Deplu RI: RI Tidak Bermaksud Ambil Alih Peran AS di Irak

nurcahyo

New member
Deplu RI: RI Tidak Bermaksud Ambil Alih Peran AS di Irak

Kapanlagi.com - Usulan Pemerintah Republik Indonesia untuk turut berperan serta dalam penyelesaian konflik di Irak bukan berarti RI akan menggantikan peran Amerika Serikat (AS).

Pernyataan itu dikemukakan oleh Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu-RI) Desra Percaya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (01/12).

"Itu adalah bagian dari kontribusi dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pemerintah RI menyampaikan usulan namun itu bukan berarti Indonesia akan menggantikan peran AS," kata Desra.

Dalam pertemuannya dengan Presiden George W. Bush di Bogor, 20 November lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan usulan guna mengatasi konflik Irak.

Kepada Bush, Yudhoyono mengusulkan tiga solusi dalam penyelesaian kasus Irak, yakni melakukan rekonsiliasi nasional di Irak, melibatkan pasukan keamanan PBB yang kedatangannya disesuaikan dengan jadwal penarikan pasukan AS dan sekutunya di Irak, serta melibatkan masyarakat internasional untuk melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi di Irak.

"Posisi Indonesia tetap seperti ketika AS memutuskan untuk menyerang Irak, Indonesia tidak menyetujui serangan itu," kata Jubir Deplu-RI.

Namun, lanjut dia, saat ini Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan pun telah mengatakan bahwa situasi di Irak hampir mendekati perang sipil dimana korban sipil berjatuhan setiap harinya.

"Apakah kita akan masih memperdebatkan sah atau tidaknya kependudukan AS? Apa kita bisa berdiam diri dengan korban sipil yang berjatuhan tanpa melakukan sesuatu," katanya.

Jubir Deplu-RI menjelaskan usulan yang dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono masih merupakan suatu wacana.

Pada kesmepatan itu, sekalipun tidak menyebutkan berapa negara yang telah mendukung usulan itu, tapi Desra mengatakan bahwa sejumlah negara telah menyambut baik usulan penarikan diri pasukan AS untuk digantikan dengan pasukan perdamaian negara Islam moderat.

Menurut Jubir Deplu-RI, jika seandainya Indonesia mengirimkan pasukan perdamaian ke Irak sudah tentu akan memperhatikan situasi politik di Irak, tidak serta merta mengirimkan tanpa pertimbangan.

Sementara itu pada kesempatan sebelumnya, Menlu-RI Hassan Wirajuda mengatakan sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak dapat hanya berdiam diri, membaca berita mengenai konflik di Irak dan tidak melakukan apapun.

Menlu-RI mengatakan Pemerintah RI tidak serta merta hanya memberikan usulan solusi namun juga aktif menggalang upaya agar solusi yang diusulkan itu dapat diterima oleh semua pihak.

Namun menanggapi usulan Presiden Yudhoyono kepada Bush, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Yudi Chrisnandi berpendapat, Indonesia semestinya tidak perlu ikut campur dalam penyelesaian masalah Irak karena apa yang terjadi di Irak bukanlah tanggung jawab masyarakat internasional melainkan tanggung jawab AS.

Kondisi buruk yang terjadi di Irak saat ini, menurut Yudi, merupakan implikasi kebijakan luar negeri AS yang salah. Karena itu, yang harus bertanggung jawab adalah AS, bukan masyarakat internasional.

Menurut Yudi, usulan tersebut merupakan pendapat spontanitas Presiden untuk sekadar menyenangkan Bush yang sedang pusing mencari jalan keluar penyelesaian masalah Irak. Sedangkan mantan Ketua Komisi I DPR Aisyah Aminy berharap usulan Presiden Yudhoyono hanya sekedar keseleo lidah saja.

Jika AS menyatakan tidak mampu menyelesaikan masalah Irak dan menyerahkannya kepada PBB, baru Indonesia dapat berperan lebih jauh.

"Jadi kalau Indonesia ingin terlibat di dalam maka harus tunggu sampai persoalan ini diambil alih PBB, dan kita bisa masuk jika diminta PBB," ucap Yudi Chrisnandi.

Sementara itu Kamis (30/11), Pasukan Irak dan Amerika Serikat menemukan sedikitnya 86 jenazah di seluruh Irak selama 24 jam, kata pejabat militer AS dan keamanan setempat.

Seorang pejabat keamanan mengatakan bahwa 58 jenazah itu ditemukan di Baghdad, sedangkan militer AS mengatakan, 28 jenazah lainnya ditemukan di pemakaman massal di provinsi timur-laut Diyala.

Istri Dulmatin

Pada kesempatan itu Jubir Deplu-RI juga mengatakan bahwa Istiada Oemar Sovie --istri tersangka tindak pidana terorisme, Dulmatin-- dan dua orang anaknya, Idar Oemar dan Ali telah dideportasi oleh Pemerintah Filipina, Kamis (30/11).

"Mereka dideportasi dengan alasan pelanggaran dokumen perjalanan dan over-stay (melanggar masa tinggal). Pihak KBRI di Filipina telah membantu proses pemulangan," katanya.

Menurut Jubir Deplu-RI, sekalipun sebagai istri tersangka teroris, Istiada tidak mengalami perlakuan yang berbeda dengan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) lain yang dideportasi.
 
Back
Top