Pajak Bagi Pedagang Kaki Lima

spirit

Mod
para penikmat makanan d pinggir jalan se DKI siap2 merogoh kocek lebih. Pemprov DKI akan memberlakukan pajak bagi seluruh pedangan kaki lima yg terdiri dari pedagang mie Ayam, warteg, bubur Ayam, dll. Dengan adanya pajak otomatis harga makanan itu akan ikut naik.


Mantap nih Pemda DKI, bukannya membantu perekonomian wong cilik malah d bebani pajak
 
Last edited by a moderator:
kalu setau saia yg bakal kena pajak baru warteg, den ...


Wah kasian rakyat menengah k bwah neh, ga bsa makan murah ...
 
iya betul, warteg kena pajak.
Waduh Warmo bakalan naek nih harganya...:))

Januari, Makan di Warteg Kena Pajak 10 Persen
Pemda DKI akan mengenakan pajak 10 persen bagi rumah makan, termasuk warteg.
Kamis, 2 Desember 2010, 08:14 WIB


VIVAnews - Pelanggan warung tegal alias warteg harap bersiap menguras kocek lebih setiap kali makan. Per 1 Januari 2011 mendatang, Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo akan mengenakan pajak 10 persen bagi pengunjung rumah makan, termasuk warteg.

Menurut Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Namun, yang masuk dalam kategori wajib pajak adalah usaha penyedia makanan dan minuman yang memiliki penghasilan Rp60 juta pertahun. Pajak akan berlaku bagi seluruh jenis rumah makan yang memiliki omset Rp60 juta pertahun atau sekitar Rp5 juta perbulan atau sekitar Rp167.000 perhari. Tidak hanya warteg, pajak ini juga akan dikenakan bagi pemilik rumah makan padang dan usaha sejenis.

Arif menegaskan Dinas Pelayanan Pajak DKI akan mendata warteg yang masuk kategori itu. Setelah data didapat, akan dilakukan sosialisasi kepada asosiasi pengusaha rumah makan warteg.

Usulan pengenaan pajak warteg ini telah disetujui DPRD DKI, dan diatur dalam peraturan daerah yang saat ini sudah masuk di Badan Legislatif Daerah DKI Jakarta.

Arif memprediksi, dengan menerapkan pajak warteg, potensi pendapatan pajak akan bertambah Rp50 miliar. Apalagi jumlah warteg di Jakarta saat ini sudah sekitar 2.000 unit.

"Mulai Januari 2011, harga setiap makanan dan minuman yang ada di warung tegal akan menjadi lebih mahal, karena dikenakan pajak sebesar 10 persen dari harga biasanya,” kata Arif Susilo, seperti dilansir situs berita resmi Pemda DKI.

Arif mengimbau agar warteg yang memiliki penghasilan di atas Rp60 juta per tahun dengan sukarela mendaftar ke Dinas Pelayanan Pajak. Pemda akan memonitor secara ketat dengan memeriksa catatan keuangannya.

Bila pengusaha warteg memenuhi syarat, Pemda akan memberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Sebagian besar pemilik usaha rumah makan warteg di Jakarta banyak yang sudah mapan sehingga kebijakan ini tidak terlalu menuai kontroversi. Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik," katanya. (kd)
• VIVAnews


-dipi-
 
kalu setau saia yg bakal kena pajak baru warteg, den ...


Wah kasian rakyat menengah k bwah neh, ga bsa makan murah ...

Barusan ak nonton Metro Online merinci jika bukan hanya warteg tapi semua dagangan yg beromset rp. 80. 000/hari akan d bebani pajak penghasilan 10 persen/tahun
 
wah cara menghitung omzetnya gimana ya? masak makan di warung bakso pinggir jalan kudu pake tanda terima? :))


-dipi-
 
kalu itu mah pejabat2 kita jagonya non, pasti ada2 saja caranya ...pokoknya, serahkan ama ahlinya ...:D
 
Agak sewot sih sebenarnya sama kebijakan seperti ini gak bijak aja, masa pedagang makanan kakilima yang omsetnya gak nyampe 10 juta juga ikut dibebani pajak? makin mahal aja dong harga makanan? kasian, berarti orang-orang urban di jakarta mesti kerja keras buat menuhin kebutuhan makan..


curhatan derita akhir bulan hahhaa
 
Warteg Dipajaki
Tanpa Bon, Apa Tak Dikorupsi?
Kamis, 2 Desember 2010 | 20:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Sudaryatmo menilai, kebijakan baru Pemrov DKI Jakarta yang memungut pajak 10 persen dari warung tegal (warteg) tidak akan berjalan efektif. Pungutan pajak tersebut akan terkendala teknis perhitungan tarif pajak yang pada akhirnya berpotensi pada penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.

"Karena di warteg kan transaksinya informal, di mana tidak semua punya pembukuan, catatan transaksi, bon. Potensi terjadi penyalahgunaan wewenang petugas pajak sangat mungkin," katanya ketika dihubungi, Kamis (2/12/2010).

