeluk Kristen." (Chimalpahin," Annals of His Time ").

    Tempat menginap Hasekura adalah sebuah rumah di dekat Gereja San Francisco. Hasekura bertemu dengan Viceroy (wakil raja), dan menjelaskan bahwa dirinya juga memiliki rencana bertemu Raja Philip III di Spanyol. Misinya adalah menawarkan perdamaian dan meminta izin agar Jepang diizinkan datang ke Meksiko untuk berdagang. Pada hari Rabu 9 April, 20 orang Jepang dibaptis, 22 orang lainnya menyusul dibaptis pada 20 April oleh Uskup Agung Meksiko, don Juan Pérez de la Serna di Gereja San Francisco. Semuanya ada 63 orang yang menerima sakramen penguatan pada 25 April. Hasekura menunggu hingga sampai di Eropa agar bisa dibaptis di sana.

    "Tapi utusan agung, duta besar, tidak mau dibaptis di sini, dikatakannya bahwa dirinya akan dibaptis kemudian di Spanyol." (Chimalpahin, "Annals of His Time")

    Meninggal dunia

    Keadaan Hasekura setelah kembali dari misi diplomatik tidak banyak diketahui orang. Sejarawan Kristen kontemporer hanya dapat mengandalkan kabar burung, termasuk beberapa rumor, mulai dari berita ia meninggalkan agama Kristen, menjadi martir, hingga mempraktikkan Kristen secara rahasia. Nasib keturunan dan para pengikutnya yang kemudian dihukum mati karena menganut Kristen, menunjukkan bahwa Hasekura pribadi tetap seorang penganut Kristen yang taat, dan meneruskan imannya kepada para anggota keluarga.

    Sotelo kembali ke Jepang, namun tertangkap dan dieksekusi pada tahun 1964 dengan cara dibakar. Sebelum dieksekusi, ia memuji Hasekura yang tiba kembali di Jepang sebagai pahlawan penyebar agama Kristen,

    "Kolega saya yang lain, Duta Besar Philippus Faxecura, setelah bertemu raja yang disebutkan sebelumnya (Date Masamune), menerima penghormatan yang luar biasa darinya, dan memulangkannya ke tanah pribadi untuk beristirahat setelah perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan. Ia menikah, memiliki anak-anak, pelayan, dan banyak pengikut yang menjadi penganut Kristen, serta menganjurkan bangsawan lain yang masih kerabat dan handai-tolan untuk memeluk agama Kristen, dan mereka memang melakukannya. Sambil terlibat dalam kerja kerohanian ini dan itu, setahun penuh setelah kepulangannya, setelah memberi banyak pengarahan dan contoh-contoh yang baik, dengan banyak persiapan, ia meninggal dunia dengan saleh, setelah mewariskan kepada anak-anaknya penyebarluasan agama di tanah miliknya, dan perlindungan terhadap pekerja rohani (yakni "anggota ordo keagamaan") di kerajaan. Raja dan semua bangsawan sangat sedih atas wafatnya, tapi khususnya penganut Kristen dan para pekerja rohani yang tahu betul keutamaan dan semangat keagamaan dari pria ini. [Berita] ini adalah apa yang saya dengar dari surat salah seorang pendeta yang memberikan sakramen untuknya, dan sekaligus hadir pada saat kematiannya, dan juga dari orang-orang lain." (Luis Sotelo, De ecclesiae Iaponicae statu relatio).(Luis Sotelo, De ecclesiae Iaponicae statu relatio).

    Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura juga membawa pulang beberapa benda-benda rohani. Ia tidak memberikannya kepada Masamune sebagai hadiah, melainkan disimpannya sebagai milik pribadi.

    Hasekura Tsunenaga meninggal dunia pada tahun 1622 karena sakit (menurut sumber-sumber Jepang dan Kristen). Lokasi makamnya tidak diketahui dengan jelas. Tiga buah makam dinyatakan sebagai makam Hasekura, salah satunya ada di kuil Buddha, Enpuku-ji (Distrik Shibata, Prefektur Miyagi). Makam lainnya memiliki tanda-tanda yang jelas (bersama batu peringatan untuk Pastor Sotelo) di kuil Buddha, Kōmyō-ji (Sendai).



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Yamamoto Kansuke


    Kansuke.jpg

    Yamamoto Kensuke (1501-1561) adalah samurai pada zaman Sengoku/perang sipil Jepang yang mengabdi pada daimyo Takeda Shingen dari Provinsi Kai. Dia adalah ahli strategi brilian dan salah satu dari 24 jenderal Takeda. Nama aslinya adalah Haruyuki, Kansuke adalah nama kehormatan yang dianugerahkan Shingen padanya. Yamamoto berasal dari Provinsi Mikawa dan awalnya mengabdi pada klan Imagawa yang menganggapnya tidak berpotensi karena kakinya yang pincang dan matanya yang cuma sebelah sehingga memperlakukannya dengan dingin. Hingga pada suatu ketika dia bertemu dengan salah seorang jenderal Takeda, Itagaki Nobutaka, yang memberinya kesempatan audisi dengan Takeda Shingen. Shingen sangat terkesan padanya dan menganugerahkannya daerah 1.000 koku. Shingen juga sering meminta nasihat darinya.

    Dalam berbagai peperangan Shingen dalam perebutan wilayah Shinano, Yamamoto banyak memberi kontribusi besar. Tercatat dalam sejarah bahwa dialah yang mendesain menara penyerang untuk merobohkan benteng-benteng Shinano. Atas jasanya ini, Shingen menganugerahinya nama kehormatan, Kensuke, dan pendapatannya naik menjadi 4.000 koku. Yamamoto juga berperan dalam penaklukkan klan Murakami di Toishi (1551).

    Perannya yang paling menonjol adalah dalam Pertempuran Kawanakajima melawan klan Uesugi yang berlangsung hingga lima kali. Tahun 1561, Shingen dan Uesugi Kenshin bertempur untuk yang keempat kalinya dalam pertempuran ini. Saat itu, Uesugi mengambil posisi di puncak Gunung Saijo, sementara Shingen berkemah di sekitar Kastil Kaizu hingga ke bagian timur. Yamamoto menyarankan agar Shingen membagi dua pasukannya yang berjumlah 20.000 orang dengan setengah pertama melakukan serangan fajar terhadap Gunung Saijo, sementara setengah lainnya menuju ke Hachimanbara untuk memblokir jalur mundur Uesugi. Siasat ini diterima Shingen, dia mengirim Kosaka Masanobu dan Baba Nobuharu ke Gunung Saijo dan dia sendiri secara pribadi memimpin sisa pasukannya menyebrangi Sungai Chikuma.

