Sejarah Wayang & Perkembangannya

sakradeva

New member
berikut saya pengen menyampaikan sekilas tentang wayang, yang dulu pernah saya posting di forum lain

buat mod dan Non Dipi, klo postingan saya OOT dan tidak pada tempatnya silahkan di delete aja :D





Kebetulan baru2 saya scr ngga sengaja menemukan sebuah buku (punyanya Bokap )
”Unsur Islam dalam Pewayangan ” Drs .H. Effendi Zarkasi penerbit Alfa Daya Jakarta 1981 ( wah pasti banyak diantara qta yg belum lahir )
Dalam buku tersebut ditulis mengenai pengertian wayang lalu berbagai macam wayang , asal usul wayang dan perkembangannya, lalu diuraikan mengenai wayang dijaman ke islaman lalu pembahasan berlanjut mengenai masuknya islam di Jawa dan penyebarannya didalamnya diceritakan peranan Para Wali Sanga dalam penyebaran Agama Islam serta penggunaan Wayang sebagai salah satu alat Da’wah, kemudian pembahasan buku ini berlanjut mengenai unsur islam dalam pewayangan, dengan menguraikan lakon lakon pewayangan yang sarat muatan islam seperti ” Jimat Kalimasada, Mustakageni, Petruk dadi Ratu, Dewa Ruci dsbnya ” lalu bab terakhir membahas mengenai wayang sebagai alat Da’wah

Adapun dari sekian kesimpulan buku ini yang menarik perhatian saya adalah :
Wayang Kulit adalah ciptaan para Wali dan penuh dengan ajaran ke Islaman, mula mula masih tersisa cerita ke Hinduan yang kemudian banyak di rubah.
Wayang kulit sengaja dicipta oleh para wali untuk menyiarkan agama islam dan ternyata dapat berhasil
Adapun pokok bahasan yang melatari kesimpulan diatas adalah sebagai berikut :
Dari asal usul wayang macam-macam wayang juga perkembangannya dikatakan
Pengertian Wayang :
Menurut R T Josowidagdo adalah dari kata ’ayang ayang ’ ( bayangan ), karena yang dilihat adalah bayangannya pada kelir (kain putih yang dibentangkan) mendapat sinar dari Belencong (lampu diatas kepala sang Dalang ).
Dr th Piqued mengatakan bahwa Wayang adalah Boneka yang dipertunjukkan , pertunjukkannya dihidangkan dalam berbagai bentuk dan diiringi gamelan slendro
Macam Macam Wayang
Buku ini mengutip sumber dari Raden Mas sayid yang mengemukakan berbagai jenis wayang antara lain :
1 Wayang purwa (dengan kisah Ramayana dan Mahabharata)
Wayang jenis ini di wujudkan dalam lukisan diatas daun lontar diciptakan oleh Prabu Jayabaya dari Kediri, setelah melewati jaman Majapahit lalu pada Jaman Demak berubah bentuk dan bahannya, yaitu dibuat dari kulit binatang dilukis dan di pahat dari samping seperti bentuk yang sekarang ini.
2 wayang madya (zaman sesudah Parikesit)
Wayang ini adalah ciptaan dari Mangkunegara IV dari surakarta ceritanya merupakan lanjutan dari cerita Wayang Purwa yaitu dari Prabu Parikesit sampai dengan Kerajaan Jenggala dan Kediri.
3 wayang gedog(siklus Panji)
yang menciptakan wayang ini adalah Sunan Giri, isi ceritanya adalah Sejak jaman Jenggala sampai jaman kerajaan Pajajaran ( namun Raden Samsudjin Proboharjono mengatakan wayang gedog menceritakan Zaman Kediri yaitu tentang Panji Asmarabangun )
4 wayang klithik (kisah Damarwulan)
wayang ini bentuknya kecil2 dan dibuat dari kayu isinya menggambarkan sejarah kerajaan Pajajaran sampai dengan akhir Majapahit.
5 wayang Dupara (1900)
wayang ini diciptakan oleh Sri Susushan Paku Buwana ke X Surakarta ceritanya menggambarkan jaman kerajaan Demak, Pajang, Mataram sampai dengan Kartasura
6 Wayang Jawa (Demak dan Mataram)
Penciptanya Duta dilaga, isi ceritanya sejarah kerajaan Demak sampai dengan Mataram akhir, wayang ini juga bisa digunakan untuk mennggambarkan cerita Menak/ sahabat Nabi Muhammad SAW, seperti cerita Amir Hamzah
7 wayang Golek (cerita menak)
wayang ini serupa bentuknya dengan boneka dari kayu, isi ceritanya riwayat menak, hubungan negeri arab dan persia pada awal islam
8 wayang Menak (khusus Menak)
penciptanya Trunadipa dari Sala, isisnya hanya khusus menceritakan riwayat menak sejak lahir, wong agung menak jayengmurti alias Amir Hamzah hingga lahirnya Nabi Muhammad SAW dan perkembangan islam.
9 wayang kancil (fabel)
penciptanya Bah Bo Liem seorang Tionghoa pada Tahun 1925, isisnya dongeng kancil dan binatang untuk ditunjukan terutama pada anak2
10 wayang suluh/perjuangan (1945)
isi ceritanya adalah penjajahan oleh Belanda dan Jepang berlanjut dengan zaman kemerdekaan, bentuknya realistis seperti manusia biasa digunakan untuk menggambarkan tokoh2 perjuangan seperti Bung Karno, Bung Tomo dan lainnya.
11 wayang Beber
Wayang ini diciptakan pada jaman Majapahit isis ceritanya adalah sama dngan wayang Purwa, wayang beber terdiri dari adegan yang dilukiskan pada kain yang dihaluskan, atau dulunya dilukis pada lulu kulit kayu waru, berbeda dengan wayang2 yang lain setelah dibeber ( dibuka dari gulungan ) tidak dimainkan oleh dalang, dia hanya menceritakannya saja dari balik gambar.
Pada jaman Majapahit wayang beber sudah terkenal, dimana saat Hayam Wuru berkuasa sepertei yang diceritakan Mpu Prapanca dalam Negara Kertagama, wayang beber dan wayang dan topeng merupakan pertunjukkan populer dikalangan rakyat.
12 wayang topeng
wayang ini dimainkan oleh orang namun pelakunya masing2 dengan memakai Topeng,
13 wayang wong
wayang ini mulai diciptakan sejak jaman Mangkunegoro IV surakarta, isi critanya seperti wayang purwa hanya tokoh2 pelakunya adalah orang
 
