Pemeriksaan Agung Laksono Hanya Seremoni Politik

nurcahyo

New member
Pemeriksaan Agung Laksono Hanya Seremoni Politik

Kapanlagi.com - Direktur Bidang Riset, Parrhesia (Institut for Nation-State Building), Boni Hargens menilai pemeriksaan Agung Laksono oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK-DPR), yang akan dilaksanakan 18 Januari 2007, tidak akan menghasilkan apa-apa, bahkan justru menjadi seremoni politik untuk mengakhiri kasus "vouchergate".

"Dalam hal ini saya tidak yakin Agung Laksono bakal mendapat sanksi yang serius apalagi Slamet Efendy Yusuf orang Golkar," kata Boni menanggapi akan diperiksanya AL, oleh BK DPR.

Ia mengatakan, badan Kehormatan baru ada 8 Oktober 2004, dibentuk oleh anggota DPR sebagaimana diatur dalam UU No.22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPR, DPRD yang diijabarkan pengaturannya dalam Tata Tertib DPR.

Ini semua artinya mulai dari pimpinan sampai anggota BK semua bisa dikendalikan Agung Laksono sebagai ketua DPR. Di bab XIII pasal 56 Tatib DPR ditegaskan, Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Anggotanya tiga belas orang, yang ditetapkan dalam rapat paripurna.

Boni menegaskan kalau mau konsisten dengan tugasnya Badan Kehormatan dalam pasal 59 Tata Tertib, seharusnya Agung diberi sanksi serius. Ia telah membagi voucher dan beras atas nama Kosgoro, Adam Air, dan kader Golkar.

"Ini jelas penyalahgunaan jabatan yang harus diberi sanksi serius. Di dalam kode etik kan ditetapkan bahwa Badan Kehormatan berwenang memutuskan sanksi secara berjenjang disesuaikan tingkat kesalahan anggota, yakni teguran tertulis, pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR, atau pemberhentian sebagai anggota," kata dosen Ilmu Politik FISIP-UI.

Kalau benar Badan kehormatan bekerja serius, maka Agung menurut saya harus diberhentikan dari jabatan sebagai ketua DPR. Tidak bisa tidak, bahkan lebih jauh bisa dipecat dari keanggotaan sebagai wakil rakyat.

"Itu kalau Badan Kehormatan serius, tapi saya yakin paling-paling Agung bakal mendapat teguran tertulis yang hanya akal-akalan saja," jelasnya.

Tidak Objektif

Boni juga mengkritik kinerja Badan Kehormatan, karena ada kesan kuat Badan Kehormatan tidak objektif dalam menangani kasus yang diadukan. Ada calo yang diusut sampai tuntas tetapi ada juga calo DPR yang sampai sekarang aman-aman saja, bahkan bisa jalan-jalan ke luar negeri.

Padahal, kata dia di dalam Tatib DPR ditegaskan tiga tugas Badan Kehormatan. Pertama, melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota.

Sasarannya, pimpinan atau anggota yang tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota, tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota, melanggar sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota; melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Kedua, menetapkan keputusan hasil penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan Ketiga, menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada Pimpinan DPR.

"Paling-paling tugas ketiga yang dilakukan dengan benar setelah tugas-tugas pertama dan kedua dipelintir atau ditangani secara politis yang melibatkan berbagai kepentingan kekuasaan di dalamnya," katanya.

Untuk itu, Boni mempertanyakan, benarkah Badan kehormatan, dengan keberadaannya seperti sekarang, mempunyai manfaat praktis bagi peningkatan kinerja DPR.

"Saya kira kita perlu memikirkan perlunya sebuah lembaga ekstraparlemen yang mengambilalih tugas dan wewenang Badan kehormatan yang sekarang, sehingga Badan kehormatan benar-benar sebuah badan yang punya kehormatan bukan badan yang cuma akal-akalan saja," demikian analis politik dari UI.
 
Back
Top