    Sayangnya siasat ini terbaca oleh Uesugi yang malam itu juga memimpin 11.000 pasukannya menuruni Gunung Saijo dan menyeberangi sungai. Begitu fajar menyingsing, Uesugi menyerang kemah Shingen secara besar-besaran. Kosaka dan Baba sadar bahwa Gunung Saijo telah ditinggalkan, namun terlambat. Dalam serangan itu adik Shingen, Takeda Nobushige dan pamannya, Morozumi Masakiyo, terbunuh, calon pewaris Shingen, Takeda Yoshinobu juga terluka. Merasa siasatnya adalah penyebab kekalahan tuannya, Yamamoto meraih tombaknya dan terjun dalam pertempuran. Dengan mata satu dan kaki pincang, Yamamoto bertempur dengan gagah berani dan tubuhnya terluka parah. Dia mundur ke daerah terpencil dan bunuh diri. Shingen sendiri lolos dari pertempuran. Dia sangat menyayangkan kematian ahli strateginya yang paling dipercaya itu dan memerintahkan jasadnya dikubur di daerah pertempuran.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Ronin

Ronin atau rōshi adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya di zaman feodal Jepang (1185-1868). Samurai menjadi kehilangan tuannya akibat hak atas wilayah kekuasaan sang tuan dicabut oleh pemerintah. Samurai yang tidak lagi memiliki tuan tidak bisa lagi disebut sebagai samurai, karena samurai adalah "pelayan" bagi sang tuan.

Dalam budaya populer, ronin didramatisasi sebagai samurai tak bertuan, hidup tak terikat pada tuan atau daimyo dan mengabdikan hidup dengan mengembara mencari jalan samurai yang sejati.

Di zaman Jepang kuno, ronin berarti orang yang terdaftar (memiliki koseki) sebagai penduduk di suatu tempat, tapi hidup mengembara di wilayah lain sehingga dikenal juga dengan sebutan furō (pengembara).

Zaman Kamakura dan zaman Muromachi

Di zaman Muromachi dan zaman Kamakura, samurai yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal menjadi pengembara. Pada waktu itu, ronin sering menjadi sebab timbulnya kerusuhan skala kecil di berbagai daerah. Walaupun para daimyo banyak membutuhkan prajurit untuk berperang, ronin hampir tidak berkesempatan mendapat majikan yang baru. Situasi keamanan yang buruk menyebabkan ronin membentuk komplotan yang saling berebut wilayah dan pengaruh, beroperasi sebagai gerombolan pencoleng hingga menimbulkan huru-hara.

Zaman Sengoku

Di zaman Sengoku, sengoku daimyo yang tersebar di seluruh Jepang memerlukan prajurit dalam jumlah yang sangat besar, sehingga ronin mempunyai kesempatan besar untuk mendapat majikan baru. Tidak seperti di zaman Edo, hubungan antara samurai dan tuannya di zaman Sengoku tidaklah begitu erat. Di zaman Sengoku, samurai banyak yang memilih jadi ronin atas keputusannya sendiri cuma karena situasi kerja yang tidak memuaskan. Ada juga samurai yang memilih jadi ronin agar bisa menemukan tuan yang menjanjikan kondisi pekerjaan dan gaji yang lebih baik. Samurai yang berpindah-pindah tuan juga tidak kurang jumlahnya, bahkan ada juga ronin yang sukses menjadi daimyo. Semasa hidupnya, samurai bernama Tōdō Takatora pernah mengabdi untuk 10 orang majikan. Pada waktu itu, orang masih bisa semaunya berpindah-pindah kelas, seperti samurai berganti profesi menjadi pedagang atau petani menjadi samurai.

Zaman Toyotomi dan zaman Osaka

Setelah Toyotomi Hideyoshi berhasil mempersatukan Jepang, berakhir pula zaman perang saudara yang berkepanjangan sehingga samurai banyak yang menjadi ronin. Sebagian besar daimyo tidak lagi perlu memiliki banyak pengikut. Setelah Pertempuran Sekigahara yang dimenangkan kubu Pasukan Timur, wilayah kekuasaan daimyo Pasukan Barat banyak sekali yang dirampas sehingga para samurai yang kehilangan pekerjaan menjadi ronin. Di zaman Keshogunan Edo, pemerintah Bakufu menghancurkan daimyo yang termasuk golongan tozama daimyo (daimyo yang pernah mendukung klan Toyotomi) sehingga jumlah ronin menjadi semakin banyak.

Pertempuran Osaka

Memasuki zaman Edo, jumlah samurai yang dimiliki para daimyo begitu berlebihan sampai hampir-hampir tidak ada penerimaan samurai baru. Selain itu, hubungan antara majikan dan samurai menjadi semakin teratur karena pengaruh Konfusianisme. Samurai yang desersi meninggalkan tuannya tidak lagi akan diterima sebagai abdi daimyo di tempat lain. Dalam Pertempuran Osaka, klan Toyotomi banyak sekali dibantu para ronin untuk menghadapi pasukan Tokugawa. Jumlah ronin yang membantu klan Toyotomi dalam Pertempuran Osaka dikabarkan mencapai 100.000 orang, walaupun banyak di antaranya yang tewas terbunuh.

Zaman Edo

Di zaman Edo, penghapusan sebagian besar daimyo mengakibatkan jumlah samurai yang menjadi ronin makin bertambah banyak. Di akhir pemerintahan Tokugawa Iemitsu, jumlah ronin melonjak menjadi sekitar 500.000 orang karena peran samurai tidak lagi dibutuhkan di masa damai. Sebagian besar ronin menjadi penduduk kota atau menjadi petani, sebagian ronin bahkan pergi merantau ke luar negeri menjadi prajurit bayaran. Sebagian besar ronin justru hidup menderita dalam kemiskinan di kota-kota dan pemerintah Bakufu menganggapnya sebagai ancaman keamanan. Ronin banyak yang diusir dari kota dan hanya boleh tinggal di wilayah-wilayah yang ditentukan. Pemerintah Bakufu bahkan mengambil tindakan yang lebih kejam dengan melarang ronin mencari tuan yang baru. Kelompok ronin yang terusir ke sana ke mari akhirnya bersatu di bawah pimpinan Yui Shōsetsu dan berkomplot untuk menggulingkan pemerintah Bakufu dalam Pemberontakan Keian.