Karena sebagian besar rumah makan sekelas warteg atau warung makan padang sederhana tidak memiliki bukti transaksi seperti bon, maka penetapan tarif pajak, kemungkinan hanya berdasarkan estimasi petugas yang mungkin tidak akurat.

"Pajak kan dasarnya angka penjualan, acuannya register, secara ini kan transaksi tidak terikat, jadi tidak mudah menentukan besar pajak," ungkapnya.

Selain itu, YLKI menilai pungutan pajak restauran untuk rumah makan dan sejenisnya yang beromzet Rp 167.000 per hari itu tidak berpihak pada rakyat kecil. Menurut Sudaryatmo, rata-rata konsumen rumah makan yang masuk ketentuan itu adalah menengah ke bawah. Jika ada pajak, maka konsumen yang rata-rata menengah ke bawah itu akan terbebani. "Pada akhirnya kan beban akan ditanggung konsumen," imbuhnya.

Hal senada dikatakan sebagian pengelola rumah makan. Seperti Firda (41), pengelola warteg di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Menurutnya, pungutan pajak 10 persen ini akan berpotensi terjadinya korupsi saat pemungutan pajak oleh petugas.

"Pedagang kecil kayak gini nggak mau setor pajak langsung, pasti lewat orang kelurahan, baru ke orang pajak, nah itu di situ kan ada kongkalingkong nantinya," tutur dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mulai tahun depan diberlakukan pajak 10 persen untuk seluruh jenis rumah makan dengan omzet Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan atau sekitar Rp 167.000 per hari termasuk warteg atau rumah makan Padang.

Sumber: kompas.com

==================================

Judul beritanya pertanyaan retoris...:))


-dipi-
 
kalau tujuannya biar tekanan penduduk di jakarta berkurang sih gpp,..mungkin nantinya akan seperti tokyo (sister citynya), biaya hidup yang tinggi memaksa penduduknya mau tidak mau untuk bekerja (sy sreg, klo kerja keras di hargai), nah pertanyaan dari keputusan tersebut, knapa smw dimulai dari rakyat kecil??? dan selalu membuka peluang rakyat elite untuk melakukan korupsi?? bukanya itu cuma ngambil jalan pintas?

ngga habis pikir dah, dengan orang2 atas...maksudnya baik tp ko cm sepintas sepintas |:mad:
 
lho justru keren kalo diberlakukan cak..
kan keren tuu.. pemda ibukota negara di indonesia diketawain mollo gara gara kebijakannya aneeeeeh terus..
xixi
kereeeen..

hiahaha.. kenapa nggak membenahi zonasi aja yang udah jelas jelas ruang lingkup pekerjaannya..
malah aneh aneh aja..
xixi..
evaluasi aja dulu apa apbd dki itu kurang..?? serapannya udah 100 persen kah..??
xixi
kayaknya pemprov DKI Jakarta harus buka buka buku pengantar perpajakan lagi deh.. tentang konsep 'calon' kebijakan ini masuk di fungsi pajak yang mana yang bisa sesuai.. sebab.. jelas kalo dibilang fungsi anggaran ya nggak banget.. 50 m doang.. jiahaha
 
itung-itungan:
Satu warteg anggap aja sebulan omzetnya 5 jeti, dalam setahun omzetnya 60 jeti. Pajak 10 persen, 6 jeti. Kata bapak petugas "sudah, lewat saya saja, cukup setor 1 juta".

dejavu!!
 
untunglah ane bukan penduduk jakarta.. dah macettt, banjir air comberan pula.. puyenk..
m097.gif
 
itung-itungan:
Satu warteg anggap aja sebulan omzetnya 5 jeti, dalam setahun omzetnya 60 jeti. Pajak 10 persen, 6 jeti. Kata bapak petugas "sudah, lewat saya saja, cukup setor 1 juta".

dejavu!!

Pasti terjadi
Krn mental pejabat kita mental pungli
Jika ada yg jujur 1000.000 berbanding 1
 
....
Menurut Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Namun, yang masuk dalam kategori wajib pajak adalah usaha penyedia makanan dan minuman yang memiliki penghasilan Rp60 juta pertahun. Pajak akan berlaku bagi seluruh jenis rumah makan yang memiliki omset Rp60 juta pertahun atau sekitar Rp5 juta perbulan atau sekitar Rp167.000 perhari. Tidak hanya warteg, pajak ini juga akan dikenakan bagi pemilik rumah makan padang dan usaha sejenis.

....

seharusnya sie peraturannya yang perlu direvisi bukan malah memparluas objek pajak. Misalnya, pajak berlaku bagi yang beromzet 250.000 ribu per hari. Omzet sendiri kan kalu ga salah masih laba kotor kan? belum dipotong sana-sini ...Ujung-ujungnya rakyat kecil yang jadi korban ...kayakanya memang pemda DKI cuma nyari "pendapatan belanja" ...beginilah kalu daerah diserahkan pada ahlinya ...
 
Last edited:
Back
Top