Last edited by a moderator:
Re: Epos Mahabharata

Perkembangan Wayang Purwa



Sperti yang diuraikan diatas wayang purwa memuat cerita yang bersumber dari Ramayana dan Mahabarata, isinya menceritakan jaman dewa dewa sampai dengan jaman Parikesit. Lalu berlanjut dengan jaman madya yang menceritakan jaman setelah parikesit sampai dengan jaman Kediri, lalu disusul dengan masa akhir yaitu dari jaman Kediri samapi dengan akhir kerajaan jaman majapahit.
Pada jaman kerajaan demak menurut RM Said terjadi perubahan yang sangat besar dari segi pertunjukkannya, dimana sebelum Jaman Demak pertunjukkan wayang Purwa dilakukan dengan teknik wayang Beber, dimana dalam wayang beber beberapa tokoh pelaku dilukiskan dalam satu adegan sedangakan sejak jaman demak pelaku dilukiskan sendiri2 secara terpisah, bentuk lukisan pun berbeda tidak lagi menghadap tapi menyamping, bentuk badan menjauhi bentuk perimbangan badan manusia.
Tentang perubahan ini lebih lanjut RT Jasawidogdo menguraikan bahwa setelah runtuhnya majapahit ( 1433 saka) wayang beber ini dibawa ke Demak, Sultan Demak dan rakyatnya suka sekali wayang Beber tetapi hal itu menyalahai syare’at islam. Lalu sultan meminta kepada Para wali untuk merubah bentuk2 wayang itu, maka masing2 tokoh dibuatkan gambar sebuah dibuat dari kuit kerbau, dan semenjak jaman wali pula tokoh2 wayang dimainkan satu demi satu diperankan satu sama lain.
Menurut pendapat Dr GAJ Hazeu mulanya wayang dibuat dari kulit kerbau dimulai pada jaman Raden Patah yang bertahta tahun 1437 saka, dahulunya berwujud lukisan seperti bentuk manusia yang terdapat pada candi di penataran.
Oleh karena hal itu bertentangan dengan hukum islam yaitu bertentangan dengan syara’ sedangkan Sultan dan rakyat sangat suka kepada wayang maka para Wali merubah dari lukisan yang menghadap jadi miring.
Selanjutnya diceritakan peranan para Wali dan para sultan terhadap perkembangan Wayang kulit misalnya :
Sunan Giri menambahkan berbagai ragam hiasan2 seperti kelat bahu, gelang, anting telinga.
Sunan Bonang menambahkan ricikan ( kuda, gajah, prajurit rampak dan lain2)
Raden Patah menciptakan Kayon yang ditancapkan ditengah2 kelir pada awal, tengah dan akhir pertunjukan
Lalu perkembangan bentuk wayang kulit pun begitu pesat dikatakan dimulai jaman ini sampai dengan yang kita jumpai saat ini.
Selain menyempurnakan bentuk wayang, para Wali dalam menyebarkan ajrannya juga menggunakan wayang sebagai media, beberapa diantara mereka seperti Sunan Kalijaga, Sunan Giri menjadi Dalang dengan meminta upah berupa kalimat Syahadat.