Pemerintah Bakufu melarang pengangkatan anak sebagai putra pewaris darurat (matsugoyōshi), akibatnya garis keturunan daimyo banyak yang terputus karena daimyo keburu meninggal tanpa memiliki putra pewaris. Keluarga daimyo yang tidak mempunyai putra pewaris terpaksa bubar dan samurai yang kehilangan tuannya berakhir sebagai ronin. Setelah pecahnya Pemberontakan Keian, pemerintah Bakufu berusaha memperbaiki kebijakan terhadap ronin. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan baru, seperti melonggarkan larangan mengangkat putra pewaris darurat, mengurangi jumlah daimyo yang dirampas wilayah kekuasaannya, dan meninjau kembali pembatasan wilayah permukiman ronin. Peluang ronin mencari majikan baru juga dibuka kembali. Walaupun sudah ada kebijakan baru, jumlah samurai yang menjadi ronin tidak juga bisa berkurang. Ronin-ronin baru terus bermunculan akibat perampasan wilayah kekuasaan para daimyo yang terus berlanjut.

Situasi kehidupan ronin

Di zaman Edo, ronin yang sudah kehilangan jati diri sebagai samurai masih diakui pemerintah sebagai "samurai" dan masih diizinkan memakai nama keluarga samurai dan membawa katana di pinggang. Sehari-harinya, ronin hidup berdampingan dengan rakyat banyak di bawah pengawasan pemerintah kota (machi bugyō). Sebagian besar ronin hidup miskin di rumah-rumah sewa, tapi ada juga ronin yang berhasil menjadi sastrawan ternama seperti Chikamatsu Monzaemon. Ronin ada yang membuka dojo, menjadi instruktur bela diri atau menyumbangkan jasa sebagai guru mengajar anak-anak orang biasa di terakoya (sekolah dasar swasta yang menempel di kuil agama Buddha). Miyamoto Musashi adalah seorang ronin yang terkenal sebagai jago pedang tanpa tanding.

Akhir zaman Edo

Di akhir zaman Edo, para ronin mulai berperan aktif di bidang politik. Samurai dari kelas yang disebut gōshi (samurai distrik) banyak yang atas permintaan sendiri meninggalkan domain (han) tempat tinggalnya supaya bisa terjun di bidang politik. Sakamoto Ryōma adalah salah seorang ronin yang berhasil sebagai politikus. Pada waktu itu, ronin palsu juga banyak bermunculan. Penduduk kota dan petani yang tidak dilahirkan dari kalangan samurai banyak yang mengaku sebagai ronin, memamerkan katana di pinggang, dan memakai nama keluarga samurai dengan semaunya. Shinsengumi dianggap sebagai kelompok ronin, tapi anggotanya banyak yang terdiri dari penduduk kota dan petani.

Setelah Restorasi Meiji, identitas ronin ikut dihapus sesuai dengan prinsip shiminbyōdō (penghapusan semua golongan dan kelas dalam masyarakat).



-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

47 Ronin


2416452845_8629058ac8.jpg

Makam 47 Ronin​


Kisah Empat Puluh Tujuh Ronin adalah peristiwa pembalasan dendam 47 ronin dari Akō di bawah pimpinan Ōishi Kuranosuke Yoshitaka yang membalas dendam atas kematian majikan bernama Asano Takumi no Kami dengan cara melakukan penyerbuan ke rumah kediaman pejabat tinggi istana Kira Kōzuke no Suke Yoshihisa dan membunuhnya.

Peristiwa pembunuhan Kira Kōzuke no Suke Yoshihisa dikenal sebagai Genroku Akō jiken (Peristiwa Akō era Genroku) karena terjadi tanggal 14 bulan 12 tahun ke-15 era Genroku atau 30 Januari 1703.

Di kota Akō (Prefektur Hyogo) yang merupakan tempat asal 47 ronin, kisah ini dikenal sebagai Akōgishi (Perwira setia dari Akō).

Di Jepang sebelum Perang Dunia II, kisah ini umum dikenal sebagai Akōgishi dan dijadikan teladan kesetiaan samurai terhadap majikannya. Seusai Perang Dunia II, kisah ini lebih dikenal sebagai Akō rōshi (ronin dari Akō) atau Shijūshichishi (47 samurai) berkat kepopuleran novel karya Osaragi Jirō yang kemudian diangkat menjadi drama televisi.

Dalam budaya populer, dramatisasi dari kisah yang sama namun lebih menonjolkan kepahlawanan 47 ronin dari Akō sekaligus mencerca Kira Kōzuke no Suke Yoshihisa dikenal sebagai Chūshingura . Kisah Chūshingura merupakan cerita fiksi yang tidak melihat peristiwa dari sudut pandang netral.

Dalam bahasa Inggris, kisah ini dikenal sebagai Forty-seven Ronin atau Forty-Seven Samurai.

Garis besar peristiwa

Pada tanggal 14 Maret 1701, Asano Takumi no Kami bertengkar dengan pejabat tinggi (Kōke) bernama Kira Kōzuke no Suke Yoshihisa dan melukainya dengan wakizashi di ruangan bernama Matsu no Ōrōka (tempat berkumpul daimyo) di dalam Istana Edo. Tokugawa Tsuneyoshi yang menjabat Seii Taishogun menjadi sangat marah atas peristiwa penyerangan dengan benda tajam yang terjadi di lingkungan istana dan memerintahkan Asano Takumi no Kami untuk melakukan seppuku pada hari yang sama. Hukuman juga dijatuhkan terhadap keluarga Asano Takumi no Kami (klan Akō Asano) dalam bentuk pencabutan semua wilayah kekuasaan klan Akō Asano di Akō, sehingga para pengikutnya harus menjadi ronin. Kira Kōzuke no Suke Yoshihisa yang juga terlibat dalam peristiwa ini justru tidak mendapat hukuman apa-apa.

Sebagian besar bushi wilayah han Akō dan Ōishi Kuranosuke yang menjabat penasehat utama bagi Asano Takumi no Kami merasa sangat tidak puas dengan keputusan tidak adil yang dijatuhkan pemerintah Bakufu. Hukuman yang dijatuhkan pemerintah Bakufu dianggap melanggar prinsip "kedua belah pihak yang bertengkar harus dihukum" (kenka ryōseibai) yang merupakan hukum kelas samurai. Pertemuan yang dilakukan Istana Akō berakhir dengan kebingungan antara mematuhi Keshogunan Edo untuk menyerahkan istana atau melakukan perlawanan dengan bertahan di dalam istana sampai mati.

Setelah menerima surat sumpah dari para samurai yang berisi kebulatan tekad untuk melakukan bertahan dari dalam istana dan melakukan perlawanan sampai mati, Ōishi Kuranosuke berjanji untuk memohon kepada Keshogunan Edo agar memulihkan semua hak yang pernah dimiliki klan Akō Asano dan menghukum Kira Kōzuke no Suke. Istana Akō lalu diserahkan kepada pemerintah Bakufu untuk menghindari pertumpahan darah dan akibatnya semua samurai wilayah han menjadi ronin dan berpencar ke berbagai daerah seperti Edo dan Kamigata.

Ōishi Kuranosuke yang berusaha keras memulihkan kekuasaan klan Asano banyak didukung mantan samurai wilayah han Akō. Jumlah orang yang ikut serta dalam sumpah setia semakin hari semakin bertambah menjadi lebih dari 120 orang. Ōishi Kuranosuke berusaha memulihkan kejayaan klan seperti semula dan meminta adik almarhum Asano Takumi no Kami yang bernama Asano Daigaku untuk menjadi kepala klan.

Sementara itu, Horibe Taketsune dan para ronin membentuk kelompok radikal di Edo. Kelompok radikal merasa tidak sabar dengan usaha pemulihan yang dinilai lambat dan berkeras hati untuk membalas dendam dengan cara membunuh Kira Kōzuke no suke. Ōishi Kuranosuke yang mencoba segala macam cara untuk mengembalikan kejayaan klan Asano ternyata banyak mendapat hambatan dari sana-sini. Kehidupan sehari-hari para ronin juga menjadi semakin sulit, beberapa orang ronin bahkan mulai berubah pikiran dan tidak lagi mendukung surat sumpah yang pernah ditulis.

Pada bulan Juli 1702, usaha untuk memulihkan kejayaan klan Akō kandas di tengah jalan setelah Asano Daigaku menerima hukuman dari pemerintah Bakufu berupa kurungan seumur hidup di kediaman keluarga yang merupakan garis keturunan utama klan Asano di wilayah han Hiroshima. Ōishi Kuranosuke lalu mengumpulkan para ronin di Maruyama (Kyoto). Pertemuan ini nantinya dikenal sebagai Pertemuan Maruyama. Hasil pertemuan di Murayama memutuskan untuk melakukan pembunuhan balas dendam (adauchi) terhadap Kira Kōzuke no Suke.

Sebelum memutuskan hasil pertemuan, Ōishi Kuranosuke menguji kembali niat balas dendam para ronin. Ōishi Kuranosuke menawarkan untuk mengembalikan semua surat sumpah kepada masing-masing ronin dan menganggapnya sebagai tidak pernah ada. Hampir separuh dari para ronin yang ingin melakukan balas dendam kemudian berubah pikiran terutama para ronin yang yang berpenghasilan tinggi. Rencana pembunuhan balas dendam hanya dibicarakan dengan para ronin yang menolak pengembalian surat sumpah. Pada akhirnya, jumlah ronin yang berniat melakukan pembunuhan balas dendam menciut menjadi tinggal 47 orang.

47roninbrigde.jpg

Dini hari pada tanggal 15 Desember 1702, 47 ronin menyerbu masuk ke rumah kediaman Kira Kōzuke no Suke yang berada di Honjo Matsuzaka dan Kira Kōzuke no Suke berhasil dibunuh. Kawanan 47 ronin membawa pulang penggalan kepala Kira Kōzuke no Suke dan mempersembahkannya di atas makam Asano Takumi no Kami yang terletak di kuil Sengakuji. Kawanan 47 ronin lalu memberitahu sang majikan di alam sana bahwa pembalasan dendam telah berhasil.

Salah seorang ronin yang bernama Terasaka Nobuyuki memisahkan diri dari kelompok, sehingga kawanan ronin menjadi hanya berjumlah 46 orang.

Setelah itu, Ōishi Kuranosuke menyerahkan diri dan pasrah atas semua hukuman yang bakal dijatuhkan pemerintah Bakufu. Pemerintah Bakufu menitipkan para ronin di rumah 4 orang daimyo. Dalam sekejap, para ronin yang berhasil membunuh Kira Kōzuke no Suke menjadi terkenal di kota Edo. Penduduk Edo memuji-muji kelompok ronin sebagai samurai yang setia (gishi) karena berhasil menuntaskan kewajiban sebagai bentuk kesetiaan terhadap sang majikan. Walaupun demikian, perbuatan para ronin membentuk kelompok tanpa seizin pemerintah Bakufu dan melaksanakan pembunuhan balas dendam merupakan kejahatan yang hukumannya adalah hukuman mati.

Pemerintah shogun Tokugawa Tsuneyoshi selalu menekankan pentingnya arti kesetiaan di kalangan para perwira, sehingga nyawa para ronin perlu diampuni karena pembunuhan yang dilakukan adalah bentuk kesetiaan samurai terhadap majikan. Dari segi hukum, perbuatan para ronin tetap merupakan kejahatan yang pantas menerima hukuman mati. Mayoritas pendapat meminta pengampunan nyawa para ronin yang dianggap hanya menjalankan kewajiban sebagai pengikut setia sang majikan. Shogun Tsuneyoshi merasa kuatir akan pecahnya pemberontakan akibat pemberian perlakuan khusus terhadap para ronin dengan mengabaikan hukum yang ada. Para ronin akhirnya diperintahkan untuk mati secara terhormat dengan melakukan seppuku.

Pada tanggal 4 Februari 1703, 46 ronin dari Akō melakukan seppuku di halaman rumah kediaman para daimyo tempat mereka dititipkan.

Kekecewaan meluas di kalangan rakyat akibat cara pemerintah menyelesaikan kasus ini. Di kalangan rakyat lalu beredar cerita Kanadehon Chūshingura dalam bentuk kesenian Ningyō Jōruri (Bunraku). Cerita Kanadehon Chūshingura yang sekarang lebih dikenal sebagai Chūshingura (kumpulan cerita pengikut yang setia) sangat mengagungkan kesetiaan para ronin terhadap sang majikan. Penulis cerita menyamarkan nama-nama tokoh yang terlibat peristiwa Akō rōshi untuk menghindari sensor pemerintah Bakufu. Judul cerita Kanadehon Chūshingura juga mempunyai arti terselubung, kata "Kanadehon" sama artinya dengan angka 47. Kanadehon adalah buku berisi contoh untuk berlatih menulis aksara hiragana yang terdiri dari 47 aksara.