Dalam hal ceritapun mengalami perubahan, lakon lakon yang menceritakan kebenaran ajaran2 islam pun diciptakan namun tetap memakai tokoh2 cerita dari Ramayana dan mahabarata namun dirubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ajaran islam dan yang menjadi fenomena adalah apa yang yang termuat dalam serat Kanda ( disusun pada masa Kartasura ) yang menjadi salah satu sumber pedalangan yaitu seluruh Dewa Dewa dan tokoh wayang adalah keturunan nabi Adam demikian juga yang termuat dalam Pustakarajapurwa yang menyebutkan Para Dewa adalah keturunan dari Nabi Adam.
Bahkan dalam kitab Pustaka Raja karangan dari Raden Ngabehi Ranggawarsita dijelaska silsilah para Dewa adan Para Nabi serta para raja dipulau Jawa sebagai berikut :

Nabi Adam
Nabi Sys (Diantara 40 orang keturunan)
Sayid Anwar ( Sang Hyang Nur Cahya ) Sayid Anwas
SH Nur Rasa Nabi Nabi
SH Wenang
SH Tunggal
Manikmaya ( Batara Guru ) Ismaya (Semar )

Brahma
Wisnu
Brahmasatapa
Bagawan Manumanasa
Prabu Palasara
Bagawan Abiyasa
Pandudewanata
Janaka Ongkowijaya
Parikesit
Yudayana
Grendayana
Jayabaya
Jayahamijaya
Kusumawicitra
Raden Patah X Cucu Sunan Ampel ( sedangkan Sunan Ampel dikisahkan merupakan keturunan dari Nabi Nabi )

Mengapa dibuat silsilah seperti itu ? tujuannya jelas untuk menghilangkan unsur syirik dalam cerita pewayangan.


Untuk Klaim dalam buku tersebut bahwa Wayang Kulit diciptakan oleh Para Wali Sanga saya mencoba hadirkan beberapa sumber yang pernah saya baca................. Mohon rekan2 menanggapi Dengan Bijak dan kepala dingin
Sedangkan masalah silsilah Dewa2 Nabi2 dan raja2 adalah keturunan Nabi Adam seperti dimuat diatas kiranya ga perlu dibahas, karena saya yakin kalian semua menyadari betapa tidak masuk akalnya silsilah tersebut.
 
Re: Epos Mahabharata

BENARKAH WALI SANGA PENCIPTA WAYANG KULIT ?