Kelompok ronin dari Akō dimakamkan di kuil Sengakuji. Sampai saat ini, setiap tahunnya di kuil Sengakuji dilangsungkan Gishisai (upacara kesetiaan) pada tanggal 14 Desember untuk memperingati malam penyerbuan para ronin.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Daftar nama 47 ronin

  1. Ōishi Kuranosuke Yoshitaka atau Ōishi Kuranosuke Yoshio
    Pemimpin penyerbuan, penasehat senior (Karō) Asano Takumi no kami. Penghasilan 1.500 koku. Wafat di usia 45 tahun
  2. Ōishi Chikara Yoshikane
    Putra pertama Ōishi Kuranosuke Yoshitaka yang masih terlalu muda untuk dijadikan pewaris kepala keluarga (heyazumi). Pada saat penyerbuan rumah kediaman Kira Yoshihisa bertugas sebagai komandan penyerbuan di pintu belakang. Anggota kelompok yang paling muda. Wafat di usia 16 tahun
  3. Hara Sōemon Mototoki
    Pimpinan prajurit berjalan kaki (ashigaru), penghasilan 300 koku. Sejak awal sudah bersimpati dengan kelompok radikal. Wafat di usia 56 tahun.
  4. Kataoka Gengoemon Takafusa
    Jabatan: penasehat (sobayōnin) dan kepala pembantu pria (kogoshō gashira). Penghasilan 350 koku. Pada cerita Chūshingura merupakan pengikut yang bertemu terakhir kali sebelum Asano Takumi no Kami melakukan seppuku. Tokoh yang paling berkeras hati ingin melakukan pembunuhan balas dendam.
  5. Horibe Yahē Kanamaru atau Horibe Yahē Akizane
    Pensiunan samurai yang bertugas di Edo, pernah berpenghasilan 300 koku, menerima tunjangan pensiun 20 koku. Anggota kelompok yang paling tua. Wafat di usia 77 tahun.
  6. Horibe Yasubē Taketsune
    Pengawal berkuda (umamawari), penghasilan 200 koku. Kelahiran wilayah han Shibata provinsi Echigo. Pernah dikenal dengan nama Nakayama Yasubē, menjadi ronin setelah diusir dari wilayah han Shibata sebagai pengganti ayahnya. Pernah terlihat dalam Peristiwa duel Takada no baba di luar kota Edo, sehingga Horibe Yahē Kanamaru yang mendengar kehebatan Nakayama Yasubē menjadikannya sebagai menantu. Nakayama Yasubē yang mengganti nama sebagai Horibe Yasubē kemudian menjadi pengikut klan Akō Asano. Horibe Yasubē merupakan tokoh inti dalam kelompok radikal yang ingin melakukan pembunuhan balas dendam. Pada peristiwa penyerbuan kabarnya bertarung gagah berani menggunakan katana yang besar dan panjang (ōdachi). Wafat di usia 34 tahun.
  7. Yoshida Chūzaemon Kanesuke
    Kepala prajurit berjalan kaki (ashigaru) sekaligus pejabat magistrat daerah (kōri bugyō). Penghasilan 200 koku, tunjangan pejabat 50 koku. Anggota kelompok ronin yang paling dekat dengan pimpinan kelompok sekaligus sekaligus tangan kanan Ōishi Kuranosuke. Wafat di usia 64 tahun.
  8. Yoshida Sawaemon Kanesada
    Putra pertama Yoshida Chūzaemon Kanesuke yang belum dijadikan pewaris kepala keluarga (heyazumi). Wafat di usia 29 tahun.
  9. Chikamatsu Kanroku Yukishige
    Pengawal berkuda, penghasilan 250 koku, mengalami luka-luka pada saat penyerbuan. Wafat di usia 34 tahun.
  10. Mase Kyūdayū Masaaki
    Kepala inspektur (Ōmetsuke) yang mengawasi orang penting seperti daimyo, penghasilan 200 koku. Wafat di usia 63 tahun.
  11. Mase Magokurō Masatoki
    Putra pertama Mase Kyūdayū Masaaki, belum dijadikan pewaris kepala keluarga. Wafat di usia 23 tahun.
  12. Akabane Genzō Shigekata
    Pengawal berkuda, penghasilan 200 koku. Pada cerita Chūshingura terkenal sebagai tokoh bernama Tokuri no wakare. Wafat di usia 35 tahun.
  13. Ushioda Matanojō Takanori
    Pejabat magistrat daerah (kōri bugyō) dan penggambar peta (ezu bugyō), penghasilan 200 koku. Wafat di usia 35 tahun.
  14. Tominomori Sukeemon Masanori
    Pengawal berkuda dan kurir (tsukaiban), penghasilan 200 koku. Wafat di usia 34 tahun.
  15. Fuwa Kazuemon Masatane
    Mantan pengawal berkuda dan mantan pengawal pantai (hama bugyō), sewaktu aktif berpenghasilan 100 koku. Fuwa Kazuemon Masatane memohon diikutsertakan dalam sumpah setia walaupun dirinya adalah ronin yang tidak punya hubungan apa-apa dengan peristiwa yang menimpa klan Akō Asano. Pada saat penyerbuan ke rumah kediaman Kira merupakan tokoh yang paling diandalkan. Wafat di usia 34 tahun.
  16. Okano Kinemon Kanehide
    Anggota keluarga yang belum dijadikan putra pewaris. Tokoh paling tampan dalam cerita Chūshingura, mendapatkan denah rumah kediaman Kira dari putri seorang tukang kayu. Wafat di usia 24 tahun.
  17. Onodera Jūnai Hidekazu
    Penjaga rumah di Kyoto, berpenghasilan 150 koku ditambah tunjangan 70 koku. Wafat di usia 61 tahun.
  18. Onodera Sawaemon Hidetomi
    Anggota keluarga yang tinggal serumah dan belum dijadikan pewaris kepala keluarga, anak angkat dari Onodera Jūnai Hidekazu. Wafat di usia 28 tahun.
  19. Kimura Okaemon Sadayuki
    Pengawal berkuda, pejabat penggambar peta (ezu bugyō), penghasilan 150 koku. Wafat di usia 46 tahun.
  20. Okuda Magodayū Shigemori
    Petugas persenjataan (bugu bugyō), penghasilan 150 koku. Tokoh inti dalam kelompok radikal yang ingin melakukan pembunuhan balas dendam. Wafat di usia 57 tahun.
  21. Okuda Sadaemon Yukitaka
    Anggota keluarga yang belum dijadikan pewaris. Anak angkat Okuda Magodayū Shigemori. Wafat di usia 26 tahun.
  22. Hayami Tōzaemon Mitsutaka
    Pengawal berkuda, penghasilan 150 koku. Tokoh yang pertama kali kembali ke Akō melaporkan peristiwa sang majikan. Wafat di usia 42 tahun.
  23. Yada Gorōemon Suketake
    Pengawal berkuda, penghasilan 150 koku. Wafat di usia 29 tahun.
  24. Oishi Sezaemon Nobukiyo
    Pengawal berkuda, penghasilan 150 koku. Wafat di usia 27 tahun.
  25. Isogai Jūrōzaemon Masahisa
    Penasehat (sobayōnin) dan komandan peleton (monogashira), berpenghasilan 150 koku. Wafat di usia 25 tahun.
  26. Hazama Kihei Mitsunobu
    Pegawai pembukuan (auditor), penghasilan 100 koku. Wafat di usia 69 tahun.
  27. Hazama Jūjirō Mitsuoki
    Putra pertama Hazama Kihei Mitsunobu yang belum dijadikan putra pewaris. Tokoh yang berada paling depan sewaktu berhadapan dengan Kira Yoshihisa dan pemenggal kepala Kira Yoshihisa. Wafat di usia 26 tahun.
  28. Hazama Shinrokurō Mitsukaze
    Putra kedua Hazama Kihei Mitsunobu. Pernah dijadikan anak angkat oleh keluarga lain, tapi tidak bisa rukun dengan ayah angkatnya. Pergi ke Edo dan menjadi ronin. Tokoh yang memohon agar dimasukkan ke dalam sumpah setia. Wafat di usia 24 tahun.
  29. Nakamura Kansuke Masatoki
    Juru tulis, penghasilan 100 koku. Wafat di usia 46 tahun.
  30. Senba Saburobē Mitsutada
    Pengawal berkuda, 100 koku. Wafat di usia 51 tahun.
  31. Sugaya Hannojō Masatoki
    Pengawal berkuda, kepala distrik (gundai), penghasilan 100 koku. Wafat di usia 44 tahun.
  32. Muramatsu Kihē Hidenao
    Petugas logistik (fuchi bugyō), penghasilan 20 koku 5 ninbuchi. Wafat di usia 62 tahun.
  33. Muramatsu Sandayū Takanao
    [Putra pertama Muramatsu Kihē Hidenao yang belum dijadikan putra pewaris. Wafat di usia 27 tahun.
  34. Kurahashi Densuke Takeyuki
    Petugas logistik, berpenghasilan 20 koku 5 ninbuchi. Wafat di usia 34 tahun.
  35. Okajima Yasoemon Tsuneshige
    Petugas lembaga keuangan (fudaza kantei bugyō), berpenghasilan 20 koku 5 ninbuchi. Wafat di usia 38 tahun.
  36. Ōtaka Gengo Tadao
    Pegawai urusan uang di kantor keuangan, urusan dapur dan urusan perlengkapan. Penghasilan 20 koku 5 ninbuchi. Mendekati ahli upacara minum teh yang sering keluar masuk rumah keluarga Kira, sehingga tahu di rumah kediaman Akira pada tanggal 14 Desember diselenggarakan upacara minum teh. Terkenal pandai menulis haikai, dekat dengan penyair haikai Takarai Kikaku. Wafat di usia 38 tahun.
  37. Yatō Emoshichi Norikane
    Belum dijadikan putra pewaris. Bersama-sama ayahnya ikut dalam sumpah setia, tapi sang ayah lebih dulu meninggal karena sakit. Wafat di usia 17 tahun.
  38. Katsuta Shinzaemon Taketaka
    Pengawas lembaga keuangan (fudaza yokome), berpenghasilan 15 koku 3 ninbuchi, wafat di usia 24 tahun.
  39. Takebayashi Tadashichi Takashige
    Pengawal berkuda, penghasilan 15 ryō 3 ninfuchi, berduel dengan Kira Sabee Yoshichika (anak angkat Kira Yoshihisa) dan berhasil melukainya. Tokoh yang berhasil menghabisi Kira Yoshihisa yang tadinya bersembunyi di gubuk penyimpanan arang. Wafat di usia 32 tahun.
  40. Maebara Isuke Munefusa
    Pegawai keuangan (kane bugyō), berpenghasilan 10 koku 3 ninbuchi. Membuka toko kimono di Edo untuk mencari tahu rumah kediaman Kira Yoshihisa. Wafat di usia 40 tahun.
  41. Kaiga Yazaemon Tomonobu
    Pegawai gudang, samurai tingkatan paling bawah (chūgoshō) tapi di atas ashigaru, penghasilan 10 ryō 3 ninbuchi. Wafat di usia 54 tahun.
  42. Sugino Jūheiji Tsugifusa
    Pengawas lembaga keuangan (fudaza yokome), berpenghasilan 8 ryō 3 ninbuchi, wafat di usia 28 tahun.
  43. Kanzaki Yogorō Noriyasu
    Petugas penyelidik (kachimetsuke) yang berada dibawah Ōmetsuke, penghasilan 5 ryō 3 ninbuchi. Wafat di usia 38 tahun.
  44. Mimura Jirōzaemon Kanetsune
    Petugas dapur dan urusan sake (sake bugyō), penghasilan 7 koku 2 ninbuchi. Wafat di usia 37 tahun.
  45. Yokogawa Kanpei Munetoshi
    Petugas penyelidik (kachimetsuke), penghasilan 5 ryō 3 ninbuchi, mencari tahu di rumah kediaman Kira pada tanggal 14 Desember diadakan upacara minum teh. Wafat di usia 37 tahun.
  46. Kayano Wasuke Tsunenari
    Pengawas para bushi (yokometsuke), penghasilan 5 ryō 3 ninbuchi. Wafat di usia 37 tahun.
  47. Terasaka Kichiemon Nobuyuki
    Prajurit berjalan kaki (ashigaru) bawahan Yoshida Chūzaemon Kanesuke, penghasilan sekitar 3 ryō dan 2 ninbuchi. Satu-satunya prajurit berjalan kaki bukan samurai (ashigaru) yang ikut dalam penyerangan ke rumah kediaman Kira, tapi kabarnya menghilang setelah penyerbuan. Pendapat lain mengatakan peran Terasaka Nobuyuki tidak diakui terlibat oleh rekan-rekannya dalam kelompok ronin agar bisa menyebarluaskan berita kematian Kira Yoshihisa. Pada saat penyerbuan ke rumah kediaman Kira, Terasaka Nobuyuki berusia 39 tahun. Setelah peristiwa penyerbuan, Terasaka Nobuyuki mengabdi untuk beberapa keluarga dan meninggal di Edo pada usia 83 tahun.