Sebelumnya saya cantumkan di bawah ini petikan kakawin Arjuna Wiwaha bait 59 karya Mpu Kanwa dikarang oleh beliau pada masa pemerintahan Prabu Airlangga di Jawa Timur (1030 )yang bisa jadi acuan dalam menilai pertanyaan diatas

Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir molah angucap, hatur ning wang tresneng wisaya malaha tan wihikana, ri tatwan jan maya sahan-haning bhawa siluman.



(Ada orang melihat wayang menangis, kagum, serta sedih hatinya. Walaupun sudah mengerti bahwa yang dilihat itu hanya kulit yang dipahat berbentuk orang dapat bergerak dan berbicara. Yang melihat wayang itu umpamanya orang yang bernafsu keduniawian yang serba nikmat, mengakibatkan kegelapan hati. Ia tidak mengerti bahwa semua itu hanyalah bayangan seperti sulapan, sesungguhnya hanya semu saja).
*) kata yang dicetak tebal


Hal tersebut telah membantah argumen bahwa pada jaman Demak lah wayang dirubah dari segi teknis pertunjukan ( dibeber dan adegan dibuat dalam satu lukisan dan dalam tidak menggerakkan hanya bercerita ) dan pembuatannya ( mulai jaman Demak dibuat dari kulit binatang ).

Disamping itu...............
Asal-usul Wayang Kulit di Indonesia hingga kini masih diperdebatkan oleh para ahli dan masih belum ada kesepakatan apakah Wayang Kulit memang asli Indonesia, dari India ataupun dari negara lain.

Petikan bait 59 Kakawin Arjuna Wiwaha karya Pu Kanwa (1030) yang dikutip di atas bisa disebut satu-satunya sumber tertulis tertua dan autentik tentang pertunjukan wayang kulit yang mulai dikenal di Jawa, yaitu pada masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga di Kerajaan Kadiri. Pada masa itu wayang telah menjadi seni pertunjukan untuk umum
Satu-satunya data arkeologis berupa temuan prasasti pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung (899-911 M) menyebutkan, Sigaligi mawayang hayam macarita Bima ya kuwara. Ini menjelaskan bahwa pertunjukan wayang (mengambil lakon Bima di masa muda) untuk keperluan upacara telah dikenal pada masa itu.
Dr GAJ Hazeu (ahli bahasa dari Belanda yang meneliti tentang wayang, pada tahun 1897) berpendapat seni wayang merupakan asli produk Budaya Indonesia ( Jawa ) krena etimologi istilah-istilah yang dikenal dalam pementasan wayang, yaitu dalang, kelir, wayang, keprak, dan blencong sepenuhnya adalah bahasa Jawa.
Namun Dr. W.H. Rassers dalam bukunya Over den Orsprong mengatakan bahwa di India pada abad ka-3 sudah ada pertunjukan wayang yang serupa dengan wayang di Bali dan Jawi.
keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa Indonesia antara lain ditegaskan oleh pakar wayang, Prof Dr Soetarno, Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Surakarta, yang di antaranya membawahi Jurusan Pedalangan. Ia menguraikan argumentasinya secara panjang lebar, baik dari segi sejarah, pengetahuan, konsep estetika maupun teknis, serta filosofis. Wayang, ujarnya, telah dikenal secara meluas di sini dalam bentuk relief di candi, pertunjukan, karya sastra, dan tradisi oral.
Menurut Soetarno, istilah "wayang" sendiri disebut pada Bait 664 Kitab Bharatayudha karya Pu Sedah (1157 M). Juga dalam Kitab Tantu Panggelaran (abad ke-12) disebutkan tentang wayang yang menggunakan bahan dari kulit binatang yang ditatah. Adapun kelir (layar) juga telah digunakan pada masa itu (Kitab Wreta Sancaya). Pada pertengahan abad ke-12, iringan musik untuk pementasan wayang antara lain berupa tudungan dan saron kemanak. Adapun pada Kitab Negarakertagama (abad ke-15) disebutkan, iringan musiknya berupa tambur, gambang, kala, sangha, dan kemanak.