Daftar ronin yang berubah pikiran

  1. Takata Gunbē atau dikenal sebagai Takata Sukemasa
    Pengikut yang bertempat tinggal di Edo, penghasilan 200 koku 15 ninbuchi. Ikut serta dalam sumpah setia, merupakan tokoh garis keras dalam kelompok radikal tapi pada akhirnya berubah pikiran dan mundur dari sumpah setia.
  2. Kayano Sanpei Shigezane
    Penghasilan sedikit di atas 12 ryō dan 3 ninbuchi, merupakan pengikut yang paling pertama sampai di Akō mengabarkan berita yang menimpa sang majikan di Edo. Kayano Shigezane sudah ikut serta dalam sumpah setia, tapi dimohon keluarganya agar mencari majikan yang lain. Shigezane akhirnya bunuh diri setelah berada dalam dilema. Dalam cerita Chūshingura disamarkan dengan nama Hayano Kanpei.
  3. Hashimoto Heizaemon
    Pengawal berkuda, penghasilan 100 koku, ikut serta dalam sumpah setia, tapi nantinya tewas bunuh diri bersama seorang wanita penghibur di Osaka.
  4. Okuno Shōgen Sadayoshi
    Kepala kantor (Kumigashira), penghasilan 1.000 koku, ikut serta dalam sumpah setia mendukung Ōishi Kuranosuke Yoshitaka. Okuno Sadayoshi berubah pikiran dan mundur dari sumpah setia setelah hasil Pertemuan Maruyama memutuskan untuk melakukan pembunuhan balas dendam.
  5. Shindō Genshirō Toshimoto
    Kepala prajurit berjalan kaki, penghasilan 400 koku, ikut serta dalam sumpah setia karena masih kerabat dengan Ōishi Kuranosuke Yoshitaka, tapi berubah pikiran setelah Pertemuan Maruyama dan mundur dari sumpah setia.
  6. Koyama Gengozaemon Yoshimoro
    Kepala prajurit berjalan kaki, penghasilan 300 koku, ikut serta dalam sumpah setia karena masih kerabat dengan Ōishi Kuranosuke Yoshitaka, tapi berubah pikiran setelah Pertemuan Maruyama dan mundur dari sumpah setia.
  7. Tanaka Sadashirō
    Penghasilan 150 koku, mengambil jenazah Asano Naganori untuk dimakamkan. Tanaka Sadashirō merupakan anggota kelompok radikal bersama-sama dengan Kataoka Gengoemon Takafusa, tapi kabur melarikan diri sebelum penyerangan terhadap Kira Yoshihisa dimulai dan menghabiskan seluruh sisa hidupnya sebagai pemabuk.
  8. Oyamada Shōzaemon
    Pengikut yang bertempat tinggal di Edo, penghasilan 100 koku. Ikut serta dalam sumpah setia tapi kabur setelah mencuri uang dan barang berharga lainnya. Setelah peristiwa penyerbuan ke rumah kediaman Kira Yoshihisa, ayah Oyamada Shōzaemon sangat malu hingga bunuh diri akibat perbuatan anaknya.
  9. Seo Magozaemon
    Pesuruh Ōishi Kuranosuke Yoshitaka yang selalu mendampingi majikannya, tapi kabur melarikan diri.
  10. Mōri Koheita
    Urusan perlengkapan dan rumah tangga (ōnandoyaku), penghasilan 20 koku 5 ninbuchi. Ikut serta dalam sumpah setia dan berperan dalam mencari tahu rumah kediaman Kira Yoshihisa, tapi berubah pikiran sebelum penyerbuan dilakukan. Mōri Koheita merupakan ronin yang paling akhir berubah pikiran dan mundur dari sumpah setia.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

Tokoh-Tokoh Ninja Yang Terkenal

  • Fuma Kotaro

    Fuma Kotaro (1550–1610) juga dipanggil kazama. Kotaro lahir di propinsi Sagami, banyak kejadian sejarah yang tidak mencatat tentang ninja ini. bagaimana aktifitasnya dan apa saja yang telah dilakukan bagai menghilang. Dia adalah keturunan kelima dari pemimpin klan Fuma yang bekerja untuk klan Hojo. di tahun 1570an Kotaro dikirim untuk membunuh Takeda Shingen, tetapi banyak cara yang telah dilakukan oleh kotaro dan ternyata gagal. Tapi ada satu kejadian di tahun 1573 dia hampir membunuh Takeda ketika Takeda melakukan penyerangan ke markas musuh.

    Pada bulan maret 1581, benteng Hojo diserang oleh pasukan Takeda Katsuyori, dia membangun benteng / markas di gunung yang berlawanan arah dengan benteng Hojo. Kotaro dan beberapa ninjanya melakukan taktik berupa serangan malam dengan beberapa orang dan berusaha memancing agar lawan menyerang. tapi taktik ini akhirnya memberikan kemenangan pada kubu klan Hojo karena Kotaro dan ninjanya melakukan serangan malam yang merusak dan menghancurkan mental pasukan lawan. Mereka membunuh banyak paasukan lawan dan membunuh secara brutal sehingga menyebabkan pasukan lawan harus berjaga tiap malam dan siang. Hal ini menyebabkan kekuatan pasukan lawan menurun dan menyebabkan ketakutan berlebihan di kalangan pasukan Takeda Katsuyori. Setelah beberapa dekade klan ninja fuma hanya menjadi sekelompok bajak laut / sekelompok bandit yang meresahkan masyarakat. Di tahun 1596 Ieyashu Tokugawa memerintahkan Hattori Hanzo untuk membekuk kelompok ninja tersebut. Hattori membangun kapal yang besar dengan perlengkapan dan meriam besar. Dia tahu kalau klan Fuma berlayar dengan menggunakan beberapa kapal2 kecil dan sebuah kapal selam kecil bernama Funakainin. Ketika kapal telah selesai dibuat Hattori dan krunya berlayar ke Selat Sou untuk mencari klan Fuma. Disana mereka menemukan markas lawan dengan beberapa kapal kecil berderet tanpa pasukan. Hattori akhirnya menembakan meriam dan menghancurkan beberapa kapal lawan. Melihat kapal lawan yang mengalami kerusakan dan berusaha melarikan diri Hattori memerintahkan kru kapal untuk mengejarnya, mereka akhirnya mengejar sampai ke sungai kecil. Ternyata ini adalah sebuah jebakan dari klan fuma untuk memancing kapal lawan ke sungai kecil dan menyerang mereka. Kotaro memerintahkan pasukannya untuk menembakkan panah api ke kapal Hattori. Karena kapal yang mulai terbakar Hattori memerintahkan krunya untuk melompat ke sungai, tetapi mereka menolak. Akhirnya Hattori memerintahkan krunya untuk melemparkan mesiu ke sungai. Hal ini sia2 karena Kotaro telah memerintahkan pasukannnya untuk melemparkan minyak ke sungai dan mulai membakarnya. Hatori dan krunya akhirnya mati di kapalnya karena terbakar. Rahasia keberhasilan ini karena adanya kapal selam kecil yang dapat menyusup ke kapal lawan dan menyulut api dari dalam

    Fuma Kotaro kemudian menghilang dalam kabut sejarah tanpa ada penulisan sejarah mengenai keberadaan dan kematiannya.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Hattori Hanzō

    Hattori Hanzō (1542 – 23 Desember 1596), juga dikenal sebagai Hattori Masanari, adalah putra dari Hattori Yasunaga, samurai dan terkadang dimasukkan dalam golongan Ninja yang terkenal.