Di lingkungan budaya Bali, pertunjukan Wayang Kulit diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke IX. Dalam prasasti Bebetin yang berangka tahun Çaka 818 ( 896 M), dari zaman pemerintahan raja Ugrasena di Bali, ditemukan sejumlah istilah seni pertunjukan yang diyakini berarti wayang atau pertunjukan wayang (baca : Serba Neka Wayang Kulit Bali, 1975).
Dosén Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Dénpasar, Drs. I Gusti Seramasara, M.Hum. dalam tulisannya “Sejarah Pewayangan di Bali: Sebuah Renungan” yang dimuat dalam jurnal seni budaya Mudra No. 9 Tahun VIII September 2000 mengatakan bahwa wayang sudah menjadi salah satu kesenian pada zaman Bali Kuno. Kala itu wayang disebut dengan parbwayang atau arringgit.
kata parbwayang tertulis dalam prasasti Bébétin Isaka 818 (896 Maséhi). Klo kata arringgit ditemukan pada prasasti Dawan Isaka 975 (1053 Maséhi) dan prasasti Blantih Isaka 980 (1058 Maséhi).

Ada tulisan menarik oleh Ardus M Sawega (jurnalis pada Harian Kompas ) dengan judul ” Wayang Indonesia Membayangi Sejarah Bangsa” yang perlu kita simak yang diringkas di bawah ini

Terlepas dari apakah Wayang itu Asli Indonesia atau karena pengaruh dari India perlu kita ketahui bersama bagaimana perjalanan wayang dalam sejarah kita.karena sesungguhnya hingga sekarang amat sedikit hasil penelitian, baik dari luar maupun dalam negeri, mengenai (sejarah) pertunjukan wayang. Priyohutomo pada tahun 1933 menulis disertasi berjudul Nawaruci, juga dari sudut linguistik. Sejumlah sumber tertulis lain seperti Serat Centhini (1823) dan Sastramiruda (1920) juga menyinggung tentang wayang, namun itu lebih didasarkan pada tradisi oral sehingga sulit diyakini validitasnya. Kemudian, Prof Poerbatjaraka dalam Kapustakan Jawi (1952) memaparkan sejumlah hasil penelitian yang di antaranya mengungkap tentang sejarah wayang.
Bagaimana bentuk wayang pada masa itu? Mula-mula, pelukisan sosok wayangnya dibikin "realis" (tiga dimensi), seperti sosok wayang pada relief di Candi Prambanan (abad ke-10), Jawa Tengah. Pada masa Majapahit (abad ke-13), bentuk wayang dibikin agak miring (menyamping), meniru relief di Candi Penataran, Jawa Timur, (bentuk autentiknya bisa kita lacak pada wayang Bali saat ini). Keberadaan candi-candi di atas menunjukkan pengaruh kuat agama Hindu di Jawa. Apalagi relief atau arca yang terdapat di candi-candi tersebut banyak melukiskan fragmen-fragmen cerita "wayang". Candi Prambanan memuat kisah epos Ramayana. Candi Sukuh memuat lakon Sudamala dan Bima Suci yang merupakan bagian dari epos Mahabharata. Candi Panataran, Jawa Timur, memuat Ramayana dan Kresnayana.

Dalam proses yang panjang, antara abad ke-11 hingga akhir abad ke-18, pertunjukan wayang kulit purwa tampaknya terus mengalami perkembangan disertai inovasi-inovasi, baik menyangkut aspek estetika pertunjukan maupun pemaknaan (filsafat). Proses "penyempurnaan" wayang hingga ke bentuk yang kita kenal sekarang berlangsung sejak Kerajaan Demak kemudian Pajang, Mataram, hingga Kartasura.

Mulai masa Kerajaan Demak (abad ke-15), tokoh wayang di atas kulit binatang mengalami stilisasi, yaitu sepenuhnya miring (dua dimensi). Ada yang menyebutkan bahwa perubahan tersebut akibat pengaruh agama Islam yang dalam syariahnya menolak pencitraan manusia secara "realis". Pada masa itu, Sunan Kalijaga konon sangat berperan dalam inovasi pertunjukan wayang kulit ini. Kalijaga yang juga piawai mendalang memanfaatkan media tersebut untuk menyampaikan dakwah.

Pada masa Demak itu, sosok wayang dilengkapi dengan anggota tubuh (tangan) yang bisa digerakkan atau "lepas" (dengan sumbu pada lengan) seperti sekarang. Diciptakan pula ricikan berupa senjata dan hewan sehingga pertunjukan lebih menarik.

Estetika menyangkut seni rupa wayang menunjukkan terjadinya inovasi dari waktu ke waktu, baik menyangkut sosok wayangnya sendiri maupun teknik permainannya. Para seniman perupa pada masa itu menuangkan kreativitas mereka dalam berbagai kreasi dan setiap wilayah (komunitas) menemukan kekhasan mereka sendiri. Apakah itu menyangkut karakter sosok, wanda, ukuran tinggi, gelung, ornamen, aksesori, tatahan, sunggingan (pewarnaan), hingga ke gaya pedalangan.
Secara obyektif, wayang yang berkembang di Indonesia berbeda cukup signifikan dengan wayang yang ada di India (ataupun di Thailand). Termasuk aspek-aspek pertunjukan yang menyertainya, yaitu menyangkut susastra, iringan musik (karawitan), dramatisasi atau seni pemanggungan. Sementara dari sisi pemaknaan, wayang telah mengendapkan nilai-nilai filosofis yang mengekspresikan sekaligus merepresentasikan peri kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan, dalam perkembangannya, kisah-kisah wayang yang tercipta dan kemudian memasyarakat merupakan hasil local genious.
Wayang pada masanya merupakan bagian tak terpisah dari kepercayaan Hinduisme. Barangkali bisa diibaratkan, agama Hindu sebagai daging, sedangkan wayang sebagai aliran darahnya. Wayang bagi masyarakat ketika itu bukan semata-mata mitologi (kisah para dewa), melainkan telah menjadi bagian dari kosmologi (dunia pikir) yang memiliki pengaruh kuat dalam menentukan kehidupan sehari-hari. Barangkali, secara mudah di zaman ini kita bisa meniliknya pada peri kehidupan umat Hindu di Bali.
DARI zaman ke zaman, inovasi dan kreasi-kreasi dari berbagai aspek pertunjukan wayang ini mengalami perkembangan secara intensif. Pertunjukan wayang sendiri kemudian juga mengalami keragaman bentuk dan media.
Selain wayang kulit purwa (dengan kisah Ramayana dan Mahabharata), ada pula wayang beber (kisah Panji). Kemudian dikenal wayang madya (zaman sesudah Parikesit), wayang gedog (siklus Panji), wayang klithik (kisah Damarwulan), wayang golek (dari Serat Menak), wayang dupara (Babad Mataram II), wayang krucil (kisah Damarwulan), wayang kancil (fabel), wayang perjuangan (1945), wayang suluh (1945), wayang pancasila (1947), wayang wahyu (1960), wayang buddha (1979), wayang sandosa (1980), wayang sadhat (1984), wayang kampung (2002), dan wayang sang pamarta (2003).
Belum lagi yang mengambil bentuk atau media pertunjukan lain, seperti wayang orang, wayang topeng, langen mandra wanaran, sendratari wayang, wayang jemblung. Dan dalam bentuk kontemporer muncul kreasi wayang nggremeng, wayang suket. Setelah kemerdekaan, wayang juga dikenal lewat komik antara lain oleh pelukis RA Kosasih, Ardisoma, Urip, Indri S, Effendi, Jan Mintaraga, dan Teguh Santosa.
Wayang agaknya akan terus mengilhami ekspresi-ekspresi budaya dalam beragam bentuk dan media di Indonesia. Bentuknya bisa berubah dan mengalami metamorfosa di luar perkiraan kita. Namun, lebih dari itu, kosmologi wayang tampaknya akan terus memberikan jejak pengaruh cukup jelas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

===========================================================================================

tulisan saya bukan bermaksud flame, apalagi debat agama
klo kurang berkenan, silahkan disampaikan untuk bisa kita diskusikan dengan kepala dingin tapi ga beku :D
 
Last edited:
Re: Sejarah Wayang

Saya jadikan thread tersendiri aja ya, Mas?
Supaya lebih leluasa kalo ada yang akan dibahas...:)(


-dipi-
 
Back
Top