    Hanzō bekerja sebagai pengawal Tokugawa Ieyasu, kesetiaannya dan keahliannya tidak diragukan lagi, bahkan dia mengaku bahwa hidup dan matinya ada di tangan tuannya. Hanzō lahir sebagai pengikut klan Matsudaira (lalu menjadi Tokugawa); dia mendapat gelar Oni-Hanzō (Iblis Hanzō) karena taktiknya yg tak mempunyai rasa takut di medan perang. Gelarnya membedakan dia dari pengawal Tokugawa lain bernama Watanabe Hanzō, yang dipanggil Yari-Hanzō (Tombak Hanzō).

    Walau lahir di Mikawa, Hanzō sering pulang ke Iga, tempat tinggal keluarga Hattori. Dia adalah samurai yang ahli dengan segala macam senjata dan penyusun taktik yang hebat. Hanzō melakukan pertempuran pertamanya di Anegawa dan Mikatagahara pada umur 16, tapi dia baru mulai dikenal sejak Nobunaga Oda tewas pada tahun 1582.

    Hattori Hanzō wafat pada tanggal 1596 di umur 55 tahun karena gejala alami. Tetapi, ada cerita yg mengatakan bahwa ninja saingannya, Kotarō Fūma, membunuhnya dalam sebuah pertempuran.

    Sampai hari ini, peninggalan Hanzō yang masih ada adalah Gerbang Hanzō, yang terdapat di Istana Kōkyo dan jalan Hanzo-mon. Makam Hanzō terdapat di kuil pemakaman Sainen-ji di Shinjuku, Tokyo. Di kuil itu juga terdapat tombak kesukaan Hanzō dan helm seremoninya.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Cho Gyokko (885–945)

    Nama lainnya adalah Yo Gyokko, Yao Yu Hu dan Koto Oh. Hidup Cho Gyokko hampir hilang dari sejarah, dia merupakan kunoichi pertama dan juga seorang putri dari china. Yao Yu Hu adalah seorang yang berhubungan langsung dengan kekaisaran China masa dinasti Tang. Dia sangat mahir menari dan melakukan seni beladiri. Menurut legenda kemampuan seni beladirinya memang hebat dan pernah ada cerita bahwa dia bisa membunuh macan dengan sekali pukul, dan ini yg menyebabkan dia menerima gelar Koto Oh. Ketika dinasti Tang hancur pada tahun 907 dia melarikan diri ke jepang bersama keluarga kerajaan lainnya.

    Di jepang, Cho menemukan ciri beladiri dan mengembangkan gaya dan kemampuan nya. Dia juga menemukan inti atau awal dari ilmu Ninjutsu aliran Gyokku-ryu. Dia tidak mendapatkan kehormatan karena telah mengembangkan aliran Ninjutsu ini, tetapi dia dianggap sebagai pemrakarsa awal digunakannya Kenpo china dan memodifikasinya untuk digunakan dalam Ilmu Ninjutsu tersebut. Inti dari aliran ini adalah menyerang titik vital dari lawan agar lawan dengan mudah dilumpuhkan hal ini karena ukuran tubuh Gyokku sendiri yang relatif kecil. Cho Gyokko mengajarkan ilmu ini kepada Cho Buren, yang juga mengajarkan ilmu ini kepada Jendral Ikai (dipanggil juga sebagai Ibou atau Chan Busho). Jendral Ikai adalah jendral china yang sangat jenius dalam strategi perang maupun kemampuan untuk mengobservasi keadaan perang. Pada tahun 986 dia dipermalukan karena kalah dalam perang dan memilih untuk mengasingkan diri ke jepang dan menetap di provinsi Iga dan belajar Ilmu Ninjutsu. Jenderal Ikai dilatih oleh Gamon Doshi, yang juga melatih Garyu Doshi. Garyu Doshi nantinya juga melatih Hachiryu Nyudo yang kemudian melatih Hakuunsai yang menciptakan Dojo Soke pada tahun 1156.


-dipi-
 
re: Sejarah Samurai & Ninja

  • Ishikawa Goemon (1558-23 Agustus 1594)

    Seorang Ninja yang menggunakan kemampuan ninjanya untuk melakukan pencurian. Walaupun dia mengaku bila hasil jarahannya sebagian dibagikan kepada yang miskin, tetapi banyak keluarga ninja yg tidak mengakui pernah melatih Ichikawa Goemon. Dia diketahui berasal dari daerah Iga karena sebelumnya dia merupakan seorang Genin dalam aliran ninja Iga-ryu, tetapi nama Ishikawa Goemin tidak tercatat dalam catatan sejarah Ninja Iga.

    Dalam berbagai cerita, Goemon dilahirkan dengan nama Sanada Kuranoshin. Di saat muda dan pada waktu melakukan pencurian untuk pertama kali dia membunuh seseorang, hal ini meyebabkan dia menjadi buronan. Untuk menghilangkan jejak dia mengganti namanya menjadi Ishikawa Goemon. Ada sebuah cerita ttg Goemon, awalnya dia berlatih sebagai seorang ninja. Setelah berlatih beberapa lama di menemukan buku ttg seni ninjutsu, karena tidak bisa menahan nafsu dan keinginan pribadinya. Dia mencuri buku tersebut dan kabur dari desa ninja tersebut dan menjadi pencuri.

    Salah satu cerita legendaris adalah saat Ishikawa Goemon berniat membunuh Toyotomi Hideyoshi, ceritanya setelah dia bersembunyi selama satu jam di gerbang utama kuil Nanzen-ji di Kyoto. Goemon berhasil menyerang masuk dengan sembunyi-sembunyi dan sampai ke kamar tidur raja. Sayangnya sebelum sempat membunuh Toyotomi dia ketahuan karena tidak sengaja menyentuh bel di meja. Ketika dia tertangkap Goemon sempat mengatakan “Kamu (Toyotomi) yang telah mencuri seluruh isi negara ini, kamu yang melakukannya!”. Dia dieksekusi dengan cara dimasak dalam minyak yang panas di sungai kering bernama Sanjogawara. Sebelum dieksekusi Goemon sempat membuat puisi yang berisi “Ishikawa akan hilang bersamaan dengan pasir dalam aliran sungai ini, tetapi benih-benih pencurian di dunia ini tidak bakal hilang sampai akhirnya!”. Salah satu cerita mengatakan ketika Goemon dilemparkan bersama dengan anaknya, dia memegang anaknya dengan kedua tangannya sedangkan badan dan kakinya telah masuk ke dalam minyak panas, sampai pada akhirnya Goemon meninggal dan dia berhasil menyelamatkan anaknya karena masih dipegang dengan kedua tangannya.


-dipi-
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top